• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. laut. Dalam hubungan dengan kedaulatan negara, maka suatu negara harus memiliki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. laut. Dalam hubungan dengan kedaulatan negara, maka suatu negara harus memiliki"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap negara memiliki batasan wilayah dengan negara lain baik darat maupun laut. Dalam hubungan dengan kedaulatan negara, maka suatu negara harus memiliki batas-batas yang jelas dengan negara lain agar tidak terjadi sengketa antara negara yang satu dengan negara yang lain.

Perbatasan adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan wilayah negara. Negara mempunyai yuridiksi mutlak untuk mengatur kepentingannya dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan itu. Negara adalah pemegang kedaulatan tertinggi yang berhak mengatur dan menguasai segala orang dan barang yang terdapat di dalamnya1. Perbatasan merupakan masalah yang penting dalam pembahasan kedaulatan suatu negara. Perbatasan merupakan pemisah antara berlakunya kedaulatan suatu negara dengan kedaulatan negara lain.

Menurut J.G strake “A Boundary is often defined as the imaginary line on the surface of earth, separating the territory of one state from that of another”. Artinya perbatasan negara sebagai garis imajiner pada permukaan bumi, yang memisahkan wilayah suatu negara dari wilayah negara lainnya2.

1

Adi Sumardiman, 1992, Wilayah Indonesia dan Dasar hukumnya, Buku 1, Perbatasan Indonesia- Papua New Guinea, Pradya Paramitha, Jakarta, hlm 8-9.

(2)

Menurut Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, definisi dari batas wilayah negara adalah garis batas yang merupakan pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal ini batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan yang berada di kecamatan3.

Memiliki kedaulatan tidak berarti negara dilepaskan dari tanggung jawab, prinsip ini berlaku bahwa dalam kedaulatan terkait pada kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Suatu negara dapat dimintakan pertanggungjawabannya untuk tindakan-tindakan yang melawan hukum internasional, maka tiada suatu negarapun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak negara lain. Setiap pelanggaran hak negara lain, menyebabkan negara tersebut wajib memperbaiki akibat dari pelanggaran hak itu dengan kata lain harus mempertanggungjawabkannya4.

Negara Indonesia memiliki wilayah kedaulatan yang sangat luas dan juga banyak berbatasan dengan negara lain, baik yang berupa daratan maupun perairan. Batas wilayah negara di darat, perairan, dasar laut dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya ditetapkan atas dasar perjanjian bilateral dan atau trilateral mengenai

3

Undang- Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara 4

Huala Adolf, 1990, Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo Persada,

(3)

batas darat, batas laut, dan batas udara serta berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional5.

Sebagai negara kepulauan, secara geografis Indonesia terletak pada lokasi yang strategis yaitu berada di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, dan dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Berdasarkan letak tersebut, Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam geopolitik dan geoekonomi regional dan global. Posisi ini di satu sisi memberikan peluang yang besar bagi Indonesia, namun di sisi lain juga memberikan berbagai tantangan dan ancaman.

Indonesia berbatasan dengan 10 negara baik perbatasan di darat maupun perbatasan di laut yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, PNG, Australia, dan Timor Leste. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar wilayah perbatasan Negara Indonesia di bawah ini

5

(4)

Gambar 1. Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia6

Provinsi Papua merupakan pulau nomor dua terbesar di dunia setelah Pulau Greenland7. Pulau ini di sebut pulau New Guinea dan terbagi menjadi dua yakni sebelah barat negara Indonesia ( Provinsi Papua) dan sebelah timur negara PNG. Perbatasan darat antara Indonesia dan PNG merupakan satu diantara sekian banyak perbatasan negara yang patut mendapat perhatian, karena persoalan-persoalan geografi yaitu batas wilayah yang menandai luasnya suatu wilayah meliputi daratan, perairan (laut) dan udara di atasnya. Papua merupakan salah satu Provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya disebut NKRI) yang berada pada posisi strategis di kawasan timur Republik Indonesia (selanjutnya disebut RI), yakni

6 Rencana induk pengelolaan batas wilayah Negara dan kawasan perbatasan 2011-2014 7

(5)

sebelah utara berbatasan dengan samudra pasifik, sebelah timur berbatasan darat dengan PNG8.

Sejak dahulu Orang Papua sudah memiliki hubungan erat dengan orang PNG karena masih tergolong dalam satu suku bangsa, ras, bahasa, dan budaya. Masyarakat ini masih terikat oleh perasaan satu Rumpun Melanesia. Mereka menempati wilayah timur Republik Indonesia tepatnya di Papua. Berdekatan dengan wilayah New Guinea dan Australia, dari penelitian antroplogi dan arkeologi penduduk Papua dan PNG memiliki kesamaan dengan penduduk Asli Australia atau Aborigin9. Persamaan tersebut dapat dilihat dari ciri fisik yaitu warna kulit yang sama sawo matang dan hitam, rambut keriting dan berwarna hitam, warna bola mata hitam, budaya dan adat istiadat serta kearifan lokal yang sama10. Persamaan-persamaan yang terlihat dari penduduk Irian dengan penduduk Aborigin tidak dapat dilepaskan dari pengaruh kedekatan wilayah yang saling berbatasan antara RI-PNG-Australia.

Gambar 2 Garis Batas Yang Membagi Pulau New Guinea Menjadi Dua11

8

Badan Pengelola Perbatasan Dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, 1980, The PNG Office Of Information -This is PNG.

9 Badan Pengelola Perbatasan Dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, 1980, The PNG Office Of Information -This is PNG.

10 Ivon Dengah, “Uncen usulkan Penelitian Hak Ulayat Tanah “, Jujur bicara rakyat, Volume XXV, Maret, 2009

11

(6)

Kawasan perbatasan adalah hal yang penting dan merupakan manifestasi utama dan memiliki peran penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, keamanan dan keutuhan wilayah, dimana kawasan perbatasan memiliki persoalan sosial, politik, ekonomi, pertahanan keamanan menjadi semakin kompleks karena bersinggungan dengan kedaulatan negara lain12.

Berbagai masalah yang timbul di sekitar daerah perbatasan sehingga memerlukan pengaturan bersama antara kedua negara antara lain bentuk dan jumlah tapal batas,13 pelintas batas untuk tujuan tradisional dan kebiasaan, perdagangan

12

Letjen TNI Moeldoko “Kompleksitas pengelolaan perbatasan tujuan dari perspektif kebijakan pengelolaan perbatasan RI ,http://idu.ac.id/index.php?option=com,docman&amp.task=cat view&gid=116&itemid=30 diakses 15 febuary 2015

13 Sejak 1966 Tugu perbatasan yang dibangun oleh Pemerintah Indonesia dan Australia berjumlah 14 ( empat belas) buah, dibangun dari utara ke selatan membagi pulau Papua menjadi 2 (dua) bagian.

(7)

tradisional, keamanan bersama di perbatasan, hak-hak terhadap tanah dan perairan pada sebelah menyebelah perbatasan, kerjasama perbatasan, pemukiman, pemanfaatan Sungai Fly sebagai sungai internasional.

Dalam rencana strategis Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri (BPPKLN) Provinsi Papua menjelaskan tentang ancaman-ancaman yang timbul di wilayah perbatasan, akibat kurang berjalan dengan baik pengaturan lintas batas dan kurangnya pengawasan seperti :14

a. Masih adanya pelanggaran batas ke wilayah PNG; seperti tidak di perpanjangnya Kartu Lintas Batas (KLB), penduduk tradisional yang melakukan kunjungan lebih dari 30 hari dan tidak meminta persetujuan dari kedua pejabat perbatasan.

b. Daerah perbatasan RI-PNG masih dijadikan sebagai ajang untuk kegiatan kriminal seperti (penyeludupan ganja dan senjata serta barang lain) serta sebagai tempat pijakan dan pelintasan ke negara lain ( Australia, New Zealand, dan negara pasifik baik perorangan maupun kelompok secara tidak sah; contohnya masih banyaknya daerah di perbatasan yang tidak memiliki pos-pos perbatasan, sehingga dengan mudah sekali orang dari PNG dapat masuk ke wilayah Indonesia. Dan juga banyak jalan-jalan pintas yang tidak dijaga oleh aparat keamanan.

c. Daerah kepulauan/pulau terpencil dijadikan tempat mencuri sumber daya alam maupun masuknya unsur-unsur membahayakan NKRI; seperti pencurian ikan yang dilakukan oleh warga negara PNG di Indonesia ataupun sebaliknya warga negara Indonesia di wilayah PNG.

d. Pelintas batas tradisional yang sering melakukan perdagangan gelap, penyelundupan barang dan obat-obatan terlarang seperti narkoba, ganja, minum-minuman keras beralkohol tinggi dan mencegah pelintas batas tradisional yang dicurigai atau terindikasi terinfeksi HIV/AIDS, hal ini diakibatkan masih kurangnya aparat keamanan di daerah perbatasan.

Mulai tahun 1990 pemerintah Indonesia dan PNG mendirikan lagi 38 (tiga puluh delapan) buah sehingga seluruhnya menjadai 52 ( lima puluh dua ) buah tugu, pemasangan tugu ini diutamakan pada jalan-jalan setapak yang biasa dilalui para pelintas batas. ( sumber Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua)

14

(8)

Dapat dilihat bahwa data dari BPPKLN Provinsi Papua mengenai ancaman-ancaman ini diakibatkan kurangnya pengawasan dalam pelaksanaan perjanjian “Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993” (pengaturan khusus bagi kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea 1993) oleh para pihak yang terlibat di dalam pengelolaan perbatasan RI-PNG. Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993 ( selanjutnya disebut Special Arrangements 1993) ini adalah bagian dari perjanjian internasional. Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik. Negara Indonesia sendiri juga melakukan berbagai macam perjanjian internasional dengan beberapa negara, terutama dengan negara-negara yang bertetangga atau berbatasan langsung dengan wilayah Indonesia.

Antara Indonesia-PNG sebagai negara yang saling berbatasan darat dan laut telah membangun hubungan kerjasama bilateral. Dibuatnya perjanjian perbatasan antar kedua negara ini didasarkan perjanjian antara Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas tertentu antara Indonesia dan PNG yang ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973. Telah dituangkan ke dalam Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun

(9)

1973 tentang Perjanjian antara Indonesia dan Australia Mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia Dan Australia Mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia Dan Papua New Guinea. Perjanjian ini sifatnya masih terbatas artinya bahwa perjanjian ini hanya mengatur tentang garis-garis batas, tidak mengatur tentang pelintas batas. Seharusnya perjanjian ini mengatur tentang pelintas batas mengingat wilayah kedua negara yang sangat berdekatan sehingga harus diatur juga mengenai pelintas batas agar tidak terjadi kejahatan.

Negara PNG merdeka pada tanggal 16 September 1975, dan setelah menyatakan kemerdekaannya Pemerintah PNG dan Pemerintah Indonesia kembali meninjau peraturan mengenai garis-garis batas ini. Pada tanggal 17 Desember 1979 telah sepakat menandatangani suatu perjanjian yang diberi judul “ Basic Agreement Between the Government Of The Republic of Indonesia and the Government Of The Independent state of Papua New Guinea on Border Arrangments 1979” (Persetujuan Dasar Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua New Guinea Tentang Pengaturan Perbatasan).

“Basic Agreement Between the Government Of The Republic of Indonesia and the Government Of The Independent State of Papua New Guinea on Border Arrangments 1979 (selanjutnya disebut Basic Agreement 1979) yang di ratifikasi pada tanggal 13 Desember 1980 dan di sahkan dengan Keppres No. 6 tahun 1980; Basic agreement 1979 mengalami beberapa kali amandeman. Amandemen pertama Basic agreement 1979 di Port Moresby pada tanggal 29 Oktober 1984, disahkan dengan Keppres No. 66 tahun 1984; Amandemen ke dua di Port Moresby pada

(10)

tanggal 11 April 1990, dan disahkan dengan Keppres No. 39 tahun 1990.. Amandeman ke tiga pada tanggal 18 Maret 2003; Kempat Pada tanggal 17 Juni 2013. Beberapa kali diamandemen isi perjanjian Basic agreement 1979 ini, untuk meningkatkan kerja sama dalam admintrasi dan pembangunan kawasan perbatasan RI-PNG.

Dinamika pengaturan wilayah perbatasan ini terus diupayakan pararel dengan kepentingan nasional kedua negara sehingga memasuki dekade ini, kedua negara sepakat untuk menjadikan masalah lintas batas orang dan barang dari dan kewilayahan perbatasan diatur bersama. Warga negara dari kedua negara ini yang bertempat tinggal di sepanjang dan di sekitar perbatasan yang secara turun temurun melakukan kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan, maka kedua pemerintah menjabarkan dan mengatur lebih lanjut apa yang telah disepakati dalam Basic Agreement 1979 ke dalam “ Special Arrangements 1993 yang ditandatangani di Rabaul pada tanggal 15 November 1993 oleh kedua negara.

Dalam Basic Agreement 1979 ini mengatur kesepakatan kerjasama antara pemerintah Indonesia dan pemerintah PNG, diantaranya pembentukan komite perbatasan bersama, pengaturan-pengaturan kerjasama yang merupakan lembaga yang membantu komite perbatasan, pengaturan lintas batas tradisional terhadap tanah dan perairan pada wilayah perbatasan seperti perdagangan, transportasi, komunikasi, dan asuransi, keimigrasian, cukai, karantina, dan pelayaran.

Kedua belah pihak akan mengatur suatu sistem lintas batas dimana kedua negara yang berdiam di masing-masing daerah perbatasan dibebaskan keluar masuk

(11)

dalam daerah perbatasan yang saling berseberangan, hanya khusus untuk keperluan yang bersifat tradisional dan kebiasaan yang dibuktikan bahwa mereka adalah pemegang yang sah kartu lintas batas yang diterbitkan para pihak tanpa biaya di pos perbatasan yang ditunjuk. Kartu Lintas Batas ini berlaku sebagai penganti visa, passpor15.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri mengartikan perjanjian internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada pemerintah Republik Indonesia.

Di dalam “ Special Arrangements 1993“ mengatur masalah warga negara dari kedua negara ini yang bertempat tinggal di sepanjang dan di sekitar perbatasan yang secara turun temurun melakukan kegiatan lintas batas tradisional dan kebiasaan.

Dalam rangka implementasi dari Basic Agreement tersebut di atas, terdapat beberapa memorandum of understanding (MOU) yang merupakan tindak lanjut untuk realisasi pelaksanaan Basic Agreement diantaranya “Special Arrangements” mengenai pengaturan tata cara bagi pelintas batas penduduk tradisional di wilayah perbatasan, pengaturan lalu lintas kendaraan tradisional di pantai, serta penetapan tempat untuk check point bagi para pelintas batas. Joint Directive dan mengikuti

15

Lihat Paragraph 3.1 Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossings

(12)

petunjuk pelaksanaan terhadap Special Arrangements tersebut antara lain seperti : penggunaan kartu lintas batas, penentuan bagi penduduk yang berhak dan lain-lain16.

Pelaksanaan lalu lintas kendaraan tradisional ini belum berjalan dengan baik, karena apa yang tertuangkan di dalam perjanjian ini belum dilaksanakan dengan baik sehingga dampaknya yang cukup besar. Contoh permasalahannya adalah dalam “Special Arrangements” ini diatur mengenai kendaraan tradisional yang dipakai harus diregistrasi terlebih dahulu pada instansi yang berwenang dan memakai nomor registrasi. Tetapi dalam prakteknya tidak didaftarkan nomor dan tidak memiliki surat ijin. Sehingga banyak menimbulkan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh warga negara masing-masing. Seharusnya lintas batas tradisional ini dilakukan oleh warga negara yang ada di daerah perbatasan tetapi karena kurang ada pengawasan, maka banyak warga negara yang tidak berada di sekitar perbatasan pun melakukan kegiatan lintas batas.

Di dalam Special Arrangements 1993 ini masih terdapat kekurangan-kekurangan yang belum dirubah oleh kedua belah pihak negara. Dimana seharusnya peraturan dalam Special Arrangement 1993 ini dapat diperbaharui mengikuti keadaan atau perkembangan sosial, ekonomi, dan keamanan yang terjadi dalam masyarakat perbatasan. Special Arrangements 1993 ini sudah lebih dari 10 tahun belum juga ada perubahan atau direvisi. Sehingga menimbulkan masalah-masalah yang ada di perbatasan. Masalah-masalah yang harus dilihat adalah pengawasan yang lebih baik

16 Dalam rangka implementasi dari Basic Agreement1979, terdapat beberapa MOU yang merupakan tindak lanjut untuk realisasi pelaksanaannya.

(13)

lagi dari kedua pemerintah terhadap perjanjian Special Arrangements 1993 dan daerah perbatasan antara ke dua negara. Pengawasannya seperti jumlah pos-pos perbatasan di wilayah ini yang harus ditambah lagi.

Kawasan perbatasan wilayah RI-PNG di provinsi Papua berada di 5 (lima) wilayah kabupaten/kota, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Pos-pos perbatasan di wilayah ini berjumlah empat belas (14) pos saja. Seharusnya pemerintah menambah pos-pos perbatasan dan juga menambah aparat keamanan di sepanjang wilayah perbatasan. Hal ini untuk mencegah terjadinya penyelundupan narkoba dan tindak kejahatan lainnya di sekitar wilayah perbatasan RI-PNG. Perlu ditingkatkan lagi koordinasi yang baik antara pejabat-pejabat terkait yang memiliki wewenang untuk mengurus daerah perbatasan seperti yang tercantum dalam perjanjian ini.

Belum maksimalnya pengawasan pada pintu-pintu masuk atau pos perbatasan menyebabkan penduduk perbatasan keluar masuk perbatasan masing- masing negara tanpa memerdulikan ketentuan untuk memiliki kartu lintas batas, hal ini diakibatkan karena masih kurangnya kesadaran penduduk tentang ketentuan-ketentuan yang harus ditaati pada batas wilayah negara, sehingga mereka tidak memperhatikan batas-batas wilayah. Penduduk tradisional ini juga ada yang memiliki kewarganegaraan ganda yang dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Warga Negara Indonesia (WNI) dan KTP Warga Negara PNG, dan banyak juga yang belum memiliki tanda pengenal dari masing-masing negara.

(14)

Kurangnya pengawasan dari petugas keimigrasiaan terhadap wilayah-wilayah perbatasan yang sulit dijangkau. Sehingga banyak pelintas batas yang dengan sesuka hati mereka berkunjung, tinggal dan menetap di wilayah negara lain tanpa identitas yang jelas.

Di daerah perbatasan ini masih kurang pos-pos dan mercusuar yang seharusnya dibangun oleh pemerintah RI-PNG sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan perjanjian tersebut. Pos-pos tersebut akan digunakan sebagai bagian dari bentuk pengawasan pemerintah kedua negara dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran lintas batas kedua negara. Terutama di daerah pantai harus banyak di bangun pos perbatasan dan mercusuar, mengingat banyaknya penyeludupan ganja dari PNG ke wilayah Provinsi Papua lebih banyak melewati jalur laut. Jalur laut ini kurang dijaga dengan baik oleh aparat keamanan.

Dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Pasal 3 dikatakan bahwa fungsi keimigrasian disepanjang garis perbatasan wilayah Indonesia dilaksanakan oleh pejabat imigrasi yang meliputi tempat pemeriksaan imigrasi dan pos lintas batas. Tetapi dalam kenyataannya tidak semua pos lintas batas yang berada di 5 (lima) wilayah ini dijaga oleh petugas keimigrasian. Kurangnya pengawasan ini menyebabkan terjadinya tindakan-tindakan yang merugikan negara Indonesia.

Pengawasan lain yang masih kurang adalah pada saat penduduk tradisional yang menggunakan KLB (Kartu Lintas Batas) untuk melintasi batas negara telah ditentukan jangkauan wilayah dan masa berlakunnya KLB sesuai waktu yang telah ditetapkan. Tetapi terkadang disalahgunakan oleh pengguna KLB tersebut untuk

(15)

bepergian melewati batas wilayah yang telah ditentukan seperti berkunjung ke kabupaten lain dengan melewati batas waktu yang telah ditentukan.

Hal-hal yang telah dipaparkan di atas adalah kenyataan yang harus diperhatikan dan lebih dikoordinasikan secara baik oleh para pejabat yang berwenang baik itu pejabat perbatasan, petugas perbatasan, petugas pengisi, petugas imigrasi, petugas bea cukai, petugas karantina dan aparat keamanan untuk menjaga keamanan dan keutuhan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah :

Berdasarkan pada latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan yang mendasar untuk dapat dicari penyelesaiannya. Adapun rumusan permasalahan tersebut adalah :

1. Bagaimana pengawasan dan hambatan-hambatan pelaksanaan “Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993 ?

2. Bagaimana solusi dari permasalahan pelaksanaan “Special Arrangements For Traditional and Customary Border Crossing Between The Government of the Republic of Indonesia and the Government of Papua New Guinea 1993?

(16)

Penelitian yang dilakukan terkait dengan permasalahan yang telah dirumuskan diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan penulis. Adapun tujuan tersebut antara lain :

1. Tujuan Subyektif

Secara subjektif dan personal, penulisan tesis ini ditujukan untuk melengkapi/menjadi pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar Magister di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

2. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui bagaimanakah pelaksanaan dan hambatan-hambatan dalam Pengawasan dari “Special Arrangements 1993”

b. Untuk dapat memberikan solusi dari permasalahan pelaksanaan “Special Arrangements 1993”

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini baik secara praktis maupun teoritis antara lain :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin bidang ilmu hukum, terutama mengenai perjanjian internasional dalam hal pelaksanaan perjanjian ini bagi negara Indonesia;

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi Pemerintah Negara Indonesia dan Papua New Guinea khususnya

(17)

Pemerintah Provinsi Papua untuk mengetahui bagaimana berjalannya perjanjian ini dan hal-hal apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Perjanjian “Special Arragments 1993”

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, dapat diketahui bahwa belum ada penelitian mengenai Pengawasan Para Pihak Dalam Pelaksanaan Pengawasan Pelaksanaan Perjanjian Special Arragments 1993. Penelusuran juga dilakukan melalui internet guna mengetahui ada tidaknya penelitian yang serupa, namun tidak ditemukan adanya penelitian yang sama ataupun penelitian yang mirip dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Meski demikian, terdapat beberapa penelitian yang mirip dengan tema di atas yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian tersebut seperti diuraikan berikut : 1. Tesis atas nama Kukuh Tejomurti, 2012 “ Implementasi Suatu Perjanjian

Internasional Yang Tidak Diratifikasi ( studi tentang keterikatan negara terhadap Agreement Between The Government Of The Italian Republic And Government Of The Republic Of Indonesia On The Consolidation Of The Indonesian Debt)” program studi magister Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana ruang lingkup Loan Agreement dapat dikatakan sebagai perjanjian internasional publik dan perjanjian internasional bersifat perdata?

(18)

2) Apakah persetujuan DPR dalam menetapkan pinjaman luar negeri dalam APBN identik dengan pengesahan/ratifikasi dengan UU (oleh DPR) sebagaimana dimaksud oleh UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional?

3) Apakah Agreement Between The Government Of The Italian Republic And Government Of The Republic Of Indonesia On The Consolidation Of The Indonesian Desbt yang mengkehendaki adanya ratifikasi dapat berlaku tanpa adanya proses pengesahan (Ratifikasi)

2. Tesis atas nama Tien Virginia Arisoi, 2012, ”Analisa Kegagalan Border Liason Meeting dalam mengatasi masalah ancaman keamanan non tradisional di kawasan perbatasan Republik Indonesia dan Papua New Guinea Tahun 2008-2011, Program studi Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1) Mengapa MOU BLM gagal dalam mengatasi keamanan non tradisional di kawasan perbatasan?

3. Tesis atas nama Zulkifli, 2012, “Kerjasama Internasional Sebagai Solusi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara (studi Kasus Indonesia)” program studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum Transnasional, Universitas Indonesia, dengan rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana permasalahan kawasan perbatasan negara khususnya di Indonesia?

(19)

2) Bagaimana kemungkinan adanya kerjasama internasional dalam upaya pengelolaan kawasan perbatasan negara khususnya Indonesia?

3) Bagaimana pelaksanaan kerjasama internasional yang menyangkut daerah perbatasan?

4. Penulisan dari Mantak Manalu, SH, tentang Peninjauan Kembali persetujuan Dasar RI-PNG Pokok Pikiran pengembangan.

Penelitian ini membahas tentang Pengawasan Para pihak dalam pelaksanaan Perjanjian “Special Arragments 1993”. Adapun permasalahan yang dibahas mengenai Pelaksanaan dan hambatan yang ada sehingga perjanjian ini belum berjalan dengan baik. Hal yang diteliti adalah keterlibatan para pihak yaitu pemerintah di dalam mengawasi perjanjian dan daerah perbatasan RI-PNG.

Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Maka penelitian ini dianggap telah memenuhi kaedah keaslian penelitian. Walaupun demikian, bilamana dikemudian hari ditemukan bahwa permasalahan dalam penelitian ini pernah diteliti oleh peneliti lain sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini dapat saling melengkapi dengan peneliti lainnya.

Gambar

Gambar 1.  Batas Negara Kesatuan Republik Indonesia 6

Referensi

Dokumen terkait

1.1 Menerapkan teori kelistrikan 1.2 Mengenal komponen elektronika 1.3 Menggunakan komponen elektronika 1.4 Menerapkan konsep elektronika digital 1.5 Menerapkan sistem

Dalam menerapkan kombinasi metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution ( TOPSIS) , dilakukan studi

Pengamatan dilakukan dengan beberapa parameter untuk mendapatkan data primer, diantaranya adalah sebagai berikut; tepat dosis pupuk (diamati dengan mengambil 40

Humboldt belépésének els sorban a a jelen- t sége a reformfolyamat s ámára, hogy már évti edek ta a kép és (Bildung) általános elméletén és lo ai-antropol

Berikut ini sejumlah rekomendasi yang dapat diberikan sebagai peserta KKN-BBM ke-54 untuk pihak-pihak yang bersangkutan dan berkepentingan agar dapat diperhatikan, sehingga

Menurut studi yang dilakukan oleh Antariksa Budileksmana (2005: 491) menyatakan bahwa dengan periode pengamatan pada return pasar tahun 1999- 2004, pengujian membuktikan

Dalam penelitian ini data primer yang digunakan merupakan staff Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman serta persepsi responden terhadap variabel yang akan diteliti melalui

Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus,