• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Supply Chain Management

Perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan manufaktur untuk dapat menghadapi dan mampu bersaing dengan perusahaan manufaktur lainnya. Bagi perusahaan tidak cukup hanya menyediakan produk yang berkualitas, dengan harga murah dan produksi yang cepat dengan hanya mengandalkan perbaikan internal perusahaan saja. Perusahaan membutuhkan peran dari semua pihak yaitu dari supplier pemasok bahan baku hingga menjadi barang jadi yang sampai ke tangan konsumen sehingga ketiga aspek tersebut dapat terwujud dan terlaksana. Pada tahun 1990 lahirlah sebuah konsep baru dalam menciptakan produk yang cepat mudah dan berkualitas yang dikenal dengan Supply chain Management.

Menurut Pujawan and Mahendrawathi (2010) Supply chain management suatu jaringan yang dimiliki oleh perusahaan yang secara bersama – sama bekerja sehingga dapat membuat produk dan mengirim produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Jaringan ini sendiri yaitu pemasok, pabrik, distributor, retailer.

Menurut Hervani, Helms, & Sarkis (2005) mendefinisikan Supply chain Management adalah pengelolaan produk secara terstruktur dan kompleks. Merupakan aktivitas jaringan yang saling berkaitan satu dengan yang lain dalam mengantarkan produk jadi sampai ke konsumen. Prosesnya meliputi bahan mentah, pembuatan produk, penyimpanan, pemesanan, pendistribusian produk melalui berbagai distributor sehingga sampai ke konsumen.

Menurut Lambert & Cooper (2000) Supply chain Management suatu integrasi yang menghubungkan anatara pihak yang menyediakan produk dengan pemasok asli dan juga hubungan antara layanan dan informasi dari pelanggan dan stakeholder.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Supply Chain Management suatu kegiatan untuk mengelolah bahan mentah menjadi bahan jadi

(2)

ataupun barang siap pakai yang mana barang siap pakai tersebut akan di distribusikan ke konsumnen. Kegiatan tersebut mencakup fungsi pembelian tradisional dan ditambah dengan kegiatan lainnya yang penting ataupun berkaitan bagi hubungan antara pemasok dengan distributor. SCM dapat meliputi pengangkutan barang, pertransferan, pemasok, distributor, utang piutang, sistem pergudangan, pemenuhan pesanan konsumen, dan informasi mengenai ramalan permintaan dan pengendalian persediaan (Barry and Jay 2005).

2.2 Purchasing (Pembelian)

Dalam sebuah perusahaan hal yang harus mendapatkan perhatian lebih besar yaitu rantai pasok kaena dalam rantai pasok tersebut sebagian perusahaan melakukan kegiatan pembelian terutama dalam pemenuhan bahan baku. Dalam pembelian bahan baku perusahaan dapat memakan biaya yang tidak sedikit. Kegiatan pembelian ini memiliki posisi yang sangat tinggi dalam perusahaan karena untuk pemenuhan komponen ataupun bahan baku yang nantinya akan dipakai untuk membuat suatu produk dan merepresentasikan 40% hingga 60% dari penjualan produk jadi (Bello 2003).

Karena hasil pendapatan yang diperoleh perusahan akan sebagian besar digunakan untuk pemenuhan ataupun pembelian bahan baku, maka perlu mengatur strategi pembelian yang efektif agar biaya yang dikeluarkan tidak banyak dan strategi tersebut merupakan sesuatu yang vital.

2.3 Supplier Selection

Fungsi utama dari dilakukannya kegiatan pembelian yaitu pengadaan bahan baku, pemilihan pemasok, dan juga layanan untuk semua jenis bisnis. Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelian ini merupakan fungsi utama dalam bagian manajemen bisnis. Lingkungan operasi saat ini yang sangat kompetitif, tidak memungkinkan sebuah perusahaan dapat memproduksi sebuah produk dengan biaya yang rendah dengan kualitas yang baik tanpa pemasok yang sesuai ataupun memuaskan. Sehingga keputusan yang sangat penting yaitu perusahaan harus menjalin hubungan yang baik ataupun kerjasama yang baik dengan pemasok yang

(3)

kompeten. Oleh sebab itu pemilihan supplier yang sesuai dengan kondisi perusahaan merupakan hal yang harus diperhatikan oleh departemen pembelian.

Tahap awal dalam proses pemilihan supplier yaitu adanya kebutuhan akan supplier dari sebuah perusahaan untuk melakukan pengadaan bahan baku, setelah adanya kebutuhan akan supplier perusahaan harus menentukan kriteria – kriteria yang sesuai dengan perusahaan, melakukan seleksi awal dan membuat shortlist supplier potensial, melakukan pemilihan terhadap supplier tersebut, yang terakhir memonitoring kinerja supplier tersebut dengan cara melakukan evaluasi dan penilaian setiap supplier.

Berikut kriteria yang digunakan dalam melakukan pemilihan supplier dari beberapa literatur:

1. Kriteria pemilihan supplier menurut Nydick, Hill et al. (1992) yaitu sebagai berikut:

a. Quality b. Price c. Service d. Delivery

2. Menurut Surjasa, Astuti et al. (2006) terdapat kriteria dan subkriteria sebagai berikut:

a. Harga

1) Harga dengan kualiatas sebanding

2) Adanya diskon untuk pemesanan jumlah banyak. b. Kualitas

1) Sesuai tidaknya barang dengan spesifikasi yang ditentukan. 2) Bahan baku tidak cacat

3) Kualitas bahan baku yang konsisten c. Ketepatan Pengiriman

1) Ketepatan waktu dalam pengiriman bahan baku. 2) Sistem transportasi yang digunakan

(4)

d. Ketepatan Jumlah

1) Tepat waktu dan jumlah dalam pengiriman 2) Kesesuaian bahan baku

e. Customer Care

1) Mudah dalam dihubungi

2) Memberi informasi yang jelas dan mudah untuk dimengerti 3) Cepat tanggap jika ada permintaan barang

4) Cepat tanggap jika terjadi komplain 2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode sistem pendukung keputusan yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an Nurdiyanto and Meilia (2016). Model system pendukung keputusan (AHP) ini menguraikan dari masalah multi faktor atau multi kriteria yang sangat komplesk menjadi menajadi sutau hirarki.

Menurut Saaty (2001) hirarki merupakan suatu representasi dari sebuah masalah kompleks yang terstruktur multilevel pada level pertama yaitu tujuan, lalu faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya kebawah sampai level terakhir dari alternatif tersebut. Dengan adanya hirarki tersebut, masalah yang kompleks dapat diuraikan sesuai dengan kelompoknya yang nantinya kan berbentuk suatu hirarki sehingga masalah yang ada terlihat lebih struktur dan sistematis. Metode analytical hierarchy process ini digunakan dalam pemecahan masalah kompleks dibandingkan metode lain karena sebagai berikut (Nurdiyanto and Meilia 2016):

a) Terdapat struktur hierarki, sebagaii konsekuesi dari kriteria yangg terpilih, hingga subkriteria yang paling spesifik.

b) Memperhitungkan validitas sampai batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.

c) Memperhitungkan output analisis sensitifitas pengambilan keputusan.

Metode Analitychal Hierarchy Process (AHP) adalah metode pengambilan sistem keputusan yang berbeda dari metode lainnya dan memiliki keunikan tersendiri dari metode ini Nofriansyah, Kom et al. (2015). Yang menjadi keunikan

(5)

dari metode ini yaitu dalam menentukan bobot kriteria, ditentukan menggunkan rumus yang berdasar kepada skala prioritas tingkat kepentingan kriteria. Jadi pembobotan tidak ditentukan diawal Saaty (2001). Tabel tingkat kepentingan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Tingkat Kepentingan

No Nilai

Kepentingan Keterangan

1 1 Sama Penting

2

3 Cukup Penting (1 level lebih penting dibandingkan alternatif lainnya)

3

5 Lebih Penting (2 level lebih penting dibandingkan alternative lainnya)

4

7 Sangat Lebih Penting (3 level lebih penting dibandingkan alternatif lainnya)

5

9 Mutlak Lebih Penting (4 level lebih penting dibandingkan alternatif lainnya atau level tertinggi)

6 2,4,6,8 Nilai tengah dari pertimbangan kriteria

Dalam metode ini terdapat nilai Consistency Ratio. Adapun tabel nilai Random Index dari metode ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.2 Random Index (RI)

No Jumlah n Kriteria RIn

1 2 0 2 3 0,58 3 4 0,90 4 5 1,12 5 6 1,24 6 7 1,32 7 8 1,41 8 9 1,45 9 10 1,49

(6)

Pada metode AHP penyelesain suatu masalahnya dilakukan dengan menyelesaikan matriks bobot kriteria, kemudian alternatifnya. Berikut adalah struktur dari metode Analythical Hierarchy Process (AHP):

Masalah/Goal

Kriteria 1 Kriteria n

Alternatif 2

Alternatif 1 Alternatif n

Gambar 2.1 Metode Analytical Hierarchy Process Sumber: (Nofriansyah, Kom et al. 2015)

Pada dasaranya, prosedur atau langkah – langkah algoritma penyelesaian metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yaitu sebagai berikut (Bahmani, Javalgi et al. 2015) :

1. Yang pertama mendefinisikan kriteria-kriteria dijadikan sebagai tolak ukur penyelesaian masalah dan juga menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria yang didefinisikan.

2. Menentukan prioritas elemen.

a. Langkah pertama adalah membuat matriks perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan masing – masing kriteria berdasarkan tabel nilai kepentingan.

b. Matriks perbandingan berpasangan diisi menggunakan bilangan untuk mempresentasikan kepentingan relative dari suatu kriteria tehadap kriteria lainnya.

3. Melakukan perhitungan nilai matriks normalisasi

(7)

𝑎𝑖𝑗 = 𝑤𝑖 𝑤𝑗 , 𝑖, 𝑗 = 1,2, … , 𝑛 (1) 𝑎𝑖𝑗 = 𝑎𝑖𝑗 max 𝑎𝑖𝑗 (2) 𝑎𝑖𝑗 = ∑ 𝑎𝑖 𝑖𝑗 (3) 𝑊𝑖𝑗 =𝑎𝑖𝑗 𝑛 (4) Dimana: Wij = Nilai Pembobotan

aij = Matriks normalisasi baris

4. Menghitung nilai eigenvector

Adapun perhitungan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai eigenvector λ max =∑ 𝑎𝑖𝑗

n (5)

5. Menghitung nilai consistency index dan consistency ratio CI = (λ max − 𝑛)

(n−1) (6)

CR =𝐶𝐼

RI (7)

Dimana:

λ max = Eigenvector maksimum n = Jumlah matriks

CI = Konsistensi indeks CR = Konsistensi ratio

RI = Random konsistensi indeks 6. Menguji nilai konsistensi

(Saaty 2001) menetapkan nilai CR < 10% untuk standart data konsistensi bisa dan jika CR > 10% maka data tidak konsisten sehingga dilakukan pengambilan ulang data untuk perbandingan berpasangan.

(8)

7. Menyusun ranking prioritas

Rangking prioritas didasarkan pada nilai terbobot (weighted score) tertinggi. 2.5 Taguchi Loss Function (TLF)

Taguchi, Elsayed et al. (1989) mendifinisikan metode Taguchi Loss Function merupakan metode untuk mengukur fungsi kehilangan karena suatu produk yang tidak memenuhi spesifikasi standar perusahaan. Tujuan dari menghitung kerugian ini adalah untuk mengevaluasi secara kuantitatif kehilangan kualitas yang disebabkan oleh banyaknya variasi.

Menurut Sharma and Balan (2013) merupakan nilai dari suatu kerugian yang disebabkan adanya penyimpangan dalam karakteristik kinerja yang mana berkaitan dengan nilai harapan perusahaan. Loss merupakan kerugian yang dapat terjadi saat suatu karakterisitik kualitas fungsional produk menyimpang dari nilai yang ditargetkan, meskipun penyimpangan yang terjadi tersebut kecil (Luce 2014).

Menurut Ordoobadi and Systems (2010) Taguchi loss adalah metode yang digunakan untuk menghitung fungsi kerugian yang ditanggung oleh masyarakat akibat kualitas yang dhasilkan tidak sesuai standart. Kerugian bagi produsen adalah dengan timbuknya biaya kualitas yang tinggi sedangkan kerugian bagi konsumen dengan adanya ketidakpuasan atau kekecawaan pada produk yang dibeli maupun dikonsumsi karena memiliki kualitas yang jelek (Ross 1996).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Taguchi Loss Function adalah suatu metode yang digunakan untuk menghitung ataupun menilai fungsi kerugian dari sebuah produk yang tidak memenuhi spesifikasi perusahaan yang kerugiannya dapat dirasakan oleh customer. Loss Function digunakan untuk mempertimbangkan keinginan konsumen yang ingin mendapatkan produk yang memiliki kualitas baik dan keinginan perusahaan untuk menghasilkan produk dengan biaya rendah. Meminimalkan kerugian yang diperoleh oleh konsumen adalah strategi yang mendorong keseragaman produk dan mengurangi biaya produksi dan konsumsi. Kerugian Taguchi berguna bagi perusahaan untuk mengidentifikasi tidak hanya memo yang ditolak dan diperbaiki tetapi juga kemungkinan pencemaran lingkungan, penggunaan produk yang tidak tahan lama,

(9)

atau efek negatif lainnya. Kerugian bagi perusahaan adalah biaya karena penyimpangan dari nilai target (Taguchi, Elsayed et al. 1989).

Nilai loss akan semakin meningkat ketika karakteristik kualitas semakin melebar jauh dari nilai nominalnya (target). Semakin kecil kerugian, maka produknya semakin diinginkan dan semakin jauh produknya dari nilai sasaran, semakin besar pula kerugiannya (Heizer and Render 2009).

Fungsi kerugian Taguchi diklasifikasikan menjadi tiga jenis fungsi: nominal the best, lower the better dan higher the better. Fungsi yang tepat tergantung pada besarnya variasi dan diperbolehkan di kedua arah dari nilai target. Target ini dapat menjadi pusat dalam batas spesifikasi dua sisi Fungsi kerugian dapat dinyatakan sebagai berikut (Ross 1996):

1. Nominal the Best

Pengertian dari nominal the better sendiri yaitu, suatu upaya agar produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen.

Sumber: (Liao 2010)

a) Loss for an individual part

𝐿 = 𝑘 (𝑦 − 𝑚)2 (8)

b) Average loss part in a distribution (Cin)

𝐿 = 𝑘 [𝑆2+ (𝑦̅ − 𝑚)2] (9)

(10)

2. Smaller the Better

Pengertian dari samller the better itu sendiri yaitu semakin kecil target value yang dicapai, akan semakin baik. Sehingga diharapkan tidak terjadi penyimangan.

Sumber: (Liao 2010)

a) Loss for an individual part

𝐿 = 𝑘 (𝑦2) (10)

b) Average loss part in a distribution (Cin)

𝐿 = 𝑘 [𝑆2+ (𝑦̅2)] (11)

3. Larger the Better

Memiliki Karakteristik kualitas kontinyu dan tidak negative yang memiliki nilai dari 0 sampai sebesar mungkin. Dengan kata lain semakin besar nilai target value yang dicapai, makan akan semakin baik.

Sumber: (Liao 2010)

Gambar 2.3 Smaller the Better Loss Function

(11)

a) Loss for an individual part 𝐿 = 𝑘 (1

𝑦2) (12)

b) Average loss part in a distribution (Cin)

𝐿 = 𝑘 [1 𝑦̅2] [1 + ( 3𝑆2 𝑦̅2)] (13) Dimana: 𝑘 = 𝐴0 △02

L = Loss atau kerugian m = nilai trget

y = nilai yang terukur

𝑦̅ = rata – rata nilai yang terukur

S2 = variansi distribusi

k = konsekuensi biaya

A0 = rata – rata biaya kerugian pada penyimpangan

∆0= toleransi spesifikasi nilai (Magdalena 2012)

2.5.1 Weighted Taguchi Loss

Selanjutnya mencari nilai weightedd taguchii losss yang mana hasil ini merupakan hasil akhir dari penggabungan dua metode AHP dan TLF. Setelah bobot dari masing – masing kriteria setiap supplier diketahui dan juga nilai kerugian dari setiap supplier diketahui, maka selanjutnya nilai kerugian tersebut dikalikan dengan bobot dari AHP sehingga didapatkan hasil kerugian yang lebih detail dari sebelumnya. Supplier yang memiliki nilai kerugian terkecil disebut dengan supplier terbaik. Berikut rumus yang digunakan dalam mencarai weighted taguchi loss:

(12)

𝐿𝑜𝑠𝑠 (𝑁) = ∑𝑛𝑖=1𝑊𝑖𝑁𝐶𝑖𝑁 (14) Dimana:

Loss (N) = Kerugian

Win = Bobot AHP

Cin = Nilai dari Loss Function

N = Supplier 1, Supplier 2, Supllier ke-n (Sadeghian and Karami, 2010)

Persamaan diatas digunakan untuk mengetahui nilai kerugian dari masing – masing supplier, yang diperoleh dari mengalikan bobot AHP (Win) dengan nilai

dari loss function tersebut (Cin). Selanjutnya menjumlahkan setiap kriteria pada

masing – masing supplier sehingga mendapatkan hasil akhir yang nantinya akan di jadikan prosentase untuk dapat mengetahui prosentase mana yang terkecil dari setiap supplier.

Pada tahap weighted taguchi loss merupakan langkah untuk mendapatkan hasil akhir dari penggabungan metode Analytcal Hierarchy Process dan Taguchi Loss Function. Pada metode AHP digunakan untuk mengetahui prioritas atau tingkat kepentingan dari kriteria – kriteria yang digunakan dalam evaluasi supplier. Hasil metode Taguchi Loss Function adalah mengetahui seberapa besar nilai kerugian yang disebabkan atas penyimpangan yang dilakukan oleh masing – masing supplier berdasarkan kriteria – kriteria yang ditetapkan.

Selanjutnya yaitu mengetahui hasil dari nilai kerugian dari setiap supplier dan melakukan evaluasi terhadap supplier yang menimbulkan kerugian terkecil. Untuk mengetahui kerugian terkecil hingga terbesar dari setiap supplier, maka dari itu kerugian dari setiap kriteria harus dijumlahkan sehingga mendapat hasil nilai kerugian terkecil hingga terbesar. Pada proses evaluasi supplier akan mendapatkan hasil yang selama ini kinerjanya mampu atau tidak mampu memenuhi permintaan dari perusahaan tersebut.

Gambar

Tabel 2.1 Tingkat Kepentingan  No  Nilai
Gambar 2.1 Metode Analytical Hierarchy Process  Sumber: (Nofriansyah, Kom et al. 2015)
Gambar 2.2 Nominal the Best Loss Function
Gambar 2.3 Smaller the Better Loss Function

Referensi

Dokumen terkait

Studi Komparasi Efektifitas Metode Sarrus, Ekspansi Kofaktor, dan Reduksi Baris dalam Pencarian Nilai Determinan Matriks Berordo 3X3 (Studi Eksperimen pada

Masyarakat Dayak mempercayai senjata yang baik dan sakti untuk perburuan hewan di hutan adalah senjata yang memiliki ciri-ciri tajam menipis, lancip, kuat tidak mudah patah atau

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1 guru SD, sebaiknya dapat mengembangkan media gambar seri dalam pembelajaran mengarang, sehingga memudahkan siswa dalam

Sedangkan pembahasan yang dipilih peneliti lebih fokus pengenalan hewan peliharaan dengan media buku interaktif yang berjudul “Perancangan Buku Interaktif Pengenalan

Kewenangan artibusi KPK yang dilihat dari Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi bahwa KPK sangat diutamakan menjalankan

V. M.Endang M.Endang Sri Sri Purwadmi Ra Purwadmi Ra hayu hayu.. ODHA Stigma &amp; diskriminasi SOSIAL Proses penerimaan PSIKO Infeksi  oportunistik BIO.. STIGMA . * Suatu

Berdasarkan pertanyaan (Y11) yaitu tentang kinerja keuangan yang dihasilkan merupakan suatu prestasi dalam bekerja, pada variabel kinerja keuangan yang di berikan kepada

Pola istirahat dan tidur yang tetap penting untuk menangani stres. Seseorang yang mengalami stres harus di dorong untuk meluangkan waktunya untuk istirahat dan