• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKOLOGI.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKOLOGI.pdf"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

umbuhan dalam mempertahankan hidupnya memerlukan komponen lain yang terdapat di lingkungannya. Udara, air dan cahaya matahari meupakan berberapa contoh komponen lain yang diperlukan tumbuhan untuk melangsungkan hidupnya. Tumbuhan berfungsi sebagai produsen yang menyediakan makanan bagi hewan dan manusia. Tumbuhan juga menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis yang sangat penting bagi kehidupan hewan dan manusia. Sebaliknya, gas karbon dioksida yang dihasilkan dari pernapasan manusia dan hewan digunakan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Proses fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan, selain memenfaatkan gas karbon dioksida, juga memerlukan energi dari radiasi matahari, memerlukan air dan zat-zat hara dalam tanah. Bahan-bahan tersebut diperlukan tumbuhan untuk proses tumbuh, berkembang dan regenerasi. Hubungan ketergantungan antara satu komponen dengan komponen lainnya membentuk suatu rantai interaksi hubungan timbal balik yang mengawali penggunaan istilah ekologi.

T

BAB

(2)

1.1. Sejarah Perkembangan Ekologi

Penelusuran awal kajian ekologi sangatlah sulit. Jika ditinjau dari segi proses alam, sesungguhnya ekologi telah dikenal oleh manusia sejak lama. Ilmu ekologi mempunyai perkembangan yang bertahap sepanjang sejarah. Tulisan-tulisan Hiprocrates, Aristoteles dan ahli-ahli filsafat lainnya darimasa Yunani mengandung bahan-bahan yang jelas memiliki sifat ekologi. Walaupun demikian, bahasa Yunani secara harfiah tidak mempunyai kata untuk itu. Kata “ekologi” merupakan ciptaan kata baru yang pertama-tama diusulkan oleh ahli Biologi berkebangsaan Jerman bernama Ernest Haeckel pada tahun 1869. Sebelum itu, banyak ahli yang hidup pada abad ke delapan belas dan kesembilan belas telah menyumbang gagasan tentang kajian ekologi meskipun etiket “ekologi” tidak digunakan. Sebagai contoh, Anton van Leeuwenhoek yang lebih dikenal sebagai ahli mikroskop juga mempelopori pengkajian “rantai-rantai makanan” dan “pengaturan populasi” yang merupakan dua bidang penting dari ekologi modern. Meskipun demikian, yang dianggap sebagai pemula dan mengarah pada kajian yang bersifat modern adalah para ahli geografi tumbuhan seperti Humboldt, de Condolle, Engler, Gray dan Kerner. Dasar-dasar dalam geografi tumbuhan ini merupakan pangkal dan kemudian

(3)

berkembang menjadi kajian komunitas tumbuhan atau ekologi komunitas.

Kajian ekologi komunitas ini kemudian berkembang ke dalam dua kutub yaitu:

1). Eropa

Dipelopori oleh Braun-Blanquet (1932) yang kemudian dikembangkan oleh para ahli lainnya. Mereka tertarik dengan komposisi, struktur, dan distribusi dari komunitas.

2). Amerika

Dipelopori oleh para pakar ekologi tumbuhan seperti Cowles (1899): Clements (1916) dan Gleason (1926) yang mempelajari perkembangan dan dinamika komunitas tumbuhan.

Ekologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ekologi terjadi secara bertahap sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Berikut tahapan perkembangan ilmu ekologi.

1. Petrus de Crescetius (1305) menulis suatu karangan mengenai adanya sifat persaingan hidup dalam tumbuhan

2. King (1685) merupakan orang pertama yang menguraikan tentang konsep suksesi dalam komunitas tumbuhan.

(4)

3. Leibig (1840) mengkaji pengaruh lingkungan nonbiotik terhadap organisme.

4. Ernest Haeckel (1869) memunculkan istilah “ekologi” yang berasal dari bahasa Yunani (“oikos” yang berarti rumah atau tempat tinggal atau tempat hidup atau habitat, dan “logos” yang berarti ilmu, telaah, studi atau kajian. Ernest Haeckel mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau ilmu tentang tempat tinggal makhluk hidup. 5. Warming (1891) mulai pula menguraikan tentang

proses suksesi tumbuhan yang terjadi di bukit pasir sepanjang pantai Denmark.

6. Cowles (1899), terpengaruh oleh karya Warming mengadakan kajian dan menulis tentang suksesi tumbuhan di bukit sepanjang pesisir danau Michigan, bahkan menguraikan pula peranan iklim, fisiografi dan biota lainnya dalam suksesi ini.

7. Clements (1916) sudah menulis buku teks ekologi yang menerangkan tentang metoda pengukuran dan pemasangan kuadrat dalam kajian ekologi lapangan. 8. Gleason (1926) mempelajari perkembangan dan

dinamika komunitas tumbuhan

9. Braun-Blanquet (1932) mengkaji tentang komposisi, struktur, dan distribusi dari komunitas

(5)

10. Gause (1935) menemukan interaksi antara hewan pemangsa dengan hewan mangsanya dan hubungan kompetitif di antara spesies

11. Birge dan Juday (1940-an) menguraikan budget energi dari suatu danau dan mengeluarkan konsep-konsep ekologi mengenai dinamika tingkat trofik 12. Dice (1943) mengungkapkan hubungan timbal balik

antara tumbuhan dengan hewan

13. Lack (1954) menemukan dasar-dasar yang luas untuk kajian regulasi populasi

14. Ovington (1957) melakukan kajian awal mengenai siklus materi atau nutrisi

15. Wynne dan Edwards (1960) mengkaji tentang peranan tingkah laku sosial dalam regulasi populasi 16. Robert. H. Wittaker (1970-an) telah mengembangkan

sinekologi

17. Josias Braunn-Blanquet (1980) yang mengembangkan metode sampling komunitas

1.2. Perkembangan Ekologi Tumbuhan

Ekologi berkembang melalui dua jalur, jalur hewan dan jalur tumbuhan. Para ahli ekologi tumbuhan memusatkan perhatiannya pada hubungan antara tumbuhan dengan lingkungannya. Kajian ekologi tumbuhan pula bukan hal yang baru, pada tahun 1305

(6)

Petrus de Crescetius telah menulis sebuah karangan mengenai adanya sifat persaingan hidup dalam tumbuhan. Warming (1891) mulai menguraikan tentang proses suksesi tumbuhan yang terjadi di bukit pasir sepanjang pantai Denmark. Pada saat itu, ekologi tumbuhan telah diakui sebagai disiplin ilmu baru. Beberapa pakar ekologi tumbuhan yang patut dicatat sebagai pelopor dalam mengembangkan kajian ini antara lain:

1. Clements sejak tahun 1905 menulis buku teks ekologi yang menerangkan tentang metoda pengukuran dan pemasangan kuadrat dalam kajian ekologi lapangan. 2. Cowles terpengaruh oleh karya Warming mengadakan

kajian dan menulis tentang suksesi tumbuhan di bukit sepanjang pesisir danau Michigan, bahkan menguraikan pula peranan iklim, fisiografi dan biota lainnya dalam suksesi ini. Seri bukunya telah dimulai sejak 1899.

3. Tansley menyumbangkan karya ilmiah klasiknya yang tidak tertandingi sampai sekarang yaitu buku yang berjudul ”The British Isles and Their

(7)

1.3. Tingkat Integrasi dan Pendekatan Ekologi Tumbuhan Ekologi tumbuhan merupakan kajian yang berusaha menerangkan rahasia kehidupan pada tahapan individu, populasi dan komunitas. Ketiga tingkat utama ini membentuk sistem ekologi yang dikaji dalam ekologi tumbuhan ini. Masing-masing tingkatan adalah bersifat nyata, tidak bersifat hipotetik seperti spesies, jadi dapat diukur dan diobservasi struktur dan operasionalnya. Individu dan populasi tidak terpisah-pisah, mereka membentuk asosiasi dan terorganisasi dalam pemanfaatan energi dan materi membentuk suatu masyarakat atau komunitas dan berintegrasi dengan faktor lingkungan di sekitarnya membentuk ekosistem.

Berdasarkan tingkat integrasinya maka secara ilmu, kajian ekologi tumbuhan dapat dibagi dalam dua pendekatan, yaitu autekologi dan sinekologi

a. Autekologi

Autekologi merupakan bagian ekologi yang mempelajari suatu jenis organisme secara individu yang berinteraksi dengan lingkungannya. Misalnya, pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan jenis Shorea belangeran atau pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan bibit durian kura (Durio testudinarum).

(8)

b. Sinekologi

Sinekologi merupakan bagian ekologi yang mempelajari berbagai kelompok organisme sebagai satu kesatuan yang saling berinteraksi antar sesamanya dan dengan lingkungannya dalam suatu daerah. Misalnya mempelajari struktur dan komposisi masyarakat tumbuhan di hutan rawa, di hutan rawa gambut atau di hutan mangrove.

1.4. Hubungan Ekologi Tumbuhan dengan Ilmu Lain

Ekologi tumbuhan dipelajari dengan tujuan untuk mengarahkan atau memelihara keseimbangan ekosistem agar dapat dijadikan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan manusia sepanjang masa. Ekosistem terbentuk sebagai hasil interaksi antara komponen hayati (biotik) dan komponen non hayati (abiotik) sehingga pengetahuan terhadap peran dan fungsi masing-masing komponen penting untuk diketahui.

Pengetahuan tentang berbagai komponen ekosistem memerlukan keterkaitan dari berbagai disiplin ilmu. Ekologi tumbuhan sebagai salah satu bidang ilmu tidak dapat berdiri sendiri untuk mengkaji komponen ekosistem, sehingga diperlukan ilmu lain seperti taksonomi tumbuhan, geologi, geomorfologi, ilmu tanah, klimatologi, genetika, geografi tumbuhan, fisiologi tumbuhan dan biokimia. Hubungan antara ekologi

(9)

tumbuhan dengan ilmu lain ditunjukkan oleh Gambar 1. berikut.

Gambar 1. Hubungan Ekologi Tumbuhan dengan ilmu lain EKOLOGI TUMBUHAN TAKSONOMI TUMBUHAN GEOGRAFI TUMBUHAN GEOLOGI GEOMORFOLOGI GENETIKA KLIMATOLOGI ILMU TANAH BIOKIMIA FISIOLOGI

(10)

etiap faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan dari suatu organisme dalam proses perkembangannya disebut faktor lingkungan. Tumbuhan dan hewan dalam ekosistem merupakan bagian hidup atau komponen biotik, komponen ini akan menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan tertentu, dalam hal ini tidak ada organisme hidup yang mampu untuk berdiri sendiri tanpa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang ada, dan harus ada kondisi lingkungan tertentu yang berperan terhadapnya dan menentukan kondisi kehidupannya. Lingkungan mempunyai tiga dimensi ruang dan berkembang sesuai dengan waktu. Ini berarti bahwa lingkungan adalah tidak mungkin seragam baik dalam arti ruang maupun waktu. Pada dasarnya faktor lingkungan alami ini selalu memperlihatkan perbedaan atau perubahan baik secara vertikal maupun horizontal dan jika dikaitkan dengan waktu, maka akan bervariasi baik secara harian, bulanan, tahunan, dan musiman. Dengan demikian, waktu dan ruang lebih tepat dikatakan sebagai dimensi dari lingkungan bukan merupakan faktor atau komponen lingkungan.

S

BAB

II

TUMBUHAN DAN

FAKTOR LINGKUNGAN

(11)

2.1. Komponen Lingkungan

Lingkungan terbentuk sebagai hasil interaksi antara berbagai faktor lingkungan tidak hanya antara faktor-faktor biotik dan abiotik, tetapi juga antara biotik dengan biotik dan juga antara abiotik dengan abiotik. Dengan demikian, secara operasional sangat sulit untuk memisahkan satu faktor terhadap faktor-faktor lainnya tanpa mempengaruhi kondisi keseluruhannya. Meskipun demikian, untuk memahami struktur dan berfungsinya faktor lingkungan ini, secara abstrak kita bisa membagi faktor-faktor lingkungan ini ke dalam komponen-komponennya. Berbagai cara dilakukan oleh para pakar ekologi dalam pembagian komponen lingkungan. Salah satu hasil pembagiannya seperti di bawah ini.

a) Faktor iklim yang meliputi parameter iklim utama seperti cahaya, suhu, ketersediaan air, dan angin. b) Faktor tanah yang meiputi nutrisi tanah, reaksi

tanah, kadar air tanah, dan kondisi fisika tanah. c) Faktor topografi yang meliputi sudut kemiringan

lahan, aspek kemiringan lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut.

d) Faktor biotik merupakan gambaran dari semua interaksi dari organisme hidup seperti kompetesi, penutupan dan lain-lain.

(12)

2.2. Hubungan Antar Faktor Lingkungan

Telah dipahami bahwa dalam kajian ekosistem adalah sangat penting untuk menganalisis bagaimana faktor-faktor lingkungan beroperasi atau berfungsi. Dalam kenyataannya telah dipahami bahwa faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu sama lainnya sehingga sangat sulit untuk memisahkan pengaruh hanya dari satu faktor lingkungannya. Meskipun demikian, karakteristik mendasar dari ekosistem akan ditentukan atau diatur oleh komponen abiotiknya. Pengaruh dari variabel abiotik ini akan dimodifikasi oleh tumbuhan dan hewan, misalnya terciptanya perlindungan oleh pohon meskipun sifatnya terbatas. Faktor-faktor abiotik merupakan penentu secara mendasar terhadap ekosistem, sedangkan kontrol faktor biotik setidaknya tetap menjadi penting dalam mempengaruhi penyebaran dan fungsi individu dari jenis makhluk hidup. Organisme hidup bereaksi terhadap variasi lingkungan sehingga hubungan interaksi tersebut akan membentuk komunitas dan ekosistem tertentu, baik berdasarkan ruang maupun waktu. Agar dapat mengenal bagaimana faktor lingkungan dapat berfungsi, maka terlebih dahulu akan dikaji hukum – hukum atau asas faktor lingkungan.

(13)

2.3. Hukum Minimum dari Liebig

Justus von Liebig seorang pakar kimia dari Jerman pada tahun 1840 memprakarsai suatu kajian tentang pengaruh berbagai faktor terhadap pertumbuhan tanaman. Dia berpendapat bahwa hasil dari suatu panen tanaman sering dibatasi oleh nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang banyak seperti karbon dan air. Dia menemukan bahwa kekurangan fosfor seringkali merupakan faktor yang membatasi pertumbuhan tanaman tersebut. Penemuan ini membawa pada pemikiran bahwa ada faktor penentu yang mungkin membatasi produktivitas tanaman. Pemikirannya pada saat itu kemudian dikembangkannya menjadi hukum yang terkenal dengan “hukum minimum” yang menyatakan pertumbuhan dari tanaman tergantung pada sejumlah bahan makanan yang berada dalam kuantitas terbatas atau sedikit sekali.

Hukum minimum hanya berperan dengan baik untuk materi kimia yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Liebig tidak mempertimbangkan peranan faktor lainnya. Hasil pemikiran para ahli menunjukkan bahwa harus ada penambahan dua asas kepada konsep hukum minimum agar dapat digunakan di masa depan. Kedua asas tersebut antara lain:

(14)

1) Hukum ini berlaku hanya dalam kondisi keseimbangan yang dinamis atau steady state. Apabila masukan dan keluaran energi dan materi dari ekosistem tidak berada dalam keseimbangan, jumlah berbagai substansi yang diperlukan akan berubah terus dan hukum minimum tidak berlaku. 2) Hukum minimum harus memperhatikan juga

interaksi diantara faktor-faktor lingkungan. Konsentrasi yang tinggi atau ketersediaan yang melimpah dari sesuatu substansi mungkin akan mempengaruhi laju pemakaian dari substansi lain dalam jumlah yang minimum.

2.4. Hukum Toleransi dari Shelford

Salah satu perkembangan yang paling berarti dalam kajian faktor lingkungan terjadi pada tahun 1913 ketika Victor Shelford mengemukakan hukum toleransi. Hukum ini mengungkapkan pentingnya toleransi dalam menerangkan distribusi dari jenis. Hukum toleransi menyatakan bahwa untuk setiap faktor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan termasuk suatu kondisi optimum.

(15)

Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dan akan berbeda untuk setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yang berbeda untuk satu jenis organisme terhadap faktor-faktor lingkungan yang berbeda. Misalnya jenis A mungkin mempunyai batas kisaran yang lebih luas terhadap suhu tetapi mempunyai kisaran yang sempat terhadap kondisi tanah.

Gambar 2.1. Kurva kisaran toleransi organisme

Untuk memberikan gambaran umum terhadap kisaran toleransinya ini, biasanya dipakai awalan steno untuk kisaran toleransi yang sempit, awalan euri untuk kisaran toleransi yang luas (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Gambaran umum kisaran toleransi

Toeransi Sempit Toleransi Luas Faktor Lingkungan

Stenotermal euritermal Suhu

Stenohidrik eurihidrik Air

Stenohalin eurihalin Salinitas

(16)

Stenoedafik euriedafik Tanah

Stenoesius euriesius Seleksi habitat

Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis dengan kisaran toleransi yang luas untuk berbagai faktor lingkungan akan menyebar secara luas. Ia juga menambahkan bahwa dalam fase reproduksi dari daur hidupnya faktor-faktor lingkungan lebih membatasi. Sebagai contoh biji, telur dan embrio mempunyai kisaran yang sempit jika dibandingkan dengan fase dewasanya. Hasil Shelford telah memberikan dorongan dalam kajian berbagai ekologi toleransi. Berbagai percobaan dilakukan di laboratorium untuk mendapatkan atau menentukan kisaran toleransi dari individu sesuatu jenis makhluk hidup terhadap berbagai faktor lingkungan. Hasilnya sangat berguna untuk aspek-aspek terapan, seperti menentukan toleransi jenis terhadap pencemaran air yang sedikit banyak akan memberikan gambaran dalam hal penyebaran tersebut. Shelford sendiri memberikan penjelasan dalam hukumnya bahwa reaksi suatu organisme terhadap faktor lingkungan tertentu mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi lingkungan lainnya, misalnya apabila nitrat dalam tanah terbatas jumlahnya maka resistensi rumput terhadap kekeringan akan menurun. Dengan demikian ia juga sudah memberikan gambaran bahwa adanya kemungkinan yang tidak menyeluruh hasil penelitian di laboratorium

(17)

(kondisi buatan) yang memperlihatkan hubungan antara satu faktor lingkungan dengan organsime hidup.

Shelford juga melihat kenyataan bahwa sering organisme hidup, tetumbuhan dan hewan-hewan, hidup berada pada kondisi yang tidak optimal. Mereka berada dalam kondisi yang tidak optimal ini akibat kompetisi dengan yang lainnya, sehingga berada pada keadaan yang lebih efektif dalam kehidupannya. Misalnya berbagai kehidupan tetumbuhan di padang pasir sesungguhnya akan tumbuh lebih baik di tempat yang lembab, tetapi mereka memilih padang pasir karena adanya keuntungan ekologi yang lebih. Demikian juga dengan anggrek sebenarnya kondisi optimalnya berada pada keadaan penyinaran yang langsung, tetapi mereka hidup di bawah naungan karena faktor kelembaban sangat lebih menguntungkan.

2.5. Konsep Faktor Pembatas

Meskipun hukum dari Shelford pada dasarnya benar, tetapi para pakar ekologi berpendapat bahwa teori tersebut terlalu kaku. Akan lebih bermanfaat apabila menggabungkan konsep minimum dengan konsep toleransi untuk mendapatkan gambaran yang lebih umum lagi. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa kehadiran dan keberhasilan dari organisme hidup itu tergantung pada kondisi-kondisi yang tidak sederhana.

(18)

Faktor apapun yang kurang atau melebihi batas toleransinya mungkin akan merupakan pembatas dalam penyebaran jenis. Memang sulit untuk menentukan di alam faktor-faktor pembatas ini, karena masalah yang erat kaitannya dengan pemisahan pengaruh setiap komponen lingkungan secara terpisah di habitatnya. Nilai lebih dari penggabungan konsep faktor pembatas adalah dalam memberikan pola atau arahan dalam kajian hubungan-hubungan yang kompleks dari faktor lingkungan ini.

Para pakar ekologi sekarang menyadari bahwa terlalu banyak perhatian ditujukan pada kajian kisaran toleransi dan faktor-faktor pembatas itu sendiri. Kajian hendaknya diarahkan untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk mempelajari bagaimana tumbuhan dan hewan berkembang untuk menguasai habitat tertentu dan menghasilkan kisaran toleransi terhadap faktor-faktor lingkungan yang sesuai untuk bisa mempertahankan diri. Kajian-kajian ekologi toleransi yang didasarkan pada pemikiran Liebig dan Shelford pada umumnya tidak menjawab pertanyaan ekologi mendasar, bagaimana jenis-jenis teradaptasi terhadap beberapa faktor pembatasnya. Pandangan ekologi yang lebih berkembang adalah memikirkan perkembangan jenis untuk mencapai suatu kehidupan dengan memperhatikan kisaran toleransi sebagai hasil sampingan dari persyaratan yang dipilih dalam pola

(19)

kehidupannya. Pendekatan ini menekankan pentingnya evolusi yang membawa pengertian yang lebih baik hubungan antara individu suatu jenis dengan habitatnya.

2.6. Hubungan Tumbuhan dengan Faktor Abiotik 2.6.1. Cahaya

Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Struktur dan fungsi dari ekosistem utamanya sangat ditentukan oleh radiasi matahari yang sampai di sistem ekologi tersebut, tetapi radiasi yang berlebihan dapat pula menjadi faktor pembaas, menghancurkan sistem jaringan tertentu. Ada tiga aspek penting yang perlu dibahas dari faktor cahaya ini, yang erat kaitannya dengan sistem ekologi, yaitu: a) Kualitas cahaya atau komposisi panjang

gelombang.

b) Intensitas cahaya atau kandungan energi dari cahaya.

c) Lama penyinaran, seperti panjang hari atau jumlah jam cahaya yang bersinar setiap hari.

(20)

1). Kualitas Cahaya

Cahaya matahari sampai ke permukaan bumi dalam bentuk gelombang-gelombang dg panjang 0,3 sampai 10 mikron. Cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39 sampai 7,60 mikron disebut sebagai cahaya tampak. Cahaya tampak diserap tumbuhan untuk fotosintesis. Klorofil yang berwarna hijau mengabsorbsi cahaya merah dan biru yang merupakan bagian dari spektrum cahaya yang sangat bermanfaat bagi fotosintesis. Gelombang di bawah 0,39 mikron yang merupakan gelombang pendek disebut sebagai ultraviolet. Sinar ultraviolet yang sampai di bumi terdiri atas 3 (tiga) bentuk, yaitu sinar UV-A (panjang gelombang 0,31 – 0,39 mikron), UV-B (panjang gelombang 0,28 – 0,31 mikron) dan UV-C (panjang gelombang 0,10 – 0,28 mikron). Sementara itu, gelombang di atas 7,60 mikron yang merupakan gelombang panjang dinamakan infra merah (infrared). Utraviolet dan infrared tidak dimanfaatkan dalam proses fotosintesis.

Kualitas cahaya pada ekosistem daratan tidak mempunyai variasi yang berarti untuk mempengaruhi fotosintesis, kecuali apabila kanopi vegetasi menyerap sejumlah cahaya maka cahaya yang sampai di dasar akan jauh berbeda dengan cahaya yang sampai di kanopi sehingga akan terjadi pengurangan cahaya merah dan biru.

(21)

Dengan demikian, tumbuhan yang hidup di bawah naungan kanopi harus teradaptasi dengan kondisi cahaya yang rendah energinya.

Dalam ekosistem perairan cahaya merah dan biru diserap fitoplankton yang hidup di permukaan, sedangkan cahaya hijau akan diteruskan atau dipenetrasikan ke lapisan lebih bawah sehingga sulit untuk diserap oleh fitoplankton. Ganggang merah dengan pigmen tambahan berupa fikoeritrin atau pigmen merah coklat mampu mengabsorpsi cahaya hijau tersebut untuk fotosintesisnya sehingga ganggang merah mampu hidup pada kedalaman laut.

Pengaruh dari sinar ultraviolet terhadap tumbuhan masih belum jelas, namun sinar ultraviolet dapat mempengaruhi perkembangan tumbuhan menjadi terhambat pertumbuhannya. Beberapa dampak sinar ultraviolet bagi tumbuhan antara lain dapat menyebabkan kerusakan sel (DNA, kloroplas, mitokondria), merusak enzym fotosintesis dan respirasi dan pada Hyoscyamus niger diketahui dapat menghentikan pembungaannya.

Umumnya, gelombang -gelombang pendek dari radiasi matahari terabsorbsi di bagian atas atmosfer sehingga hanya sebagian kecil yang mampu sampai di permukaan bumi. Pengaruh ultraviolet akan terjadi dan sangat terasa di daerah pegunungan yang tinggi.

(22)

Tumbuhan pada pegunungan yang tinggi memiliki mekanisme adaptasi khusus baik secara fisiologi maupun secara morfologi. Tumbuhan memiliki sistem fotoreseptor pendeteksi radiasi UV yang terdiri atas sensor UV-B untuk mendeteksi adanya radiasi sinar UV-B dan protein kriptokrom/fototropin 1 dan 2 untuk mendeteksi radiasi sinar UV-A. Tumbuhan juga menghasilkan produk metabolisme sekunder berupa phenylpropane yang berfungsi sebagai penyaring atau pemfilter radiasi sinar ultraviolet. Beberapa jenis tumbuhan memiliki antosianin pada daunnya untuk melindungi daun dari kerusakan radiasi sinar ultraviolet.

Bentuk-bentuk daun yang roset merupakan karakterisktik tumbuhan di daerah pegunungan. Tumbuhan – tumbuhan tersebut mengalami penebalan dan pemendekatan antar ruas (internodus). Hal ini merupakan dampak dari paparan radiasi sinar ultraviolet yang menghambat pemanjangan batang. Sinar ultraviolet juga diperkirakan berperan dalam mencegah migrasi berbagai jenis tumbuhan sehingga sinar ultraviolet memiliki fungsi sebagai agen dalam menentukan penyebaran tumbuhan.

(23)

2). Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya atau kandungan energi merupakan aspek cahaya yang terpenting sebagai faktor lingkungan, karena berperan sebagai tenaga pengendali utama dari ekosistem. Intensitas cahaya ini sangat bervariasi baik dalam ruang/spasial maupun dalam waktu/ temporal. Radiasi matahari yang sampai dan menembus atmosfer bumi akan terabsorpsi dan terrefleksi atau terhamburkan oleh gas-gas dan partikel-partikel yang dikandungnya. Intensitas cahaya yang terbesar terjadi di daerah tropika, terutama daerah kering (zona arid), sedikit cahaya direfleksikan oleh awan. Di daerah garis lintang rendah cahaya matahari menembus atmosfer dan membentuk sudut yang besar dengan permukaan bumi, sehingga lapisan atmosfer yang tertembus berada dalam ketebalan minimum. Intensitas cahaya menurun secara cepat dengan naiknya garis lintang. Pada garis lintang yang tinggi matahari berada pada sudut yang rendah terhadap permukaan bumi dan juga permukaan atmosfer, dengan demikian sinar menembus lapisan atmosfer yang terpanjang, ini akan mengakibatkan lebih banyak cahaya yang direfleksikan dan dihamburkan oleh lapisan awan dan pencemar di atmosfer. Perbedaan musim juga mempengaruhi intensitascahaya di daerah dengan latituda tinggi ini, intensitas pada musim panas jauh berbeda

(24)

dengan intensitas pada musim dingin. Variasi intensitas cahaya dalam skala besar akan dimodifiksikan lagi oleh faktor topografi. Sudut dan arah kemiringan akan sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang sampai di permukaan bumi atau ekosisem, hal ini akan lebih terasa untuk daerah-daerah di garis lintang tinggi, sehingga dapat menghasilakna perbedaan struktur ekosistem.

Tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup pada tempat-tempat dengan intensitas cahaya yang tinggi biasa disebut tumbuhan heliofita. Tubuh tumbuhan heliofita mempunyai sistem kimia yang aktif untuk membentuk karbohidrat dan juga membongkarnya dalam respirasi. Tumbuhan heliofita memiliki titik kompensasi cahaya mencapai 4.200 luks.

Sebaliknya tumbuhan yang hidup baik dalam situasi jumlah cahaya yang rendah dikenal dengan tumbuhan

siofita. Proses metabolisme dan respirasi tumbuhan siofita

berjalan lambat. Titik kompensasi cahaya tumbuhan siofita hanya sebesar 27 luks. Beberapa jenis tumbuhan mempunyai karakteristik siofita ketika masih muda dan kemudian berkembang ke karakteristik heliofita setelah dewasa. Hal ini biasanya terjadi pada pohon-pohon dengan anakannya yang harus tahan hidup di bawah naungan. Perbedaan antara tumbuhan heliofita dan siofita ditunjukkan pada Tabel 2.1. berikut.

(25)

Tabel 2.1. Perbedaan tumbuhan heliofita dan siofita

(26)

Kaitan antara besar penyinaran dengan laju fotosintesis merupakan dasar dari perbedaan heliofita dengan siofita. Dalam hal ini peranan pembentukan pigmen hijau serta klorofil sangat erat kaitannya dengan intensitas cahaya tesebut. Pada tempat-tempat dengan penyinaran yang penuh, cahaya cenderung bersifat merusak atau menghancurkan klorofil sehingga hanya tumbuhan yang mampu membentuk klorofil dengan cepat yang mampu hidup pada daerah dengan intensitas cahaya tinggi. Jika tumbuhan tidak mampu menghasilkan klorofil untuk mengimbangi klorofil yang hancur (akibat cahaya yang terlalu tinggi intensitasnya) maka tumbuhan itu akan gagal dalam mempertahankan dirinya. Dengan demikian, perbedaan kemampuan dalam pembentukan klorofil inilah yang membedakan antara tumbuhan heliofita dengan siofita.

3). Lamanya Penyinaran

Lama penyinaran relatif antara siang dan malam dalam 24 jam akan mempengaruhi fungsi dari tumbuhan secara luas. Jawaban dari organisme hidup terhadap lamanya siang hari dikenal dengan fotoperiodisma. Respon tumbuhan terhadap fotoperiodisme meliputi perbungaan, jatuhnya daun dan dormansi. Di daerah sepanjang khatulistiwa lamanya siang hari atau fotoperioda akan konstan sepanjang tahun, sekitar 12

(27)

jam. Di daerah temperata/ bermusim panjang hari lebih dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim panas, tetapi akan kurang dari 12 jam pada musim dingin. Perbedaan yang terpanjang antara siang dan malam akan terjadi di daerah dengan garis lintang tinggi.

Berdasarkan respon ini, tumbuhan berbunga dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu: 1) Tumbuhan berkala panjang, yaitu tumbuhan yang

memerlukan lamanya siang lebih dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan. Berbagai tumbuhan temperate termasuk pada kelompok ini, seperti macam-macam gandum (wheat dan barley) dan bayam.

2) Tumbuhan berkala pendek, kelompok tumbuhan yang memerlukan lamanya siang lebih pendek dari 12 jam untuk terjadinya proses perbungaan, dalam kelompok ini termasuk tembakau dan bunga krisan. 3) Tumbuhan berhari netral, yaitu tumbuhan yang

tidak memerlukan perioda panjang hari tertentu untuk proses perbungaannya, misal tomat dan dandelion.

(28)

Reaksi tumbuhan berskala panjang dan berskala pendek membatasi penyebarannya secara latitudinal sesuai dengan kondisi fotoperiodanya. Apabila beberapa tumbuhan terpaksa hidup di tempat yang kondisi fotoperiodanya tidak optimal, maka pertumbuhannya akan bergeser pada pertumbuhan vegetatif. Misalnya, bawang merah (Allium cepa) yang merupakan tumbuhan berkala pendek akan menghasilkan bulbus atau umbi lapis yang besar apabila ditumbuhkan di daerah dengan fotoperioda yang panjang. Di daerah khatulistiwa tingkah laku tumbuhan sehubungan dengan fotoperioda ini tidaklah menunjukkan adanya pengaruh yang mencolok. Tumbuahan akan tetap aktif dan berbunga sepanjang tahun asalkan faktor-faktor lainnya, dalam hal ini suhu, air, dan nutrisi, bukan merupakan faktor pembatas.

2.6.2. Suhu

Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap organisme hidup. Berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengna mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan peran tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air.

(29)

Sangat sedikit tempat-tempat di permukaan bumi secara terus menerus berada dalam kondisi terlalu panas atau terlalu dingin untuk sistem kehidupan. Suhu biasanya mempunyai variasi baik secara ruang maupun secara waktu. Variasi suhu ini berkaitan dengan garis lintang dan juga terjadi variasi lokal berdasarkan topografi dan jarak dari laut. Variasi suhu di muka bumi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a) Komposisi dan warna tanah. Semakin terang warna tanah, maka semakin banyak panas yang dipantulkan. Sebaliknya, semakin gelap warna tanah maka semakin banyak panas diserap.

b) Kegemburan dan kadar air tanah. Tanah yang gembur lebih cepat memberikan respon pada pancaran panas daripada tanah yang padat, terutama erat kaintannya dengan penembusan dan kadar air tanah, makin basah tanah makin lambat suhu berubah.

c) Iklim mikro perkotaan. Perkembangan suatu kota menunjukkan adanya pengaruh terhadap iklim mikro. Asap dan gas yang terdapat di udara kota sering mereduksi radiasi. Partikel-partikel debu yang melayang di udara merupakan inti dari uap air dalam proses kondensasinya. Uap air tersebut yang bersifat aktif dalam mengurangi pengaruh radiasi matahari tadi.

(30)

d) Kemiringan lereng dan garis lintang. Kemiringan lereng sebesar 50 dapat mereduksi suhu sebanding dengan 450 km perjalanan arah ke kutub. Variasi suatu berdasarkan waktu/ temporal terjadi baik musiman maupun harian, kesemua variasi ini akan mempengaruhi penyebaran dan fungsi tumbuhan.

Kehidupan di muka bumi berada dalam suatu batas kisaran suhu antar 00C sampai 300C. Dalam kisaran suhu ini individu tumbuhan mempunyai suhu minimum, maksimum, dan optimum yang diperlukan untuk aktivitas metabolismenya. Suhu - suhu tersebut yang diperlukan organisme hidup dikenal dengan suhu kardinal. Suhu tumbuhan biasanya kurang lebih sama dengan suhu sekitarnya karena adanya pertukaran suhu yang terus -menerus antara tumbuhan dengan udara sekitarnya. Kisaran toleransi suhu bagi tumbuhan sangat bervariasi, untuk tanaman di tropika, semangka, tidak dapat mentoleransi suhu di bawah 150-180C. Sebaliknya, konifer di daerah temperata masih bisa mentoleransi suhu sampai serendah -300C. Tumbuhan air umumnya mempunyai kisaran toleransi suhu yang lebih sempit jika dibandingkan dengan tumbuhan di daratan. Secara garis besar semua tumbuhan mempunyai kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tergantung para umur, keseimbangan air dan juga keadaan musim.

(31)

Tumbuhan dan Suhu Tinggi

Suhu maksimum yang harus ditoleransi oleh tumbuhan sering merupakan masalah yang lebih kritis jika dibandingkan dengan suhu minimumnya. Tumbuhan biasanay didinginkan oleh kehilangan air dari tubuhnya, dengan demikian kerusakan akibat panas terjadi apabila tidak tersedia sejumlah air dalam tubuhnya untuk proses pendinginan tadi. Pada beberapa kasus umumnya kerusakan diinduksi oleh suhu yang tinggi berasosiasi dengan kerusakan akibat kekurangan air, pelayuan. Dalam kejadian seperti ini ensima menjadi tidak aktif dan metabolisme menjadi rendah. Tumbuhan yang hidup di tempat-tempat dengan iklim yang panas sering mempunyai struktur morfologi yang teradaptasi untuk hidup pada kondisi panas ini, lapisan gabus menjadi tebal berfungsi sebagai lapisan pelindung, daun kecil-kecil untk mereduksi kehilangan air, dan kutikula menebal sehingga refleksi cahaya meningkat.

Tumbuhan dan Suhu Rendah

Kebanyakan tumbuhan berhenti pertumbuhannya pada suhu dibawah 60C. Penurunan suhu dibawah suhu ini mungkin akan menimbulkan kerusakan yang cukup berat. Protein akan menggumpal pada larutan di luar cairan sel mengakibatkan ketidakatifan ensima. Bila suhu mencapai titik beku, akan terbetuk kristal es diantara ruang sel dan air

(32)

akan terisap keluar dari sel maka akan terjadi dehidrasi. Apabila pembukuan terjadi secara cepat maka akan terbentuk kristal-kristal es dalam cairan sel yang ternyata volumenya akan lebih besar dari ukuran sel tersebut. Sehingga sel rusak dan mati akibat kebocoran dinding selnya. Hasilnya akan terjadi daerah yang berwarna coklat pada tumbuhan, sebagai karakteristik dari kerusakan akibat pembekuan atau frost.

Suhu yang rendah mungkin akan berperan secara tidak langsung, menghambat fungsi dari tumbuhan. Akar menjadi kurang permeabel sehingga tidak mampu menyerap air. Hal ini menimbulkan apa yang disebut kekeringan fisiologi, terjadi pada situasi air yang relatif cukup tetapi tidak mampu diserap akar akibat suhu yang terlalu dingin. Situasi ini sering terjadi di daerah tundra. Tumbuhan yang hidup di daerah iklim dingin sreing mempunyai adaptasi morfologi untuk tetap bisa hidup. Tumbuhan menjadi kerdil atau merayap untuk mengurangi luka permukaan atau mempunyai bentuk bantal atau permadani untuk saling melindungi satu bagian dengan bagaian lainnya.

(33)

2.6.3. Air

Air merupakan faktor lingkungan yang penting, semua organisme hidup memerlukan kehadiran air ini. Perlu dipahami bahwa jumlah air di sistem bumi kita ini adalah terbatas dan dapat berubah-ubah akibat proses sirkulasinya. Pengeringan bumi sulit untuk terjadi akibat adanya siklus melalui hujan, aliran air, transpirasi dan evaporasi yang berlangsung secara terus menerus. Bagi tumbuhan air adalah penting karena dapat langsung mempengaruhi kehidupannya. Bahkan air sebagai bagian dari faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perubahan struktur dan organ tumbuhan. Untuk lebih rinci perhatikan peranan air bagi tumbuhan di bawah ini :

a) Struktur Tumbuhan. Air merupakan bagian terbesar pembentuk jaringan dari semua makhluk hidup (tak terkecuali tumbuhan). Antara 40% sampai 60% dari berat segar pohon terdiri dari air, dan bagi tumbuhan herba jumlahnya mungkin akan mencapai 90%. Cairan yang mengisi sel akan mampu menjaga substansi itu untuk berada dalam keadaan yang tepat untuk berfungsi metabolisme.

(34)

b) Sebagai Penunjang. Tumbuhan memerlukan air untuk penunjang jaringan-jaringan yang tidak berkayu. Apabila sel-sel jaringan ini mempunyai cukup air maka sel-sel ini akan berada dalam keadaan kukuh. Tekanan yang diciptakan oleh kehadiran air dalam sel disebut tekanan turgor dan sel akan menjadi mengembang, dan apabila jumlah air tidak memadai maka tekanan turgor berkurang dan isi sel akan mengerut dan terjadilah plasmolisis. c) Alat Angkut. Tumbuhan memanfaatkan air sebagai alat

untuk mengangkut materi disekitar tubuhnya. Nutrisi masuk melalaui akar dan bergerak ke bagian tumbuhan lainnya sebagai substansi yang terlarut dalam air. Demikian juga karbohidrat yang dibentuk di daun diangkut ke jaringan-jaringan lainnya yang tidak berfotosintesis dengan cara yang sama.

d) Pendingin. Kehilangan air dari tumbuhan oleh transpirasi akan mendinginkan tubuhnya dan menjaga dari pemanasan yang berlebihan.

Kekurangan dan Kelebihan Air

Di lingkungan daratan dengan situasi kelebihan air maka tanah menjadi jenuh air, permasalahan utama pada situasi seperti ini adalah tidak adanya udara dalam tanah sehingga perakaran tumbuhan tidak bisa bernafas dan juga tanah sering menjadi asam. Jika jumlah air tidak memadai

(35)

untuk keperluan tumbuhan maka sel menjadi lembek, dan stomata menutup untuk mengurangi kehilangan air berkelanjutan. Kondisi air tanah seperti ini dikenal dengan titik kelayuan, dan sel-sel tumbuhan mulai untuk terjadinya plasmolisis yang biasanya berjalan berkepanjangan. Dan apabila situasi kekurangan air ini menerus maka tumbuhan akan mati. Umumnya tumbuhan yang berada di daerah kering ini berada dalam keadaan setengah dehidrasi pada siang hari yang diimbangi dengan penyimpanan dalam keseimbangan airnya pada malam hari.

Adaptasi Tumbuhan terhadap Kondisi ekstrim

Kekeringan merupakan situasi yang sering dialami oleh tumbuhan, meskipun dipahami bahwa hujan bukanlah satusatunya faktor yang dapat menimbulkan. Suhu yang tinggi bisa juga memberikan pengaruh kekurangan air ini. Bila musim kering itu bersifat periodik dan merupakan karakteristik daerah, maka tumbuhan yang berada di daerah ini akan memperlihatkan penyesuaian dirinya, berbagai cara penyesuaian ini tergantung pada tumbuhan itu. Umumnya memperlihatkan reduksi dari daun dan dahan, memperpendek siklus hidup atau biji matang pada atau dekat permukaan, rambut akar bertambah banyak, sel kutikula menebal, dinding sel mengandung lebih banyak ikatan lipid, jaringan palisade berkembang lebih baik tetapi sebaliknya dengan bunga

(36)

karang, sel dan ruang antar sel mengecil tetapi jaringan lignin membesar. Kecepatan fotosintesis, tekanan osmosa dan permeabilitas protoplasma meninggi dan diikuti dengan penurunan viskositas protoplasma, akibatnya perbandingan tepung dan gula menjadi besar, sehingga secara total tumbuhan menjadi tahan terhadap kelayuan.

Berdasarkan toleransinya terhadap air, terdapat empat kelompok besar tumbuhan, yaitu:

1) Hidrofita, yaitu kelompok tumbuhan yang hidupu dalam air atau pada tanah yang tergenag secara permanen. 2) Halofita, yaitu kelompok tumbuhan yang terkhususkan

tumbuh pada lingkungan berkadar garam tinggi (kekeringan fisiologi).

3) Xerofita, yaitu kelompok tumbuhan yang teradaptasi untuk hidup di daerah kering.

4) Mesofita, yaitu kelompok tumbuhan yang bertoleransi pada kondisi tanah yang moderat (tidak dalam keadaan ekstrim).

a). H i d r o f i t a

Hidrofita merupakan kelompok tumbuhan yang hidiup sebagian atau seluruhnya di dalam air atau habitat yang basah. Jadi dalam hal ini keadaan air berada dalam kondisi berlebihan, dan tumbuhan yang hidup mempunyai karakteristik yang khusus, seperti terdapatnya jaringan

(37)

lakuner terutama pada daun dan akar yang berperan dalam memenuhi kebutuhan akan udara sebagai adaptasi terhadap kekurangan oksigen.

Berdasarkan karakteristiknya dikenal 5 subkelompok hidrofita, yaitu:

1) Hidrofita Tengelam dan Tertanam pada Substrat

Mempunyai epidermis yang tidak berkutikula, daun dan cabang akar tereduksi dalam ukuran dan ketebalan. Berkembang biak biasanya secara vegetatif. Contoh: Vallisneria dan Elodea.

2) Hidrofita Terapung

Mampu berkembang biak secara cepat sehingga dalam waktu yang singkat dapat menutupi seluruh permukaan perairan. Bila terjadi reproduksi seksual maka penyerbukan terjadi pada atau di atas permukaan. Contoh: Lemna, Eichornia, dan Salvia.

3) Hidrofita Terapung dengan akar tertanam dalam substrat Mempunyai batang, akar dan tuber yang panjang. Daun sering tertutup oleh lapisan lilin. Contoh: Nymphaea dan Victoria

(38)

4) Hidrofita Menjulang dengan akar tertanam dalam substrat. Akar cepat tumbuh dalam lumpur, daun memperlihatkan variasi yang berbeda, baik bentuk maupun struktur, antara yang mencuat ke udara dengan yang terendam dalam air. Contoh: Acorus dan Typha

5) Hidrofita Melayang

Merupakan fitoplankton, mampu menyerap nutrisi langsung dari air. Contoh: Oscillatoria dan Spirogyra

b. H a l o f i t a

Tumbuhan yang hidup dalam kadar garam yang tinggi, mempunyai mekanisme untuk menerima garam yang masuk dalam tubuhnya. Halofita harus mampu mengatasi masalah kekeringan fisiologi. Tingginya konsentrasi garam dalam tanah mungkin menghambat peneyrapan air secara osmosis. Pada rawa pantai halofita berada dalam kekeringan saat surut, dan pengaruh kekurangan air dapat diimbangi dengan penyimpanan air dalam tubuhnya sehingga bentuk halofita ini sering memperlihatkan sifat sukulen. Contoh Acanthus ilicifolius, dan berbagai tumbuhan di rawa bakau.

(39)

c. X e r o f i t a

Merupakan tumbuan yang teradaptasi untuk daerah kering, sangat sedikit jumlahnya dan lebih terkhususkan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Xerofita ini dapat dikelompokkan dalam dua subkelompok besar, yaitu kelompok yang menghindar terhadap kekeringan (xerofita tidak muirni), dan kelompok yang memikul atau menahan situasi kering (xerofita asli).

a) Menghindar terhadap kekeringan

Mencegah kekeringan dengan jalan melakukan adaptasi dalam siklus hidup, morfologi, dan fisiologi.

1) Epemeral

Merupakan umumnya tumbuhan di padang pasir, dengan siklus hidup dan tumbuhan mulai dari biji sampai fase reproduksi dalam beberapa minggu selama jumlah air memadai/ mencukupi. Biasanya biji dilapisi zat pelindung dan tahan terhadap kekeringan yang akan terlarut pada musim hujan sebelum berkecambah.

(40)

2) Sukulenta

Merupakan tumbuhan perenial, menghindar dari kekeringan dengan menyimpan sejumlah air dalam jaringannya dan mereduksi kehilangan air. Air dapat disimpan mungkin di daun seperti pada Agave, di tangkai/dahan pada Cactaceae dan Euphorbiaceae atau di batang pada Bombacaceae. Pada sekulenta, daun tereduksi dalam ukuran lapisan kutikula yang tebal.

3) Freatofita

Sering dikenal dengan tumbuhan penyedot air, karena laju transpirasinya yang tinggi dan mampu menghindar dari kekeringan karena kemampuannya mencari dan mendapatkan air. Strateginya tidak untuk menjaga air tetapi akar yang sangat panjang yang mampu mencapai lapisan freatik yang dalam dari air tanah, menyerapnya dengan tekanan osmotik yang tinggi dari akarnya.

b. Tahan Kekeringan

Merupakan xerofita sejati, dan biasanya berupa semak yang memperoleh air dari tanah yang relatif kering. Caranya dengan mengadakan tekanan defisit yang cukup tinggi dalam sel-sel daun dan akar. Biasanya juga mengurangi transpirasi dengan membentuk daun yang kecil tetapi kuat.

(41)

4.7. Hubungan Tumbuhan dengan Faktor Biotik

Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut.

a) Netral adalah hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya: antara Lumut dengan lichen

b) Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Nepenthes sp. dengan serangga.

c) Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari

(42)

hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya. Contoh : benalu dengan pohon inang. d) Komensalisme merupakan hubungan antara dua

organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya

e) Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.

f) Amensalisme merupakan Hubungan diantara dua organisme, yang satu tidak rugi dan tidak untung, sedangkan yang lainnya dirugikan. Organisme yang dirugikan disebabkan oleh adanya allelopathy. Allelopathy dibagi dua golongan:

1) Autotoxic yaitu allelopathy yang dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan tumbuhan yang sejenis.

2) Antitoxic yaitu allelopathy yang dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan tumbuhan yang berbeda jenis.

(43)

1. Juglans nigra pada daun mengandung hydroxyjuglon (racun juglon) yang menghambat perkecambahan dan pertumbuhan spesies berbeda

2. Salvia leucophylla mengandung terpens yang menghambat perkecambahan dan pertumbuhan spesies berbeda

3. Parthenium argentatum pada akar mengandung senyawa cinnamicacid yang menghambat pertumbuhan spesies sejenis

4. Artemisia absinthium mengandung absinthine yang menghambat perkecambahan dan pertumbuhan spesies berbeda

5. Encelia farinose pada daun mengandung senyawa 3-acetyl 6-methoxybenzaldehyd yang menghambat perkecambahan dan pertumbuhan spesies berbeda 6. Helianthus annuus pada akar mengandung senyawa

allelopathy yang menghambat pertumbuhan spesies sejenis dan berbeda jenis

g) Kompetisi merupakan Suatu interaksi ekologi dimana kedua spesies berpotensi mengalami kerugian. Kesamaan kebutuhan sumber daya yang keberadaannya terbatas (makanan, tempat tinggal, pasangan kawin) penyebab kompetisi. Contoh: Shorea laevis dan Dipterocarpus sp berebut cahaya matahari

(44)

opulasi merupakan sekelompok organisme dari spesies yang sama yang menempati suatu ruang tertentu, dan mampu melakukan persilangan diantaranya dengan menghasilkan keturunan yang fertil. Dengan demikian hubungan antara organisme satu dengan organisme lainnya dalam populasi dapat melalui dua jalan yaitu hubungan genetika dan hubungan ekologi.

3.1. Populasi Lokal dan Ras Ekologi

Sekelompok individu memiliki potensi secara genetika terisolasi oleh adanya penghalang (barier) baik yang terbentuk secara alami maupun terbentuk oleh aktivitas manusia.Persilangan hanya memungkinkan terjadi diantara anggota kelompok itu sendiri. Kelompok organisme - organisme yang terisolasi tersebut biasanya disebut ”populasi lokal”. Populasi lokal merupakan unit dasar dalam proses evolusi.Pertukaran gen terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang relatif lama sehingga terjadi struktur gen yang khusus untuk kelompok tersebut dan akan berbeda dengan struktur gen populasi lokal lainnya meskipun untuk spesies yang sama. Hal ini

P

BAB

(45)

dikarenakan adanya seleksi alami yang beroperasi terhadapnya sehingga menghasilkan individu-individu dengan susunan gen yang memberi kemungkinan untuk bertahan terhadap lingkungan lokal dan akan berkembang dalam jumlah yang semakin banyak jika dibandingkan dengan individu-individu yang tidak tahan. Salah satu cara agar suatu populasi lokal dapat teradaptasi terhadap suatu lingkungan adalah dengan pengembangan dan pengelolaan keanekaragaman genetiknya melalui reproduksi seksual dalam populasi. Hasilnya adalah sekelompok atau susunan individu-individu yang masing-masing berbeda dalam toleransinya terhadap lingkungan, salah satunya ada kemungkinan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam toleransinya terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim daripada rata-rata anggota populasi lainnya. Dengan demikian kehetrogenan struktur gen dari anggota populasi mempersiapkan populasi terhadap kehancurnnya akibat lingkungan, misal terhadap kemarau yang panjang. Hal yang sejalan terjadi pula dalam kurun waktu yang relatif lama dan lamban sebagai reaksi terhadap perubahan iklim, dalam hal ini bisa ratusan bahkan ribuan tahun. Dengan demikian keheterogenan struktur gen merupakan cara dalam mempertahankan hidup atau kelulusan hidup, dan ini

(46)

sebagai mekanisme teradaptasinya suatu populasi akibat seleksi alam.

Populasi lokal yang secara umum berada pada kawasan dengan kondisi lingkungan yang relatif sama memiliki kecenderungan untukmemperlihatkan toleransi terhadap lingkungan yang relatif sama pula, tetapi akan berbeda toleransinya dengan spesies lokal lainnya (dari spesies yang sama) yang berada pada kondisi lingkungan yang berbeda.Populasi lokal seperti ini biasa dikenal dengan ras ekologi. Contoh yang terkenal dari ras ekologi adalah di Skandinavia dimana terdapat dua populasi yang secara sistematik dimasukkan dalam satu spesies yang sama meskipun kedua populasi ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Populasi di daerah pegunungan mempunyai karakteristik bentuk morfologi yang kerdil dan berbunga cepat, sedangkan populasi di daerah pantai bentuk morfologinya tinggi tetapi berbunga lambat. Orang semula memperkirakan bila individu dari populasi di pegunungan dipindahkan atau ditumbuhkan di pantai maka akan tumbuh dengan karakteristik populasi pantai, demikian pula sebaliknya. Akan tetapi setelah Goete Turesson mencobanya, yaitu individu dari populasi pegunungan ditumbuhkan di pantai, dan individu dari populasi pantai ditumbuhkan di pegunungan, ternyata masing-masing tumbuh sesuai

(47)

dengan karakteristik asalnya. Hal ini memperlihatkan bahwa masing-masing anggota populasi sudah sedemikian rupa terseleksi oleh alam lingkunganya dalam waktu yang cukup lama, sehingga karakterisktik susunan gennya bersifat khusus. Contoh-contoh lain biasanya akan diketemukan pada daerah kontinental yang luas. Jadi suatu ras ekologi adalah juga populasi lokal yang terbentuk oleh karakteritik individu-individunya. Apabila perubahan lingkungan pada suatu kawasan yang luas berubah secara teratur, maka adaptasi genetiknya akan terjadi secara teratur pula, dan dengan demikian sebagai hasilnya akan terjadi perbedaaan yang nyata seperti pada ras yang terbentuk adalah suatu seri tumbuhan, yang berurutan, yang memperlihatkan keteraturan secara terus-menerus atau kontinu dalam sifat genetiknya sebagai penentu dalam toleransi terhadap lingkunganya. Populasi-populasi dari sekelompok organisme-organisme dengan karakteristik yang berbeda secara teratur atau berurutan ini disebut ekoklin. Jadi berdasarkan dua hal di atas, maka suatu spesies dapat merupakan ras ekologi atau berupa kompleks dari ekoklin.

Dua pendekatan dalam kajian populasi ini, yaitu melalui ekologi populasi yang mendalami pertumbuhan suatu populasi dan interaksi diantara populasi-populasi

(48)

yang berhubungan erat di dalam pengaruh faktor lingkungan yang terkontrol ataupun tidak terkontrol. Pendekatan lainnya yaitu mempelajari satu atau lebih populasi lokal dari suatu spesies dalam usaha untuk mempelajari genetik spesies sebagai penentu toleransinya terhadap kondisi lingkungannya, kajian ini disebut ekologi gen atau ekologi fisiologi perbandingan.

Pembahasan selanjutnya akan ditekankan pada ekologi populasi. Besarnya suatu populasi di suatu kawasan tertentu biasanya dinyatakan dalam suatu peristilahan kerapatan atau kepadatan populasi. Kerapatan populasi dapat dinyatakan dalam jumlah individu persatuan luas, atau dapat pula dinyatakan dalam biomasa persatuan luas (bila populasi tersebut dibentuk oleh individu-individu dengan ukuran berbeda, ada kecambah, ada anakan dan tumbuhan dewasa serta tumbuhan tua).

Dalam perjalanan waktu suatu populasi besarannya akan mengalami perubahan. Dalam mempelajari perubahan-perubahan ini pengertian kecepatan memegang peranan penting, dan perubahan populasi ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor (kelahiran atau regenerasi, kematian, perpindahan masuk dan perpindahan keluar). Dalam ekologi tumbuhan dinamika populasi ini merupakan kajian yang menarik

(49)

dikaitkan dengan kajian suksesi. Besarnya populasi tumbuhan di alam sangat ditentukan oleh kapasitas tampungnya, yaitu jumlah terbanyak individu yang dapat ditampung dalam suatu ekosistem dimana organisme itu masih dapat hidup. Dalam keadaan ini persaingan intra spesies adalah dalam keadaan maksimal yang dapat ditanggung oleh organisme tersebut.

Meskipun dalam pembahasan di atas populasi seolah-olah tetap pada kapasitas tampungnya, tetapi pada kenyataanya berkecenderungan untuk berfluktuasi di atas dan di bawah kapasitas tampungnya. Berbagai faktor sebagai pendorong untuk terjadinya fluktuasi ini, yaitu perubahan musim yang menyebabkan perubahan-perubahan faktor fisika dan mungkin juga kimia lingkungannya. Contoh yang menarik adalah kenaikan jumlah plankton yang sangat menyolok pada musim tertentu, disebut ”plankton bloom”. Fluktuasi tahunan yang disebabkan:

a. Faktor dalam, misalnya karakteristik atau toleransi yang berbeda antara tumbuhan dewasa dengan kecambah dan anakan pohonnya.

b. Faktor luar, misalnya intraksi dengan populasi lain, baik tumbuhan maupun hewan.

(50)

3.2. Pola Penyebaran Individu

Penyebaran atau distribusi individu dalam suatu populasi bisa bermacam-macam. Pada umunya memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu: penyebaran secara acak, penyebaran merata dan penyebaran berkelompok. Penyebaran secara acak jarang terdapat di alam. Penyebaran semacam ini biasanya terjadi apabila faktor lingkungannya sangat seragam untuk seluruh daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat-sifat untuk berkelompok dari organisme tersebut. Penyebaran secara merata umum terdapat pada tumbuhan. Penyebaran semacam ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat di antara individu-individu dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendaptkan nutrisi dan ruang. Penyebaran secara berkelompok adalah yang paling umum terdapat di alam. Pengelompokan ini terutama disebabkan oleh berbagai hal:

a. Respons dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal

b. Respons dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman

c. Akibat dari cara atau proses reporduksi/regenerasi d. Sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yang

(51)

(a). Berkelompok (b). Teratur (c). Menyebar

Dalam ekologi populasi ini dikembangkan suatu cara untuk memahami pola distribusi dari individu dalam populasinya, diantaranya yaitu dengan memanfaatkan penyebaran Poisson dengan asumsi pertama individu-individu menyebar secara acak. Perlu diingat cara ini akan memberikan hasil yang baik apabila jumlah individu setiap satu meter perseginya adalah rendah.

Berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu adalah acak maka dapat didefenisikan bahwa varians (V) adalah sama dengan harga rata-rata (X), jadi apabila varians lebih besar dari harga rata-rata maka penyebaran individu adalah berkelompok dan sebaliknya apabila varians lebih kecil dari harga rata-rata maka penyebarannya merata.

(52)

3.3. Susunan Individu Berdasarkan Waktu

Susunan individu dalam populasi dapat dikaji berdasarkan skala waktu yang meliputi kelahiran, kematian, laju reproduksi dan masa hidup (umur). Ilmu yang mempelajarinya disebut Demography. Tiap individu dalam populasi memiliki sifat-sifat tersendiri dalam laju kelahiran, kelompok umur dan rata-rata masa hidup. Tidak seperti hewan yang berhenti tumbuh setelah dewasa, tumbuhan perennial memiliki meristem primer dan sekunder yang secara teoritis mampu tumbuh bertambah besar dan panjang selamanya. Selain itu beberapa jenis tumbuhan dapat bereproduksi secara vegetatif sehingga individu tersebut dapat terus hidup melalui perwakilan tubuhnya yang telah menjadi individu baru dengan ciri genetik yang sama. Oleh karena itu makhluk hidup yang memiliki umur paling lama di dunia adalah tumbuhan, seperti lichen dapat berumur sampai 4.500 tahun, klon shrub 3.000 – 4.000 tahun, pohon conifer 5.000 tahun. Beberapa benih tumbuhan tertentu dapat mengalami dormansi sampai selama 1.000 – 10.000 tahun. Namun demikian sebagian besar akhirnya mati karena serangan penyakit, kerusakan fisik, pemangsaan hewan atau perubahan lingkungan.

(53)

Tumbuhan memiliki beberapa problem dalam studi-studi demography dibanding hewan. Konsep individu dipaksakan pada golongan yang dapat bereproduksi secara vegetatif melalui rizhom, stek atau bagian tubuh lainnya. Dengan cara ini individu dapat meluas menutupi area yang luas dalam waktu yang lama sehingga terminologi kematian, kelahiran dan masa hidup menjadi berbeda dengan tumbuhan yang benar-benar satu individu. Problem lainnya adalah waktu germinasi tidak berhubungan dengan waktu reproduksi. Tumbuhan gurun di Timur Tengah Blepharis persica meninggalkan bijinya dalam buah sampai 10 tahun atau lebih sampai ada hujan lebat yang melepaskannya untuk berkecambah 3 jam kemudian. Spesies Chaparral ceanothus menghasilkan biji dengan mantel keras yang menunda germinasi sampai beberapa tahun sehingga sejumlah kecil biji-biji yang tumbuh tidak menggambarkan jumlah biji yang besar dalam tanah. Tingkat plastisitas penotiphic yang ditunjukkan oleh tumbuhan dapat begitu besar sehingga aspek-aspek demography dapat bervariasi pada spesies yang sama dalam waktu atau ruang. Laju pertumbuhan, awal reproduksi, ukuran tumbuhan dan masa hidup semuanya dapat dimodifikasi oleh lingkungan.

(54)

3.4. Masa Hidup

Ada lima karakteristik masa hidup tumbuhan dan masing-masing karakteristik ini berhubungan dengan bentuk hidupnya, yaitu tumbuhan annual, biannual, herbaceous perennial, sufrutescent shrub dan woody perennial.

a. Tumbuhan annual hidup selama satu tahun atau kurang. Rata-rata hidup mereka adalah 1 – 8 bulan, bergantung pada spesies dan lingkungannya ( spesies gurun mungkin dapat melengkapi daur hidupnya selama 8 bulan setahun atau 1 bulan pada daur berikutnya tergantung pada curah hujan). Tetapi ada tumbuhan annual yang sangat singkat daur hidupnya seperti Boerrhavia repens dari Gurun Sahara, dimana masa hidup dari biji kemudian jadi biji lagi hanya 10 hari. Tumbuhan annual biasanya termasuk golongan herba yaitu golongan yang kehilangan meristem sekunder untuk memproduksi jaringan kayu. Mereka mati setelah menghasilkan biji. Hal ini dapat disebabkan oleh kehabisan nutrisi, perubahan hormon atau ketidakmampuan jaringan nonkayu untuk tegak pada lingkungan yang tidak nyaman setelah masa pertumbuhan.

(55)

b. Tumbuhan biannual hidup selama 2 tahun, juga merupakan herbaceus. Tahun pertama adalah masa pertumbuhan vegetatif dan reproduksi terjadi pada tahun kedua kemudian diikuti kematian tumbuhan. Di bawah kondisi pertumbuhan yang miskin masa vegetatif dapat lebih panjang dari satu tahun.

c. Tumbuhan perennial herbaceus dapat hidup selama 20 – 30 tahun meskipun ada jenis pengecualian yang dapat hidup 400 – 800 tahun. Tumbuhan ini mati dan kembali ke sistem perakaran pada akhir masa pertumbuhan. Sistem perakaran menjadi berkayu tetapi bagian diatas tanah adalah herbaceus. Mereka memilki juvenil (anakan), masa vegetatif 2 – 8 tahun kemudian berkembang dan bereproduksi secara periodik 2 – 3 tahun sekali atau hanya sekali pada akhir masa hidupnya. Karena mereka kehilangan lingkaran tahunnya maka sedikit dari tumbuhan ini yang kelihatan telah tua dan untuk menentukan usianya dapat dengan cara menghitung daun-daun yang luka atau berparut-parut atau dengan menduga-duga laju penyebaran gerombolnya.

(56)

d. Tumbuhan shrub sufrutescent (sub-shrub) adalah jenis perantara dari perennial herbaceus dan shrub sejati. Mereka berkembang perennial, jaringan kayu hanya pada daerah dekat pangkal batang dan sisa batang keatasnya merupakan herbaceus yang kemudian kembali mati tiap tahun. Mereka umumnya berukuran kecil kira-kira 25 cm dan hidupnya lebih singkat dibanding shrub sejati. Tumbuhan perennial woody (berkayu: pohon dan shrub) memiliki hidup paling panjang. Shrub 30 – 50 tahun, pohon angiosperm 200 – 300 tahun dan pohon conifer 500 – 1000 tahun. Perennial berkayu menghabiskan 10% pertama dari masa hidupnya sebagai anakan yang seluruhnya merupakan fase vegetatif, kemudian masuk fase kombinasi vegetatif dan reproduksi dan mencapai puncak fase reproduksi beberapa tahun sebelum kematiannya.

3.5. Distribusi Umur

Tiap individu dalam populasi selama masa hidupnya dapat dibagi atas 8 fase yaitu:

(1) Benih yang mampu tumbuh (2) Semai

(3) Anakan

(57)

(5) Vegetatif dewasa (mature) (6) Masa awal reproduksi

(7) Vigor maksimum (reproduksi dan vegetatif) (8) Senescent

Jika suatu populasi hanya memiliki 4 – 5 fase yang pertama menunjukkan populasi ini merupakan populasi pengganti dan merupakan bagian dari komunitas seral. Jika populasi memiliki ke delapan fase menunjukkan populasi yang stabil dan merupakan bagian dari komunitas klimaks. Dan jika populasi hanya memiliki 4 fase yang terakhir berarti populasi tidak dapat memelihara diri sendiri dan merupakan bagian dari komunitas seral. Mengetahui distribusi umur dari suatu populasi memungkinkan kita untuk menggunakan demography sebagai penduga dalam komunitas ekologi.

3.6. Kurva Kehidupan

Jika kita mengamati individu-individu dalam populasi dari mulai lahir sampai mati maka kita dapat menggambarkannya dalam 3 tipe kurva berdasarkan tiap pertambahan umur. Tipe I populasi sedikit mati pada masa muda dan sebaliknya banyak mati pada saat dewasa dengan masa hidup yang pendek. Tipe II populasi memiliki kematian yang konstan pada semua tingkat umur. Tipe III populasi memiliki kematian yang

(58)

tinggi pada masa muda. Individu sedikit yang dapat hidup mencapai dewasa memiliki resiko kematian yang rendah dan melanjutkan kehidupan yang lama.

3.7. Alokasi Sumber-Sumber Kehidupan

Spesies tumbuhan memiliki pola alokasi sumber-sumber kehidupan yang membuatnya tetap bertahan dari kepunahan. Pola-pola ini telah dihasilkan dan diperhalus melalui seleksi alam. Pola alokasi sumber-sumber dari tiap spesies sebagian ditentukan oleh nichenya. Organisme memiliki sejumlah energi dan waktu yang terbatas untuk melengkapi siklus hidupnya. Waktunya sendiri tidak dialokasikan tetapi penting dalam perolehan energi fotosintetik dan dalam pemanfaatan energi untuk pemeliharaan. Sebagian dari total energi yang tersedia digunakan untuk tiap aktivitas dalam siklus kehidupan untuk akar, batang, daun, bunga, benih atau buah dan sebagian untuk pertumbuhan, pemeliharaan atau untuk pertahanan dari herbivor. Sejumlah waktu dihabiskan dalam fase dorman, anakan, fase vegetatif, dewasa dan fase reproduksi.

(59)

Organisme berada dalam sebuah kontinuitas antara 2 (dua) ekstrem strategi alokasi sumber yaitu r dan k.

a. Strategi r yaitu tumbuhan hidup singkat dengan cepat dewasa, menghuni habitat terbuka dalam komunitas seral dan mencurahkan sebagian besar hasil fotositesisnya untuk menghasilkan bunga, buah dan biji. Ukuran populasi mereka rapat tetapi tidak saling bergantung yaitu ukuran populasinya dikendalikan oleh faktor fisik seperti kebakaran, banjir, salju, masa kering dan lain-lain. Rumput dan jenis-jenis pioner adalah contoh populasi strategi r.

b. Strategi k yaitu tumbuhan memiliki masa hidup yang lama, menghuni tempat tertutup, berada dalam seral akhir atau komunitas klimaks dan mencurahkan sebagian kecil hasil fotosintesisnya untuk reproduksi. Ukuran populasinya rapat dan saling bergantung yaitu ukuran populasinya dikendalikan oleh interaksi biotik seperti kompetisi. Ukuran populasi berhubungan erat dengan daya dukung habitat. Pohon-pohon hutan merupakan contoh tumbuhan strategi k.

(60)

onsep komunitas merupakan salah satu dari asas-asas dalam pemikiran dan praktek ekologi yang paling penting. Konsep komunitas dianggap penting dalam praktek ekologi sebab apa yang akan terjadi di dalam komunitas akan dialami juga oleh organisme. Jadi, jika ingin mengendalikan organisme baik mendukung atau memusnahkan organisme cara terbaik adalah dengan mengubah komunitasnya. Komunitas dapat dibedakan dengan jelas dan dipisahkan satu dari lainnya

4.1. Pengetian Komunitas

Komunitas didefinisikan sebagai kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan individu dan populasi (Wolf, 1990). Berdasarkan pandangan individualistik, komunitas tumbuhan terdiri dari kelompok tumbuhan yang masing-masing mempertahankan individualitasnya. Adanya individualitas tumbuhan bukan berarti menghambat adanya hubungan tertentu diantara

K

BAB

Gambar

Gambar 1. Hubungan Ekologi Tumbuhan dengan ilmu lain EKOLOGI  TUMBUHAN TAKSONOMI TUMBUHAN GEOGRAFI TUMBUHAN  GEOLOGI GEOMORFOLOGI  GENETIKA KLIMATOLOGI ILMU TANAH BIOKIMIA FISIOLOGI
Gambar 2.1. Kurva kisaran toleransi organisme
Tabel 2.1. Perbedaan tumbuhan heliofita dan siofita
Gambar 4.1. Suksesi Primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dinas Tenaga Kerja berganti nama menjadi Dinas Ketenagakerjaan, Bidang Perencanaan, Perluasan & Penempatan Tenaga Kerja berganti nama menjadi Bidang Penempatan Tenaga Kerja

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan, sehingga

Kimia dasar organik, yang bersumber dari hasil

Berat molekul protein yang terlihat pada Tabel 1, merupakan hasil penelitian yang menunjukkan, bahwa banyak terdapat kesamaan antara berat molekul protein hipofisa

- Pengadaan Alat Pengolah Makanan Ternak Coper dan Pengaduk Makanan Ternak 2 unit. Barang

Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus berupaya agar guru dapat meningkatkan kemampuannya untuk mengembangkan berbagai model dan strategi pembelajaran yang

4.9 Banyaknya Sekolah, Guru, Murid dan Rasio Murid Terhadap Guru SD Negeri Menurut Desa di Kecamatan Simboro Tahun 2012 38 4.10 Banyaknya Sekolah, Kelas, Murid dan Guru SD

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi perantara jual beli narkotika di wilayah hukum polres polewali mandar, upaya-upaya