318
STUDI DIAGENESA DAN FASIES BATUAN KARBONAT TERHADAP
PERKOLASI AIR TANAH UNTUK PENENTUAN AKUIFER
DAERAH PACEREJO, SEMANU, GUNUNG KIDUL,
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Zaenuri Umam1 Miftah Mukifin Ali1 Muhammad Fahmi Nashrullah1
Bella Wijdani Sakina1 Premonowati2
1Mahasiswa Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta 2Staff Pengajar Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta
Email : mkfnmiftah@gmail.com
SARI
Pacerejo merupakan salah satu daerah di kecamatan Semanu yang berada di kawasan Karst Gunung Kidul, Yogyakarta. Kondisi batugamping pada daerah Paceroejo, yang merupakan bagian dari formasi Wonosari, telah tersingkap ke permukaan sehingga proses diagenesa yang bekerja ialah telogenesis, dibuktikan dengan berkembangnya porositas vuggy. Keadaan ini memiliki potensi besar terbentuknya porositas sekunder dan pengurangan porositas efektif melalui adanya proses pelarutan yang dipengaruhi oleh air meteorik dan menyebabkan terhambatnya laju perkolasi air. Persebaran air tanah yang tidak merata mengakibatkan air bersih sulit ditemukan pada beberapa titik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui persebaran fasies batuan karbonat dengan mengidentifikasi nilai porositas, permeabilitas, jenis diagenesa dan memahami karakteristik setiap jenis batugamping yang ditemukan sehingga kecenderungan arah perkolasi air tanah dapat diketahui dan titik akumulasi air tanah sebagai akuifer dapat ditentukan. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa daerah ini tersusun atas satuan batugamping sehingga fasies batugamping pada daerah ini terbagi atas wackestone, packestone, grainstone, mudstone. Adanya sifat chalky pada bagian Selatan daerah telitian mengindikasikan bahwa daerah tersebut telah mengalami diagenesa tingkat akhir, yaitu telogenesis. Berdasarkan hasil yang didapat, daerah yang direkomendasikan sebagai titik bor sumber air adalah daerah di sebelah barat daya Desa Pacerejo, pada litologi grainstone karena Jenis litologi ini memiliki kecenderungan pori - pori yang lebih efektif.
Kata kunci : Formasi Wonosari, Telogenesis, Laju Perkolasi, Porositas, Fasies Karbonat
I.
PENDAHULUAN
Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu merupakan salah satu dari sekian banyak daerah di Indonesia yang memiliki aktifitas seismik yang tinggi. Hampir semua gempabumi yang terjadi di Kota Palu diakibatkan oleh pergerakan sesar Palu-Koro. Sesar Palu–Koro merupakan salah satu sesar aktif yang terdapat di Pulau Sulawesi yang melewati tepat Kota Palu. Gambar 1. Menunjukan aktifitas gempabumi yang terjadi di Sulawesi Tengah khususnya Kota Palu.
Daerah Pacerejo, Semanu, merupakan salah satu daerah di Yogyakarta yang sampai saat ini memiliki masalah berupa kekurangan air, yang disebabkan karena pengeboran air pada daerah ini tidak pernah menemukan hasil yang diinginkan. Hal tersebut diasumsikan karena daerah ini merupakan wilayah karst yang tersusun atas satuan batugamping Wonosari. Batugamping memiliki karakteristik yang berbeda dengan batuan lainnya, dimana proses diagenesanya dapat mempengaruhi kondisi porositas, baik secara merata maupun setempat. Porositas yang awalnya telah terbentuk-pun dapat hilang karena proses rekristalisasi pada
319 batugamping, karena pori yang telah
terbentuk terisi kristal akibat proses eksogen yang melarutkan batugamping. Buruknya jenis porositas pada batugamping dapat menghambat laju perkolasi air tanah sehingga air tidak dapat mengalir ke daerah tersebut. Data lapangan dan pengamatan sampel secara detail akan diintegrasikan guna mengetahui jenis litologi dan fasies karbonat daerah telitian, agar daerah dengan jenis porositas yang baik dapat diketahui sehingga pengeboran dalam mencari sumber air dapat mencapai hasil yang diinginkan.
II.
TEKTONIK DAN SEDIMENTASI
Formasi Wonosari terbentuk saat Oligo-Miosen, saat terjadinya hard collision antara India dengan Benua Asia yang kemudian membentuk Pegunungan Himalaya. Hal ini menyebabkan berkembangnya fase kompresi. Di selatan Jawa, kegiatan volkanik Oligosen menjadi tidak aktif, bahkan mati. Daerah sekitarnya mengalami pengangkatan yang ditandai dengan perkembangan paparan karbonat yang luas, yaitu formasi Wonosari. Proses pengangkatan mengakibatkan kondisi laut saat itu adalah transgresi maksimal, ditandai dengan hadirnya lapisan batugamping nonklastik yang tebal dengan pelamparan yang cukup luas. Coral yang ditemukan secara acak dan sedikit, melimpahnya fosil moluska, fosil jejak dan foraminifera bentonik besar menunjukkan batuan ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal dengan indeks energi yang besar.III.
METODE
Metode yang digunakan selama penelitian adalah pengamatan lapangan dan pengambilan sampel yang kemudian di analisa detail secara megaskopis. Hasil analisa menjadi dasar pembuatan peta fasies karbonat daerah telitian. Peta tersebut akan menjadi acuan dalam penentuan titik bor air tanah.
IV.
GEOMORFOLOGI
Daerah Pacerejo merupakan perbukitan kerucut karst yang berada di zona fisiografi
Pegunungan Selatan Jawa Tengah – Jawa Timur, dan secara administratif termasuk wilayah Desa Semanu, Kecamatan Pacerejo, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah ini terjadi kekeringan, karena air permukaan yang langka. Diperkirakan terdapat cukup banyak air di bawah tanah, berdasarkan morfogenetik dan morfometriknya dapat dikelompokkan menjadi dua satuan, yaitu Satuan Geomorfologi Dataran Karst dan Satuan Geomorfologi Perbukitan Kerucut Karst. Secara umum karstifikasi di daerah ini sudah mencapai tahapan dewasa.
Daerah telitian merupakan bentukan asal berupa polye. Polye ini sendiri terbentuk karena adanya gua bawah tanah yang runtuh atau ambles karena tidak mampu menahan bebannya sendiri. Proses geomorfologi yang terjadi di daerah ini adalah berupa erosi dan pelapukan pada batugamping atau sering disebut karstifikasi sehingga lapuk dan berubah menjadi dataran terrarosa. Tanah didaerah ini berupa tanah terrarosa atau mediteran yang bercampur dengan robakan batugamping kasar, perkembangan tanah tidak terlalu dominan karena didaerah ini jarang terjadi hujan.
Jenis flora yang terdapat daerah ini adalah ketela, jati, kelapa, jagung, kacang tanah dan padi gogo. Jenis tanaman ini ditanam pada bagian yang tanahnya sudah berkembang atau pada cekungan-cekungan yang biasanya terisi oleh tanah terrarosa.
Daerah telitian secara geomorfologi menurut Sweeting 1972, juga termasuk pada tropical karst, merupakan karst yang terbentuk pada daerah tropis. Tropical karst secara umum dibedakan menjadi kegelkarst dan turmkarst. Pada daerah telitian termasuk Kegelkarst, dicirikan oleh kumpulan bukit-bukit berbentuk kerucut yang sambung menyambung. Jarak antar bukit kerucut membentuk cekungan dengan bentuk seperti bintang yang dikenal dengan cockpit. Cockpit sering membentuk pola kelurusan sebagai akibat control kekar atau sesar. Tetapi pada daerah telitian tidak ditemukan adanya struktur geologi.
320
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisa dan pengamatan, daerah telitian dibagi menjadi 4 fasies yang berbeda. Yang pertama Basin margin or deep
shelf margin facies, fasies ini ditandai dengan
adanya litologi berupa grainstone disebelah Barat Laut desa Pacarejo. Grainstone pada daerah ini memiliki struktur masif dengan warna terang dan terendapkan pada lingkungan slope bagian bawah dengan arus yang kuat, ditandai dengan hadirnya detritus dan pecahan biota hasil transportasi dari tempat yang lebih tinggi (Foto 1).
Foreslope facies of carbonate platform pada
daerah telitian berkembang pada Utara desa Ngeposari dengan karakteristik berupa dominasi oleh wackestone dan packstone yang berwarna cerah, dengan allochem berupa pecahan cangkang organisme maupun dari batugamping itu sendiri. Hal ini mengindikasikan lingkungan pengendapan berupa slope dengan arus yang normal (Foto 2).
Fasies ketiga adalah Organic Reef, dimana adanya kehadiran litologi berupa mudstone dan wackestone pada daerah Utara desa Ngeposari dengan kehadiran fosil coral didalamnya. Fasies ini berperan sebagai
carbonate banks, ditandai dengan kehadiran
fosil coral yang bercabang. Arus yang bekerja relatif rendah – sedang, karena terdapatnya detritus yang berukuran halus (Foto 3). Selanjutnya fasies winnowed platform edge
sands yang tersebar pada daerah Hargosari –
Candirejo. Fasies ini memiliki karakter litologi berupa packstone, wackestone dan
mudstone dengan kandungan chalk yang
lebih banyak dari fasies lainnya. Sedikitnya fosil organisme yang terdapat pada daerah ini mengindikasikan lingkungan laut dangkal yang dipengaruhi banyak substrat, yaitu hasil erosi dari Reef maupun pasir yang berasal dari pantai (Foto 4).
Berdasarkan peta fasies yang telah dibuat, bagian Barat Daya Desa Pacarejo terdiri dari dominasi litologi berupa grainstone. Jenis litologi ini memiliki kecenderungan pori –
pori yang lebih efektif, sehingga memiliki jenis porositas dan permeabilitas yang lebih baik daripada jenis litologi lainnya. Hal ini yang menjadi potensi perkolasi air bawah permukaan, sehingga pada daerah ini baik untuk dilakukan penentuan titik bor air guna memnuhi kebutuhan air bersih di daerah Pacerejo, Semanu dan sekitarnya (Gambar 1).
VI.
KESIMPULAN
1. Satuan batugamping Formasi Wonosari terbentuk saat kala Oligo-Miosen, yang menyebabkan pengangkatan dan ditandai dengan adanya perkembangan paparan karbonat yang luas, yaitu formasi Wonosari.
2. Satuan geomorfologi pada daerah telitian berdasarkan morgenetik dan morfometrinya dibagi menjadi dua satuan geomorfologi yaitu dataran karst dan satuan geomorfologi kerucut karst.
3. Pada daerah telitian dijumpai 4 satuan litofasies yaitu Basin margin
or deep shelf margin facie, Foreslope
facies of carbonate platform,
Organic Reef, fasies winnowed platform edge sand.
4. Litofasies yang baik untuk dilakukan pemboran sumur adalah pada jenis litofasies grainstone yang terletak pada Barat Daya Desa Pacerejo.
VII.
ACKNOWLEDGEMENT
Paper ini pertama kali dipaparkan pada Seminar Nasional Kebumian Geoweek 2016 di Yogyakarta, Oktober 2016. Paper ini merupakan hasil diskusi dengan Premonowati (Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta). Dan terimakasih kami ucapkan kepada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta sebagai penyedia literatur.
321
DAFTAR PUSTAKA
Bemmelen, R.W. Van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam.
Dunham, R.J., 1962, Classification of Carbonate Rocks According to Their Depositional Texture. In:
Classification of Carbonate Rocks (Ed. by W.E. Ham), AAPG Memoir.
Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rocks, New York: Harper and Row.
Prasetyadi, C., Harsolumakso, A.H., Sapiie, B., and Setiawan, J., 2002, Tectonic Significance of Pre-Tertiary Rocks of Jiwo Hill, Bayat and Luk Ulo, Karangsambung Areas in Central Java: A Comparative Review, Proceeding: 31st annual convention of IAGI, p. 680-700.
Satyana, A.H., 2007. Central Java, Indonesia – a “Terra Incognita” in Petroleum Exploration: New Considerations on the Tectonic Evolution and Petroleum Implications. Proc. Indonesian Petroleum Association, IPA07-G-085.
Satyana, A.H., 2007. Oligo- Miocene Carbonates of Java, Indonesia : Tectonic – Volcanic Setting And Petroleum Implications, Proc. Indonesian Petroleum Association, IPA05-G-031.
Van Zuidam, R.A. & Van Zuidam-Cancelado, F.I. 1979. Terrain analysis and classification using aerial photographs. A geomorphological approach. ITC Textbook of Photo-interpretation. ITC. Enschede.
Verstappen, H.Th, 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Surveys for Environmental Development. New York, El sevier.
TABEL
322
FOTO
Foto 1. Grainstone pada fasies Basin margin or deep shelf margin facies
323
Foto 3. Mudstone pada fasies Organic Reef
324