• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak Sapi 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak Sapi 1"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Untuk mengatasi kurangnya konsumsi protein hewani dan rendahnya penghasilan masyarakat Indonesia, usaha yang telah dilakukan adalah meningkatkan produksi peternakan. Salah satu usaha kearah tersebut adalah penerapan teknologi modern dalam reproduksi. Teknologi yang dimaksud adalah Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer embrio. Transfer embrio banyak dibicarakan di Indonesia pada akhir tahun 1982, sejak datangnya seorang tamu penceramah dari Amerika Serikat yang menyampaikan suatu bahasan mengenai TE. Ceramah diadakan di Balai Penelitian Ternak Ciawi yang diikuti oleh para cendekia peternakan dari kalangan perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun Direktorat Jenderal Peternakan.

Sedangkan teknologi transfer embrio untuk pertama kali diintroduksi pada sapi di Cicurug Jawa Barat pada tahun 1984 dengan menggunakan embrio beku import dari Texas, USA. Transfer dilakukan pada 77 ekor resepien dengan cara pembedahan lewat daerah kampong oleh tim dari Granada Livestock Transplant Co, USA.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan Transfer Embrio ?

2. Apa saja tahapan utama dalam Transfer Embrio pada sapi ? 3. Apa saja metode Transfer Embrio pada sapi ?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Transfer Embrio, tahapan-tahapan Transfer Embrio, dan apa saja metode Transfer Embrio itu sendiri. Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui apa yang di maksud dengan Transfer Embrio, tahap-tahap transfer embrio dan apa-apa saja metode dari Transfer Embrio itu sendiri.

(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Selama beberapa puluh tahun program IB telah menjadikan “Genetic Progress” menyebar relative cepat dengan penggunaan frozen semen (semen beku). Pada program IB sumbangan genetic (genetic progress) terutama dari pejantan karena betina hanya menghasilkan satu pedet per tahun. Dengan berkembangnya teknik transfer embrio, dimana betina dapat memberikan banyak keturunan sehingga menghasilkan hasil genetik yang cepat sebagai komplementer terhadap program IB.

Pada teknik TE diperlukan betina donor yang pada pelaksanaannya akan mengalami superovulasi dengan bantuan preparat FSH sehingga akan mengakibatkan timbulnya berahi. Selanjutnya dilakukan perkawinan dengan pejantan bermutu melalui program IB. Hasil perkawinan tersebut akan menghasilkan embrio yang berkualitas 7 hari post IB.

Untuk lebih memperinci teknik TE tersebut dapat diperhatikan Schema di bawah ini :

Pada proses koleksi embrio, dalam setiap koleksi dilanjutkan dengan identifikasi embrio dengan tujuan untuk pembekuan embrio (konservasi embrio) atau untuk segera ditransfer dalam bentuk embrio segar ke resipien. Betina resipien terlebih dahulu mengalami proses Penyerentakan berahi dengan betina donor dengan menggunakan hormon Prostaglandin.

Keberhasilan teknik TE ini sangat bergantung kepada : 1. Donor, sebagai produksi embrio transferable

2. Resipien, dengan laju kebuntingan tinggi dan konsisten 3. Prosedur, jadwal, teknik dan peralatan

(3)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

BAB III

PEMBAHASAN A. Pengertian Transfer Embrio

Transfer Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan genetic manipulation. Keuntungan praktis dari transfer embrio adalah untuk meningkatkan kapasitas reproduksi ternak yang berharga. Untuk beberapa tahun peningkatan mutu genetic ternak sapi telah dilakukan dengan metode inseminasi buatan dengan memanfaatkan sisi pejantan.

Berbeda halnya dengan Transfer embrio dimana dapat mempercepat percepatan dari sisi betina, namun berjalan sangat lambat karena ternak sapi betina bersifat monotokus dan mempunyai masa kebuntingan yang cukup panjang.

Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran.

Produksi embrio dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Dalam teknik in vivo, hewan betina donor akan menjalani superovulasi, yakni penyuntikan hormone gonadotropin (FSH, PMSG/CG atau HMG) guna melipat gandakan produksi sel telur. Sel-sel telur yang diovulasikan tersebut, setelah mengalami pembuahan dan berkembang menjadi embrio ditampung atau dikoleksi untuk kemudian ditransfer pada betina resipien.

Disamping ditransfer secara langsung embrio dapat dibekukan atau dimanipulasi guna menghasilkan kembar identik. Embrio paruh yang dihasilkan dapat ditransfer atau sebagai bahan untuk menentukan jenis kelamin. Pada teknik in vitro, sumber sel telur umumnya berasal dari ovarium yang berasal dari hewan yang telah dipotong. Dibeberapa Negara maju, limbah rumah potong hewan (RPH) tersebut, setelah melalui serangkaian teknik tertentu teryata terbukti telah secara komersial dapat meyediakan embrio bagi penyediaan ternak potong. Dengan bantuan ultrasonografi, teknik “ovum

(4)

pick-up” telah dapat diterapkan guna menyediakan oosit ternak unggul yang masih produktif tanpa harus menunggu di potong.

B. Produksi Embryo In Vivo 1. Managemen Donor

a. Seleksi Donor

Dalam seleksi donor hal yang perlu diperhatikan adalah :

1) Nilai genetik sangat diutamakan yang merupakan kemampuan memindahkan atau menurunkan nilai atau karakter yang baik.

2) Harus berdasarkan kepada :  Superioritas genetik  Kemampuan reproduksi

 Nilai pasar atau ekonomi dari keturunannya  Kondisi kesehatan

Adapun seleksi untuk superioritas genetik ditujukan kepada :  Maternal breeding value

 Yearling breeding value  Weaning breeding value

 Untuk sapi perah ditunjukkan dengan produksi susu yang tinggi  Klasifikasi score yaitu berupa konformasi

b. Kesehatan Ternak Donor

Kriteria calon betina donor adalah harus benar-benar sehat, karena apabila kesehatan menurun akan mempengaruhi proses superovulasi yang akan menurun juga sebagai akibat kondisi reproduksi yang menurun. Dengan demikian betina donor mutlak sehat setelah melalui beberapa pengujian sebagai berikut :

1) Test darah 2) Vaksinasi

(5)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

c. Makanan/Pakan Ternak Donor

Terdapat korelasi positif antara kondisi tubuh dengan pakan yang baik (rasional), karena dengan kondisi pakan yang jelek akan mempengaruhi tingkat fertilitas sehingga akan menurunkan tingkat fertilitas. Dengan demikian diperlukannya kondisi tubuh yang optimal yang didukung dengan kondisi pakan yang baik dan seimbang.

d. Siklus Berahi Donor

Salah satu kunci utama keberhasilan Transfer embrio (TE) adalah deteksi berahi, dimana siklus berahi harus setepat mungkin. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah lamanya siklus berahi harus normal dan teratur, karena apabila siklus berahi abnormal akan berpengaruh terhadap proses superovulasi.

Dalam melaksanakan deteksi berahi sebaiknya dilakukan dari 2 siklus berahi yang berturut-turut dan biasanya dilakukan pada pagi hari (jam 06.00 am) dan sore hari (jam 06.00 pm).

Dari pelaksanaan deteksi tersebut di atas diharapkan untuk menghindari abnormalitas siklus berahi misalnya adanya kejadian silent heat.

2. Managemen Resipien a. Seleksi Resipien

Resipien yang ideal adalah betina-betina yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Bebas penyakit 2) Fertilitas teruji

3) Kemampuan memelihara anak 4) Tidak ada gejala distokia

Bila ditinjau dari segi bangsa atau breed, tidak merupakan masalah karena adanya crossbreed memberikan tingkat fertilitas yang lebih baik.

(6)

b. Kesehatan Ternak Resipien

Calon resipien harus melaksanakan beberapa pengujian terhadap hal-hal berikut:

1) Kesehatan

2) Status reproduksi

3) Diterapkannya sistem karantina

4) Dilakukan pemeriksaan routine setiap hari terhadap gejala penyakit, kenaikan suhu tubuh dengan hati-hati, karena akan mempengaruhi fertilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan abortus.

c. Managemen Resipien dan Donor 1) Deteksi Berahi

Penyerentakan berahi dilaksanakan antara donor dan resipien dengan tepat sehingga akan menunjang akan keberhasilan program TE. Selain itu visual observasi merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan, yakni melalui :

a) Deteksi estrus pasca IB (Inseminasi Buatan) pada pagi dan sore hari selama 30 menit

b) Teknik TE yang harus dilaksanakan tepat waktu dengan timbulnya gejala berahi yang akan menghasilkan grade berahi sinkronisasi

Intensitas pengamatan sebaiknya dilakukan satu hari sebelum dan sesudah berahi, dan setiap hari dilakukan 5 kali pengamatan yaitu pada jam 06.00; 10.00; 14.00; 18.00 dan jam 22.00.

Pelaksanaan deteksi berahi dilakukan dengan hati-hati dan tepat, karena keserentakan berahi antara resipien dan donor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan TE.

Dari hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa laju keberhasilan akan lebih baik apabila resipien berahi dalam 1 (satu) hari donor.

Bagan berikut menunjukkan program TE yang dilaksanakan antara resipien dan donor.

(7)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

Gambar di bawah menunjukkan cara deteksi berahi pada Kambing dan Sapi dengan menggunakan pejantan atau dengan menggunakan pewarna chain ball marker.

Gambar 1. Deteksi berahi pada Kambing dan Sapi

2) Penyerentakan Berahi

Pada program TE, berahi sinkronisasi dilakukan dengan menggunakan PGF2𝛼 (Prostaglandin). Namun dalam penggunaannya terutama pada resipien sebelum dilakukan treatment PGF2𝛼 ini harus terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan secara pelpasi rektal untuk memastikan adanya Korpus luteum (Corpus luteum). Hal ini disebabkan daya guna preparat hormon PGF2𝛼 ini adalah melisiskan Korpus luteum. Dengan demikian bila resipien dengan korpus luteum positif maka dapat dilakukan penyuntikan PGF2𝛼, dan diharapkan berahi akan timbul 48 – 96 jam post injeksi. Akan tetapi masih dimungkin bila treatment tersebut dilakukan tanpa dilakukan pemeriksaan palpasi rectal, dengan catatan dilakukan 2 kali penyuntikan PGF2𝛼 dengan program penyuntikan sebagai berikut :

(8)

Pemberian PGF2𝛼, pada resipien sebaiknya satu hari lebih cepat dari pada donor, hal tersebut disebabkan pada donor berahi akan timbul 36 – 60 jam setelah penyuntikan PGF2𝛼, sedangkan pada resipien berahi timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2𝛼.

3) Superovulasi pada Donor

Pada sapi potong, superovulasi dilakukan 9 hari post berahi (9 – 14 hari post berahi) dengan melakukan penyuntikan preparat hormon FSH sebagai berikut :

Hari ke 9 : Pagi 5 mg FSH i.m. Sore 5 mg FSH i.m. Hari ke 10 : Pagi 4 mg FSH i.m.

Palpasi rectal, bila korpus luteum positif suntik dengan 15 mg PGF2𝛼, secara i.m.

Sore 4 mg FSH i.m. Hari ke 11 : Pagi 3 mg FSH i.m.

Sore 3 mg FSH i.m. Hari ke 12 : Pagi 2 mg FSH i.m. Sore 2 mg FSH i.m.

Hari ke 13: Berahi pada donor dan resipien

Selanjutnya dilakukan IB pada donor pada 12 – 24 jam setelah standing heat, dengan interval 2 kali IB yaitu IB pertama 12 jam post berahi dan IB ke dua 24 jam post berahi.

(9)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

Pelaksanaan superovulasi pada sapi perah secara prosedural adalah sama dengan pada sapi potong, hanya dosis FSH yang berbeda yaitu :

FSH : I dengan dosis pagi dan sore sebanyak 6 – 6 mg II dengan dosis 5 – 5 mg

III dengan dosis 4 – 4 mg IV dengan dosis 3 – 3 mg

4) Inseminasi Buatan (IB)

Inseminasi Buatan umumnya dilakukan pada donor 12 – 24 jam pasca standing heat karena dari hasil penelitian dihasilkan laju fertilitas yang cukup tinggi. Adapun pelaksanaan IB dilakukan 2 kali sebagai berikut :

Yang perlu diperhatikan adalah biasanya efek atau pengaruh superovulasi tersebut memberikan kepekaan yang tinggi sehingga faktor kebersihan (hygiene) harus diperhatikan dalam artian prosedur dilakukan dengan aseptik.

5) Koleksi Embrio (Embryo collection/Recovery)

Koleksi embrio dapat dilakukan 2 cara atau metode, yaitu : a) Tanpa pembedahan (Non surgery/non operatif/Transcervical) b) Dengan pembedahan (Surgery/operatif ) pada Fossa Para Lumbal

(kiri/kanan)

Metode Non surgery lebih popular di Eropa, Jepang, Asia (Indonesia) dan Brazil, sedangkan metode surgery biasa digunakan di USA.

Tahap Pelaksanaan

(10)

a) Tahap persiapan hewan donor

Hewan donor yang dapat digunakan adalah donor pada 7 – 8 hari post berahi dan persiapan tersebut meliputi :

 Ditempatkan dalam kandang pemaksa

 Rambut pada pangkal ekor yang panjang digunting o Lakukan pencucian dengan sabun antiseptik o Lakukan pembilasan dengan alcohol 70%

 Lakukan anestise Epidural dengan menggunakan 2 – 5 ml Lidocain Chloride 2 %

o Pada ruang antar vertebra yaitu

tulang coccygea pertama

 Faeces dikeluarkan dari dalam rectum hingga kosong

 Dalam rectum ada udara, dikeluarkan dengan menggunakan pompa isap

 Vulva dan vagina

o Dicuci bersih dan dikeringkan dengan handuk o Sterilisasi atau desinfeksi dengan alkohol 70 %

Tahap persiapan alat dan bahan Alat-alat yang diperlukan adalah :

 Cervical expander, yaitu alat untuk membuka canalis cervicalis  Mucus remover, yaitu alat untuk membersihkan canalis cervicalis

dari lendir atau mucus

 Foley catheter (two way) berukuran 16 – 20 G (tergantung ukuran canalis cervicalis) terdiri dari 3 saluran yaitu :

o Saluran – masuk media – flushing o Saluran – keluar media – hasil flushing o Saluran – penggembung balon kecil  Tabung media

 Tabung penampung hasil flushing embrio  Injeksi spuit :

(11)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

o Pengisap media hasil flushing

o Penekan/pengisap balon pada foley catheter

Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan terdiri dari :

 Modified Dulbecco’s Phosphat Buffered Saline (M-PBS) dengan komposisi:

 PBS (-) 9,8 g

 Metal salt (NaCl dan Ca Cl2) 1,0 ml (PBS +)

 Glucose/Dextrose 1,0 g

 Sodium Pyruvate 0,036 g

 Penicilline 100.000 IU

 Streptomycin 100 mg

 Bovine Serum Albumin (BSA) 3,0 mg Larutan ini dibuat dalam volume 1 Liter.

Tahap pelaksanaan Koleksi Embrio  Teknik Transcervical

 Pelaksana atau teknisi bekerja dengan tangan kiri di dalam rektum, yang bertujuan untuk :

1. Estimasi jumlah korpus luteum, folikel dan ukuran ovarium 2. Manipulasi atau menuntun pemasukan alat ke dalam cervix dan uterus

3. Manipulasi pelaksanaan koleksi embrio

 Cervical expander dimasukkan ke dalam vagina hingga ke dalam lumen cervix.

Dianjurkan memakai mucous remover untuk mengeluarkan lendir yang terdapat banyak di dalam lumen cervix.

 Disesuaikan dengan ukuran lumen cervix, masukkan two way Foley catheter hingga masuk ke dalam cornua uteri.

 Catheter memanipulasi ke dalam uterus (cornua superovulasi terjadi). Balon terletak 5 cm di bawah bifurcatio uteri.

 Hati-hati jangan sampai melukai pada saat memasukan catheter.  Pegang uterus dalam posisi lurus.

(12)

 Isi balon catheter dengan udara 10 – 15 x sehingga ketegangan balon cukup.

 Ketegangan balon sedemikian rupa sehingga menekan dinding uterus, sehingga media flushing tidak akan masuk ke dalam corpus uteri.

 Hati-hati dalam memanipulasi ketegangan balon karena dapat menyebabkan ruptura endometrium sehingga terjadi perdarahan. Volume udara balon untuk Heifer adalah 12 – 16 ml, sedangkan untuk Calves adalah 16 – 20 ml.

 Melalui inlet tube masukkan media flushing (M-PBS) pada suhu 37° C dalam botol sebanyak 1 Liter.

 Tekan uterus hingga mencapai ukuran seperti dalam keadaan bunting 40 – 60 hari.

 Uterus di masase dan diaduk media yang masuk, melalui pemijitan per rectal sehingga ova atau fertilized egg terlepas dari endometrium

 Drainage atau pencucian sebanyak 8 – 10 kali sebanyak 400 – 500 ml per uterus.

 Hasil flushing kemudian dilakukan isolasi embrio dengan cara filtrasi (Emcon, Immuno system)

 Diperoleh 40 – 50 ml flushing (70 μ Filter) dan tetap dalam filter

 Tuangkan ke dalam gelas petri (2 – 3 buah)

 Lakukan isolasi atau pencarian embrio dengan bantuan mikroskop stereoskopik (invected microscope)

(13)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

Gambar 2. Rangkaian proses panen (Flushing) Embrio pada Sapi

dengan menggunakan Folley Catheter

Gambar 3. Flushing (Panen) Embrio pada Sapi

6) Penanganan Embrio

Embrio hasil koleksi harus melalui beberapa tahapan penanganan yaitu :

 Isolasi embrio atau unfertilized ova (UFO)  Identifikasi embrio atau unfertilized ova (UFO)  Manipulasi embrio atau unfertilized ova (UFO)  Klasifikasi embrio atau unfertilized ova (UFO)

Untuk melaksanakan penanganan embrio hasil koleksi atau flushing tersebut diperlukan tenaga sumber daya manusia yang terampil dan disarankan setiap sample dikerjakan oleh dua orang teknisi terutama dalam hal penentuan identifikasi dan klasifikasi embrio.

Embrio hasil koleksi di tuangkan ke dalam cawan petri (petri dish) yang berskala pada bagian alasnya sehingga memudahkan dalam pencarian embrio.

Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar peralatan untuk evaluasi embrio di bawah ini.

(14)

Gambar 4. Cawan Petri berskala

Adapun prosedur pencarian embrio adalah :

1. Emrbio harus berada dalam “fresh storage medium” (M-PBS + 20 % Calf serum), buang sel-sel runtuhan dari uterus

2. – 250 μm)

7) Evaluasi Embrio

Embrio diklasifikasi dan disimpan dalam “storage medium” pada suhu 15 - 25° C selama tidak lebih dari 5 jam. Selanjutnya dilakukan pemisahan embrio tersebut menjadi 2 bagian sesuai dengan tujuannya yaitu untuk ditransplantasi atau ditransfer ke betina resipien atau dilakukan pembekuan embrio (freezing embryo).

Dalam melakukan evaluasi embrio dengan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100 – 200 kali dengan melihat criteria sebagai berikut :

 Perkembangan sel (Cell stage development)  Morphologi

 Kualitas embrio

Umumnya sebagian besar embrio terkoleksi pada tahap perkembangan yang sama, dimana tahap perkembangan embrio tersebut terdiri dari :

 3 hari post berahi : 4 – 8 sel  4 hari post berahi : 8 – 16 sel  5/6 hari : Morula

(15)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

Selain itu ada cirri-ciri khas pada tahapan morula yang dapat dibedakan yaitu :

 Morula merupakan embrio dengan jumlah sel 32 sel, dengan cirri-ciri blastomer individual dan sulit dibedakan satu dengan lainnya. Kondisi Blastomer seperti massa dari sel- sel.

 Compact Morula, ditandai dengan :

 Blastomer individual menggumpal (agglutinated) membentuk massa padat dari sel-sel

 Massa embrio mengisi 60 – 70 % ruangan perivitelline, dimana ruang perivitelline lebih besar dari tahapan morula

 Blastocyst dini (Early blastocyst) :

 Memiliki ruangan berisi cairan Blastocoele

 Pada tahapan ini memungkinkan membedakan Trophoblast dan Inner Cell Mass (ICM)

 Ruang perivitelline sempit tetapi ada  Blastocyst :

 Differensiasi jelas bagian luar Trophoblast

 Inner cell mass mengisi sebagian besar ruang perivitelline  Expanded Blastocyst

 Diameter keseluruhan meningkat (1,2 – 1,5 kali)

 Zona Pellucida menipis (1/2 kali), dan terkadang collapsed  Inner cell mass jelas dan kompak

 Hatched Blastocyst

 Merupakan embrio yang telah terlepas dari Zona Pellucida  Bentuknya spheris dan lebih besar

 Identifikasi pada saat ini lebih sulit

Gambar 5,6 dan 7 menunjukkan tahapan perkembangan Embrio pada Sapi.

(16)

Gambar 7. Tahap Perkembangan Embrio Gambar 5. Tahap Perkembangan

embrio di dalam Uterus

Gambar 6. Tahap Perkembangan Embrio

(17)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

8) Kategori Kualitas Embrio

Kualitas embrio ditentukan dengan parameter : 1. Bentuk

2. Warna

3. Jumlah sel kompak

4. Jumlah sel degenerasi dan terlepas (extruded) 5. Jumlah dan ukuran vesicle

Adapun criteria dari kualitas embrio tersebut adalah sebagai berikut :

a) A – Excellent (Istimewa)

Embrio ideal, morphologi sempurna dalam perkembangannya pada setiap tahapan (normal typical)

b) A’ – Good (Bagus)

Terdapat kelainan pada beberapa sel blastomer (extruded), bentuk tidak seragam, terdapat beberapa vesicle (10 – 20 % tidak seragam dan tidak beraturan)

c) C – Poor (Kurang)

Terdapat sejumlah besar blastomer extruded, degenerasi, ukuran berbeda dan vesicle banyak. Tampak masih hidup (50 % tidak seragam dan tidak beraturan)

d) D – Non Transferable Embryo

Sel degenerasi total, sel terlalu muda (2 – 32 sel) atau

unfertilized ova (UFO).Gambar-ganbar berikut adalah gambar dari berbagai embrio dalam berbagai tahap perkembangan embrio :

Gambar 8. Embrio tanpa zona pellucida

Gambar 9. Sel telur tanpa zona Pellucida

(18)

Gambar 10. Embrio tahap 16 Sel

Gambar 11. Embrio tahap 4 sel dengan zona Pellucida

Gambar 12. Embrio dengan

zona Pellucida tidak normal Gambar 13. embrio tahap 4 sel dengan zona yang normal

Gambar 14. Sel telur sapi yang telah difertilisaasi

Gambar 15. Gaambar embrio sapi pada hari ke 3 pada Tahap 8 sel

(19)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

C. PRODUKSI EMBRYO IN VITRO

Teknik produksi embryo secara in Vitro terdiri dari beberapa tahapan yaitu :

1. Koleksi oocyte immature (oocyte yang belum masak) dari donor 2. Maturasi oocyte yang dikoleksi

3. Fertilisasi In Vitro

4. Kultur embryo dibawah kondisi laboratorium (Inkubator CO2)

Teknik ini merupakan satu potensi yang baik untuk pemanfaatan sapi dengan genetik unggul dalam waktu yang singkat.

1. Koleksi Oocyte (Recovery of Oocytes)

Oocyte (sel telur) dapat dikoleksi atau diperoleh dengan dua (2) cara yaitu :

a. Koleksi oocyte dari Induk sapi hidup (donor)

Dari induk donor, sel telur yang belum masak (immature eggs/oocytes) dapat dikoleksi melalui dua cara pula yaitu :

1) Koleksi oocyte melalui vaginal (Ovum Pick-Up Transvaginal / Transvaginal OPU)

Transvaginal OPU dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan alat USG, tetapi dengan bantuan USG merupakan metode yang umum dilakukan. Dengan teknik atau metode tersebut dapat dihasilkan 4 – 5 sel telur immatur dalam sekali percobaan tanpa adanya stimulasi atau rangsangan hormonal pada ovarium. Sedangkan dengan stimulasi FSH pada ovarium telah dapat dihasilkan 8 – 10 sel telur per percobaan.

Metode ini dapat dilakukan dalam 1 atau 2 kali per minggu dan dapat diulang untuk beberapa minggu dengan resiko yang kecil pada kesehatan dan fertilitas donor. Metode ini terutama ditujukan atau abaik dilakukan baik pada induk donor yang sangat responsif terhadap stimulasi hormonal, ataupun yang tidak.

2) Koleksi oocyte melalui aspiraasi laparoskopi (laparoscopic aspiration)

(20)

Dengan metode aspirasi laparoskopi dapat dihasilkan 3 – 9 sel telur/percobaan pada induk sapi dan sekitar 22 – 32 sel telur/percobaan pada sapi dara. Dengan metode ini, rataan jumlah sel telur yang diperoleh lebih tinggi.

Kedua teknik tersebut di atas dapat dilakukan untuk koleksi sel telur selama periode kebuntingan tanpa adanya efek yang yang berkepanjangan pada fertilitas ataupun kesehatan reproduksi induk donor. Sebagai contoh, pada teknik transvaginal OPU, sel telur dapat dikoleksi pada masa umur kebuntingan mulai 30 – 120 hari, setiap dua minggu sekali dengan dihasilkan sekitar 60 buah sel telur selama 3 bulan periode kebuntingan. Jika diasumsikan diperoleh 30% embryo yang diperoleh layak untuk ditransfer kelak dan angka kebuntingan 50%, maka dapat dihasilkan 8 – 9 ekor anak sapi yang berasal dari sel telur yang dikoleksi dari seekor induk bunting. Berarti secara teori, sangat dimungkinkan untuk menghasilkan lebih dari 10 ekor anak dari induk bunting selama 13 bulan.

Metode ini dapat juga diterapkan untuk koleksi sel telur dara yang belum puber atau belum dewasa kelamin (pre puberal), dimana produksi embryo dari ternak donor pre puberal ini mempunyai potensi untuk mereduksi interval generasi dan meningkatkan mutu genetik, walaupun kapasitas perkembangan dan pertumbuhan sel telur masih rendah dibandingkan bila sel telur berasal dari donor yang telah dewasa kelamin. Dengan demikian masih diperlukannya penelitian lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan secara komersial.

b. Koleksi dari Ovarium yang berasal dari induk sapi yang dipotong di RPH (pemanfaatan limbah induk sapi dari RPH)

Sumber sel telur untuk menghasilkan embryo dalam skala besar dapat diperoleh dari Ovarium yang berasal dari induk yang dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH).

Sehingga selain untuk tujuan produksi embryo in vitro, juga sebagai pemanfaatan limbah dari RPH berupa pemanfaatan ovarium.

(21)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

Sel telur dapat dikoleksi dari ovarium dengan dua cara yaitu : 1) Aspirasi folikel ovarium

2) Slicing (sayatan) ovarium

Kualitas sel telur yang dihasilkan dengan metode ini, hampir sama dengan sel telur yang berasal donor hidup, akan tetapi kelemahan dari metode ini adalah potensi genetik induk tidak dapat diketahui dengan pasti.

2. Maturasi Oocyte (Oocyte maturation)

Segera setelah koleksi sel telur, sel telur tersebut disimpan pada media maturasi dan diinkubasi selama 22 – 24 Jam untuk menstimulasi atau meramgsang pemasakan sel telur dibawah kondisi laboratorium, dalam hal ini inkubasi di dalam inkubator CO2. Untuk mendapatkan kualitas embryo yang baik, maka dapat juga dilakukan co-cultur dengan sel somatic. Kuiltur atau inkubasi selm telur umumnya dilakukan dalam satu kelompok 10 – 40 sel telur dalam satu cawan guna mendapatkan perkembangan yang baik.

3. In Vitro Fertilisaasi (In Vitro Fertilization)

Fertilisasi dilakukan dengan menggunakan semen beku. Pada metode ini, pertama-tama silakukan pemisahan bahan pengencer dari sperma motil, segera setelah semen beku di thawing. Cara pemisahan dapat dengan cara : a. Pencucian langsung

b. Swim-up centrifugasi c. Percoll gradient centrifugasi

Teknik selanjutnya adalah sperma ditempatkan di dalam mikrodrops yang telah berisi sel telur kapasitasi dan larutan heparin. Inkubasi sel telur dengan sperma kapasitasi dilakukan selama 6 – 24 Jam. Umumnya sekitar 30 buah sel telur dan 200.000 sperma diinkubasi dalam sati mikrodrops untuk mendapatkan hasil fertilisasi yang optimal.

(22)

4. Kultur Embryo

Sel telur yang telah difertilisasi dicuci untuk dibebaskan dari sperma. Selanjutnya dikultur 5 – 7 hari untuk mengikuti perkembangan embryo hingga layak untuk ditransfer. Fertilisasi dapat dikatakan berhasil dengan adanya pembelahan sel yang secara visual dapat dilihat setelah 40 – 42 Jam setelah inseminasi.

Terdapat tiga sistem kultur embryo, yaitu :

a. Kultur embryo di dalam oviduct resipien sementara (domba dan kelinci). Dengan metode ini, angka kebuntingan mencapai 60 – 70 % setelah embryo yang dihasilkan dibekukan dan ditransfer pada resipien

b. In Vitro kultur zygote (sel telur yang telah difertilisasi) dengan somatik sel (contoh sel epithel oviduct, sel granulosa) di dalam medium tertentu c. In vitro kultur zygote dalam medium sederhana sepeti cairan oviduct

sintetis tanpa menggunakan sel somatik

Pada ke tiga sistem di atas, embryo dikultur di dalam mikrodrops dengan dilindungi dengan mineral oil. Angka kebuntinan untuk ketiga sistem tersebut mencapai 40 – 56 %. Dari hasil sebuah penelitian menunjukkan bahwa, kultur embryo di dalam mikrodrops atau dengan sel somatik dapat meningkatkan produksi, daya tahan serta kualitas embryo. Tabel 1 di bawah menunjukkan keberhasilan produksi in Vitro dengan metode Transvagianal OPU.

(23)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

Bagan Produksi Embrio dan Pelaksanaan Transfer

D. Teknik Transfer Embrio

1. Teknik transfer embrio pada Sapi dan Kerbau

Teknik transfer embrio (TE) pada Sapi dan Kerbau awalnya melalui proses laparotomy atau metode surgery (dengan pembedahan)dengan anesthesia umum atau local. Tetapi sejak tahun 1978, dilakukan metode tanpa pembedahan yakni transfer embrio melalui transcervical. Pada metode transcervical tersebut, mula-mula akan dilakukan palpasi rectal pada resipien untuk mengetahui apakah pada ovarium terdapat Korpus luteum. Selanjutnya dilakukan anesthesia epidural untuk induced to prevent straining selama proses transfer berlangsung.

Embrio yang telah disimpan dalam straw (0,25 ml Straw) dalam keadaan steril dimasukkan kedalam Transfer Gun (Cassou) dan dilindungi dengan plastik penutup yang steril. Langkah selanjutnya Transfer Gun masuk ke dalam vagina dan melalui cervix dengan bantuan tangan operator melalui palpasi rektal akan menuntun Transfer Gun memasuki tanduk uterus bagian ipsilateral dengan Korpus Luteum. Embrio didesposisikan ke dalam tanduk uterin.

(24)

2. Teknik transfer embrio pada Domba dan Kambing

Pada Domba dan Kambing umumnya transfer embrio dilakukan dengan cara pembedahan atau laparotomy dibawah anesthesia umum atau local. Dengan melakukan penyayatan midventral, embrio dapat ditransfer disertai satu sedikit medium lansgung ke dalam oviduct, dimana ujung dari pipet kapiler yang mengandung embrio disisipkan melalui infundibulum untuk mendesposisikan embrio ke dalam ampulla.

Cara lain adalah apabila transfer embrio di arahkan langsung ke uterus, maka tanduk uterus ditusuk dengan jarum tumpul, selanjutnya pipet kapiler disisipkan ke dalam lumen uterus. Proses tersebut dapat dilakukan dengan teknik laparoscopy.

E. Penanganan setelah Transfer Embrio

Setelah dilakukan transfer embrio, sebaiknya dilakukan pendugaan atau evaluasi kebuntingan, dimana angka kebuntingan (Pregnancy rates) tidak dapat dikaitkan dengan prosentase daya tahan embrio (embryo survival). Angka kebuntingan dan daya tahan embrio dapat dideteksi pada awal masa kebuntingan.

Dibawah kondisi ideal, lebih dari 80 % embrio survive setelah ditransfer pada resipien yang telah mengalami Penyerentakan berahi terlebih dahulu. Angka kebuntingan tertinggi pada Sapi, Domba dan Kambing adalah melalui transfer satu embrio ke dalam masing-masing tanduk uterus resipien. Sehingga kelahiran kembar sering terjadi. Lain halnya pada Babi, melalui transfer 6 – 10 embrio pada masing-masing sisi akan menghasilkan litter size normal, karena hanya sekitar 1,5 embrio yang ditransfer yang akan menghasilkan keturunan yang sehat saat dilahirkan.

(25)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

(26)

Gambar 17. Tahap pelaksanaan Transfer embrio

F. Pembekuan Embrio

Kelebihan utama dari pembekuan embrio dibandingkan dengan pembekuan sperm atau oocyt, adalah embrio mengandung komplet genom yang berasal dari pejantan unggul (semen beku) dan betina unggul, dan embrio dapat ditransfer kepada induk resipien tanpa diketahui atau diketahui latar belakang genetik atau catatatn genetik dari resipien tersebut serta tanpa adanya kehawatiran adanya resiko perubahan mutu genetik.

Pembekuan embrio sebaiknya di arahkan untuk ternak-ternak di pusat-pusat pembibitan, dimana bertujuan penyebaran bibit unggul.

Proses pembekuan di awali oleh peneliti Audrey Smith pada tahun 1952 dalam penelitiannya mengenai “Efek temperatur rendah terhadap perkembangan ovum mammalia”, dan selanjutnya menghasilkan beberapa penelitian dengan pembekuan embrio. Beberapa penelitian telah berhasil dilakukan terutama tentang cryopreservasi embrio pada berbagai spesies mammalia dengan berbagai variasi temperatur.

1. Prinsip dari Cryobiologi

Prinsip dari biofisik telah diaplikasikan pada cryopreservasi dari sel hidup dan jaringan serta pada embrio. Embrio akan mengalami kerusakan selama proses pembekuan dan atau pada proses thawing (pencairan kembali) melalui pembentukan kristal-kristal es intra seluler atau melalui

(27)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

peningkatan konsentrasi cairan intra seluler yang berubah sehingga terjadi dehidrasi sel selama pembekuan. Ini dapat disebut sebagai Efek Larutan (Solution Effects). Pada proses pembekuan cepat (penurunan temperatur cepat) dapat mengurangi kerusakan akibat efek larutan, tetapi menyebabkan pembetukan krista es yang akan menyebabkan kerusakan mekanik pada embrio. Dengan demikian tingkat atau angka pembekuan optimum untuk jaringan sangat tergantung dari toleransi relatif dari kerusakan akibat pembentukan kristal es dan akibat efek larutan.

Saat suspensi sel dibekukan dibawah 0° C, akan terbentuk kristal es ekstra seluler, akan mengakibatkan konsentrasi larutan di dalam air. Membran sel akan akan beraksi untuk menghalangi penyebaran kristal es ke dalam kompartemen intra selular. Penambahan agen cryoprotektan seperti Glyserol atau dimethyl sulfoxide pada pembekuan medium memberikan hasil pembekuan dengan temperatur rendah. Hal tersebut disebabkan tidak adanya dehidrasi sel dan akibat dari hilangnya efek larutan, sehingga embrio dapat dibekukan dengan cukup lambat untuk menghindari pembentukan kristal es yang besar.

Temperatur kritis dengan pembekuan lambat untuk menghasil angka survival optimal adalah dari – 4° - - 60° C selama pembekuan, dan dari – 70° - - 20° C selama pemanasan kembali.

Embrio mammalia dapat dibekukan untuk waktu lama di dalam larutan jika sesuai dengan temperatur pembekuan dan tidak ada lagi kejadian aktivitas biologi. Larutan Nitrogen pada temperatur – 196° C adalah cocok untuk kondisi tersebut. Embrio Sapi, Domba dan Tikus dapat tahan pada pencairan kembali yang cepat (rapid thawing) pada pembekuan lambat dengan proses terminasi pembekuan paa temperatur – 30° dan – 50° C dan kemudian langsung disimpan ke dalam larutan Nitrogen cair pada temperatur – 196°.

2. Teknik Pembekuan embrio (Cryopreservasi Embryo)

Berbagai variasi teknik pembekuan embrio digunakan untuk cryopreservasi dan thawing embrio Sapi, Domba, Babi dan Kuda. Ada

(28)

beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam teknik pembekuan atau cryopreservasi yakni sebagai berikut :

 Embrio yang akan dibekukan harus dalam kategori Excellent (Istimewa)  Embrio berada pada tahap pembelahan yang benar (Cleavage)

 Embrio ditransfer dalam keadaan steril, segar tersimpan dalam media kultur hingga saat digunakan

 Jika embrio disimpan dalam medium lebih dari 2 Jam sebelum ditransfer, embrio harus ditransfer ke dalam medium segar setiap 2 jam.

 Embrio diisap ke dalam mikro pipet dengan sedikit volume medium (kurang dari 0,2 ml medium) untuk mencegah kontaminasi.

3. Kultur dan penyimpanan pada Temperatur 0° dan 37° C

Segera setelah dilakukan panen embrio, embrio disimpan dalam media kultur (culture medium) pada temperatur 37° C. Perkembangan embrio in vitro sangat lambat dibandingkan in vivo. Embrio akan berkembang dalam 2 – 3 hari atau lebih. Embrio dapat disimpan di dalam kultur media untuk beberapa jam antara waktu koleksi hingga transfer pada temperatur 15 – 25°C. Jika embrio dibekukan pada 0° dan 10° C atau transfer ke dalam oviduct Kelinci, maka dapat disimpan dan bertahan untuk beberapa hari dengan sedikit mengalami penurunan daya tahannya. Terkecuali embrio Babi tidak dapat survive pada pembekuan di bawah –

Beberapa medium yang umum digunakan untuk kultur embrio, yakni : a. Tissue Culture Medium (TCM 199)

b. Dulbecco’s phosphat-buffered saline (PBS)

TCM 199 biasa digunakan untuk koleksi embrio, sedangkan media untuk penyimpanan mengandung 25 mM HEPES buffer dan 10 – 20 % Calf serum yang telah di filtrasi dengan menggunakan Millipore-filtered dan di inaktifkan dengan pemanasan selama 30 menit pada temperatur 56° C.

4. Prosedur pembekuan Embrio (Embrio Cryopreservation)

 Medium yang digunakan adalah modifikasi Dulbecco’s PBS, dengan suplemen bovine serum albumin (BSA)

(29)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

 Cryopotectant agen ditambahkan pada setiap step pada temperatur 0°C

dan 20°C.

 Embrio dibekukan secara cepat pada 0°C dengan derajat kecepatan pembekuan 1°C/menit hingga - 7°C. Pada titik beku dilakukan seeding, yakni pembentukan kristal es kecil pada medium. Seeding akan meminimalkan fluktuasi temperatur sebagai akibat panas yang terbentuk.

(30)

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan

Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova) dikoleksi dari alat kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan kelahiran.

B. Kesimpulan

Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum melakukan transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus, pemanenan embrio, klasifikasi embrio, penyiapan embrio dan kultur, kriopreservasi, transfer Embrio.

(31)

Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak

DAFTAR PUSTAKA

Soehadji. 1995. Pengembangan Bioteknologi peternakan. Keterkaitan penelitian, pengkkajian dan Aplikasi. Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan. Kerjasama Kantor menristek dengan Departemen pertanian. Bogor.

Supriatna, I. 1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio mamalia. Mata kulia Inti Dalam Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina prod. Peternakan. Balai pembibitan Ternak dan hijaun makanan, purwokerto.

Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung. Anonim., Laporan pelaksanaan Transfer Embrio. http://www.disnaksumbar.org.

Generated: 2 January, 2009, 21:38)

Anonim., Saturday, 03 January 2009. Transfer Embrio. http://www.biotek.lipi.go.id/index.php.

Lubis., A, M. 2000. Pemberdayaan bioteknologi reproduksi Untuk peningkatan mutu genetik ternak. WARTAZOA Vol. 10 No. 1. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction In Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams & Wilkins

Toelihere, M. R. 1985. Fsisologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung

Sixth Edition. Pearson. Prentice Hall. New Jersey.

Rasad, SD. 2004. Teknologi Reproduksi Ternak. Buku Ajar (unpublish)Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta

Gambar

Gambar  di  bawah  menunjukkan  cara  deteksi  berahi  pada  Kambing  dan  Sapi  dengan  menggunakan  pejantan  atau  dengan  menggunakan pewarna chain ball marker
Gambar 2. Rangkaian proses panen (Flushing) Embrio pada Sapi  dengan menggunakan Folley Catheter
Gambar 4. Cawan Petri berskala
Gambar 7. Tahap Perkembangan Embrio
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1) dukungan adat istiadat, agama, dan keyakinan masyarakat terhadap sekolah adalah baik; 2) dukungan masyarakat terhadap

Hasil penelitian menunjukkan: (1) kesiapan pelaksanaan program sekolah lima hari di SMKN 2 Karanganyar tergolong baik tetapi belum optimal; (2) penyiapan

Satu minggu sebelum hari pelaksanaan, program director melakukan rapat produksi bersama produser dan pengarah kreatif untuk menentukan siapa saja yang akan

Coba Setelah program sekolah penggerak dilaksanakan selama satu tahun, ceritakan hal-hal baik yang sudah terjadi di sekolah Bapak/Ibu, bisa hal baik yang Bapak/Ibu rasakan

Semua sapi yang dipakai di dalam penelitian ini mulai awal (hari ke 3 pasca beranak) sampai akhir (hari ke 66 pasca beranak) menunjukkan tingkah laku ceria, nafsu makan dan

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,