Penentuan Sebaran Hiposenter Gempa Vulkanik
Dalam (VTA) Gunung Gede, Jawa Barat
berdasarkan Data Seismogram pada Tahun 2019
Andhika Raymond
1, Muhamad Ragil Setiawan
2, Kristianto
3a Program Studi Fisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung, Indonesia b Program Studi Fisika, Institut Teknologi Sumatera, Lampung, Indonesia c Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi, Bandung, Indonesia
* Corresponding E-mail: [email protected]
Abstract: Mount Gede is a volcano that has type A strato located in West Java, Indonesia. There are 8 seismic stations around Mount Gede, namely Putri Station (PUT), Culamega (CLM), Mekarwangi Station (MWG), Mangkurejo Station (MKR), Kadupugur Station (KDP), Bedogol Station (BDL), Citeko Station (CTK) ), Peak station (PUN). The research carried out was the determination of the hypocenter with deep volcanic-tectonic earthquake data (VTA) from 2019. The method used in determining the hypocenter was the geiger method with Geiger Adaptive Damping (GAD) software. The resulting distribution of the hypocenter cross section from north to south and from west to east, the distribution of the volcanic hypocenter of Mount Gede at a depth of 0 km to 1.7 km above sea level as many as 13 earthquake events and 0 km to 22 km below sea level as many as 78 events earthquake. Furthermore, for the dominant hypocenter around a depth of 0 km to 7 km, there were 66 earthquake events followed by non-dominant earthquakes. The hypocenter distribution that is carried out is predominantly scattered around the top of the crater and the others are scattered around the mountain.
Keywords
: Hypocenter, Volcanic-Tectonic, event, stationAbstrak: Gunung Gede adalah gunungapi yang memiliki tipe strato A yang berada di Jawa Barat, Indonesia. Terdapat 8 stasiun seismik yang berada di sekitar Gunung Gede yaitu stasiun Putri (PUT), Culamega (CLM), stasiun Mekarwangi (MWG), stasiun Mangkurejo (MKR), stasiun Kadupugur (KDP), stasiun Bedogol (BDL), stasiun Citeko (CTK), stasiun Puncak (PUN). Penelitian yang dilakukan adalah penentuan hiposenter dengan data gempa Vulkanik-Tektonik dalam (VTA) dari tahun 2019. Metode yang digunakan dalam penentuan hiposenter adalah metode geiger dengan software Geiger Adaptive Damping (GAD). Distribusi yang dihasilkan dari penampang hiposenter dari utara ke selatan maupun dari barat ke timur, sebaran hiposenter vulkanik Gunung Gede berada pada kedalaman 0 km sampai 1,7 km diatas permukaan laut sebanyak 13 event gempa dan 0 km sampai 22 km dibawah permukaan laut sebanyak 78 event gempa. Selanjutnya untuk hiposenter yang dominan berada di sekitar kedalaman 0 km sampai 7 km sebanyak 66 event gempa disusul dengan gempa yang tidak dominan. Persebaran hiposenter yang dilakukan adalah dominan tersebar didaerah puncak kawah dan yang lainnya tersebar di sekeliling gunung.
Pendahuluan
Negara Indonesia merupakan negara yang dimana memiliki gunungapi yang aktif terbanyak di dunia. Berdasarkan catatan yang berada pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), gunung api aktif di Indonesia terbagi dari tiga kelompok berdasarkan sejarah letusannya, yaitu tipe A (77 buah) merupakan gunungapi yang pernah meletus sejak tahun 1600, tipe B (29 buah) merupakan gunungapi yang diketahui pernah meletus sebelum tahun 1600 dan tipe C (21 buah) adalah lapangan solfatara dan fumarola [1][2][3]. Gunung api terbentuk dari empat busur, yaitu busur tengah benua, terbentuk akibat pemekaran kerak benua; busur tepi benua, terbentuk akibat penunjaman kerak samudera ke kerak benua; busur tengah samudera, terjadi akibat pemekaran kerak samudera; dan busur dasar samudera yang terjadi akibat terobosan magma basa pada penipisan kerak samudera. Indonesia memiliki 127 gunung api aktif yang tersebar di jalur magmatik sepanjang 7 ribu kilometer terdapat 4 juta jiwa yang tinggal di kawasan rawan bencana.
Daerah Penelitian
Gunung Gede merupakan salah satu gunungapi yang memiliki tipe A Strato. Gunung terletak berada pada daerah geografis dari 6°42'52,08" LS dan 106°59'50,52" BT. Gunung ini berada pada desa Ciloto, Kecamatan Cipanas Kecamatan Cianjur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Seluruh aktivitas yang dilakukan Gunung Gede dipantau langsung Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Gunung Gede yang masih berada di desa Ciloto. Dalam pemantauannya pos dibantu oleh beberapa stasiun seismik yang tersebar mengelilingi gunung dan stasiun memiliki fungsi menerima gelombang seismik yang akan terbaca dalam seismometer. Klasifikasi gempa yang terjadi pada Gunung Gede terbagi atas 3 jenis yaitu Gempa Vulkanik Dalam (VTA), Tektonik Jauh dan Tektonik Lokal.
Hiposenter
Sinyal gempa yang telah didapatkan pada Gunung Gede diolah menjadi titik-titik gempa yang biasa disebut dengan hiposenter. Data hiposenter yang dihasilkan berasal dari metode Geiger dan untuk
software yang digunakan adalah Geiger’s Adaptive with Damping (GAD). Hiposenter yang kita temukan
dapat mengetahui aktivitas gunumg api tersebut sebagai upaya mitigasi bencana.
Menurut Nugraha, bantuan dalam penentuan dari hiposenter memiliki data tambahan seperti koordinat stasiun, model kecepatan dan peta kontur dari Gunung Gede dan jaringan seismiknya. Kegunaan jaringan seismik adalah untuk
memback-up data pencatatan ketika satu atau beberapa
stasiun menagalami gangguan [8].
Konsep Metode Geiger
Salah satu metode dalam penentuan titik pusat gempa atau biasa kita sebut dengan hiposenter adalah metode Geiger. Metode ini menggunakan waktu tiba dari gelombang primer dan sekunder yang terdapat pada gelombang seismik. Lapisan datar yang memiliki karakteristik yaitu homogen isotropik dengan itu waktu tiba gelombang gempa dapat dihitung melalui pemantulan maupun pembiasan untuk setiap lapisan. Cara awal dalam menentukan hiposenter adalah menghitung waktu rambat gelombang untuk setiap stasiun seismik. Setelah itu akan ditemukan perbedaan waktu rambat gelombang yang didapatkan setiap stasiunnya atau bisa disebut dengan residunya.
Menurut Susilawati, metode Geiger merupakan metode yang memerlukan informasi waktu terjadinya gempa, picking gelombang P dan S pada gempa yang terjadi, informasi waktu tiba gelombang P dan gelombang S dari minimal 3 stasiun. Metode ini menggangap media bumi tidak lagi diandaikan homogen tetapi terdiri dari perlapisan horizontal, sehingga metode ini memperhitungkan adanya gelombang langsung maupun gelombang refraksi [4]. Software yang digunakan pada metode geiger yaitu GAD (Geiger’s
method with Adaptive Damping) yang umum
digunakan untuk penentuan posisi hiposenter terutama dalam penentuan lokasi hiposenter gempa di daerah gunungapi atau pada daerah yang
mempunyai jarak relatif dekat antara
penerima(receiver) dan sumber gempa [5].
Menurut Madrinovella prinsip yang digunakan dalam Metode Geiger adalah menghitung selisih antara waktu pengamatan dan waktu perhitungan. Persamaan sistem GAD harus diselsaikan dengan metode iterasi untuk menghasilkan residual seminimal mungkin di setiap stasiun. Sehingga persamaannya menjadi [6] sebagai berikut:
res𝑖= 𝑡𝑜𝑏𝑠𝑖 - 𝑡𝑐𝑎𝑙𝑖 (2.1)
dimana:
𝑟𝑒𝑠𝑖 = selisih antara hasil observasi dan hasil kalkulasi pada stasiun ke-i.
𝑡𝑜𝑏𝑠𝑖 = waktu tempuh gelombang seismik pada
stasiun ke-i (xi , yi , zi) dari hiposenter.
𝑡𝑐𝑎𝑙𝑖 = waktu tempuh yang dikalkulasi
berdasarkan model kecepatan bawah permukaan.
Nilai turunan parsial dievaluasi pada koordinat (Xi, Yi, Zi). Nilai turunan ini biasanya digunakan untuk memperoleh hubungan yang linier antara waktu tempuh terhadap perubahan lokasi hiposenter digunakan dengan perhitungan Metode Geiger [7] :
𝑟𝑒𝑠𝑖= ∆𝑡𝑜+ 𝜕𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑥𝑖 ∆𝑋 + 𝜕𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑦𝑖 ∆𝑌 + 𝜕𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑧𝑖 ∆𝑍(2.2)
Selanjutnya, persamaan sebelumnya diubah dalam bentuk persamaan matriks untuk melakukan perhitungan, dapat dilihat pada Persamaan 2.3 berikut : [ 𝜕𝑡1𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑥1 𝜕𝑡1𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑦1 𝜕𝑡1𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑧1 … … … … … … 𝜕𝑡𝑛𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑥𝑛 𝜕𝑡𝑛𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑦𝑛 𝜕𝑡𝑛𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑧𝑛 𝜕𝑡1𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑡…𝑛 … 𝜕𝑡𝑛𝑐𝑎𝑙 𝜕𝑡𝑛] [ ∆𝑋 ∆𝑦 ∆𝑍 ∆𝑇 ] = [ 𝑟𝑒𝑠…𝑖 … 𝑟𝑒𝑠𝑛 ] (2.3) dimana :
𝜕𝑥,𝜕𝑦,𝜕𝑧,𝜕𝑡 = turunan parsial dari waktu tempuh perhitungan terhadap lokasi hiposenter awal
𝑟𝑒𝑠𝑖 = selisih antara hasil pengamatan
dan hasil perhitungan pada stasiun ke-i
n = jumlah stasiun
Dalam metode ini, lapisan bumi diasumsikan tersusun atas beberapa lapisan horizontal dan memiliki fungsi jarak hiposenter gempa. Metode ini berfungsi untuk mengetahui parameter jarak, maka harus diketahui terlebih dahulu parameter kecepatan dan waktu. Parameter kecepatan diketahui dari model kecepatan, sedangkan parameter waktu diperoleh dari hasil picking gempa P dan S. Dengan data-data tersebut, iterasi dilakukan untuk menentukan travel time
residual rms terkecil sehingga didapat data
hiposenter (𝑥0, 𝑦0, 𝑧0).
Penentuan waktu tempuh diperoleh terlebih dahulu dengan melakukan penentuan muka
gelombang dan lintasan perambatan
gelombang (raypath). Pemodelan penentuan muka gelombang dan lintasan perambatan
gelombang hanya dilakukan pada lapisan
medium yang sederhana, sehingga
penentuan waktu tempuh gelombang dengan menggunakan metode shooting. Metode
shooting digunakan pada GAD untuk
menentukan lintasan perambatan gelombang dengan cara mencari sudut atau arah tembak yang tepat sehingga lintasan gelombang berujung tepat pada koordinat stasiun penerima [20].
Metode Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember - Februari 2020, pengolahan data dilakukan di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), yang bertempat di Jalan Diponogoro No.57, Kota Bandung, Jawa Barat dan Laboratorium Fisika Bumi Institut Teknologi Sumatera.
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data hasil rekaman seismogram digital Gunung Gede pada bulan Januari – November 2019 yang diperoleh dari PVMBG, Bandung.
Data tersebut kemudian dilakukan
pengelolahan lebih lanjut yaitu penentuan
arrival time, sebaran hiposenter dan
episenter gempa vulkanik.
Alat dan Bahan
Beberapa alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah
1. SEISAN 8.0
SEISAN 8.0 digunakan untuk membaca gelombang seismik dari setiap stasiun seismik. Software ini dapat membaca data setiap 1 jam, kemudian memberikan informasi waktu tiba gelombang P dan gelombang S.
2. GAD (Geiger’s method with Adapting
Damping)
GAD digunakan dalam menentukan koordinat hiposenter. Data yang diperlukan untuk menentukan koordinat hiposenter tersebut yaitu data stasiun, kecepatan, dan waktu tiba .
3. Global Mapper
Global Mapper digunakan untuk mencari nilai
koordinat elevasi dari lokasi. 4. Origin
Origin digunakan untuk memplot kontur dari data koordinat dan elevasi yang sudah didapat di Global Mapper, serta dapat digunakan untuk membuat penampang Utara – Selatan, Barat – Timur dan mengetahui persebaran kedalaman titik hiposenter gempa vulkanik.
5. Alat Pendukung lainnya
Alat pendukung yang lainnya adalah tempat berkas dibuka dan diubah sesuai format seperti Microsoft Word, Microsoft Excel, dan
Notepad.
Prosedur Penelitian
Adapun tahapan pada penelitian ini dimulai dengan persiapan dan pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data. Diagram alir memiliki beberapa tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Gunung Gede merupakan gunungapi yang diamati aktivitas vulkaniknya melalui satu pos, yaitu Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Gunung Gede. Fungsi utama dari PGA adalah mengamati aktivitas dari gunungapi tersebut melalui alat yang biasa disebut dengan seismogram dengan hasil keluaran berupa seismik. Data gempa yang akan dianalisis yaitu gempa Vulkanik Dalam (VTA) dengan jumlah adalah 135 data gempa.
Tabel 1. Klasifikasi Gempa pada Tahun 2019
Data gempa yang didapatkan akan diseleksi menjadi data yang bisa dianalisis dan yang tidak dapat dianalisis. Untuk data yang dapat dianalisis yaitu data yang terekam lebih dari 3 stasiun seismik dan ketika diolah ke aplikasi GAD memiliki proable
error kurang dari 0,2 dan sisanya adalah
data yang tidak dapat dianalisis karena tidak dapat memenuhi kriteria tertentu.
4.2 Kontur Gunung Gede
Gunung Gede memiliki stasiun seismik sejumlah 8 stasiun (Tabel 3.1) dan sebaran stasiunnya sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Data Kontur 2-D Gunung Gede
Kontur pada Tabel .1 merupakan gambaran dataran yang berada pada Gunung Gede dan sekitarnya. Terdapat 8 stasiun seismik yang mengelilingi dari Gunung Gede tersebut yaitu terdapat di sebelah Timur Laut puncak yaitu stasiun Putri (PUT), di sebelah Timur terdapat stasiun Culamega (CLM), di sebelah Tenggara terdapat stasiun Mekarwangi (MWG), di sebelah Selatan terdapat stasiun Mangkurejo (MKR), di sebelah Barat Daya terdapat stasiun Kadupugur (KDP), di sebelah Barat terdapat stasiun Bedogol (BDL), di sebelah
No Waktu Terjadi
Gempa
Vulkanik dalam (VTA) Tahun 2019
1 Dapat dianalisis 91
2 Tidak dapat dianalisis 44
Barat Laut terdapat stasiun Citeko (CTK), dan yang terakhir berada didekat puncak gunung terdapat stasiun Puncak (PUN).
4.3 Sebaran Hiposenter Gunung Gede
Perhitungan hiposenter yang dilakukan menggunakan data gelombang seismik yang berasal dari 8 stasiun yang dimiliki oleh Gunung Gede. Gelombang seismik yang diterima kemudian melakukan picking pada waktu tiba gelombang P ( 𝑣𝑝) dan
waktu tiba gelombang S ( 𝑣𝑠 ) setelah
ditemukan waktu dari masing masing stasiun, hasil picking kemudian diolah menggunakan software GAD. Jika GAD telah selesai mengolah data. Data yang dapat digunakan adalah data yang memiliki
proable error dibawah 0,2. Jika sudah
memenuhi syarat tersebut selanjutnya bisa mengambil data koordinat yang berada pada aplikasi GAD tersebut. Total event yang kami dapat analisa yaitu sebanyak 91
event gempa Vulkanik Dalam (VTA) pada
Tahun 2019. Berikut hasil pengolahan data yang ada pada Gambar 4.
(a)
(b)
Gambar 4. Hasil layout penampang hiposenter
(a) dari barat ke timur, (b) utara ke selatan Hasil dari penampang pada Gambar 4 menunjukkan sebaran hiposenter dari gempa vulkanik dalam (VTA) pada tahun 2019 berada dibawah puncak gunung dengan variasi kedalaman. Hiposenter didapatkan dari perpotongan gelombang yang diambil dari beberapa stasiun yang dimana titik temu perpotongannya bisa di indikasikan sebagai hiposenter. Jika dilihat dari penampang hiposenter dari utara ke selatan maupun dari barat ke timur, sebaran hiposenter vulkanik Gunung Gede berada pada kedalaman 0 km sampai 1,7 km diatas permukaan laut sebanyak 13
event gempa dan 0 km sampai 22 km
dibawah permukaan laut sebanyak 78
event gempa. Selanjutnya untuk hiposenter
yang dominan berada di sekitar kedalaman 0 km sampai 7 km sebanyak 66 event gempa disusul dengan gempa yang tidak dominan.
Gambar 5. Kontur Episenter 2-D Gunung Gede
Dari gambar 5 memperlihatkan titik titik gempa atau bisa kita sebut dengan episenter tidak akan jauh dari stasiun seismik. Karena titik gempa yang jauh dari stsiun seismik tidak akan diterima penjalaran gelombangnya oleh stasiun seismik itu sendiri. Syara penjalaran gelombang yang dapat diterima oleh 3 stasiun itu baru data gempa yang bisa diolah oleh GAD dan bisa dianalisa untuk penetuan hiposenter. Episenter adalah titik gempa yang dapat dilihat dari permukaan bumi saja tanpa melihat kedalamannya.
Data persebaran pada Gambar 5
berdistribusinya episenter berada didaerah stasiun puncak (PUN) yang letaknya di puncak Gunung Gede.
Gambar 6. Kontur 3-D dengan sebaran hiposenter
Hiposenter merupakan titik gempa yang bisa kita lihat secara tiga dimensi yang dimana terdapat garis lintang (longitude), garis bujur (latitude), dan kedalaman
(depth) sehingga bisa melihat lebih jelas
letak hiposenter secara mudah. Pada Gambar 6 arah sebarannya lebih dominan di daerah kawah puncak dan lainnya mengelilingi gunung
4.4 Interpretasi Data dan Hiposenter
Sebaran hiposenter yang telah didapatkan berasal dari data gempa (lampiran A) yang penulis ambil dari Pos Pengamatan Gunungapi Gede dengan rekomendasi dari PVMBG. Data gempa yang diolah adalah data seismogram digital yang datanya di simpan dalam kurung waktu 1 tahun yaitu pada Tahun 2019 dari Bulan Januari - November.
Data gempa yang telah di seleksi pada Tabel 1 terdapat 91 kejadian yang dapat dianalisa dan 44 kejadian yang tidak dapat dianalisa. Karena dari data gempa tidak terekam lebih dari 3 stasiun alasannya karena itu merupakan ketentuan dari aplikasi GAD. Aplikasi GAD merupakan hasil dari pengaplikasian dari metode geiger dalam bentuk program. Kelebihan dari metode ini adalah lebih akurat dari metode lainnya yang biasa digunakan dalam penentuan sebaran hiposenter ini. Stasiun Puncak (PUN) merupakan stasiun yang memiliki hasil rekaman seismik yang terbaik. Karena letak stasiun ini tepat berada di puncak Gunung Gede dekat dengan Kawah Ratu.
Nugraha (2017) melakukan penelitian juga untuk Gunung Gede menggunakan data gempa pada periode Januari – November 2015 dengan hasil yang diperoleh adalah 2 tipe gempa terdapat gempa dangkal (VT-A) dan gempa dalam (VT-B). Data gempa yang dimiliki adalah sebanyak 514 kejadian gempa dan diseleksi menjadi 100 kejadian gempa yang dapat direkam melewati 3 stasiun dengan alasan agar dapat diolah di aplikasi GAD dapat dilihat pada Gambar 7 (kiri) [8].
Gambar 7. Perbandingan sebaran hiposenter
pada Tahun 2015 oleh Nugraha (kiri) dan Tahun 2019 oleh Penulis (kanan).
Gambar 8. Penampang lintang persebaran
hiposenter Gunung Gede pada Tahun 2015 oleh Nugraha 2017 (kiri) dan penelitian penulis pada
Gambar 9. Penampang bujur persebaran
hiposenter Gunung Gede pada Tahun 2015 oleh Nugraha 2017 (kiri) dan penelitian penulis pada
tahun 2019 (kanan).
Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha dengan menggunakan data gempa pada Tahun 2015 dan penulis dengan mengunakan data gempa pada Tahun 2019 memiliki perbedaan rentang waktu 4 tahun. Pada Gambar 8 dan Gambar 9 terlihat pergerakan hiposenternya pada Tahun 2015 persebarannya lebih dominan di utara
gunung dan pada Tahun 2019
persebarannya lebih dominan di selatan gunung. Pergerakan ini diamsumsikan dikarenakan adanya pergerakan magma di bawah permukaan bumi.
Gambar 10 Persebaran Hiposenter berdasarkan
Kluster [8].
Hasil penelitian yang telah di lakukan oleh Nugraha membuktikan bahwa persebaran hiposenter yang dilakukan adalah dominan tersebar di daerah puncak kawah dan yang lainnya tersebar di sekeliling gunung hampir sama dengan penelituan ini. Bedanya dari persebaran hiposentrum lalu dari persebarannya dibagi ke beberapa kluster sesuai dengan tujuan penelitiannya. Pada distribusi hiposenter kluster I menunjukkan gempa VTA dan VTB yang berasal sumber di gunung. Hiposenter yang dihasilkan di dominan dengan gempa
non-swarm atau gempa VTA (warna merah)
pada Gambar 10. kluster II, III, dan IV dominan dengan gempa swarm atau VTB (warna biru).
Aplikasi dalam melihat sinyal gelombang seismik pada penelitian ini dengan penelitian Nugraha berbeda. Nugraha dalam penelitiannya menggunakan Aplikasi Swarm, kelebihan dari aplikasi ini dapat melihat frekuensi dominan dan hasil spektogram dalam sekali panggilan dan kelemahan dari aplikasi ini adalah terlihat sukar dalam melakukan picking gelombang-P dan gelombang-S. Sebaliknya penelitian yang penulis lakukan menggunakan aplikasi Seisan dengan kelebihan sangat
mudah dalam melakukan picking
gelombang dan kelemahannya adalah sangat susah untuk menemukan frekuensi dominan dan spektogram dalam suatu gelombang.
Kesimpulan
Gunung Gede yang kita lihat tidak aktif merupakan gunung yang memiliki aktivitas vulkanik yang dapat dilihat. Klasifikasi gempa berupa VTA pada Gunung Gede berdasarkan data gempa memiliki 135
event gempa yaitu 61 % dapat dan dianalisa
(91 event gempa) dan 39 % data tidak sesuai dengan ketentuan hiposenter (44
event gempa) dapat dilihat pada tabel 4.1.
Gempa di Gunung Gede lebih dominan ke gempa VTA disusul dengan gempa tektonik jauh dan tektonik lokal. Gempa Vulkanik dalam ini memiliki sebaran hiposenter dengan rentang 0 km sampai 22 km di bawah permukaan laut dan 0 km sampai 1,7 km di atas permukaan laut (mendekati kawah puncak Gunung Gede). Pada Gambar 6 pergerakan untuk sebarannya lebih dominan di daerah kawah puncak dan lainnya tersebar di sekeliling gunung.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan doa serta dukungan kepada penulis. Terimakasih kepada Bapak Ragil Setiawan S.Pd., M.Sc dan Bapak Ir. Kristianto, M.Si. yang selalu membimbing dan mengarahkan, memberi saran penulis untuk menyelesaikan penelitian ini dan terimakasih kepada teman tema semua yang telah membantu atas kesuksesan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bemmelen, R.W. van, 1949. The
geology of Indonesia. Martinus Nijhoff, The Hague, Netherland, 1, 732
h.
[2] Van Padang, N., 1951. Catalogue of
volcanic activity and solfatara fi elds.
[3] Kusumadinata, K., 1979. Data Dasar
Gunung api Indonesia. Dit. Vulk.,
Banndung.
[4] Susilawati. 2008. Penerapan
Penjalaran Gelombang Seismik Gempa Pada Penelaahan Struktur Bagian Dalam Bumi. Universitas Sumatera
Utara e-Repository.
[5] Nishi, K., 2005. Hypocenter Calculation
Software GAD (Geiger’s method with Adaptive Damping). Silver Expert JICA
Indonesia version 1.
[6] Madrinovella, I. 2013. Studi Penentuan
dan Relokasi Hiposenter Gempa Mikro di Sekitar Cekungan Bandung. Jurnal
Geofisikan. Vol. 13, No.2..
[7] Geiger, L. 1910. Herdbestimmung bei Erdbeben aus den Ankunftszeiten.
Nachrichten von der Königlichen Gesellschaft der Wissenschaften zu Göttingen.
MathematischPhysikalische Klasse, hal. 331-349.
[8] Nugraha, A. K, dkk. 2017. Hypocenter
Determination and Clustering of Volcano tectonic Earthquakes in Gede Volcano 2015. Jurnal Neutrino:Jurnal
Fisika dan Aplikasinya, Vol. 9, No. 2, April 2017 (p.44-51)