• Tidak ada hasil yang ditemukan

LP ALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LP ALO"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

Asuhan keperawatan pada pasien ACUTE LUNG OEDEM (ALO) ACUTE LUNG OEDEM (ALO)

1.1 Acute lung oedem (Alo) atau cedera paru akut adalam penumpukan cairan di dalam paru-paru baik dalam spasium interstial atau dalam alveoli (Diane C. Baughman, Joann C. Hankley Kep. Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran). 1.2 Etiologi

Penyebab acute lung oedema (Alo) secara umum dapat di golongkan menjadi dua. 1.2.1 Cardiae

1. Edema paru kardiogenik

Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem kardiovaskuler terdiri dari :

1). Gagal ventrikel jantung kanan / kiri - Diapneed efort

- Fatigue - Ortopnea

- Dispnea naktural paroksimal (PND) - Pembesaran jantung

- Irama heaving

- Pernafasan chyne stoke

- Ronchi dan kongesti vena pulmunalis 2). Stenosis metral

Terjadi penyempitan pada salah satu katub jantung yang katup jantungnya metral. 2. Sindrome kongistif jantung

- Edema paru neurogenik

- Edema paru karena ketinggian tempat - Emboli lemak

- Pankreatitis

- Kelainan-kelainan lain 1.2.2 Non Cardiae

- Instifiensi paru pasca trauma - Aspirasi cairan tambung - Sianosis

- Pnemonia (segala macam sebab) - Overdosis hernia (narkotik)

- Istalasi asap dan luka bakar saluran pernafasan - Instalasi bahan kimia teksik

- Toksisitas O2

- Tenggelam atau hampir tenggelam 2.2 Patofisiologi

2.3 Tanda-tanda dan gejala klinis

1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan biasanya di dahului dengan rasa gelisah, ansictas dan tidak dapat tidur

2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa akfiksia (seperti kebiasaan nafas) tangan menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik dan warna kulit menjadi abu-abu

(2)

3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi

4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mokoid

5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati, pasien muali bingung, kemudian stopor

6. Nafas menjadi bising dan basah (dapat tenggelam oleh cairan sendiri) 7. Heomamptec (batuk darah)

8. Ronchi

9. Tekanan darah menurun 10. Takhikardi

2.4 Pemeriksaan fisik

1). Pemeriksaan elektro magnetik (ECG)

- di dapatkan gambaran deviasi sumbu jantung kiri - hipertropi ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri 2). Pemeriksaan foto thorax

Jantung tampak membesar cardiomegali dan di sertai dengan pembesaran ventrikel kiri dan atrium kanan

2. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian

a. Identitas penderita

Identitas penderita meliputi nama, unsur jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.

b. Keluhan utama

Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas c. Riwayat penyakit sekarang

Adanya sesak nafas (+) dan kelemahan d. Riwayat penyakit dahulu

Klien biasanya pada riwayat penyakit yang sama dengan yang dialami sekarang atau kadang-kadang punya riwayat hipertensi, DM, infeksi paru, TB paru dan lain-lain

e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, penyakit lain seperti hipertensi.

f. Riwayat psiko sosio spiritual

Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat kelemahan dan penyakit yang diderita, pada riwayat spiritual klien mengalami perubahan dalam melaksanakan ibadah sehari hari dan merasa ketakutan dengan kematian yang disebabkan oleh penyakitnya.

b. Pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Terjadi perubahan penatalaksanaan dan pemeliharaan dan pemeliharaan sehingga dapat menimbulkan perawatan diri

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Terjadi karena perubahan adanya keluhan pasien berupa mual-muntah, kehilangan nafsu makan

(3)

3. Pola aktivitas dan latihan

Pola pasien Alo akan terjadi kelemahan pada seluruh anggota badan sehingga aktivitasnya di bantu

4. Pola eliminasi

Pada klien Alo biasanya terjadi penurunan produksi urine 5. Pola tidur dan istirahat

Terjadi perubahan yang disebabkan sesak, nyeri, mual-muntah, gelisah, cemas 6. Pola persepsi dan kognotif

Pada kx ini mengalami penurunan kesadaran yang disebabkan suplay O2 yang ke otak menurun

7. Pola persepsi diri

Kx merasa dirinya tidak berdaya dan menarik diri karena tidak bisa merasa apa-apa

8. Pola hubungan dan peran

Kx menarik diri dari lingkungan karena menganggap dirinya tidak berarti 9. Pola produksi dan sexual

Biasanya terjadi perubahan karena adanya kelelahan dan penurunan kesadaran 10. Pola penanggulangan stress

Adanya kegelisahan, kecemasan dan ketakutan atau depresi yang disebabkan penyakit yang diderita cara Kx dalam mengatasi masalah tesebut.

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

Biasanya Kx tidak bisa mengerjakan ibadahnya seperti biasanya karena disebabkan penyakit

2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik

- Whizing Ronchi - Paru : nafas vasikuler

- Bunyi : paru sonor kiri : ICS 1 – 7 sonor - Jantung : - Irama sinus takikardi

- S1 S2 tunggal

- Ictus cordis di ICS 7 cmc kiri lebih dari 2 cm - Cardiomegali (+) palpasi (+)

- Batas jantung

Atas : kanan kurang lebih 3 cm pada ICS 2 paresternal ka / ki 3 cm pada ICS 2 dari garis tepi sternum sebelah ki tidak sama ICS 5 paristernium Ki

- Auskultasi : terdengar irama gallop pada aspek tidak di temukan bising per dasi end systolik maupun per end dyastolik tidak takikardi bunyi jantung - Pmx abdomen : bentuk dasar asites (+)

- Keadaan umum : sesak, mual-muntah, badan lemas, gelisah, ansitas dan tidak dapat tidur, nadi cepat, lemah, vena leher distensi, tekanan darah menurun

- Sistem respirasi : terjadi sesak dan rongki (+) nafas menjadi bising dan basah - Sistem kardiovaskuler : terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel dan

penurunan kardiounput

- Sistem gastro intestinal : terjadi mual-muntah

- Sistem persyarafan : pada sistem ini tidak mengalami gangguan - Sistem genito urinasia : biasanya terjadi penurunan urine

(4)

2.2 Diagnosa keperawatan

1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan kontraktilitas myokard / perubahan inotropik

2. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai O2 / kebutuhan umum, tirah baring lama / immobilisasi

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran yang berhubungan dengan perubahan membran alvelus contoh : pengumpulan / perpindahan cairan ke dalam area intestisial / alveoli

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungn dengan tirah baring lama, penurunan perfosi jantung

5. Ansietas yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

Rencana tindakan

1. Penurunan curah jantung

Kemungkinan di buktikan oleh Distritmia, perubahan mental, makin buruknya gagal jantung peningkatan kadar digitalis serum

Hasil yang diharapkan :

- Mendemontrasikan frekuensi jantung dan irama dalam rentang yang diharapkan pasien dengan tidak adanya / terkontrolnya distritmia

- Mempertahankan mental biasanya Intervensi

1. Kaji tanda-tanda vital (TD)

R / : distritmia dapat menurunkan TD dan meningkatkan hiposia jaringan yang dapat memperbungkuk toksisitas digitas

2. Mencatat frekuensi / irama adanya bunyi jantung ekstra

R / : frekuensi jantung cepat tidak teratur atau terlalu lambat dapat menunjukkan toksisitas digitalis

3. Observasi adanya edema, perubahan sensorik dan perilaku contoh : gelisah, bingung delesium

R / : gangguan psikis di sebabkan oleh penurunan atau curah jantung ketidak seimbangan elitrolit

4. Berikan O2 dengan kanula nasal atau masker sesuai dengan indikasi R / : dapat memenuhi kebutuhan O2 pada jaringan dan mencegah terjadinya hipoksia

5. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan

R / : dapat menurunkan resiko tinggi terjadinya komplikasi penyakit 2. Kurang pengetahuan tentang penyebab / kondisi pengobatan Kemungkinan dibuktikan oleh :

Pertanyaan, salah satu persepsi, gagal memperbaiki prtogram sebelumnya. Terjadi komplikasi yang dapat di cegah

Hasil yang diharapkan :

1. pasien akan menyatakan pemahaman tentang kondisi dan program pengobatan

2. pasien akan menyatakan tindakan yang akan diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan dari obat

(5)

3. pasien akan melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakannya

Intervensi

1. kaji tingkat pasien / orang terdekat dan kemampuan / keinginan untuk belajar 2. berikan informasi dalam bentuk belajar yang bervariasi

3. berikan penguatan penjelasan faktor resiko, pemberantasan diet / aktivitas dan obat

4. berikan pedoman untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap 5. berikan tekanan pentingnya menghubungi dokter bila nyeri dada DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

Harijono Achmad, Dr. DSPD, 1994. Penyakit Dalam Praktis Malang. Penerbit lab / IMF Ilmu Penyakit dalam, FK Unibraw.

Linda Juall Carpenito, 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

(6)

ALO (ACUT LUNG ODEM) 1. 1. LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian

ALO atau Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru baik di rongga interstisial dalam alveoli. (Bruner & Suddartk ; 798).

ALO atau Edema paru adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis di dalam paru.(Soeparman ; 767)

1.2 ETIOLOGI

Penyebab acut odem secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu : 1.2.1 Edema Paru Kardiogenik

Yaitu edema paru yang disebabkan karena gangguan pada jantung atau sistem kardiovaskuler seperti penyakit jantung aterosklerotik, hipertensi, kelainan katup, decompensasi cordis.

1.2.2 Edema paru non kardiogenik

Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena kelainan pada jantung tetapi paru itu sendiri seperti :

1.2.2.1 Kelompok dengan ketidakseimbangan “tenaga starling” 1) Peningkatan tekanan kapiler paru.

Oleh karena peningkatan tekanan darah vena paru, misalnya pada stenosis batub mitral, gagal jantung kiri, overload cairan infus.

2) Penurunan tekanan onkotis plasma oleh karena hipoalbuminemia. 3) Peningkatan “Negativitas tekanan interstisial”

Pengosongan udara secara tiba – tiba dan dalam jumlah yang besar pada pneumotoraks (unilateral) maupun pada efusi pleura juga tekanan negatif yang sangat besar, misalnya pada serangan asma berat.

4) Peningkatan “tekanan onkotis interstisial”

1.2.2.2 Perubahan permeobilitas membran alveoli kapiler.

Infeksi paru : menghirup gas/ uap/ asap toksik, adanya bahan asing endotoksin atau eksotoksin aloksan, aspirasi asam lambung, radiasi serta imunologis, paru renjatan (shock lung) oleh karena trauma diluar toraks.

1.2.2.3 Kegagalan sistem saluran limfatik

Dijumpai pada pasca cangkok paru, karsinomatosis limfangitik, dan limfangitis fibrosa.

1.2.2.4 Beberapa penyebab yang masih belum jelas mekanismenya

Sembab paru pada ketinggian, sembab paru neurogenik, sembab paru pada narkotik, eklampsia, sesudah konversi ke irama sinus dan pasca anastesi maupun pasca bedah pintas kardio pulmones.

1.3 Patofisiologi

Ruang interstisial paru terisi dengan cairan oleh karena beberapa sebab baik berupa kelainan jantung, kelainan ginjal maupun oleh karena perubahan permeabilitas paru itu sendiri.

Pada dua penyebab yang pertama biasanya berupa transudat dan pada yang terakhir cairan dapat berupa plasma dan cairan koloid.

Hadirnya cairan di alveoli juga akan mengganggu fungsi surfaktan paru sehingga akan terjadi kolaps pada kantong – kantong udara ini. Dengan masuknya cairan ke dalam rongga interstisial/ alveoli akan berakibat timbulnya gangguan difusi dan ventilasi oleh karena terjadi perubahan sifat membran alveoli kapiler paru menjadi kaku dan complience menurun.

(7)

Pada “analisa gas darah” terdapat hipoksemia dan hipokapnea pada tingkat yang lanjut dapat terjadi asidosis metabolik . bila keadaan ini berlangsung lama dapat terjadi penyulit berupa endapan jaringan fibrin dan hialin pada permukaan epitel alveoli yang akan memperburuk gangguan faal difusi yang sudah terganggu. Patofisiologi edema paru dengan adanya penyebab tekanan kapiler paru akibat gagal ventrikel jantung kiri.

1.4 Gejala Klinik

Penderita pada umumnya sesak napas dari yang paling ringan berupa :

1. Dyspnoe d’effort : Sesak nafas yang terjadi ketika melakukan aktivitas. 1. Orthopnoe : Sesak nafas terjadi pada saat berbaring dan dapat

dikurangi dengan sikap duduk/ berdiri.

1. Batuk – batuk yang refrakter dan sedikit memberi respon pada pengobatan dan kadang – kadang disertai dengan dahak berbusa dan berwarna merah muda.

2. Terdengar suara ronchi basah yang halus/ kasar.

3. Hipoksia dengan sianosis sentral, asidosis metabolik dan hipokapnea. 4. Penurunan kesadaran.

1.5 Diagnosa

Diagnosa ditegakkan atas dasar klinis yakni terdapatnya sesak secara tiba – tiba, dispnea nokturnal, wheezing dan terdapatnya sputum yang berdarah dengan latar belakang terdapatnya kelainan jantung.

Pemeriksaan photo rongent mungkin didapatkan kardiomegali. 1.6 Penatalaksanaan

1. Posisi penderita didudukkan 60 – 90 untuk memperbaiki ventilasi. 2. Memberikan oksigen 6 – 8 liter/ menit atau 100 % O2 dengan masker. 3. Memberikan morphin 4 – 6 mg intervena untuk mengurangi venous

retourn.

4. Memberikan furosemid 40 – 80 mg IV.

5. Memberikan aminofiln IV secara perlahan – lahan untuk mengurangi kardiak asma.

6. Lakukan digitalis yang cepat 1.6 mg lanatosid C atau 1,2 mg digitoksin dan dengan dosis yang lebih rendah pada pasien yang telah mendapat digitalis.

7. Nitrogliserin dapat diberikan pada penderita dengan tensi yang normal atau hipertensi 0.4 – 0.8 mg bila nitrogliserin memberikan hasil yang baik dapat diulang 3 – 4 jam.

1. 2. LANDASAN ASKEP 2.1 Pengkajian

2.1.1 Mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama dan alamat.

2.1.2 Keluhan Utama Sesak nafas.

2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang

Apakah ada keluhan nyeri dada, sesak, takinardi, berkeringat, malaise, konstipasi. 2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu

Kadang – kadang ada hypertensi, apakah pernah demam, reumatik, bedah jantung, penyakit katup janung dan penyakit jantung bawaan.

(8)

Apakah ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama, penyakit jantung, lainnya dan DM.

2.1.6 Tingkat Pengetahuan Pasien dan Keluarga.

Ditanya tentang seberapa jauh pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.

2.1.7 Faktor Resiko

Apakah penderita merokok atau minum – minuman keras, kebiasaan makan – makanan berlemak atau sering mengkonsumsi daging.

2.1.8 Riwayat Sosial Ekonomi

Tanyakan tentng provesi pasien dan usaha pertolongan bila ada keluarga yang sakit

2.1.9 Riwayat spiritual

Tanyakan tentang kepercayaan yang dianut, hal ini penting karena untuk

memberikan asuhan keperawatan kita dapat menyesuaikan kekuasaan yang dianut pasien sepanjang hal tersebut tidak bertentangan denga terapi yang harus ditaati 2.1.10 Riwayat alergi

Tanyakan apakah anda alergi makanan, obat hal ini berhubungan dengan diit dan obat-obatan

2.1.11 Kebiasaan hidup sehari-hari

Menyangkut cairan, makanan, eliminasi, kebersihan diri, aktivitas dan istirahat 2.1.12 Pemeriksaan Fisik

Mata : Konjunctiva dan sklera Leher : Peningkatan JVP.

Paru : Bentuk, pergerakan dada, pernafasan frekwensi, irama, suara nafas dan suara nafas tambahan.

Jantung : Tekanan darah, nadi dan suara jantung. Abdomen : Asites dan bising usus.

Ekstrimitas : Kelembapan dan odem. 2.1.13 Pemeriksaan Penunjang - Elektro magnetic (ECG)

Didapatkan deviasi sumbu jantung kiri, hipertensi ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, didapatkan gelombang P pulmonal atau gelombang p mitral (bila etiologinya mitral stenosis)

- Pemeriksaan foto torax

Jantung nampak membesar atau kardiomegali disertai pembesaran ventrikel kiri dan atrium kanan, paru menunjukkan adanya kongestif ringan sampai odem paru yang ditandai dengan gambaran butterfly apparance atau claudy lung.

2.1.14 Diagnosa yang Timbul

1) Penurunan curah jantung, berhubungan dengan kontraktilitas miokard atau perubahan inotropik.

2) Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidak sinambungan antara suplai O2, kebutuhan kelemahan umum, tirah baring lama atau immobilitas.

3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus.

4) Resiko peningkatan terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, penurunan perfusi jantung.

5) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 2.1.15 Intervensi Keperawatan

(9)

1) DX 1

Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokard atau perubahan inotropik.

Tujuan : terjadinya peningkatan curah jantung. Kriteria hasil :

- Mendemonstrasikan fekuensi jantung dan irama dalam jantung yang diharapkan dengan terkontrolnya intervensi

Intervensi :

- Kaji TTV (TD)

R/ desritmia dapat menurunkan TD dan meningkatkan hipoksit jaringan yang dapat memperburuk toksisitas digitalis

- Mencatat frekwensi/ irama dan adanya bunyi jantung ekstra.

R/ Frekwensi jantung cepat tidak teratur, atau terlalu lambat dapat menunjukkan toksisitas digitalis.

- Oeservasi adanya odem perubahan sensori dan perilaku, contoh : gelisah, bingung, delirium.

R/ Gangguan psikis disebabkan oleh penurunan curah jantung, ketidak seimbangan elektrolit.

- Berikan O2 dengan kanul nazal atau masker sesuai dengan indikasi. R/ Dapat memenuhi kebutuhan O2 pada jaringan dan mencegah terjadinya hipoksia

2) Dx II

Intoleran aktivitas, berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2, kebutuhan kelemahan umum, tirah baring lama atau immobilitas.

Tujuan

Menunjukkan partisipasi dalam aktivitas memenuhi kebutuhan sendiri dalam peningkatan aktivitas.

Kriteria hasil :

- Klien berpartisipasi dalam aktivitas.

- Pasien menyatakan pemahaman tentang kondisi dan program peningkatan. Intervensi :

- Ukur TTV sebelum atau sesudah aktivitas. R/ Hipotensi otostatik dapat terjadi dalam aktivitas. - Kaji penyebab kelelahan seperti pengobatan nyeri.

R/ Kelelahan dapat timbul dari efek samping dari berbagai obat nyeri.

- Observasi adanya odem perubahan sensori atau perilaku contoh : gelisah, bingung, delirium.

R/ Kemampuan miokard untuk meningkatkan stroke dan aktivitas dapat menyebabkan peningkatan cairan jantung yang berubah – ubah dan kebutuhan oksigen meningkat sehinggatimbul kelelahan dan kelemahan.

- Beri bantuan dalam melakukan aktivitas secara bertahap. R/ Kebutuhan pasien terpenuhi tanpa membutuhkan pengeluaran.

- Kolaborasi, tentukan tingkat rahabilitasi jantung dan program aktivitas. R/ Penurunan yang perlahan – lahan dalam aktivitas menghindari konsumsi oksigen berlebih.

3) DX III

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveoli.

(10)

Tujuan :

- Pasien mempunyai pertukaran gas yang adekuat dengan bunyi nafas normal dan warna kulit normal, eupnea, j ≤ 100 dpin, saturasi oksigen ≥ 95 %, PaO, ≥ 80 mmHg PaCO2 < 45 mmHg.

Intervensi : - Auskultasi

R/ Waspadai krekels, yang menandakan kongesti cairan alveolar. - Bantu pasien dalam posisi fowler tinggi.

R/ Mengurangi kerja pernafasan dan meningkatkan pertukaran gas. - Berikan CO2 sesuai program

R/ Mewaspadai adanya hipoksemia (penurunan PaO2) dan hiperkapnia (peningkatan PaCO2).

4) DX IV

Ansietas berhubungan dengan situasi yang mengancam hidup. Tujuan :

Pasien mengkomunikasikan rasa takut dan kuatir dan melaporkan peningkatan kenyamanan fisik dan psikologis.

Intervensi :

- Berikan kesempatan pada pasien dan orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan dan rasa takut,

R/ Bersikap yakin dan mendukung.

- Bantu pasien senyaman mungkin dengan duduk fowler tinggi. R/ Menghilangkan rasa nyeri.

- Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan khususnya yang akan menimbulkan ketidaknyamanan

(11)

TINJAUAN TEORI A. PENGERTIAN

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskular dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu :

1. Peningkatan tekanan hidrostatis.

2. Peningkatan permaebilitas kapiler paru. ( Arif Muttaqin, 2008 )

B. ETIOLOGI

Penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

a. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .

b. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori–pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran) .

c. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. Peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang

mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen.

Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.

d. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe.

(http://ajangbekarya.wordpress.com/2008/08/07/edema-paru/ )

C. PATOFISIOLOGI

Pemahaman tentang mekanisme ini memerlukan tinjauan mengenai pembentukan dan reabsorpsi cairan paru serta struktur ultra paru. Ruangan alveolar dipisahkan dari interstisium paru, terutama oleh sel epitel alveoli Tipe I, yang pada kondisi normal membentuk suatu bariel relatif nonpermaebel terhadap aliran cairan dari instersium ke rongga – rongga udara (spaces). Fraksi yang besar ruang interstisial dibentuk oleh kapiler paru yang dindingnya terdiri atas satu lapis sel endotelium di atas jalinan kolagen dari jaringan elastis, fibrolas, sel fagosit, dan beberapa sel lam. Faktor penentu yang penting dalam pembentukan cairan dalam ekstravaskuler adalah perbedaan tekanan hidrostatis dan onkotik dalam lumen kapiler dan ruang interstisial, serta permaebilitas sel endotelium terhadap air, zat terlarut (solut), dan molekul besar seperti protein plasma ( Aryanto, 1994).

Ciri Perubahan ini pada edema paru adalah terjadinya peningkatan aliran limfatik. Perubahan ini karena saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi artiola paru dan saluran pernafasan yang kecil. Pembengkakan saluran limfatik ini akan berdampak pada struktur disekitarnya dan mengakibatkan terjadinya perubahan tekanan pada struktur tersebut. Salah satunya akibatnya adalah adanya obstruksi pada saluran pernafasan kecil yang telah dibuktikan sebagai perubahan fisiologis dini pada klien dengan gagal jantung kiri. Mengingat lesi ini tidak merata disaluran paru, maka timbul perubahan dalam distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia ringan. Terkenanya arteriola kecil juga menyebabkan gambaran radiologis dini pada gagal jantung kiri, yaitu retribusi aliran darah dari basis ke aspek paru pada klien dengan posisi tegak.

(12)

Jika terbentuknya cairan interstisial melebihi kapasitas sistem limfatik, maka terjadilah edema dinding alveolar. Pada fase ini komplians paru berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya tapiknea yang mungkin merupakan tanda klinis awal. Pada klien dengan edema paru, ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksemia memburuk. Meskipun demikian, ekskresi karbon dioksida tidak tergantung dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik.

Selain hal yang telah disebutkan diatas, gangguam difusi juga ikuti berperan. Dan pada fase ini

mungkinterjadi peningkatan pintas kanan ke kiri melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi. Pada fase alveola penuh dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan konplians akan menurun dengan nyata (Nowak 2004). Alveoli terisi air dan pada saat yang sama aliran darah kedaerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan dan kiri aliran darah akan menjadi lebih berat dan akan menyebabkan hipoksemia yang rentan terhadap peningkatan konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pada keadaan yang berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap berlangsung.

Secara radiologisakan tampak gambaran infiltrat alveolar yang tersebar di seluruh paru, terutama di daerah parahiral dan basal. Ketika klien dalam keadaan sadar, diakan tampak menggalami sesak napas hebat dan ditandai dengan tapiknea, takikardia, serta sianosis bila pernapasannya tidak dibantu. Keadaan ini biasanya disebut sebagai Adult Respiratory Distress Syndrom ( ARDS )

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala dan Tanda

a. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral b. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat c. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan d. Edema perifer dan periorbita

e. Asites, Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan paru )

f. Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahan 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan Laboratorium

Penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah ( <10 mEq/24 jam ) 2. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto torak terdapat kavitas dengan dinding tebal dengan tanda-tanda konsolidasi disekelilingnya. Kavitas ini bisa multipel atau tunggal dengan ukuran 2-20cm

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pada edema paru di tempat terjadinya peningkatan tekanan, dilakukan terapi bertujuan untuk mengurangi tekanan hidrostatik yang menyebabkan edema tersebut. Prinsip dasar pengelolaannya adalah tirah banding, oksigenisasi yang adekuat, dan pembatasan garam dalam diet. Obat-obatan yang dapat dipakai adalah kelompok vasodilator, diuretik, dan obat-obatan inotropik.

Tujuan terapi pada edema paru yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas adalah untuk menghilangkan faktor penyebab perlukaan paru, perbaikan keadaan umum dan memberi kesempatan pada paru-paru untuk membaik, serta sejauh mungkin mengurangi tekanan yang menyebabkan pergeseran cairan melalui barrier yang terluka. Hal ini penting, karena terapi spesifik untuk perlukaan akut paru pada umumnya tidak ada (kecuali bila penyebabnya adalah infeksi), dan terapi suportif merupakan satu-satunya pilihan.

Pengkajian Keperawatan 1. Sistem Integumen Subyektif :

-Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

2. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan, cengeng

Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

(13)

Subyektif : sakit kepala

Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan

4. Sistem Neurosensori

Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang

Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi 5. Sistem Musculoskeletal

Subyektif : lemah, cepat lelah

Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan 6. Sistem genitourinaria

Subyektif :

-Obyektif : produksi urine menurun/normal, 7. Sistem digestif

Subyektif : mual, kadang muntah

Obyektif : konsistensi feses normal/diare 8. Studi Laboratorik :

Hb : menurun/normal

Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal

Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal Rencana Intervensi

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan

Tujuan : Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya Kriteria evaluasi :

Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru

Rencana Intervensi Rasional

Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam Beri bronkodilator Lakukan hisap lendir bila ronchii

terdengar Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan

hiperinflasi dengan 1 ½ kali VT menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas setelah penghisapan

Monitor humidivier dan suhu ventilator Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC

Monitor status hidrasi klien Mencegah sekresi kental

Monitor ventilator tekanan dinamis Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengketan jalan nafas

Beri Lavase cairan garam faali sesuai

indikasi Memfasilitasi pembuangan secret

Beri fisioterapi dada sesuai indikasi Memfasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus utama

(14)

Beri bronkodilator Memfasilitasi pengeluaran secret menuju bronkus utama

Gangguan pertukaran Gas b.d sekresi tertahan, proses penyakit, atau pengesetan ventilator tidak tepat

Tujuan : Pertukaran gas jaringan paru optimal Kriteria evaluasi :

Gas Darah Arteri dalam keadaan normal

Rencana Tindakan Rasional

Periksa AGD 10-30 menit setelah

pengesetan ventilator atau setelah adanya perubahan ventilator

AGD diperiksa sebagai evaluasi status pertukaran gas; menunjukkan konsentrasi O2 & CO2 darah

Monitor AGD atau oksimetri selama periode penyapihan

Periode penyapihan rawan terhadap perubahan status oksigenasi

Kaji apakah posisi tertentu menimbulkan

ketidaknyamanan pernafasan Dalam berbagai kondisi, ketidak-nyamanan dapat mempengaruhi klinis penderita

Monitor tanda hipoksia dan hiperkapnea Hipoksia dan hiperkapnea ditandai adanya gelisah dan penurunan kesadaran,

asidosis, hiperventilasi, diaporesis dan keluhan sesak meningkat

Gangguan komunikasi verbal b.d pemasangan selang endotrakeal

Tujuan : Klien dan petugas kesehatan dapat berkomunikasi secara efektif selama pemasangan selang endotrakeal

Kriteria evaluasi :

Klien dan perawat menentukan dan menggunakan metodayang tepat untuk

Rencana Tindakan Rasional

Jelaskan lingkungan, semua prosedur, tujuan dan alat yang berhubungan dengan klien

Mengurangi kebingungan klien dan meminimalisasi adanya komunikasi yang sulit antara klien dan perawat

Berikan bel atau papan catatan serta alat tulis untuk komunikasi

Sebagai media komunikasi antara klien dan perawat

Ajukan pertanyaan tertutup Menghindari komunikasi tidak efektif Yakinkan pasien bahwa suara akan

kembali bila endotrakela dilepas

Mengurangi kecemasan yang mungkin timbul akibat kehilangan suara

(15)

Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi nosokomial Kriteria evaluasi :

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial

Rencana Tindakan Rasional

Evaluasi warna, jumlah, konsistensi dan bau sputum tiap kali penghisapan

Infeksi traktus respiratorius dapat mengakibatkan sputum bertambah banyak, bau lebih menyengat, warna berubah lebih gelap

Tampung spesimen untuk kultur dan

sensitivitas sesuai indikasi Memastikan adanya kuman dalam sputum/jalan nafas Pertahankan teknis steril selama

penghisapan lendir

Mengurangi resiko infeksi nosokomial

Ganti selang ventilator tiap 24 – 72 jam Mengurangi resiko infeksi nosokomial Lakukan oral higiene Mengurangi resiko infeksi nosokomial Palpasi sinus dan lihat membrana mukosa

selama demam yang tidak diketahui sebabnya

Perubahan membrana mukosa dan adanya sinusitis mungkin menjadi indikasi adanya infeksi pernafasan

Monitor tanda vital terhadap tanda infeksi Infeksi dapat dilihat dari tanda umum/khusus organ

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika Doenges M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

(16)

Konsep dasar

Gagal nafas yang terjadi pada klien dengan hard heart failure merupakan suatu proses sistematis yang biasanya merupakan peristiwa yang panjang dan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung yang memicu terjadinya bendungan pada paru sehingga terjadi "dead space" yang berakibat kegagalan ventilasi alveolar.(Paul L.Marino 1991)

.

Gambar 1. Proses terjadinya berbagai masalah keperawatan pada klien dengan HHF, Odem paru dan gagal nafas

B Pengkajian a. Identitas:

b.Keluhan utama : Jantung berdebar-debar dan nafas sesak c. Riwayat keperawatan :

Klien merasakan jantungnya sering berdebar-debar dan nafas menjadi sesak dan terasa lelah jika beraktivitas.. Riwayat hipertensi , DM, , Asthma ,Riwayat MRS d. Data keperawatan

(17)

Data Etiologi Diagnose

S : Sesak nafas sejak, pusing PaO2 <>20 X/mnt, Rh , Wh , Retraksi otot pernafasan, produksi sekret banyak

Dekompensasi ventrikel kiri Bendungan paru

(odem paru) Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas Resiko tinggi gangguan pertukaran gas b.d adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri

(b) Sistem kardiovaskuler Data Etologi Diagnose

S : Kepala pusing, jantung berdebar-debar, badan terasa lemah, kaki bengkak s O : Bendungan vena jugularis (+), S1S2 ireguler S3 (+), Ictus kordis pada pada iccs 5-6, bergeeser ke kiri, Acral dingin, keluar keringat dingin, odem - - Kap.refill > 1-2dt

+ +

Dekompensasi kordis

penurunan kontraktilitas jantung penurunan tekanan darah

Syok

Ggn perfusi ke jaringan

Ggn perfusi jaringan b.d penurunan kotraktilitas jantung (c) Rasa aman

Data Etiologi Diagnosis

S : Gelisah, mengeluh nyeri dan rasa tidak enak

O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator,

aktivitas tak terkontrol Resiko terjadi trauma

Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas

Cemas b.d ancaman terhadap kematian S : Gelisah,

O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang Ruangan dengan berbagai alat

(18)

Lingkungan yang asing cemas

Cemas b.d ancaman kematian, situasi lingkungan perawatan dan disorientasi tempat.

Gangguan komunikasi verbal C. Rencana Tindakan

Dx: Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan kontraktilitas otot jantung

Tujuan : Setelah dirawat selama 3X 24 jam T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 40-50 cc/jam, pusing hilang

Rencana Tindakan Rasional - Berikan posisi syok

- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill setiap jam - Kolaborasi:

- Pemberian infus RL 28 tts/menit - Foto thorak

- EKG

- Lanoxin IV 1 ampul - Lasix 1 ampul

- Observasi produksi urin dan balance cairan - Periksan DL - Memenuhi kebutuhan pefusi otak

- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguann perfusi

- RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.

- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru. - Untuk melihat gambaran fungai jantung

- Memperkuat kontraktilitas otot jantung

- Meningkatkan perfusi ginjal dan mengurangi odem

- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.

- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klliensehingga terjadi peningkatan kerja jantung.

Dx Resiko ganguan pertukaran gas

Tujuan : Setelah dirawat selama 3X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal paO2 95-100 %

Rencana Tindakan Rasionalisasi

(19)

- Lakukan auskultasi paru

- Lakukan suction jika ada sekret

- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.

- Kolaborasi pemeriksaan - BGA dan SaO2

- Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator

- Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal - Untuk mengetahui adanya sekret

- Meningkatkan bersihan jalan nafas

- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan

- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru - Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu

Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak

Tujuan : Setelah dirawat tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih

Tindakan Rasionalisasi

- Auskultasi bunyi nafas tiap 2 - jam

- Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih. - Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat

- Monitor status hidrasi klien - Lakukan fisiotherapi nafas

- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan - Memantau keefektifan jalan nafas

- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.

- Membantu mengencerkan sekret - Mencegah sekret mengental - Memudahkan pelepasan sekret - Deteksi dini adanya kelainan

Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT

Tujuan : Setelah dirawat nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi

Rencana Tindakan Rasionalisasi

- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam

- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya

(20)

- Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff - Masukka penahan gigi

- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik

- Monitor suara nafas dan pergerakan dada - Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator

- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator

-Mempermudah melakukan pertolongan jika sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator

- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas - Mencegah tergigitnya selang ETT

- Mencegah selang ETT tercabut - Evaluasi keefektifan pola nafas

Dx : Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas

Tujuan :

Setelah dirawat klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, idak terjadi baro taruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius

Tindakan Rasionalisasi -

- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan - Jika perlu lakukan fiksasi

- Rubah posisi setiap 2 jam

- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator - Obsevasi tanda dan gejala barotrauma

- Kolaborasi penggunaan sedasi - Evaluasi warna dan bau sputum - Lakukan oral hygiene setiap hari - Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Kolaborasi pemberian antibiotika - -

- Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan klien - Untuk mencegah trauma

- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.

- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah - Untuk deteksi dini

- Untuk mencegah fighting

- Monitor dini terjadini infeksi skunder - Mencegah infeksi skunder

(21)

- Sebagai profilaksis

Dx : Cemas b.d disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian Tujuan : Setelah dirawat kien kooperatif, tidak gelisah dan tenang Tindakan Rasional

- Lakukan komunikasi terapeutik - Berikan orientasi ruangan

- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya - Berikan suport mental

- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu

- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien - Membinan hubungan saling percaya

- Mengurangi stress adaptasi

- Menggali perasaan dan masalah klien

- Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien - Untuk meningkatkan semangat dan motivasi

- Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan. Daftar pustaka :

Marini L. Paul (1991) ICU Book, Lea & Febriger, Philadelpia Tabrani (1998), Agenda Gawat Darurat, Pembina Ilmu, Bandung Carpenitto (1997) Nursing Diagnosis, J.B Lippincott, Philadelpia

Hudack & Galo (1996), Perawatan Kritis; Pendekatan Holistik, EGC , Jakarta TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN TN. D.S DENGAN HHF + ODEM PARU DAN GAGAL NAFAS

DI RUANG ICU GBPT RS. DR. SOETOMO TGL. 20-21 AGUSTUS 2001 A. PENGKAJIAN a. Identitas Nama : Tn DS Umur : 52 tahun Kelamin : Laki-laki Pendidikan : SD

Pekerjaan : Sopir dan pekerja bangunan Alamat : Mojosari, Mojokerto

Penanggung : Biaya sendiri b. Keluhan utama :

-c. Riwayat keperawatan

Klien mengeluh batuk-batuk kecil dan sesak ringan sejak satu bulan yang lalu, setiap mengeluh biasanya memeriksakan diri ke "mantri" dan biasanya hilang setelah diberi obat (jenis dan dosis lupa). Pada tanggal 17 Agustus 2001 sore klien mengeluh sesaknya makin bertambah, klien memeriksakan diri je RS Mojosari

(22)

tetapi dianjurkan langsung ke Surabaya. Tanggal 17 Agustus sore sekitar Pk 22.00 klien baru tiba di RSDS dalam keadaan sesak dan diberikan bantuan nafas (bag & mask) dan obat dibawah lidah. Riwayat Hipertensi (+) sejak tahun 1987, Riwayat DM (tidak tahu), riwayat Asthma (-) tetapi orang tua penderita asthma, riwayat MRS (-).

d. Data keperawatan (a). Sistem respirasi Data Etiologi Diagnose S :

-O : Rh +/+, Wh +/+, Stridor (+), retraksi otot pernafasan (-),Terpasang ETT No 7,5, dan ventilator dengan mode CPAP , Fi O2 40 %, PEEP 5, EMV 10, I:E 1 : 2; RR :20 X/mnt, , produksi sekret banyak, reflek menelan baik

BGA : PH:7,475; PCO2:32,2; PO2:98,4

HCO3:23,2; BE:-0,4; cyanoisis (-),,SpO2 100 %,, Foto Thorak terdapat gambaran odem paru pada kedua lobus paru., jantung tampak membesar Terpasang ETT

Produksi sekret banyak

Resiko terjadi ketidakefektifan jalan nafas

Dekompensasi ventrikel kiri Bendungan paru

(odem paru)

ventilasi tidak optimal

Hipoksia Resiko tinggi terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Gangguan pertukaran gas b.d adanya odem paru sekunder dekompensasi ventrikel kiri

(b) Sistem kardiovaskuler Data Etologi Diagnose S :

(23)

bergeeser ke kiri, Acral hangat, keluar keringat dingin, (-) odem pada kaki (-), Kap.refill > 2dt, EKG : tampak gambaran PVC pada seluruh lead, dan gambaran LVH pada lead V 6, Hb :12,8 HR: 132 X/mnt, T : 130/89 mm Hg,

Dekompensasi kordis

penurunan kontraktilitas jantung penurunan tekanan darah

Syok

Ggn perfusi ke jaringan

Resiko terjadi ggn perfusi jaringan b.d penurunan kotraktilitas jantung

(c) Rasa aman

Data Etiologi Diagnosis S :

-O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, gelisah Persaan tidak enak kaena terpasang alat ventilator,

aktivitas tak terkontrol Resiko terjadi trauma

Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai dampak pemasangan alat bantu nafas

S : -,

O : Tidak tenang, ingin mencabut alat yang terpasang, gelisah, tidak mampu mengungkapkan keinginnaya secara verbal Ruangan dengan berbagai alat Suara monitor penyakit yg mengancam jiwa, Lingkungan yang asing cemas

Cemas b.d ancaman kematian, situasi lingkungan perawatan dan disorientasi tempat.

Gangguan komunikasi verbal

Terpasang infus pd kaki kanan. Terpasang kateter Resiko terjadi infeksi b.dadanya luka tempat insersi alat perawatan

(24)

Dx : Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tidak adanya reflek batuk dan produksi sekret yang banyak

Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari tidak terjadi sumbatan jalan nafas, stridor (-), dyspnoe (-), sekret bersih

Tindakan Rasionalisasi

- Auskultasi bunyi nafas tsebelum dan setelah suction.

- Lakukan suction jika terdengar stridor/ ronchi sampai bersih. @ 2 jam - Pertahankan suhu humidifier 35-37,5 derajat

- Monitor status hidrasi klien - Lakukan fisiotherapi nafas

- Kaji tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan - Memantau keefektifan jalan nafas

- Jalan nafas bersih, sehingga mencegah hipoksia, dan tidak terjadi infeksi nasokomial.

- Membantu mengencerkan sekret - Mencegah sekret mengental - Memudahkan pelepasan sekret - Deteksi dini adanya kelainan Dx Resiko ganguan pertukaran gas

Tujuan : Setelah dirawat selama 2X24 jam RR : 18 X/mnt, sesak (-), BGA normal SpO2 95-100 %

Rencana Tindakan Rasionalisasi

- Lapangkan jalan nafas dengan mengektensikan kepala - Lakukan auskultasi paru

- Lakukan suction jika ada sekret

- Berikan O2 per kanul 6-10lt/mnt atau bantuan nafas dengan ventilator sesuai mode dan dosis yang telah ditetapkan.

- Kolaborasi pemeriksaan - BGA dan SpO2

- Orbservasi pernafasan observasi seting ventilator BIPAP 10-18, FiO2 :35 %, I:E = 1:2,

- Untuk meningkatkan aliran udara sehingga suply O2 optimal - Untuk mengetahui adanya sekret

- Meningkatkan bersihan jalan nafas

- Untuk meningkatkan saturasi O2 jaringan

- Untuk mengetahui optimalisasi fungsi pertukaran gas pada paru - Untuk membantu fungsi pernafasan yang terganggu

(25)

Dx: Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan kontraktilitas otot jantung

Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari T : 120/80, N : 88X/mnt, Urine 70 cc/jam, pusing hilang, EKG normal, dekompensasi (-)

Rencana Tindakan Rasional

- Observasi vital sign (N : T : S ) dan kapilarri refill dan suhu acral setiap jam - Lakukan balance cairan @ 24 jam

- Kolaborasi:

- Pemberian infus RL 28 tts/menit 500 cc/24 jam - Foto thorak - EKG - Captopril 3 X 25 mg - ISDN 3 X 5 mg - Spironelacton 1 X 50 mg - Lasix 1 ampul - KSR 3 X 1 tab

- Observasi produksi urin dan balance cairan - Periksan DL

- Untuk mengetahui fungsi jantung dalam upaya mengetahui lebih awal jika terjadi gaguann perfusi

- Untuk mencegah overload cairan dan mengurangi beban kerja jantung - RL untuk memenuhi kebutuhan cairan intra vaskuler, mengatasi jika terjadi asidosis mencegah kolaps vena.

- Untuk memastikan aanatomi jantung dan melihat adanya edema paru. - Untuk melihat gambaran fungsi jantung

- menurukan tekanan darah sehingga tahanan jantung berkurang. - Memperbaiki kontraktilitas dan perfusi otot jantung.

- Menceggah Asidosis metabolik

- Meningkatkan perfusi ginjal dan mengurangi odem

- Mengatur metabolisme kalium yang bermanfaat untuk memperbaiki kontraksi otot jantung

- Melihat tingkat perfusi dengan menilai optimalisasi fungsi ginjal.

- Untuk melihat faktor-faktor predisposisi peningkatan fungsi metabolisme klliensehingga terjadi peningkatan kerja jantung.

(26)

Dx : Ketidakefektifan pola nafas b.d dengan kelelahan, pengesetan ventilator yang tidak tepat, obstruksi ETT

Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari nafas sesuai dengan irama ventilator, volume nafas adekuat, alarm tidak berbunyi

Rencana Tindakan Rasionalisasi

- Lakukan pemeriksaan ventilator tiap 1-2 jam

- Evaluasi semua ventilator dan tentukan penyebabnya

- Pertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT sepanjang waktu - Evaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Masukka penahan gigi

- Amankan selang ETT dengan fiksasi yg baik

- Monitor suara nafas dan pergerakan dada - Deteksi dini adanya kelainan pada vntilator

- Bunyi alarm pertanda ggn fungsi ventilator

-Mempermudah melakukan pertolongan jika sewaktu[waktu ada gangguan fungsi ventilator

- Mencegah berkurangnya aliran udara nafas - Mencegah tergigitnya selang ETT

- Mencegah selang ETT tercabut - Evaluasi keefektifan pola nafas

Dx : Resiko terjadi trauma b.d kegelisahan sebagai efek pemasangan alat bantu nafas

Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari klien tidak mengalami iritasi pd jalan nafas, idak terjadi baro taruma, tidak terjadi keracunan O2, tidak terjadi infeksi saluran nafas, suhu tubuh 36,5-37 derajat celcius

Tindakan Rasionalisasi -

- Orientasikan klien tentang alat perawatan yang digunakan - Jika perlu lakukan fiksasi

- Rubah posisi setiap 2 jam

- Yakinkan nafas klien sesuai dengan irama vetilator - Evaluasi warna dan bau sputum

- Lakukan oral hygiene setiap hari -

- Agar klien memahami peran dan fungsi serta sikap yang harus dilakukan klien - Untuk mencegah trauma

- Untuk mencegah timbulnya trauma akibat penekanan yang terus menerus pada satu tempat.

- Mencegah fighting sehingga trauma bisa dicegah - Untuk deteksi dini

(27)

Dx : Cemas b.d disorientasi ruangan dan ancaman akan kematian

Tujuan : Setelah dirawat selama 2 hari diharapkan klien kooperatif, tidak gelisah dan tenang

Tindakan Rasional

- Lakukan komunikasi terapeutik - Berikan orientasi ruangan

- Dorong klien agar mengepresikan perasaannya - Berikan suport mental

- Berikan keluarga mengunjungi pada saat-saat tertentu

- Berikan informasi realistis sesuai dengan tingkat pemahaman klien - Membinan hubungan saling percaya

- Mengurangi stress adaptasi

- Menggali perasaan dan masalah klien

- Mengurangi cemas dan meningkatkan daya tahan klien - Untuk meningkatkan semangat dan motivasi

- Agar klien memahami tujuan perawatan yang dilakukan.

Dx : Resiko terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan dan adanya insersi alat-alat perawatan

Tujuan : setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi infeksi skunder Tindakan Rasional

-- Ganti slang tubing setiap 24-72 jam - Lakukan perawatan infus @ 24 jam - Lakukan perawatan kateter @ jam - Cek suhu tubuh @ 8 jam

- Observasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan. - Mandikan klien 2 X seharil

- Lakukan oral hygiene @ 24 jam - Mencegah infeksi skunder pd salnaf

- Mencegah infeksi /plebitis pada insersi infus - Mencegah infeksi pada traktus urinarius - Sebagai salah satu indikator tjd infeksi

- Tanda berupa panas, bengkak, kemerahan, nyeri serta ggn fungsi.

- Memperbaiki kebersihan kulit dan mulut sbg upaya mencegah kolonisasi kuman pada kulit/mulut.

C.Tindakan keperawatan

DX TGL/JAM TINDAKAN HASIL 1 20-8-2001 08.00 08.05 08.25 09.00 10.00

(28)

12.00 14.00 21-8-200 08.00 08.05 08.25 09.00 10.00 12.00 14.00

- Melakukan auskultasi bunyi nafas - Melakukan fisiotherapi nafas - Melakukan suction

- Mengecek suhu humidifier - Memonnitor tanda-tanda vital

- Melakukan auskultasi paru dan suction - Melakukan auskultasi paru dan suction - Melakukan auskultasi paru dan suction - Melakukan fisiotherapi nafas

- Melakukan suction

- Mengecek suhu humidifier - Memonnitor tanda-tanda vital

- Melakukan auskultasi paru dan suction - Melakukan auskultasi paru dan suction Wh -/-, Rh +/-, Stridor (-)

Klien dalam posisi semi fowler Sekret banyak S : 37 OC T:136/79, N:96, RR:18X/mnt Sekret bersih Sekret bersih Wh -/-, Rh +/-, Stridor (-) Klien dalam posisi semi fowler Sekret banyak S : 37 OC T:136/79, N:96, RR:18X/mnt Sekret bersih Sekret bersih 2 20-8-2001 08.00

(29)

10.15 11.00 13.00 21-8-2001 08.00 10.15 11.00 13.00

- Memonitor seting Ventilator BIPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :35 %,. - Memonitor SpO2

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .

Memonitor seting Ventilator BIPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :35 %,. - Memonitor SpO2

Memonitor seting Ventilator BIPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :35 %,. - Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis

- - Memonitor seting Ventilator CPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :45 %,. - Memonitor SpO2

- Mengambil bahan pemeriksaan BGA .

Memonitor seting Ventilator CPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :40 %,. - Memonitor SpO2

Memonitor seting Ventilator CPAP 18 X/mnt, PEEP 5, I:E :1:2, FiO2 :40 %,. - Memonitor SpO2

- Memeriksa adanya Cyanosis - Ventilator sudah terseting - Bahan lab sudah terambil

-Ventilator sudah terseting SpO2 98 % Monitor sudah terseting

(30)

Cyanosis (-)

Nafas spontan lemah SpO2 100%

Darah arteri sudah terambil SpO2 100%

cyanoisis (-)

Nafas spontan lemah SpO2 100% cyanoisis (-) 3 20-8-2001 07.30 09.00 09.10 21-8-2001 07.30 09.00 09.10

- Melakukan balance cairan - Pemberian infus RL 5 tts/menit - Memonitor EKG dan suara jantung Pemberian obat personde

- Captopril 25 mg - ISDN 5 mg

- Spironelacton 50 mg - KSR 1 tab

(31)

Pemberian terapi IV - Lasix 1 ampul

Mengobservasi vital sign - Melakukan balance cairan - Pemberian infus RL 5 tts/menit - Memonitor EKG

Pemberian obat personde - Captopril 25 mg - ISDN 5 mg - Spironelacton 50 mg - KSR 1 tab Pemberian terapi IV - Lasix 1 ampul Input : 1500 Oput : 1200 Infus lancar PVC S1S2 normal Obat masuk alergi (-)

Alergi (+)

Input : 1500 Oput : 1200 Infus lancar

PVC

Obat masuk alergi (-)

Alergi (+) 4 20-8-2001 08.30 10.30 12.30 21-8-2001 08.30 10.30 12.30

(32)

Melakukan pemeriksaan ventilator

- Memrtahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT - Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi - Memonitor suara nafas dan pergerakan dada Melakukan pemeriksaan ventilator

- epertahankan alat resusitasi bag & mask pada posisi TT - Mengevaluasi tekanan atau kebocoran balon cuff

- Mengamankan selang ETT dengan fiksasi - Memonitor suara nafas dan pergerakan dada Ventilator lancar

Bag & mask sudah tersedia Kbocoran (-)

Fiksasi baik

Geraakan dada dan nafas sesuai Ventilator lancar

Bag & mask sudah tersedia Kbocoran (-)

Fiksasi baik

Geraakan dada dan nafas sesuai 5 20-8-2001 11.00 11.15 21-8-2001 11.00 11.15

Menyampaikan agar klien tidak mencabut alat-alat peralatan yang ada di tubuh klien

- Menganjurkan klien agar merubah posisi secara teratur

Menyampaikan agar klien tidak mencabut alat-alat peralatan yang ada di tubuh klien

- Menganjurkan klien agar merubah posisi secara teratur Klien setuju

(33)

Klien setuju

Klien setuju Klien setuju 6 20-8-2001 10.30

- Memperhatikan keluhan klien

- Mendorong klien agar mengepresikan perasaannya - Memberikan suport mental

- Memberika informasi tentang perkembangan keadaan klien sekarang -

Klien tenang

Klien bercerita tentang penyakitnya Klien optimis

Klien paham dan tampak tenang 7 20-8-2001

09.25 09.35

21-8-2001

- Melakukan oral hygiene

- Mengobservasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan. - Merawat infus

- Merawat kateter

- Memonitor suhu tubuh - Melakukan oral hygiene

- Mengobservasi tanda peradangan pada lokasi insersi alat perawatan. - Merawat infus

- Merawat kateter

(34)

Mulut bersih Tanda radang (-)

Infus dan kateter terawat S ; 36,7 o C

Mulut bersih Tanda radang (-)

Infus dan kateter terawat S ; 36,7 o C

D. Evaluasi

DIAGNOSE PERKEMBANGAN

Resiko terjadi ketidak efektifan bersihan jalan nafas 22-8-2001 Pk.09.00 S : Klien mengatakan dapat batuk dan menelan

O : sekret (-), stridor (-) sumbatan jalan nafas (-) A : Masalah tidak terjadi

P : Pindahkan klien ke ruang perawatan jantung (ICCU) Gangguan pertukaran gas 22-8-2001 Pk 09.00

S : sesak (-)

O : Klien nafas spontan dengan canul nasal 6 lt/mnt, cyanosis (-), SpO2 100 %, BGA PH:7,44, PCO2 :42,5, PO2 : 96 mmHg, BE : 3 RR : 16X

A : Masalah teratasi

P : Lakukan perawatan di ruang jantung Resiko gangguan perfusi 22-8-2001 Pk.09.00 S : pusing (-), berdebar (-),

O : T : 135/89 mm Hg, N : 96 X/mnt, Acral hangat, keringat dingin (-), kapilari refill 2 dt, Hb 12,4 , EKG : PVC pada semua lead, S1S2 reguler, S3 (-), Foto Thorak LVH (+)

A : Masalah tidak terjadi

P : Lanjutkan perawatan di ruang jantung Ggn pola nafas 22-8-2001 Pk. 09.00 S : klien merasa lebih lega

O : Vnetilator sudah diwining, gelisah (-), tanda barotrauma (-) A :Masalah tidak terjadi

P :

-Resiko terjadi taruma 22-8-2001 Pk. 09.00 S : klien nyaman

O : tanda-tanda trauma fisik tidak ada A : Masalah tidak terjadi

P :

-Kecemasan 21-8-2001 Pk 11.00

S : Klien mengatakan optimis akan segera sembuh O : Klien komunikatif dan tampak tenang

(35)

A : Masalah teratasi P

:-Resiko terjadi infeksi S : Klien tidak mengeluh badan terasa panas O : Tanda radang (-), infus dan kateter terawat, S : 36,7 o C A : Masalah tidak terjadi

P : lanjutkan perawatan di ICCU

LAPORAN UJIAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK RD DENGAN GBS-BRONCHOPNEMONI DAN ATELEKTASIS

DI RUANG ICU GBPT RSUD DR SOETOMO SURABAY A. PENGKAJIAN

a. Identitas Nama : RD Umur : 5 th

Jenis kelamin : Laki-laki Anak ke : Pertama

Alamat : Rejo Agung, Gempol , Pasuruan Penanggung : Orang tua ( Benny D.W) b. Riwayat Keperawatan

Anak dikeluhkan kakinya lemas tgl 19 /8/2001 sorebdan pagi tangga; 20/8/2001 badan anak menjadi lebih lemah sehingga untuk berdiri saja susah. Anak juga dikeluhkan flu dan batuk-batuk dan sumer-sumer sejak tgl 15/8/2001 sore. Selanjutnya anak dibawa ke RSUD Dr Soetomo tanggal 20/8/2001 Pk 23.00 dan langsung ditangani di Bagian Resusitasi IRD. Riwayat MRS (-), Imunisasi lengkap, iwayat Asthma (-), Riwayat Flu (+) sejak seminggu yang lalu dan diberikan obat flu yang dibeli di Apotik.

c. Pengkajian persistem (a) Pernafasan

S :

-O : Terpasang ETT Uk 5,5, terpasang mayo, serta nafas dibantu dengan ventilator Mode : SIMV PS 20 X, EMV :15, PEEP +2, Inspirasi presure + 10, FiO2 40 %, SpO2 100 %, RR : 30 X, Keluar saliva lewat mulut (sering dan banyak), stridddor (+), Paru Wh -/-, Rh -/-, Suara nafas ++/+, cuping hidung (-),retraksi costae (-), cyanosis (-),

Foto thorak tampak gambaran hipodens pada lobus paru kiri atas,

BGA : PH 7,451, PCO2 44,7; PO2:91,2; BE :5,7; HCO3 : 30,4; AaDO2 177,9 mm Hg

(b) Kardiovaskuler S :

-O: N : 87X/mnt reguler, T : 112/60 (MAP 77 mm Hg), SpO2 100 %, Acral dingin, Cyanosis (-), Capillari refill 2 dt, S : 36,6 o C,

(36)

Hb : 12,4 g/dl HbO2 : 95,3 % EKG : Lead II Sinus (c) Neurologi S :

-O : GCS : 2x3, membuka mata (+) lemah, pupil isokor, refleks +/+, Diplopia (-), lateralisasi (-), RF

RF , Rp - - - -

(d) Perkemihan S :

O : Terpasang cateter, out-put 2005 cc dalam 24 jam, warna kuning jernih, kateter terawat

(e) Pencernaan S :

O : Klien makan sonde pediasure 6 X 50 cc, peristaltik (+) lemah, distensi (-), skybala (-), sementara

puasa sampai tracheostomi selesai dilakukan. (f) Muskuloskeletal

S :

O : Kekuatan otot 000 000, tulang intak 000 000

(g). Psikologis

S : Orang tua menyatakan bagaimana kemungkinan penyakit anaknya, berapa lama pengobatannya keluarga bersedia melanjutkan perawatan lanjutannya. O : Tampak kusut, tampak kebingungan,

Therapi:

- Infus Dex D 5 1/2 NS 1250 cc/24 jam - Sonde pediasure : 6 X 50 cc

- Ampicillin 3 X 500 mg - Cloxacillin 3 X 250 mg - Alinamin F 3 X 1 amp - Bisolvon 3 X 1 tab

- Px GDA, DL, Alb, Thorax Foto B. Analisa Masalah

Dari data diatas dirumuskan bebepara permasalahan: 1. Resiko terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2. Resiko tejadi ggn pertukaran gas

3. Ketidakefektifan pola nafas 4. Ggn komunikasi verbal 5. Resiko tinggi terjadi infeksi 6. Resiko terjadi trauma

(37)

8. Kecemasan pada orang tua C. Rencana Keperawatan

Dx 1. Resiko terjadi bersihan saluran nafas tidak efektif b.d penurunan reflek menelan dan peningkatan produksi saliva

Tujuan : Setelah dirawat sekret bersih, saliva bersih, stridor (-), sumbatan tidak terjadi

Tindakan:

- Lakukan perawatan EET setiap 2 jam

- Lakukan auskultasi sebelum dan setelah tindakan fisiotherapi dan suction - Lakukan fisiotherapi nafas dan suction setiap 3 jam jika terdengar stridor atau SpO2 <> 95 %

Tindakan:

- Lakukan pemeriksaan BGA setiap 24 jam - Monitor SpO2 setiap jam

- Monitor respirasi dan cyanosis - Kolaborasi :

• Seting ventilator SIMV PS 15, PEEP +2, FiO2 40 %, I : E 1:2 • Analisa hasil BGA

Dx : Resiko tinggi terjado infeksi b.d pemakaian alat perawatan seperti kateter dan infus

Tujuan : setelah dirawat diharapkan - Tanda-tanda infeksi (-)

• leiko 3-5 X 10 4, Pada px urine ery (-), sylinder (-), • Suhu tubuh 36,5-37 oC

• Tanda-tanda radang pada lokasi insersi alat perawatan (-) Tindakan

- Rawat ETT setiap hari

-Lakukan prinsip steril pada saat suction

- Rawat tempat insersi infus dan kateter setiap hari - Ganti kateter setiap 72 jam

- Kolaborasi :

• Pengggantian ETT dengan Tracheostomi • Penggantian insersi surflo dengan vanocath • Pemeriksaan leuko

• Pemeriksaan albumin • Lab UL

• Pemberian profilaksis Amox 3 X 500 mg dan Cloxacilin 3 X 250 mg

Dx : Resiko terjadi disuse syndrome b.d kelemahan tubuh sebagai efek perjalanan penyakit GBS

(38)

-Kontraktur (-) - Nutrisi terpenuhi - Bab dan bak terbantu - Personal hygiene baik Tindakan:

- Bantu Bab dab Bak

- Monitor intake dan output cairan dan lakukan balance setia 24 jam - Mandikan klien setiap hari

- Lakukan mirimg kanan dan kiri setiap 2 jam - Berikan latihan pasif 2 kali sehari

- Kaji tanda-tanda pnemoni orthostatik - Monitor status neurologi setiap 8 jam - Kolaborasi:

• Alinamin F 3 X 1 ampul • Sonde pediasuer 6 X 50 cc

• Latihan fisik fasif oleh fisiotherapis

Dx. Kecemasan pada orang tua b.d ancaman kematian pada anak serta perawatan yang lama

Tujuan :

- Setelah dirawat klien dapat menerima keadaan dan kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan

Tindakan :

- He tentang penyakit GBS, perjalanan penyakit dan penanganannya.

- He tentang perawatan dan pemasangan alat perawatan alternatif sehubungan dengan proses perawatan yang lama seperti pemasangan tracheostomi dan vanocath

- Meminta agar keluarga mengisi informed konsen dari tindakan yang akan dilakukan oleh petugas

D. Tindakan Keperawatan

TGL/JAM TINDAKAN PELAKSANA 08.10 08.15 08.30 08.45 09.00 09.10 09.30

(39)

10.00 10.30

Melakukan auskultasi paru (stridor (+), Wh -/-,Rh-/-Melakukan fisiotherapi nafas dan suction

(Sekret banyak warna putih) Memiringkan klien kekiri

Melakukan oral hygiene (Mulut bersih) Merawat infus dan cateter

(Kateter dan infus terawat, tanda radang (-)) Mengambil bahan lab DL, GDA dan albumin Injeksi ampicilin 500 mg

Alinamin F 1 ampul

Mengecek persiapan tracheostomi: - Informed concent (+)

- Canul tracheostomi no 6 sudah ada - Keluarga sudah siap

- Menunggu konfirmasi dari OK lt V Observasi vital sign

HR 103 X/mnt, T : 121/72 mm Hg, SpO2 99 %,RR:22X/mnt, S :36,3 , Urine 90 cc 2 jam

Airway lancar - Sekret bersih

- Saliva mengalir kesamping - SpO2 100 %

- Wh -/-, Rh -/-, Stridor -/- Wayan Wayan

(40)

Referensi

Dokumen terkait

Acit Darsita (2016 ).” PENGARUH KONSEP DIRI DAN KEBIASAAN BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN EKONOMI (Survey pada Siswa Kelas X IPS SMAN

Berdasarkan uraian penyusun tersebut di atas, maka penyusun menarik kesimpulan yakni sebagai berikut : 1) Bahwa pasal yang didakwakan oleh penuntut umum kepada terdakwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hubungan antara komitmen, kegembiraan membantu orang lain, reputasi, dan penghargaan dari grup terhadap sikap terhadap knowledge

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmawati (2016), Irah Rahayu (2014) dan Nur Aisyiah (2015), yang menyatakan bahwa pengaruh kualitas

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa budaya organisasi merupakan variabel dominan yang artinya bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh paling besar

Dapat menerima air limpasan dari saluran sebelumya (saluran rumah tangga/kavling).. Dikembangkan pada jaringan jalan lingkungan permukiman penduduk. Adapun jenis saluran

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

Utang PPh (pasal 29) adalah akun pajak penghasilan/ PPh Kurang bayar pada akhir tahun pajak dimana Beban Pajak Kini &gt; Uang Muka/Kredit pajak tahun