• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP MAR Kasus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP MAR Kasus"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Konsep Teori MAR

A. Pengertian MARmia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana jadi

Malformasi anorektal (anus imperforate) atau atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina (Donna L.Wong,2004).

Malformasi anorektal adalah kelainan bawaan anus yang disebabkan oleh ganggan pertumbuhan dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. (Manjoer Arif, 2003).

Malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti.

Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital di mana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina.

B. Etiologi

Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:

1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur

2. Gangguan organogenesis dalam kandungan 3. Berkaitan dengan sindrom down

Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran, dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat

(2)

menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi malformasi anorektal bersifat multigenik.

C. Klasifikasi

Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain: 1. pada laki-laki

a) Fistula pirenium (kutaneus)

Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada perempuan.

b) Fistula rektrovesika

Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria.

c) Fistula rektrouretra

Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat).

d) Anus imperforate tanpa vistula

Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin. Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum

e) Atresium rectum

Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum. Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang normal.

2. pada permpuan a) Kloaka persisten

Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.

b) Fistula vestibular

Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara.

(3)

Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot puborektal :

1) Kelainan letak rendah (low anomalies)

Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna dan eksterna fungsi berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus genitourinaria.

2) Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)

Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi spinter eksterna normal.

3) Kelainan letak tinggi (high anomalies)

Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula rektouretra, pada perempuan rektovaginal.

D. Manifestasi Klinis

Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut: 1) Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.

2) Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja. 3) Kejang usus.

4) Bising usus meningkat. 5) Distensi abdomen.

6) Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel). 7) Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.

E. Patofisiologi

Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi rektum berawal dari gangguan pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus urogenital dan perkembangan septum unorektal yang memisahkannya. Kedua malforamsi membentuk fistel-fistel yang menghambat pengeluaran mekonium kolon sehingga terjadi obstruksi usus yang nampak gambaran perut kembung, distensi abdomen, muntah dengan cairan mula-mula berwarna hijau kemudian bercampur tinja. Distensi abdomen yang terjadi menyebabkan penekanan intra abdomen ke torakal sehingga klien mengalami gangguan pola nafas.

(4)

Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah-muntah didukung ketidaknormalan anus serta rektum. Hal ini mengganggu pola eliminasi feses. Malformasi harus segera ditangani yang pertama untuk tindakan sementara dengan kolostomi baru kemudian dilakukan pembedahan definitif sesuai dengan letak defeknya. Pasca pembedahan pasien tirah baring lama-kelamaan akan menyebabkan intoleransi aktivitas. Adanya perlukaan pada jaringan akan menimbulkan nyeri serta resiko tinggi infeksi karena luka merupakan part entry kuman.

Selain itu juga menimbulkan kerusakan integritas kulit. Anestesi yang diberikan juga mempengaruhi penurunan fungsi organ, misal penurunan sistem pernafasan, penurunan fungsi jantung dan penurunan peristaltik usus.

(5)

Pathway

Faktor Kongenital Faktor lain tidak

diketahui

Stenosis rectum lebih

rendah pada anus Membranmenetap terpisah denganLubang anus Fistula antar rectum Bayi perempuan Bayi laki-laki Fistula rectourinaria Fistula di rectovagina BAB di uretra BAB keluar di

vagina Resiko Penyebaran Infeksi Luka operasi Post Operasi kolostomi pembedahan Kebutuhan nutrisi Tidak seimbang Mual & muntah Intake nutrisi

(6)

F. Komplikasi

1) Asidosis hiperkloremia

2) Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan 3) Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah ) 4) Komplikasi jangka panjang :

a) Eversi mukosa anal

b) Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis) c) Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)

d) Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training e) Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)

f) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)

g) Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi ). G. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan radiologi Invertogram

Yaitu teknik pengambilan foto untuk menilai jarak pungtum distal rectum terhadap muara anus di kulit peritoneum.

2) X-ray untuk memperlihatkan adanya gas dalam usus.

3) Pewarnaan Radiopatik dimuskan ke dalam traknus urinarius misalnya sistouretogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rekto urinarius dan kelainan urinarius.

4) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.

5) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut ke sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm defek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.

6) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakuakan pada gangguan ini.

Pemeriksaan khusus pada perempuan

Neonatus perempuan perlu pemeriksaan khusus karena seringnya ditemukan fistel ke vestibulum atau vagina (80%-90%).

Kelainan letak tinggi. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses menjadi tidak lancer sehingga sebaiknya cepat dilakukan

(7)

kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva. Umumnya evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalis, dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehungga perlu cepat dilakukan kolostomi. Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemeriksaan colok dubur, jari tidak ddapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel dibuat invertogram. Jika udara lebih dari 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.

Kelainan Letak Rendah. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu ada diposteriornya. Kelainan ini umumnya menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak ditempat yang seharusnya tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancer sehingga biasanya harus segera dilakukan tetapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara kurang 1 cm dari kulit, dapat segera dilakukan pembedahan definitive. Dalam hal ini evakuasi tidak ada, sehingga perlu dilakukan kolostomi.

Pemeriksaan khusus pada laki-laki

Yang harus diperhatikan ialah adanya fistel atau kenormalan bentuk perineum dan ada tidaknya butir mekonium di urine. Dari kedua hal tadi pad anak laki-laki dapat dibuat kelompok dengan atau tanpa fistel urine dan fistel perineum.

Kelainan letak tinggi. Jika ada fistel urin tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urine. Bila kateter terpasang dan urine jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urine mengandung mekonium berarti fistel ke vesika urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancer, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama dengan perempuan, harus dibuat kolostomi. Jika tidak ada fistel dan udara lebih dari 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakuakn kolostomi.

Kelainan letak rendah. Fistel perineum sama pada wanita : lubangnnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membrane anal biasanya tampak bayangan mekonium dibawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya

(8)

dilakukan terapi definitive secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan pada wanita, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara kurang 1 cm dari kulit pada invertogram, perlu juga segera dilakukan pertolongan bedah. H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive, sebagai berikut: 1) Tindakan Sementara

a) Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia.

Anak segera dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5 tahun).

b) Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara.

2) Tindakan Definitif

a) Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital (PSAVURP).

b) Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ;  Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple

dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani eksternus.

 Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum.

(9)

 Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini, sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus, sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai.

(10)

Konsep Asuhan Keperawatan MAR

A. Pengkajian 1) Identitas

a) Identitas anak

Nama, umur, jenis kelamin, agama, kedudukan klien dalam keluarga, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis, nomor rekam medic, alamat.

b) Identitas Orang tua

Nama ayah, nama ibu, umur, pendidikan, pekerjaan, agama dan alamat. 2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat kesehatan sekarang

Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal), tidak adanya mekonium, adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-48 jam setelah lahir. Atau pada bayi laki-laki dengan fistula urinaria didapatkan mekonium pada urin, dan pada bayi perempuan dengan fistula urogenital ditemukan mekonium pada vagina.

b) Riwayat Kesehatan dahulu  Riwayat Parental

Kesehatan ibu selama hamil, kapan hari pertama haid terakhir (HPHT), imunisasi TT, nutrisi selama ibu hamil dan kebiasaan atau perilaku ibu sewaktu hamil yang merugikan bagi perkembangan dan pertumbuhan janin, seperti : kebiasaan merokok, minum kopi, minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba dan obat obatan secara sembarang.

 Riwayat intranatal

Lamanya kehamilan, jenis dan lamanya partus, jenis pertolongan persalinan, berat badan lahir, keadaan bayi lahir awal, awal timbulnya pernafasan, tangisan pertama dan tindakan khusus.

 Riwayat neonatal

Skor APGAR (warna, sianosis, pucat, ikhterik), mucus yang berlebihan paralisis, konvulsi, demam, kelainan congenital, kesulitan menghisap, kesulitan pemberian makan atau ASI.

(11)

c) Riwayat kesehatan Keluarga

Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga uang mengalami gangguan seperti yang dialami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan system gastrointestinal.

3) Pemeriksaan Fisik Pra Operatif

a) Daerah perineum dan

Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini untuk mencari hubungan fistula ke kulit untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama urine) untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya.

b) Abdomen

 Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung).  Amati adanya distensi abdomen.

 Ukur lingkar abdomen.

 Dengarkan bising usus (4 kuadran).  Perkusi abdomen

 Palpasi abdomen (mungkin kejang usus) c) Kaji hidrasi dan status nutrisi

 Timbang berat badan tiap hari

 Amati muntah proyektif (karakteristik muntah) d) TTV

 Pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus. Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak.

 Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)  Ukur nadi (terjadinya takikardia)

(12)

a) Meliputi penampilan secara umum lemah, tingkat kesadaran berat badan, tinggi badan.

b) Tanda-tanda vital terdiri dari suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah c) System pernapasan

Kaji adanya pernapasan cepat dan dangkal d) Sistem Kardiovaskuler

Kaji adanya takhikardia, hipotensi, leukositosis e) Sistem Pencernaan

Kaji adanya stoma pada abdomen, bising usus melemah atau menghilang. Adanya nyeri tekan dan lepas pada daerah abdomen karena ada luka post kolostomi, pada anus terdapat post operasi PSARP. Pemeriksaan pada Post Op yaitu infeksi terdapat kolostomi, warna pink seperti cery atau merah kehitaman, adakah perdarahan stoma dan bagaimana jumlah dan tipe feses. Bentuk abdomen datar, tekstur kulit lembut. Pada saat palpasi apakah adanya pembesaran atau massa, kelembaban kulit kering, turgor kulit cepat kemali setelah dicabut, tidak adanya pembesaran hepar dan limpa,pada saat auskultasi terdengar bising usus, pada saat perkusi apakah terdapat bunyi timpani atau danles.

f) System endokrin

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan paratiroid.

g) Sistem Genitourinaria

Biasanya pasien dengan post op PSARP di pasang dower kateter, pada laki-laki bentuk genetalia eksterna utuh, kaji apakah sudah disirkumisi, frekuensi BAK dan kelancarannya, adanya fistula.

h) Sistem Muskuloskeletal

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji ROM, kekuatan otot, dan reflex.

i) Sistem Integumen

Pada system ini tidak ada gangguan spesifik yang menyertai MAR, kaji adanya penurunan turgor kulit dan peningkatan suhu tubuh.

j) Sistem persarafan

Kaji fungsi serebral dan cranial klien 4) Data Penunjang

(13)

Pada Pra operatif biasanya diperiksa hematologi diantaranya : haemoglobin, leukosit, hematokrit dan trombosit.

Dan pada data laboratorium klien dengan post operasi (baru operasi) biasanya ditemukan adanya peningkatan leukosit dari 10.000/mm3, hal ini menunjukan adanya infeksi oleh mikroorganisme. Pada pemeriksaan Hb ditemukan adanya penurunan akibat adanya perdarahan yang mlebih saat operasi atau nutrisi kurang dari kebutuhan namun setelah post operasi yang lama tidak ditemukan adanya data laboratorium yang menyimpang dari harga normal.

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul Pra Operatif

1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah. 2) Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan. Post operatif

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder terhadap pemberian anestesi.

2) Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan 4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat sekunder

terhadap tirah baring

5) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan

6) Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan proses hospitalisasi

(14)

C. Intervensi Keperawatan Pra Operatif

Deficit volume cairan berhubungan dengan muntah.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit Volume Cairan

Berhubungan dengan:

- Kehilangan volume cairan secara aktif

- Kegagalan mekanisme pengaturan - muntah

DS : - Haus

DO:

- Penurunan turgor kulit/lidah - Membran mukosa/kulit kering - Peningkatan denyut nadi, penurunan

tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi - Pengisian vena menurun - Perubahan status mental - Konsentrasi urine meningkat - Temperatur tubuh meningkat - Kehilangan berat badan secara

tiba-tiba

- Penurunan urine output - HMT meningkat - Kelemahan

NOC:

 Fluid balance  Hydration

 Nutritional Status : Food and Fluid Intake

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:

 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,

 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal  Tidak ada tanda tanda

dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan

 Orientasi terhadap waktu dan tempat baik

 Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal

 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

 pH urin dalam batas normal  Intake oral dan intravena

adekuat

NIC :

 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

 Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan

 Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )

 Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam

 Kolaborasi pemberian cairan IV

 Monitor status nutrisi

 Berikan cairan oral

 Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)

 Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

 Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk

 Atur kemungkinan tranfusi

 Persiapan untuk tranfusi

 Pasang kateter jika perlu

(15)

Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan.

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kurang Pengetahuan

Berhubungan dengan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah

DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai

NOC:

 Kowlwdge : disease process  Kowledge : health Behavior

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit dengan kriteria hasil:

 Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

 Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar  Pasien dan keluarga mampu

menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

NIC :

 Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

 Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

 Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat

 Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat

 Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat

 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

 Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat

 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

 Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat

(16)

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder terhadap pemberian anestesi

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif

berhubungan dengan : - Hiperventilasi

- Penurunan energi/kelelahan - Perusakan/pelemahan

muskulo-skeletal

- Kelelahan otot pernafasan - Hipoventilasi sindrom - Nyeri

- Kecemasan

- Disfungsi Neuromuskuler - Obesitas

- Injuri tulang belakang DS:

- Dyspnea - Nafas pendek

DO:

- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi - Penurunan pertukaran udara per menit - Menggunakan otot pernafasan

tambahan - Orthopnea

- Pernafasan pursed-lip

- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama

- Penurunan kapasitas vital - Respirasi: < 11 – 24 x /mnt

NOC:

 Respiratory status : Ventilation  Respiratory status : Airway

patency  Vital sign Status

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

 Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)  Menunjukkan jalan nafas yang

paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC:

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Pasang mayo bila perlu

Lakukan fisioterapi dada jika perlu

Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

Berikan bronkodilator : -……….. ……….

Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab

Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

Monitor respirasi dan status O2

 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea  Pertahankan jalan nafas yang paten  Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi

 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

 Monitor vital sign

 Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.  Ajarkan bagaimana batuk efektif

 Monitor pola nafas

2. Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan

(17)

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan dengan:

Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringan DS:

- Laporan secara verbal DO:

- Posisi untuk menahan nyeri - Tingkah laku berhati-hati - Gangguan tidur (mata sayu,

tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)

- Terfokus pada diri sendiri - Fokus menyempit (penurunan

persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) - Tingkah laku distraksi, contoh :

jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)

- Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)

- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)

- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)

- Perubahan dalam nafsu makan dan minum

NOC :

 Pain Level,  pain control,  comfort level Setelah dilakukan tinfakan keperawatan selama …. Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

 Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

 Tanda vital dalam rentang normal

 Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :

 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan

menemukan dukungan

 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan  Kurangi faktor presipitasi nyeri

 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

 Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin

 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...  Tingkatkan istirahat

 Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

(18)

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Risiko infeksi

Faktor-faktor risiko : - Prosedur Infasif

- Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan

- Malnutrisi

- Peningkatan paparan lingkungan patogen

- Imonusupresi

- Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi) - Penyakit kronik

- Imunosupresi - Malnutrisi

- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)

NOC :

 Immune Status

 Knowledge : Infection control  Risk control

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…… pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:

 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

 Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

 Jumlah leukosit dalam batas normal

 Menunjukkan perilaku hidup sehat

 Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :

Pertahankan teknik aseptif

Batasi pengunjung bila perlu

Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

Tingkatkan intake nutrisi

Berikan terapi antibiotik:...

Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

Pertahankan teknik isolasi k/p

Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

Monitor adanya luka

Dorong masukan cairan

Dorong istirahat

Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat sekunder terhadap tirah baring

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

(19)

Intoleransi aktivitas

Berhubungan dengan :

 Tirah Baring atau imobilisasi

 Kelemahan menyeluruh

 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan

Gaya hidup yang dipertahankan. DS:

 Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.

 Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.

DO :

 Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas

 Perubahan ECG : aritmia, iskemia

NOC :

 Self Care : ADLs  Toleransi aktivitas  Konservasi eneergi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan

Kriteria Hasil :

 Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR  Mampu melakukan aktivitas

sehari hari (ADLs) secara mandiri

 Keseimbangan aktivitas dan istirahat

NIC :

 Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

 Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan  Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan

emosi secara berlebihan

 Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)

 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

 Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas

yang mampu dilakukan

 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial

 Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan

 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek

 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai

 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas

 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas

 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan

(20)

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kerusakan integritas kulit

berhubungan dengan :

Eksternal : -Hipertermia atau hipotermia -Substansi kimia

-Kelembaban

-Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) -Immobilitas fisik -Radiasi

-Usia yang ekstrim -Kelembaban kulit -Obat-obatan

Internal :

-Perubahan status metabolik -Tonjolan tulang

-Defisit imunologi

-Berhubungan dengan dengan perkembangan

-Perubahan sensasi

-Perubahan status nutrisi (obesitas, kekurusan)

-Perubahan status cairan -Perubahan pigmentasi -Perubahan sirkulasi

-Perubahan turgor (elastisitas kulit) DO:

-Gangguan pada bagian tubuh -Kerusakan lapisa kulit (dermis) -Gangguan permukaan kulit

(epidermis)

NOC :

Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Wound Healing : primer dan sekunder

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan kriteria hasil:

 Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)

 Tidak ada luka/lesi pada kulit

 Perfusi jaringan baik  Menunjukkan pemahaman

dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang

 Mampu melindungi kulit dan mempertahankan

kelembaban kulit dan perawatan alami

 Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka

NIC : Pressure Management

 Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

 Hindari kerutan pada tempat tidur

 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam

sekali

 Monitor kulit akan adanya kemerahan

 Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan

 Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien  Monitor status nutrisi pasien

 Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat  Kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan

tekanan

 Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus  Ajarkan pada keluarga tentang luka dan perawatan luka  Kolaburasi ahli gizi pemberian diae TKTP, vitamin  Cegah kontaminasi feses dan urin

 Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril  Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka

(21)

Cecilly l betz. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Ed 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Nanda. 2009.Duagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Yogyakarta : Prima Medika

Price, Slyvia. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC Wong, Dona L. 2003. Pedoman Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC

Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net. [diakses tanggal 22 April 2014].

FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas Islam Indonesia, 2006. [diakses 22 April 2014]

Referensi

Dokumen terkait