• Tidak ada hasil yang ditemukan

ALYSSA S BABIES Penerbit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ALYSSA S BABIES Penerbit"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Frisca Ardayani, Ay

ALYSSA’S BABIES

(

Genggaman Ketika Cinta Mulai Memudar…)

Penerbit

(2)

ALYSSA’S BABIES

Genggaman Ketika Cinta Mulai Memudar…

Oleh: Frisca Ardayani, Ay

Copyright © April 2014 by Frisca Ardayani, Ay

Penerbit

Frisca’s

_

Books Publisher

Friscabooks.wordpress.com Friscabooks@gmail.com

Penulis: Frisca Ardayani, Ay Desain Sampul: Frisca Ay & Mayang Sari

Penyunting: Frisca Ay & Siti Romlah Desain Lambang: Frisca Ay Shopeeker: Adinda Cintya S

Diterbitkan melalui:

(3)

Ucapan Terima kasih

Penulis panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT karena terselesainya sebuah Buku Perdana ini yang berjudul Alyssa’s Babies. Apalagi, tanpa hidayah dan nikmat-Nya, penulis tidak akan bisa menyelesaikan Buku ini sesuai ketentuan dan waktu yang telah di tetapkan sendiri.

Tak lupa, Penulis mengucapkan Terima kasih entah berapa kali ucapan yang patut di lontarkan kepada kedua Orang Tua yang selalu memberikan semangat dan doa yang mana, sangat berperan besar disini.

Secara garis besar, Penulis juga tentu berterima-kasih kepada semua pihak yang terlibat baik dari yang menginspirasi maupun yang selalu memberikan semangat untuk terus berkarya dalam dunia tulis-menulis fiksi seperti ini. Buku perdana ini Penulis Dedikasikan untuk para Keluarga RiFy Maniacs dan Members Frisca’s Books, terima kasih untuk kalian semuanya, maaf tidak bisa menyebutkan satu-persatu diantara kalian. Tapi yang pasti, jika tanpa kalian(readers) Penulis juga tidak akan bisa membukukan Cerita ini dengan sedikit perombakan di dalamnya. Penulis ucapkan Terima kasih sekali lagi untuk antusias kalian semua.

Semoga tidak mengecewakan kalian, selamat membuka lembaran demi lembaran cerita yang Penulis suguhkan. Titik dua bintang yang hangat untuk kamu— kamu dan kamu disana. Love you guys!

With Love, Frisca Ay

(4)

BAG I (Permulaan Kisah)

Pria tampan yang berbalut pakaian kantor lengkap berkelas tinggi itu, kini tengah melangkah dengan penuh kewibawaan dan derap elegan setiap tungkainya melangkah. Ia terus menatap ke depan tanpa ingin menoleh sedikit pun, penyambutan oleh para karyawannya merupakan suatu hal rutin yang terjadi, tetapi sedikit pun Ia tidak merespon sapaan tersebut dari seluruh pegawainya. Respon yang Ia lakukan hanya anggukan sedang tanpa berlebihan sedikit pun. Mungkin ala kadarnya saja.

Ia memasuki lift sembari menekan tombol lantai teratas, di mana tempat kursi jabatannya berada. Tidak sampai 2 menit pintu lift kembali terbuka dan Ia pun keluar untuk menuju ruangannya, Ia sempat melirik sebuah ruangan mini yang berada tepat di ujung kanan sayap lantai ini. Ia tersenyum kemudian menggelengkan kepalanya, itu adalah ruangan mini milik Clara dulunya. Tetapi sekarang, bayi mungil lucu itu sudah tumbuh menjadi anak perempuan cantik yang mempunyai cita-cita tinggi, ingin menjadi seorang model.

Ia kembali melangkahkan kakinya meraih knop pintu lantas memasuki ruang kerjanya yang sungguh mewah. Tetapi, betapa terkejutnya pria itu saat mendapati sosok anak perempuan kecil berumur 6 tahun kini tengah duduk pada kursi jabatannya sambil menekuni sesuatu. Ada sebuah pensil di tangan kirinya dan sebuah Drawing book berukuran sedang bertengger di atas meja kerja pria itu.

"Aya! Sejak kapan kau di situ?" Perempuan kecil yang tadinya sibuk menggambar di sana, merasa terusik dan menekuk wajahnya sebal pada pria yang mengganggu konsentrasinya, Ia menatap marah pada pria itu.

(5)

"Dad tidak lihat? Aya sedang sibuk menggambar." Heh? Apa yang perempuan kecil itu katakan? Kenapa nada dan kalimat yang terucap dari bibir mungilnya justru sangat sama persis dengan apa yang biasanya Ia katakan kepada karyawannya. Pria itu mengangkat sebelah alisnya lantas menggelengkan kepala, tidak habis pikir akan kelakuan putri kecilnya itu yang sungguh cerdas kelewat batas.

"Aya, kemari—" Perintah pria itu, seolah-olah memerintah karyawannya seperti biasa, padahal yang saat ini Ia perintah hanyalah putri kecilnya yang polos dan tidak mengerti apapun. Aya justru bersikap acuh tak acuh, seolah-olah tidak mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh ayahnya. Ah ya! Pria itu hampir lupa, bukankah putri kecilnya yang nakal ini tidak menyukai nada-nada terkesan kasar seperti tadi. Ia selalu menyukai nada yang lembut seperti yang dilakukan ibunya, dan kemanjaan yang sangat luar biasa harus dilakukan. Aya tidak menyukai hal-hal kasar dan mengerikan. Anak kecil ini sudah bisa saja mencari tipe yang baik! Ya Tuhan..

Argario Tersaa. itulah pria tampan ini, pria tampan yang sekarang tengah dibuat kesal oleh putrinya sendiri. Bagaimana bisa, putrinya itu justru berada di ruang kerja kantornya tanpa sepengetahuan dirinya. Ia melangkah mendekati putrinya, kemudian sedikit membungkukkan badan untuk menyamakan posisinya dengan Aya yang duduk di kursi, Ia memutar kursi itu ke arahnya agar Aya kini menghadap sepenuhnya.

"Ayo jawab. Bagaimana bisa kau ke sini?" Kedua bola mata itu, kedua bola mata yang sama persis seperti istrinya. Kedua bola mata bulat dan hitam pekat penuh misteri yang susah ditebak di dalam sana. Ya Tuhan, Rio justru merindukan sosok istrinya saat ini. Padahal baru beberapa jam Ia meninggalkan rumah.

(6)

"Aya bosan di rumah lalu memanggil taksi untuk ke kantor Dad." Rio tercengang dan sekaligus campur panik saat mengetahui putri satu-satunya itu ke sini menggunakan taksi tanpa ada yang tahu? Oh Astaga! Rio merasa de javu saat ini, beberapa tahun silam Ia juga dilanda kepanikan saat Clara waktu lalu hilang tiba-tiba dari pengawasannya dan justru mendapati bayi itu merangkak cukup jauh dan kemudian menemukan Clara berada di gendongan seorang perempuan sederhana, dan kemudian saat ini perempuan itu telah menjadi istrinya sendiri.

"Kau dengarkan Dad sekarang. Jangan melakukan hal ini lagi, kau tidak akan tahu bagaimana khawatirnya Dad dan Ibu mu, jika kami kehilanganmu—." Rio menarik nafas panjang lalu menghelanya. "Hal yang kau lakukan ini bukanlah hal untuk bermain-main Aya. Kau tidak tahu bagaimana khawatirnya Mom di rumah, sekarang Dad akan menelpon Mom untuk memberitahu kalau kau berada di sini."

"Dad—"

"Tidak ada rengekan!" "Dad—"

"Duduk dan diam di situ, Mom pasti sangat mengkhawatirkan mu saat ini." Rio mulai berdiri dengan posisi semula lalu meraih benda komunikasi di balik saku dalam jasnya. "Aya merindukan Dad! Kenapa Dad tidak mengerti." Kalimat tadi membuat Rio tersadar dari emosinya yang mulai menjalar, Rio terdiam menatap Aya yang menunduk. Aya merindukannya?

"Dad selalu tidak ada waktu untuk Aya, Dad selalu pulang malam dan Aya sudah tidur. Saat Aya bangun pagi, Mom justru bilang Dad sudah pergi. Saat ini Aya marah pada Dad, kenapa Dad tidak mengerti itu?!" Aya bersuara lebih nyaring sehingga membuat Rio meneguk ludahnya susah payah,

(7)

ternyata ini alasan putrinya itu? Kenapa Ia justru tidak memperhatikan Aya? Sedangkan kala dulu saat Clara diasuh olehnya sangat diperhatikan sekali oleh Rio. Ia merasa rongga dadanya serasa ditusuk jarum kecil beberapa buah, menimbulkan lubang kecil yang berefek luka di sana.

Ia melihat tubuh mungil putrinya nampak bergetar dengan wajah tertunduk, anaknya terisak kecil. Melihat itu, membuat Rio sungguh sangat dirundung rasa bersalah saat ini. Ia sudah tidak adil dengan putrinya sendiri, Rio kembali menyamakan posisinya pada Aya. Ia meraih dagu mungil anaknya itu dengan lembut, mencondongkan wajahnya lantas mengecup air mata Aya yang tadi terus mengalir membasahi kedua pipinya. Hal ini adalah hal ampuh yang dilakukan Rio untuk menenangkan istrinya jika tengah bersedih, dan ternyata mampu membuat si mungil cantik di hadapannya ini juga terdiam seketika.

Rio menggenggam wajah putrinya dengan sayang. Kedua jempolnya sibuk menghapus air mata Aya yang sejak tadi mengalir, Ia tersenyum manis.

"Maafkan Daddy." Menatap kedua bola mata Aya dengan sayang.

"Maaf Daddy tidak mempunyai banyak waktu untukmu. Maaf jika Dad tidak mengertimu dan membuatmu kesal saat ini, maafkan Dad telah membuatmu menangis. Dad janji akan membayar seluruh kesalahan Dad padamu, apapun yang kau inginkan Dad pasti akan menurutinya, tapi satu hal yang Dad mau untuk kau lakukan. Jangan menangis seperti ini dan berani memanggil taksi lagi untuk pergi ke kantor Dad seperti yang kau lakukan sekarang. Kau mau memaafkan dan berjanji untuk Dad?" Aya hanya menatap kedua bola mata ayahnya itu untuk mencari kebenaran.

(8)

Rio yang menyadari hal itu cukup tertawa kecil di hatinya, bagaimana bisa anak sepolos dan sekecil Aya bisa mencari kebenaran melalui mata seperti ini, seluruh yang dilakukan oleh Aya sama persis seperti yang dilakukan oleh istrinya. Sanga persis dan sama!

Perempuan kecil itu mengangguk kecil, Rio tersenyum lantas memeluk anaknya itu dengan sayang, kecupan-kecupan kecil entah sudah berapa kali kini Ia hadiahkan pada Aya, sebagai suatu ungkapan rasa sayangnya pada putri satu-satunya itu. Ia tidak menyangka jika saat ini, putri kecilnya sudah sebesar ini akan memasuki usia 7 tahun beberapa bulan lagi. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata kini menatap takjub sejak beberapa menit lalu, Ia tersenyum manis di ambang pintu sana. Diantara Rio maupun Aya belum menyadari akan sosok di ambang pintu tersebut, sosok itu bersedekap lantas menggelengkan kepala saat melihat anak dan suaminya sedang bercanda sekarang.

Alyssa Gissel Lavendo. Perempuan itulah yang sejak tadi berada di ambang pintu. Ia terus memperhatikan putrinya yang menahan geli karena gelitikan-gelitikan kecil yang dihadiahkan oleh ayahnya sendiri. Ia mengetahui putrinya kabur dari rumah karena salah satu karyawan Rio menghubunginya dan mengatakan bahwa Aya berada di kantor. Betapa terkejutnya Ify saat mengetahui hal itu, dan Ia pun begitu panik menyusul ke sini.

"Apakah sejak tadi kalian berdua tidak menyadari kehadiranku—atau bahkan berpura-pura tidak melihatku?" Ify membuka suara dengan nada yang dibuat-buat kesal, sontak membuat gurauan dan tawa yang terjadi pada ayah dan anak itu menghentikan kegiatannya. Rio mengkerutkan kening, bukankah tadi Ia tidak memberitahu istrinya itu? Tapi, kenapa justru berada di sini sekarang? Pasti salah satu karyawannya

(9)

menelpon Ify dan memberitahukan hal ini. Ia berdiri lalu menggendong putrinya melangkah untuk mendekati Ify yang berada di ambang pintu. "Anakmu ini marah padaku karena tidak punya banyak waktu untuknya, lalu dia ke sini untuk memarahiku." Adu Rio membuat Aya tertunduk takut untuk menatap ibunya. Ify mengangkat kedua alisnya secara bersamaan.

"Benar yang dikatakan Dad mu, sayang?" Tanya Ify masih memasang nada kesal. "Maafkan Aya Mom. Tetapi, Aya sudah berjanji pada Dad untuk tidak melakukan ini lagi. Aya janji."

"Bisakah janjimu, Mom percaya? Apa hukumannya jika kau melanggar janjimu?" Aya hanya menatap kedua orang tuanya secara bergantian. Lalu mengdengus kecil.

"Terserah apa yang akan Mom dan Dad lakukan nanti." Mendengar ucapan sebal dari mulut anaknya itu, Rio dan Ify terkekeh geli. Ify meraih puncak kepala Aya lalu mengusapnya lembut.

"Jangan lakukan ini lagi. Kau tahu apa yang kau lakukan dengan cara kabur dari rumah, tanpa sepengetahuan Mom sama saja ingin membuat Mom sakit nantinya, kau mau Mom sakit?" Nampak Aya menggeleng cepat, Ify menatap anaknya penuh sayang. Wajah putrinya itu begitu cantik, perpaduan antara wajah Ify dan Rio di sana. Letak dan setiap garis wajah yang terlukis tegas pada wajah Aya sangat terlihat jelas bagaimana putri mereka itu di kemudian hari saat memasuki usia remaja.

"Aku akan mengambil cuti. Mungkin, liburan di pantai akan sangat mengasyikan untuk keluarga kecilku ini, tentunya yang sangat khusus untuk perempuan kecilku yang pemarah." Ledek Rio pada Aya, membuat wajah berbinar dan berseri-seri kini terlihat jelas.

(10)

"Benarkah, Dad?" Tanya Aya masih tak percaya. "Tentu saja benar." Jawab Rio pasti, membuat Aya berteriak histeris pada gendongan ayahnya. Ify yang melihat itu hanya menggelengkan kepala dan tersenyum bahagia. Aya meminta turun dari gendongan Rio, karena ingin memberitahu ini kepada kakak sepupunya. Ia ingin kakak sepupunya itu agar ikut, siapa lagi kalau bukan Clara.

Rio memberikan ponselnya pada Aya, menyuruh putrinya itu untuk menelpon di luar saja, lagipula ada pelayannya yang Ify bawa saat ke sini menunggu di luar ruangan Rio. Aya kemudian menghilang di balik pintu, kedua pasang mata dari ayah dan ibunya mengantarkan kepergian perempuan kecil menggemaskan itu yang sudah menghilang. Ify tersentak saat pinggulnya tiba-tiba saja ditarik oleh sepasang tangan kokoh milik Rio, menguncinya dan kini jarak diantara tubuh mereka benar-benar terhapus.

"Apa yang kau lakukan?" Tanya Ify kesal akan perlakuan Rio yang tiba-tiba.

“Menurut mu?” Rio justru balik bertanya dengan jahil. “Jangan bertingkah ditempat kerja mu.” Ucap Ify kesal.

Referensi

Dokumen terkait

1) Terdapat peningkatan nilai rata2 sesudah diberikan buah pepaya terhadap peningkatan produksi ASI ibu postpartum di Wilayah Kerja Puskesmas Siak dan Puskesmas Mempura

masyarakat yang tagihan listriknya tidak terlalu besar, bisa membayar tagihan listrik dengan sampah mereka. Sebelumnya, untuk menjadi anggota Bank Sampah JWProject

Grafik di atas menunjukkan bahwa responden dengan perlakuan infra red dengan penambahan mobilisasi saraf menunjukkan hasil bahwa pada fase baseline 1 (hari ke-1 sampai

Dari data tersebut, maka dibutuhkan blower hisap dengan ketentuan tidak boleh melebihi kapasitas dari producer gas yang dihasilkan oleh reaktor ataupun kapasitas blower

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keparahan serangan WBC kategori ringan dari 15 petak contoh yang diamati, diketahui 7 petak diberi insektisida dengan

Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih (Depkes, 2006) dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul

Sistem tenaga listrik merupakan kumpulan dari komponen- komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran transmisi, saluran distribusi, dan

Zesbendri dan Ariyanti (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif sangat kuat antara disiplin kerja dengan kinerja.. dalam penelitiannya menyatakan bahwa disiplin