• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN DAN PERHITUNGAN PENGUKURAN ARAH QIBLAT DI LAPANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEDOMAN DAN PERHITUNGAN PENGUKURAN ARAH QIBLAT DI LAPANGAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HISAB FALAK :

PEDOMAN DAN PERHITUNGAN

PENGUKURAN ARAH QIBLAT

DI LAPANGAN

Oleh : Drs. Chairul Zen S., al-Falaky

(Tenaga Ahli Hisab & Rukyat /Staf Kemitraan Umat Islam Kanwil) Kementerian Agama Prov. Sumatera Utara

2012

PERHITUNGAN DAN PENGUKURAN ARAH QIBLAT

A. Pengertian Qiblat Menurut Syara’

Masalah qiblat tiada lain adalah hal tentang arah atau jihat; yakni arah dimana ’ainul Ka’bah tersebut berada.

Arah keberadaan Ka’bah ini dapat ditentukan dari setiap tempat di permukaan bumi hanya dengan melakukan perhitungan atau pengukuran di lapangan.

Oleh sebab itu, perhitungan arah qiblat pada dasarnya ialah perhitungan arah untuk mengetahui guna menetapkan ke arah mana Ka’bah tersebut dilihat dari suatu tempat di permukaan bumi ini, sehingga semua gerakan orang-orang yang sedang menunaikan ibadah shalat baik ketika berdiri, ruku’, maupun ketika sujud tetap berimpit dengan arah yang menuju ’ain Ka’bah di Makkah Al-Mukarramah.

Ummat Islam telah bersepakat bahwa menghadap qiblat dalam shalat adalah merupakan salah satu syarat sahnya shalat; sebagaimana dalil-dalil syara’ yang ada (nash al-Qur’an dan al-Hadits; seperti Qs. Al-Baqarah : 144).

Bagi orang-orang yang berada di sekitar kota Makkah perintah yang demikian ini tidak mempunyai masalah karena mudah bagi mereka melaksanakan perintah menghadap qiblat tersebut.

Namun, bagi orang-orang yang berada jauh dari Makkah tentunya timbul permasalahan tersendiri, terlepas dari pada perbedaan pendapat para ’Ulama tentang cukup menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan posisi Ka’bah yang sebenarnya.

Dengan demikian, tidak dibenarkan misalnya orang-orang Islam yang tinggal di kota Medan (Sumatera Utara) melaksanakan ibadah shalat menghadap ke arah timur serong ke selatan sekalipun bila diteruskan juga akan sampai ke Makkah, karena arah atau jarak yang paling dekat ke Makkah bagi orang-orang Islam di Medan adalah arah barat serong ke utara sebesar 22o 45’ 00” (B – U).

(2)

B. Pendapat ’Ulama Tentang Menghadap Qiblat

Ibnu Rusyd al-Qurthuby menjelaskan bahwa adapun orang-orang yang dapat melihat ’ain Ka’ah, maka ’Ulama tidak berbeda pendapat bahwa yang wajib di hadap baginya adalah menghadap kepada ’ain (benda) Ka’bah itu sendiri. 1 Sedangkan Imam as-Syafi’iy menjelaskan bahwa orang-orang yang berada di sekitar Makkah yang tidak dapat melihat ’ain Ka’bah atau orang-orang berada di luar Makkah, maka setiap kali ingin melaksanakan ibadah shalat mesti berijtihad mencari arah yang tepat menuju ke ’ain Ka’bah dengan dalil-dalil alam; seperti bintang-bintang, matahari, bulan, gunung-gunung, arah tiupan angin dan dengan segala sesuatu yang padanya terdapat petunjuk qiblat. 2

Muhammad Yasin ’Isa menjelaskan bahwa bagi mereka yang berbeda pendapat adalah tentang seberap luas arah yang harus dihadap. Sebahagian mereka berpendapat bahwa luas arah tersebut adalah 180o yakni arah besar; karena hadits nabi SAW yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa nabi SAW bersabda :”Qiblat itu adalah di antara Masyriq dan Maghrib”.

Maka hadits ini dengan qarinah siaq-nya menunjukkan bahwa luas qiblat ahli Madinah adalah seperdua lingkaran karena berada di antara Masyriq dan Maghrib.

Sebahagian lain berpendapat bahwa luas arah tersebut adalah seluas arah kecil yakni sebesar 90o derjat. 3

Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa mereka juga berbeda pendapat tentang luas arah lingkaran kecil tersebut; sebahagian mereka berpendapat bahwa arah tersebut keseluruhan seperempat lingkaran.

Jadi, bila kota Madinah misalnya berada di arah Tenggara, maka keseluruhan arah Tenggara adalah arah qiblat. Dan yang masyhur sebagai pegangan mereka bahwa arah kecil itu adalah 45o derjat ke kanan arah tepat begitu juga ke kirinya dan harus diperhitungkan garis tengahnya (arah tepat qiblat).

Dari penjelasan berbagai pendapat ’Ulama tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa para ’Ulama sependapat bahwa wajib menghadap ke ’ain (benda) Ka’bah bagi orang-orang yang dapat melihat Ka’bah karena dekat baik langsung maupun tidak langsung. Sedangkan bagi orang-orang yang jauh dari Ka’bah, maka para ’Ulama berbeda pendapat tentang luas arah yang wajib dihadap oleh mereka.

Bila dikombinasikan semua pendapat ’Ulama tersebut, maka pendapat Imam as-Syafi’i disepakati secara sah oleh pendapat lain.

Memandang dari segi ihtiyath dan keluar dari perbedaan pendapat ’Ulama, maka pendapat Imam as-Syafi’i lebih terjamin keabsahannya dan lebih utama untuk dilakukan di lapangan.

Oleh sebab itu, penulis lebih cenderung kepada pendapat ini walaupun terdapat keseulitan dalam pelaksanaannya, namun tingkat kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bantuan hisab ilmu falak.

C. Ketepatan Arah Qiblat Berdasarkan Hisab Ilmu Falak

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pendapat Imam as-Syafi’i yang disepakati secara absah oleh semua pendapat yang ada dan lebih utama untuk dilaksanakan di lapangan dipandang dari segi ihtiyathnya. Untuk merealisasikan pendapat Imam as-Syafi’i tersebut dapat diselesaikan dengan bantuan hisab ilmu falak.

Ketepatan dan keakuratan arah qiblat berdasarkan hisab ilmu falak dapat dilakukan dengan dengan tiga macam methode; yakni dengan bantuan Rumus Azimuth Titik Utara, Bayang Qiblat (Bayang-Bayang Matahari), dan dengan bantuan Azimuth Matahari.

Ketiga macam cara tersebut pada prinsifnya adalah sama; yakni sama-sama mencari tingkat keakurasian titik arah tepat qiblat bagi tempat-tempat yang diinginkan yang terletak di luar atau jauh dari kawasan Makkah.

Namun demikan, ada beberapa tempat di permukaan bumi yang tidak memerlukan perhitungan hisab ilmu falak untuk mengetahui ketepatan arah qiblatnya cukup hanya mempedomani salah satu arah penjuru mata angin (Utara, Selatan, Barat,Timur, dsb.) yang disesuaikan dengan letak tempat tersebut terhadap lintang dan bujur geografis Ka’bah (Makkah al-Mukarramah).

Adapun tempat-tempat yang dimaksud adalah sebagai berikut :

(Berdasarkan ketetapan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama RI atas usulan alm. Drs. T. M. Alimuda/guru penulis, ahli falak IAIN SU) :

(3)

Bagi tempat-tempat yang bujur geografisnya 39o 50’ (BT) bila lintangnya Utara lebih besar dari pada lintang Ka’bah (21o 25’ LU); maka arah qiblatnya adalah tepat ke arah Selatan, dan bila lintangnya Utara lebih kecil dari pada lintang Ka’bah atau Selatan, maka arah qiblatnya adalah tepat ke arah Utara tempat tersebut.

Hal ini disebabkan oleh karena Ka’bah terletak pada posisi lintang 21o 25’ Utara dan bujur 39o 50’ Timur.

2. Tempat-tempat yang lintangnya 21o 25’ Utara

Bagi tempat-tempat tersebut, bila berada di sebelah Timur Ka’bah, maka arah qiblatnya tepat ke titik Barat, dan bila berada di sebelah Barat Ka’bah maka arah qiblatnya tepat ke titik Timur tempat tersebut.

3. Tempat-tempat yang bujur geografinya 39o 50’ Timur

Bila tempat-tempat ini lintangnya Utara atau Selatan lebih kecil dari pada lintang Ka’bah, maka arah qiblatnya adalah tepat ke titik Utara dan bila lintangnya Selatan sebesar 21o 25’ , maka arah qiblatnya adalah ke semua arah. Sebab, Ka’bah berada di tempat ini tepat di titik nadir (titik bawahnya).

4. Tempat-tempat yang lintang geografisnya 0o derjat

Bila bujur geografisnya sebesar 129o 50’ , maka arah qiblatnya adalah 68o 35’ ke kiri titik Utara dan bila bujur geografisnya sebesar 50o 10’ (BB), maka arah qiblatnya adalah sebesar 68o 35’ ke kanan dari titik Utara. 4

Untuk menerapkan ketentuan tersebut di atas, maka harus dipedomani dan ditentukan berdasarkan nilai angka derajat yang tertera dalam kompas.

Sedangkan bagi tempat-tempat yang tidak termasuk ke dalam salah satu kelompok tersebut di atas, maka dapat diketahui dan diukur ketepatan arah qiblatnya dengan menggunakan salah satu dari ketiga macam cara yang telah ditentukan dalam kaidah perhitungan ilmu falak, yakni sebagai berikut :

a. Berdasarkan Rumus Azimuth Titik Utara

Adapun yang dimaksud dengan ”Azimuth Titik Utara” ialah sudut yang dibentuk oleh suatu tempat yang dikehendaki arah qiblatnya dengan titik Utara dan Ka’bah. 5

Dengan demikian, yang menjadi patokan sudut arah qiblatnya ialah arah yang ditunjukkan oleh sudut yang dibentuk dari tersebut dengan titik Utara dan Ka’bah.

Ketentuan berapa besar sudut yang dibentuk itu dapat dihitung dengan menggunakan rumus hisab falak sebagai berikut :

AQ = Tan-1(1/(Cotan b x Sin a / Sin c – Cos a x Cotan c )) ; dimana harga :

a = 90o - lintang tempat

b = 90o - lintang Ka’bah ( 21o 25’ ) c = Selisih antara kedua bujur markaz Penjelasan Rumus :

AQ = Sudut arah qiblat yang diukur dari titik Utara kea rah Barat atau dari titik Utara ke arah Timur.

Maksudnya ialah sudut arah qiblat suatu tempat diukur ke kiri titik Utara bagi tempat-tempat yang berada di sebelah Timur Ka’bah, dan diukur ke kanan titik Utara bagi tempat-tempat yang berada di sebelah Barat Ka’bah.

a = Besar busur lingkaran suatu tempat yang dikehendaki sudut arah qiblatnya dihitung dari titik Utara sampai ke tempat tersebut ( 90o – lintang tempat).

b = Besar busur lingkaran Ka’bah dihitung dari titik Utara sampai ke Ka’bah ( 90o - lintang Ka’bah).

c = Selisih busur lingkaran bujur tempat yang dikehendaki sudut arah qiblatnya dengan bujur Ka’bah (bujur tempat – bujur Ka’bah dan atau sebaliknya).

Langkah awal yang harus dilakukan sebelum melakukan perhitungan, terlebih dahulu harus diketahui nilai lintang dan bujur geografis tempat yang dikehendaki serta menentukan posisi tempat tersebut apakah terletak di sebelah barat atau di sebelah timur Ka’bah.

(4)

Hal ini penting sekali artinya guna untuk mendapatkan ketelitian dan keakuratan hasil perhitungan sudut arah qiblat tersebut tepat dan benar sehingga mendekati kebenaran secara syar’iy.

Sebagai contoh; berapa derjat sudut arah qiblat untuk kota Medan (Sumut) ? Penyelesaiannya :

Diketahui data-data hisab (lihat dalam daftar lampiran) : Lintang Medan = 03o 38’ (LU)

Bujur Medan = 98o 38’ (BT) Lintang Ka’bah = 21o 25’ (LU) Bujur Ka’bah = 39o 50’ (BT)

Posisi kota Medan (Sumut) terletak di sebelah timur Ka’bah

Maka berdasarkan hasil perhitungan, maka dapat diketahui bahwa sudut arah qiblat Medan (Sumut) adalah sebesar 67o 15’ 14” ke kiri titik Utara atau pada posisi 22o 44’ 46” dari titik Barat ke Utara atau pada posisi arah tepat 292o 44’ 46” pada Kompas.

Pengukuran sudut arah qiblat yang dihitung berdasarkan pada Rumus Azimuth Titik Utara di lapangan biasanya dilakukan dengan menggunakan Magnetic Kompas (Kompas Navigasi).

b. Berdasarkan Bayang-Bayang Qiblat (Bayang-Bayang Matahari)

Di samping cara menetapkan arah qiblat dengan perhitungan dengan rumus Azimuth Titik Utara, dapat pula dipedomani bayang-bayang matahari atau sering disebut dengan istilah ”Bayang-Bayang Qiblat”.

Hal ini dapat dilakukan dengan mempedomani waktu terjadinya bayang-bayang matahari yang disesuaikan dengan waktu standard daerah dan koreksi waktu setempat, dengan cara memperhatikan bayang-bayang sesuatu benda yang tegak lurus di atas suatu bidang yang mendatar betul dalam keadaan sinar matahari terlihat.

Sebagaimana diketahui bahwa bentuk bumi ini adalah bulat pepat, maka semua garis yang ditarik dari suatu tempat ke tempat lain termasuk garis qiblat bila diperpanjang selama berbentuk lingkaran yang sempurna baik lingkaran besar (=yang membagi bola bumi atas dua bahagian yang sama) maupun

lingkaran yang kecil (=yang membagi bumi menjadi dua bahagian yang tidak sama).

Matahari dalam gerak hariannya (gerak semu) dari timur ke barat kadang-kadang memotong bidang lingkaran garis qiblat. Ketika matahari tepat berada di titik potong lingkaran paralel gerak harian matahari bila harga mutlak deklinasi matahari lebih kecil dari harga mutlak (90o – AQ) yakni sudut arah qiblat.

Bila harga mutlak deklinasi matahari lebih besar dari harga mutlak (90o – AQ) maka pada hari tersebut tidak akan terjadi bayang-bayang qiblat (yakni bayang-bayang yang berarah tepat ke Ka’bah).

Sebab, bidang lingkaran garis qiblat berpotongan dengan lingkaran paralel gerak harian matahari.

Matahari memotong bayang-bayang qiblat suatu tempat yang berada di sebelah timur Ka’bah akan terjadi setelah pukul 12.00 , bila matahari ketika berkulminasi atas berada di utara titik zenith dan sebelum pukul 12.00 bila sebaliknya.

Bagi tempat-tempat yang berada di sebelah barat Ka’bah, maka matahari memotong bayang-bayang garis qiblat akan terjadi kebalikan dari masa tempat-tempat yang berada di sebelah timur Ka’bah.

Menetapkan arah qiblat dengan cara ini dapat dilakukan selama lingkaran paralel gerak semu matahari masih memotong garis bayang-bayang qiblat. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketepatan dan keakuratan arah qiblat dengan menggunakan sistim bayang-bayang qiblat sangat efisien dan efektif mudah dilakukan di lapangan dan kebenarannya dapat terjamin.

Untuk mengetahui kapan masanya bayang-bayang sesuatu benda yang tegak lurus berarah tepat ke arah qiblat dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

BQ = MP + KWK + (SP – SQ)/ 15 ; di mana harga

SP = tan-1(1/ (tan AQ x sin PE)

(5)

Penjelasan Rumus :

BQ = Waktu terjadinya bayang-bayang sesuatu benda yang tegak lurus

berah tepat ke arah Ka’bah SF = Sudut bantu

SQ = Sudut bantu

AQ = Sudut arah qiblat yang dihitung (rumus Azimuth Titik Utara)

PE = Lintang tempat

MP = Meridian pass (waktu tengah hari matahari) KWK = Koreksi waktu kesatuan

Terhadap pengukuran arah qiblat dan pemancangan tonggak-tonggak yang berfungsi sebagai pedoman arah tepat qiblat di lapangan, maka harus dipedomani sudut arah yang ditunjukkan oleh bayang-bayang sesuatu yang tegak lurus pada sa’at terjadinya bayang-bayang qiblat tersebut.

Sebagai catatan; yang menjadi pedoman perhitungan dan pengukuran arah qiblat di lapangan adalah sebagai berikut :

1. Bagi tempat-tempat yang berada di timur Ka’bah :

a. Bila bayang-bayang qiblat terjadi sebelum matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang membelakangi bendanya.

b. Bila bayang-bayang qiblat terjadi setelah matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang menuju bendanya.

2. Bagi tempat-tempat yang berada di sebelah barat Ka’bah :

a. Bila bayang-bayang qiblat terjadi sebelum matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang menuju bendanya.

b. Bila bayang-bayang qiblat terjadi setelah matahari berkulminasi, maka arah qiblat yang ditunjukkannya adalah bayang-bayang yang membelakangi bendanya.

Di samping cara pengukuran arah qiblat seperti yang dijelaskan tersebut di atas, pengukuran arah qiblat juga dapat dilakukan dengan bayangan suatu benda yang tegak lurus di permukaan bumi, karena bayangan benda yang bersangkutan berimpit dengan arah qiblat bagi tempat tersebut. Hal demikian ini akan terjadi pada sepanjang tahun setiap tanggal 28 Mei pada pukul 16.18 WIB dan tanggal 16 Juli pada pukul 16.21 WIB.

Hal ini dikarenakan bahwa nilai besaran deklinasi matahari dengan posisi letak lintang geografis Ka’bah sama nilainya (yakni : 21o25’ LU).

Oleh sebab itu seluruh bayangan benda yang tegak lurus di atas permukaan bumi pada hari dan tanggal tersebut menunjukkan kepada suatu titik sudut arah tepat dimana posisi Ka’bah berada.

Untuk dapat menerapkan methode ini di lapangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan terlebih dahulu; yakni lokasi tempat pengukuran arah tepat qiblat harus di lapangan terbuka dengan memperhitungkan kedataran tanah, kemudian arloji (jam) yang dipergunakan harus benar-benar akurasi dengan standard waktu GMT (=cocokkan waktu dengan jam RRI atau melalui tanda waktu standard lainnya; seperti BMKG atau Telkom). Sebab, menurut perhitungan hisab falak, selisih satu menit waktu saja dari sa’at terjadinya bayang qiblat tersebut maka bayangan matahari sudah melebar sejauh 600 meter berarti kesalahan arah titik tepat qiblat nya sudah mencapai 600 meter ke kiri atau ke kanannya dari titik sudut arah tepat qiblat. Selanjutnya yang menjadi pedoman adalah arah yang ditunjukkan oleh bayang-bayang tonggak yang tegak lurus tersebut pada sa’at terjadinya bayang qiblat.6

(6)

D. Aplikasi Pengukuran Arah Qiblat Di Lapangan

Ada 3 faktor kekeliruan pemahaman masyarakat Muslim yang menjadi pemicu tidak tepatnya sudut arah qiblat Masjid atau Mushalla di suatu tempat khususnya di wilayah Provinsi Sumatera Utara menurut pengamatan dan pengalaman penulis ketika melaksanakan tugas penentuan dan pengukuran serta kalibrasi (=pengecekan kembali) arah tepat qiblat Masjid, Mushalla dan lokasi baru di berbagai tempat kab/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara sejak Thn. 1990 s/d Sekarang (Thn. 2012) yakni bahwa:

1. Arah Qiblat terletak di titik Barat;

2. Arah Qiblat terletak di jurusan arah terbenam matahari; 3. Penggunaan atau pemakaian Kompas yang tidak standard.

Menurut ketentuan nash syar’iy dan dibuktikan secara tepat dan benar melalui perhitungan hisab falak pemahaman yang benar yang menjadi ukuran standard tumpuan arah qiblat tersebut adalah sudut arah tepat yang menuju ke posisi di mana Ka’bah berada dari tempat lokasi kita berada.

Kompas Magnetis yang menjadi pedoman pemakaiannya di lapangan harus dipergunakan yang berskala standard internasional (=yang telah dikalibrasi deklinasi variasi magnetnya (=penyimpangan derajat jarum Kompasnya yang menunjukkan arah Utara-Selatan Magnit) seperti : Kompas Standard merk Shunto, dll. Oleh sebab itu Kompas Ka’bah (yang terdapat di sajadah) hendaknya tidak dipergunakan untuk penentuan dan pengukuran arah qiblat Masjid atau Mushalla di lapangan; karena sangat tidak akurasi hanya dapat dipergunakan untuk seseorang dalam kondisi musafir.

Sebelum melakukan pengukuran arah qiblat di lapangan, terlebih dahulu tentukan titik arah Utara-Selatan untuk diketahui arah titik Timur-Barat di lokasi dengan menggunakan kompas standard (seperti kompas merek Sunto Jepang). Setelah garis Timur-Barat sudah ditentukan, kemudian lakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Ukurlah garis Timur ke Barat sepanjang satu meter.

2. Pada ujung sebelah timur diberi titik T dan sebelah barat diberi titik B

3. Pada titik B dibuat garis tegak lurus (siku-siku) ke arah utara sepanjang jarak arah qiblat kota yang diinginkan (lihat pada daftar arah qiblat kota). Kemudian pada ujung utara-nya di beri titik Q

4. Antara titik T (no. 2) dengan titik K (no. 3) dibuat garis lurus putus-putus sehingga terjadi garis TK.

Garis lurus putus-putus TK inilah yang menunjukkan arah qiblat kota yang diinginkan.

4. Kemudian apabila akan membuat garis-garis shaf, maka dapat dibuat garis-garis yang tegak lurus pada garis yang menunjukkan arah qiblat kota tersebut.

(7)

Lampiran:

DATA HISAB ARAH QIBLAT SUMATERA UTARA

No. NAMA IBUKOTA

KABUPATEN/KOTA ARAH QIBLAT (Barat ke Utara) JARAK UKUR (Centimeter) 01. Medan 22o 44’ 45” 41.93 CM. 02. Binjai 22o 47’ 28” 42.02 CM. 03. Stabat 22o 43’ 06” 41.87 CM. 04. Lubuk Pakam 22o 44’ 53” 41.93 CM. 05. Sei Rampah 22o 44’ 36” 41.92 CM. 06. Tebing Tinggi 22o 49’ 39” 42.09 CM. 07. Pematang Siantar 23o 23’ 54” 42.23 CM. 08. Siantar 23o 01’ 58” 42.52 CM. 09. Kisaran 22o 55’ 24” 42.29 CM. 10. Tanjung Balai 22o 55’ 15” 42.28 CM. 11. Lima Puluh 22o 47’ 09” 42.01 CM. 12. Rantau Prapat 23o 20’ 05” 43.14 CM. 13. Balige 23o 24’ 27” 43.29 CM. 14. Pangururan 23o 15’ 52” 42.99 CM. 15. Tarutung 23o 33’ 13” 43.59 CM. 16. Dolok Sanggul 23o 31’ 38” 43.54 CM. 17. Padangsidimpuan 23o 48’ 23” 44.12 CM. 18. Sipirok 23o 41’ 33” 43.88 CM. 19. Pandan 23o 44’ 13” 43.97 CM. 20. Sibolga 23o 43’ 17” 43.94 CM. 21. Padang Bolak 23o 40’ 06” 43.83 CM. 22. Barumun 23o 52’ 37” 44.27 CM. 24. Aek Kanopan 23o 08’ 04” 42.72 CM. 25. Kota Pinang 23o 23’ 13” 43.25 CM. 26. Gunung Sitoli 24o 11’ 50” 44.94 CM. 27. Teluk Dalam 24o 28’ 39” 45.53 CM. 28. Sidikalang 23o 16’ 43” 43.02 CM. 29. Salak 23o 22’ 54” 43.24 CM. 30. Kabanjahe 23o 03’ 29” 42.57 CM. 31. Sirombu 24o 24’ 35” 45.38 CM. 32. Panyabungan 24o 00’ 11” 44.53 CM. 33. Gido 24o 14’ 12” 45.02 CM.

(8)

Daftar Catatan Kaki

1

Ibnu Ruysd , Bidayah al-Mujtahid, al-Masyhad al-Husaini, Mesir, 1389 H., hal. 113.

2

Muhammad ibn Idris as-Syafi’iy, al-Umm, Jamaly Muhalla, Bombai, juz. I, hal. 81.

3

Muhammad Yasin ’Isa, al-Mawahib al-Jazilah, Dar al-Haditsiyah, Mesir, 1364 H.,hal. 55.

4

TM. Ali Muda, Rumus-Rumus Ilmu Falak Untuk Menetapkan Arah Qiblat

dan Waktu Shalat, Fak. Syari’ah, IAIN-SU, Medan, 1994 .

5

Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Buana Pustaka, cet. I, 2004 , hal. 48.

6

Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran penulis di lapangan ketika melaksanakan tugas pendataan dan pengukuran Arah Qiblat pada berbagai lokasi di Provinsi Sumatera Utara sejak Thn. 1990 s/d Sekarang.

Referensi

Dokumen terkait

Introduksi dalam Violin Concerto op.64 in E minor bagian pertama karya Felix Mendelssohn ini dimulai dari birama 1/1 – 2/2 dimainkan oleh instrumen piano atau orkestra dalam tangga

d. Ancaman : 1) Belum optimalnya koordinasi antar SKPD yang menangani pengembangan investasi produk agribisnis, 2) Dengan posisi geografis Kabupaten Cilacap yang

Berdasarkan dari Rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh Return On Asset dan Current Ratio secara simultan dan parsial terhadap Return

Hal ini sejalan juga dengan hasil analisis korelasi antara karakteristik mahasiswa dengan persepsinya tentang kualitas panduan praktikum dan keterlaksanaan praktikum,

Banyaknya para wisatawan yang di ASTON Cirebon Hotel & Convention Center untuk itu diperlukan Sumber daya manusia yang dapat memuaskan para wisatawan

Serat bambu yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis bambu apus yang didapat dari pemotongan bambu, serat bambu telah dipilih sesuai kriteria agar dapat dijadikan

Lokasi penelitian yang penulis ambil adalah di PT. Prudential Life Assurance/Pru Vision kota Jakarta dan Pru Aini Pematang Siantar. Alasan penulis melakukan penelitian

Abstrak: Kepemimpinan sebagai suatu proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang