3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PADI
Padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam tumbuhan Gramineae yang merupakan tumbuhan dengan batang yang terdiri atas ruas-ruas dan mempunyai bendera yang menempel pada pelepah daun (Damardjati, 1981). Sistematika tumbuhan padi diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, dengan sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Graminae, genus Oryza Linn, dan SpeciesOryza sativa L. (Luh, 1991). Padi merupakan tanaman semi akuatis, oleh karena itu tanaman ini dapat tumbuh dilahan yang tergenang dan dapat pula tumbuh dilahan kering yang cukup kebutuhan airnya (Manurung dan Ismunadji, 1991). Tanaman ini, dapat tumbuh pada lahan hingga mencapai ketinggian 3,000 meterdi atas permukaan laut (Luh, 1991).
Pertumbuhan tanaman padi ini dipengaruhi oleh keadaan tanah, pH tanah, suhu daerah penanaman, salinitas tanah, lamanya daerah tersebut terkena sinar matahari, dan kandungan sulfite pada tanah. Tanaman padi biasanya tumbuh dengan baik pada daerah tropis sampai subtropis pada 450LU-450 LS dengan cuaca panas pada suhu sekitar 20-37.80C dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1,500-2,000 mm/tahun (KEMENRISTEK, 2008). Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18 – 22 cm dengan pH 4.0 – 7.0 (KEMENRISTEK, 2008). Masa tanam padi berlangsung sekitar 90-260 hari, tergantung lingkungan dan kondisi iklim (Grist, 1959).
Gambar 1. Struktur gabah berdasarkan diagram potongan longitudinal biji
(Juliano, 1972)
Biji padi terdiri atas, sekam, pericarp, aleuron(termasuk di dalamnya, nucellus dan seed coat), embrio dan endosperm, seperti terlihat pada Gambar 1 (Juliano, 1972). Pada Gambar 1, dapat dijelaskan bahwa padi tersusun dari zat pati (endosperm) 89-94%, kulit luar yang disebut sekam
4
(hull atau husk) 16-28%, lapisan aleuron (termasuk di dalamnya, nucellus dan seed coat) 4-6%, kulit ari (pericarp) 1-2% dan lembaga (embryo atau germ) 2-3% dari berat gabah (Juliano, 1972).
Sekam merupakan kulit dari butiran padi yang banyak mengandung silika. Kadar silika yang tinggi, maka sekam dapat menahan panas maupun serangan kapang yang mengakibatkan kerusakan. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras, berbentuk lonjong, berisi padat oleh granula pati yang bersifat tidak larut dalam air tetapi akan terdispersi oleh pemanasan serta terdiri atas parenkima yang berdinding tipis (Juliano, 1972). Selain mengandung pati, endosperm juga mengandung vitamin, protein mineral dan selulosa dalam jumlah kecil (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Lembaga atau embrio mengandung kadar protein, lemak dan thiamin yang tinggi, sehingga dalam proses penggilingan bagian ini dibuang agar beras tahan lama (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Pericarp mengandung selulosa, protein, fosfor, besi, vitamin B1, vitamin B2, dan niacin (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Perikarp merupakan lapisan yang sangat tipis dan berserat serat (silver skin) (Juliano, 1972).Aleuron terdiri dari sel-sel kubik yang menutupi endosperm dan embrio, mengandung banyak lemak, vitamin B1, protein, vitamin B2 dan niacin. Lapisan ini paling banyak mengandung thiamin (Esmay et al., 1979).
Dalam usaha meningkatan produksi padi, pemerintah berupaya untuk mendapatkan jenis-jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik. Jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik itu disebut dengan “padi jenis unggul” atau disebut “varietas unggul”. Cara untuk mendapatkan padi jenis unggul tersebut antara lain yaitu dengan mengadakan perkawinan-perkawinan silang antara jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik dengan jenis padi lain yang juga mempunyai salah satu sifat baik pula, sehingga akan didapat satu jenis padi yang mempunyai sifat yang paling baik atau unggul.Sifat-sifat baik yang harus dimiliki oleh padi jenis unggul antara lain yaitu produktivitas tinggi, umur tanam pendek, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan rebah dan tidak mudah rontok, mutu beras baik, rasanya enak, daya tanggap (respon) terhadap pemupukan nitrogen, dan adaptasi luas(tahan terhadap lahan bermasalah)(Sugeng, 2001).
B. BERAS PECAH KULIT
Beras pecah kulit merupakangabah yang sudah dikupas kulitnya (sekam) namun masih terdapat lapisan pericarp, aleuron, embrio dan endosperm (Juliano, 1972). Beras pecah kulit mengandung 1.9% lemak. Sekitar 80% lemak diantaranya berada didalam dedak dan bekatul, dimana sepertiga dari bagian tersebut berada dalam embrio (Juliano, 1972). Kadar lemak dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, kondisi pertamanan dan metode ekstraksi lemak (Fujino, 1978). Selain lemak, beras pecah kulit juga mengandung hemiselulosa, selulosa dan gula. Kandungan hemiselulosa pada dedak (bran), katul (polish), dan embrio mengandung lebih banyak hemiselulosa dibanding beras sosoh (Juliano, 1972). Beras pecah kulit mengandung pentosan sebesar 1.42-2.08 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan pentosanberas sosoh. Kandungan pentosan tertinggi terdapat pada dedak 8.59-10.9%, embrio 4.8-7.4%, dan katul 3.15-6.01%. Kandungan gula pada beras pecah kulit, lebih tinggi dari kandungan beras sosoh, yaitu 0.83-1.39% dengan total gula pereduksi 0.09-0.13%. Beras pecah kulit mengandung sebanyak 8% protein (Juliano, 1972).
5
Menurut Juliano (1972), beras sosoh merupakan hasil proses penggilingan dan penyosohan dari tanaman padi (Oryza sativa L.) sehingga akan memisahkan seluruh atau sebagian lapisan-lapisan (pericarp, seed-coat, aleurone layer dan embrio) dari endospermnya.
Endosperm merupakan bagian utama butir beras. Komposisi utamanya adalah pati. Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan glikosida. Polimer pembentuk glukosa ada dua macam yaitu amilosa dan amilopektin. Kandungan hemiselulosa (pentosan) pada beras sosoh adalah sebesar 0.61-1.09%. Beras sosoh mengandung 0.37-0.53% gula total dengan gula pereduksi 0.05-0.08%. Selain itu, beras sosoh juga mengandung selulosa sebesar 27% dari total selulosa yang ada pada padi dan protein sebesar 7% (Juliano, 1972). Pada endosperm, banyak terjadi pengapuran pada sisi dorsal dan pada bagian tengah butir beras. Hal tersebut, akan mempengaruhi penampakan butir beras karena granula pati yang mengapur, bersifat kurang padat dibandingkan pada bagian bening sehingga terdapat rongga udara diantara granula pati. Oleh karena itu, bagian yang mengapur tidak sekeras bagian bening beras sehingga butir mengapur lebih mudah rusak selama proses penggilingan (Kush et al., 1979).
Kandungan amilosa yang terdapat pada beras, berkorelasi negatif dengan tekstur nasi. Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lengket, enak, dan mengkilat. Beras dengan kadar amilosa sedang akan menghasilkan nasi yang bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam, sedangkan beras yang berkadar amilosa tinggi akan pera dan berberai.
Protein yang terkandung dalam beras sebagai makanan pokok di Indonesia, sedikitnya mencukupi kebutuhan 45% protein tubuh (Damardjati, 1983). Kadar protein mempengaruhi kekerasan biji dan warna beras. Menurut Juliano et al., (1965), beras yang proteinnya tinggi, memiliki warna yang lebih kecoklatan dan cenderung lebih bening serta memiliki kekerasan yang lebih tinggi. Protein juga memiliki korelasi negatif dengan derajat putih biji dan berkorelasi positif dengan rendemen beras kepala (Damardjati dan Hadisrihono, 1982). Protein mengikat dan mengepak granula pati. Sehingga makin tinggi kadar proteinnya, beras akan semakin keras dan tahan gesekan selama proses pengolahan, sehingga endosperm yang tersosoh lebih rendah. Oleh karena itu, kadar protein yang tinggi akan menurunkan derajat putih dan menaikkan rendemen beras kepala.
Tabel 1. Komposisi kimia beras pecah kulit (PK) dan beras sosoh (BS)
Komposisi Beras PK Beras Sosoh
Protein (g) 7.50 6.61 Lemak (g) 2.68 0.58 Karbohidrat (g) 76.17 79.34 Gula (g) 1.90 0.20 Abu (g) 1.27 0.58 Kalsium (mg) 33.00 9.00 Magnesium(mg) 143.00 35.00 Phosphorus (mg) 264.00 108.00 Iron (mg) 1.80 0.80 Thiamin (mg) 0.41 0.07 Niacin (mg) 4.30 1.60 Asam pantotenat(mg) 1.49 1.34 Lemak 4.91 0.98 Sumber: USDA ( 2010)
6
Namun, karena keragaman varietas dan cara pengolahan yang berbeda, menyebabkan komposisi kimia beras yang berbeda pula.Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan juga menentukan tingkat kehilangan nutrisi. Makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan, makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin nutrisinya. Komposisi beras berdasarkan cara pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.
D. HAMA BERAS (Sitophilus oryzae (L.))
Serangga hama gudang merupakan faktor biologis yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan selama penyimpanan (Ileleji et al., 2007). Serangga hama gudang memiliki ciri spesifik pada tubuhnya diantaranya yaitu, memiliki tiga bagian tubuh: kepala, dada dan perut. Tubuhnya tertutup kulit luar (eksternal skeletons). Kakinya terdiri atas tiga pasang kaki (Syarief dan Halid, 1993).
Siklus hidup serangga melalui beberapa tahapan perubahan bentuk baik secara sempurna maupun tidak sempurna. Proses perubahan bentuk (metamorfosis) sempurna melalui tahapan: telur menetas menjadi ulat (larva) kemudian menjadi kepompong (pupa) dan serangga dewasa (imago). Proses perubahan bentuk (metamorfosis) tidak sempurna terjadi jika telur menetas menyerupai bentuk serangga dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa (kepompong) (Suparjo, 2010).Pada umumnya, serangga hama gudang yang penting tergolong dalam dua ordo yaitu, Coleoptera (kumbang)dan Lepidoptera (ngengat). Salah satu spesies serangga ordo Coleoptera yang banyak menimbulkan kerusakan terhadap hasil pertanian adalah Sitophilus oryzae.
Menurut Rees (2004), biologi hama ini termasuk kingdom Animalia, phylum Arthropoda, Class Insecta, ordo Coleoptera, family Curculionidae, genus Sitophilus, spesies Sitophilus oryzaeLinnaeus.Sitophilus sp., terdiri atas dua jenis spesies yaitu S. oryzae dan S. zeamais yang secara morfologi sangat sulit dibedakan(Gallo et al., 2002). Kedua serangga hama gudang tersebut hanya dapat dibedakan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan alat genetalia serangga jantan dibawah mikroskop. Pada S.zeamais permukaannya agak bergelombang sedangkan pada S. oryzae rata dan licin (Syarief dan Halid, 1993).
Kumbang beras (Gambar 2), Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) merupakan serangga hama gudang yang berasal dari India dan tersebar luas keseluruh dunia dan menyebabkan kerusakan bahan pangan secara kualitatif dan kuantitatif (Lucas dan Riudavets, (2002) dan Park et al., (2003)).
7
Karakteristik fisik Sitophilus sp, dapat dilihat dari mulutnya yang seperti pipa (snout) yang khas sehingga dikenal dengan sebutan kumbang moncong (Borror et al., 1992). Pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi gergaji. Tipe mulut tersebut digunakan untuk menggigit dan mengunyah. Serangga dewasa berwarna coklat tua, dengan tubuh yang langsing dan agak pipih. Serangga ini dilengkapi dengan dua pasang sayap. Sayap depannya keras, tebal dan merupakan penutup sayap belakang. Sayap depan disebut elytra (Rees, 2004). Ketika terbang sayap depan kumbang tidak berfungsi hanya sayap belakang yang digunakan untuk terbang. Sayap belakang berupa selaput dan pada waktu istirahat dilipat dibawah elytra (Ross, 1982). Pada sayap depannya terdapat garis-garis membujur yang jelas. Terdapat empat bercak berwarna kuning agak kemerahan pada sayap bagian depan, dua bercak pada sayap sebelah kiri, dan dua bercak pada sayap sebelah kanan. Sayap tersebut berfungsi sebagai pelindung dorsal abdomen dan digunakan sewaktu-waktu untuk terbang. Bentuk kepala menyerupai pada ujungnya meruncing dan melengkung agak ke bawah. Panjang tubuh serangga dewasa yaitu 2.5-4 mm(Canadian Grain Commission, 2008).
Sitophilus oryzae dikenal sebagai kumbang beras (rice weevil). Serangga hama gudang ini merupakan hama utama (primer) pada beras yang sangat merugikan karena luasnya jangkauan serangan dan beragamnya bahan pangan yang diserang (polifag) (Belmain and Stevenson, 2001). Serangga ini dapat menyebabkan penurunan kecambah biji-bijian, peningkatan bulir patah pada beras sosoh serta penurunan berat biji-bijian (Pranata, 1982). Hama beras ini lebih banyak ditemukan di negara-negara yang beriklim panas atau tropis. Kondisi optimum pertumbuhan hama beras ini yaitu 18-38oC, kadar air biji 13-15% dan kelembaban 60-80% (Rees, 2004). Populasi naik hingga 10 kali lipat pada suhu optimum 25-33oC.
Gambar 3. Siklus hidup Sitophilus sp. (Fleurat-Lessard, 1982)
Serangga S.oryzae mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) dengan stadia yang terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago (Rees, 2004). Siklus hidup S.oryzae(Gambar 3) diawali dengan terlebih dahulu membuat lubang dalam butiran biji beras dengan rostumnya. Lubang tersebut digunakan untuk meletakkan telurnya yang kemudian ditutup dengan cairan pekat saliva gelatinous (Arbogast, 1991). Stadium telur berlangsung sekitar 6 hari pada suhu 25oC (Rees, 2004). Telur berwarna putih bening, berbentuk oval, lunak, dan bentuk ujungnya agak bulat dengan ukuran 0.7 mm x 0.3 mm (Pracaya, 1991). Seekor betina S.oryzae dapat bertelur sampai 25 butir dengan
8
rata-rata 4 butir telur perharinya. Banyaknya telur yang diletakkan tiap ekor betina maksimum 150 butir selama masa hidupnya (Rees, 2004).
Setelah telur menetas menjadi larva, siklus hidupnya masih berada didalam beras dengan merusak dan memakan isi biji beras sehingga meninggalkan kulitnya saja. Larva berwarna putih dan panjang tubuh berkisar 4-5 mm serta mengalami 3-4 instar (ganti kulit). Larva mempunyai tipe mulut menggigit dan tidak mempunyai kaki. Selain itu, larva dapat mengkonsumsi 25% bagian biji dan merupakan tahap stadia penyebab kerusakan terbesar selama penyimpanan biji-bijian. Stadia larva 3-4 minggu (Marbun dan Yuswani, 1991). Dalam kondisi yang ekstrim, larva dapat bertahan dalam kondisi’suspended animation’atau diapus. Aktivitas biologi dikurangi, dan toleransi terhadap suhu dingin ditingkatkan. Suhu matinya hewan ini yaitu 50-60o
Tahap larva instar akhir, biasanya akan membentuk kokon dengan mengeluarkan ekskresi cairan kedinding endosperm agar dindingnya licin dan membentuk tekstur yang kuat (Pracaya, 1991). Stadia ini disebut pupa. Stadia pupa berkisar antara 5-8 hari. Pupa dapat berubah warna tergantung pada umur pupa, dari coklat kemerah-merahan menjadi kehitaman dan bagian kepala berwarna hitam. Panjang pupa biasanya 2.5 mm dan masa pupa berlangsung enam hari (Koehler, 1994).
C(Rees, 2004).
Setelah stadia pupa berakhir, pupa akan menjadi kumbang muda. Namun, kumbang muda ini tidak langsung keluar, dan berada 2-5 hari, sebelum membuat lubang keluar yang relatif besar dengan moncongnya (Tandiabang et al., 2009). Imago (serangga dewasa) dapat hidup cukup lama, tanpa makan selama 36 hari, dengan makan umurnya mencapai 3-5 bulan bahkan 1 tahun (Sitepuet al., 2004). Untuk mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan makanan dengan membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago jantan. Imago jantan memiliki moncong yang pendek, dengan gerakan lebih lambat daripada betina (Bennet, 2003). Imago muda mati pada RH dibawah 13%. Dan telurnya tidak menetas pada RH dibawah 10%. RH optimum pada 14-16%(Rees, 1995).Waktu yang diperlukan dari telur sampai dewasa pada kondisi yang optimum adalah 35 hari pada kondisi optimum dan 110 hari pada kondisi sub optimum (Gwinneret al., 1996).
E. KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMA GUDANG
Kerusakan bahan pangan beras dapat terjadi selama proses pasca panen sejak padi dipanen. Tahapan pasca panen tanaman padi meliputi, proses pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan (penggudangan), standardisasi mutu dan penanganan limbah (UNILA, 2010). Penyebab kerusakan beras selama proses pasca panen padi dapat digolongkan menjadi tiga faktor utama, yaitu faktor fisik (kelembaban, suhu), faktor kimia (kadar air, komposisi kimia dari enzim), faktor fisiologis (respirasi) serta faktor biologis seperti hama tikus, serangga dan kapang (Syarief dan Halid, 1993). Diantara ketiga faktor tersebut, faktor biologislah yang menjadi faktor dominan yang menimbulkan kerusakan beras terutama pada saat penyimpanan (Ileleji et al., 2007). Faktor biologis yang menyebabkan kerusakan diantaranya yaitu, berkembangnya penyakit dan serangga hama gudang selama penyimpanan sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas bahan yang disimpan (Mohale et al., 2010). Contohnya, susut bahan, biji berlubang, penurunan nilai nutrisi, dan lain sebagainya (Gwinner, 1996).Namun, kerusakan yang paling sering ditemui yaitu susut bahan pangan oleh Sitophilus oryzae, bisa mencapai 20% selama empat bulan penyimpanan (Subedi et al., 2009). Pada umumnya, kerusakan susut bahan akibat serangan serangga hama gudang mencapai 5-10% (Morallo-Rejesus, 1984).
9
Tingginya tingkat kerusakan beras pada tahap penyimpanan tersebut, didukung juga oleh kondisi Indonesia yang beriklim tropis. Suhu dan kelembaban yang tinggi, menjadi lingkungan yang mendukung pertumbuhan serangga hama gudang dan jamur yang memakan bahan pangan sehingga menurunkan kuantitas serta kualitas beras yang disimpan. Penurunan mutu kuantitas dan kualitas beras yang disebabkan oleh Sitophilus oryzae diantaranya yaitu, rendemen giling, penampakan bentuk dan ukuran biji, dan sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Purwani, 1991). Pada umumnya, serangga hama gudang yang sering menyerang daerah tropis, yaitu golongan hama Coleoptera (Sunjaya dan Widayanti, 2006).
Serangga hama gudang memakan zat makanan atau nutrisi dari dalam bahan pangan dengan cara merusak dan menggerek dengan cakarnya. Serangga ini tidak hanya merusak bahan pangan secara fisik seperti timbulnya penyusutan bobot bahan, namun juga dapat menurunkan kualitas bahan pangan seperti, menurunkan nilai nutrisi dan keamanan terhadap kesehatan manusia karena serangga tersebut sebagai perantara timbulnya jamur dan mikotoksin (Syarief dan Halid, 1993). Selain itu serangga juga menyebabkan meningkatnya kandungan air dan suhu secara lokal yang dapat mengundang terjadinya kerusakan oleh faktor-faktor lain (Winarno dan Haryadi, 1982).
Setiap spesies serangga hama gudang, mempunyai jenis makananya sendiri. Secara alami kecenderungan serangga hama gudang dalam memilih makanan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jenis dan kerusakan bahan simpan, nilai nutrisi, kadar air, warna dan tingkat kekerasan kulit bahan (Saenong dan Hipi, 2005). Pemilihan serangga terhadap makanannya dipengaruhi juga oleh stimuli zat kimia chemotropisme yang terutama menentukan bau dan rasa, mutu nutrisi dan adaptasi struktur (Sitepu et al., 2004). Faktor yang menentukan derajat kerusakan beras oleh serangga hama gudang dalam masa penyimpanan antara lain oleh pengaruh populasi, kadar air beras, kelembaban, kondisi fisik gudang, suhu, varietas asal beras, serta lama penyimpanan beras (Soekarna, 1982).Kadar air merupakan parameter terpenting dalam penyimpanan biji-bijian. Kadar air biji-bijian yang aman untuk disimpan umumnya sekitar 13.5-14%, sedangkan kadar air yang aman dari gangguan kerusakan adalah 11-12% (Syarief dan Halid, 1993).
Berdasarkan suksesi serangan, serangga hama gudang dibedakan menjadi dua golongan utama yaitu, hama primer dan hama sekunder. Hama primer yaitu hama yang mampu merusak biji-bijian dalam keadaan utuh. Contoh dari hama primer diantaranya yaitu, Sitophilus oryzae Linnaeus, Sitotroga cerelella Oliver dan Sitophilus zeamais Motschulsky. Hama sekunder adalah hama yang mampu menyerang biji-bijian yang telah dirusak oleh hama primer atau bahan yang telah mengalami pengolahan atau penggilingan. Contoh dari hama sekunder diantaranya yaitu, Oryzaephilus surinamensis Linnaeus, Corcyra cephalonica Stainton dan Tribolium castaneum Herbst (Syarief dan Halid, 1993).
Akibat serangan serangga hama gudang diatas, kerusakan bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat ditandai dengan adanya lubang gerek, garukan, webbing, lubang keluar (exit holes), feses dan dust powder, serangga, bahkan bagian tubuh serangga serta kerusakan wadah tempat penyimpan (Rees, 1995). Kerusakan tidak langsung dapat ditandai dengan adanya kenaikan suhu akibat metabolisme serangga yang disebut hot spot. Hot spot merupakan suatu daerah dimana serangga yang menginfeksi bahan pangan dalam jumlah yang sangat besar sehingga mempunyai temperatur dan kadar air yang lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya. Hot spot dapat menyebabkan migrasi air pada penyimpanan bahan pangan sehingga makin mendukung perkembangan dan pertumbuhan serangga (Rashid et al., 2009). Hal tersebut terjadi karena kenaikan suhu yang mencapai 42.2oC sehingga menyebabkan naiknya kadar air, daerah menjadi lembab, lengket, timbulnya kapang, bau apek, dan
10
menurunkan kualitas mutu beras itu sendiri. Selain itu, kerusakan hama dapat menimbulkan kehilangan bobot, komponen pangan(nilai nutrisi), sifat fungsional bahan pangan, mutu, benih, nilai uang, kepercayaan dan kesempatan (Haryadi, 2010). Sitophilus oryzae dapat mengkonsumsi beras sampai 0.49 mg per hari (Shivakoti and Manandhar, 2000). Hilangnya nilai nutrisi dan sifat fungsional dari bahan pangan pun, akan minghilangkan tingkat kepercayaan konsumen dari segi ekonomis. Terlebih lagi, beras merupakan bahan baku utama dalam beberapa pengolahan produk pangan seperti, bihun, craker beras, dll. Jika kualitas dan kuantitas beras yang diperjualbelikan oleh produsen, termasuk kualitas bawah, maka produk yang akan dihasilkan juga akan menurun kualitasnya.
Secara ekonomi, kerugian akibat serangan hama adalah turunnya harga jual komoditas bahan pangan (biji-bijian). Kerugian akibat serangan hama dari segi ekologi atau lingkungan adalah adanya ledakan populasi serangga yang tidak terkontrol (Syarief dan Halid, 1993).