Atresia ani Atresia ani
1.
1. DefinisiDefinisi
Atresia ani terjadi karena tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang Atresia ani terjadi karena tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang karena cacat bawaan (2010, Vivian nanny lia dewi, Asuhan neonatus bayi dan anak karena cacat bawaan (2010, Vivian nanny lia dewi, Asuhan neonatus bayi dan anak balita)
balita)
Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada l
abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara abnormal atau dengan kata lainubang secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012)
tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012)
Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti t
seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anusidak terbentuknya lubang pada anus (NANDA, 2015)
(NANDA, 2015)
Malformasi ini merupakan bentuk malformasi kongenital yang paling sering ditemukan Malformasi ini merupakan bentuk malformasi kongenital yang paling sering ditemukan akibat perkembangan embrio yang abnormal dengan insidensi 1 dalam 2000 hingga akibat perkembangan embrio yang abnormal dengan insidensi 1 dalam 2000 hingga 5000 kelahiran hidup (Hendren, 1998 diambil dari Wong Buku Ajar Keperawatan 5000 kelahiran hidup (Hendren, 1998 diambil dari Wong Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol 2 2008)
Pediatrik Vol 2 2008)
Gambar : perbedaan antara anus normal dengan anus imperforata Gambar : perbedaan antara anus normal dengan anus imperforata Sumber :
Sumber : Orphaned Journal of Rare Diseases 2007Orphaned Journal of Rare Diseases 2007
Gambar : atresia ani pada anak laki-laki Gambar : atresia ani pada anak laki-laki Sumber : medlineplus.gov
2. Klasifikasi
Menurut Ladd & Gross (1988) klasifikasi atresia ani, yaitu :
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
d. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
e. Anus imperforata dan ujung rektum buntu terletak pada berbagai jarak dari peritoneum.
f. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rektum yang buntu.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi, yaitu : a. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius
–
retrouretral (pria) ataurectovagina (perempuan). Jarak antara ujung rectum buntu sampai kulit perineum lebih dari 1 cm. (NANDA, 2015)
A B
Keterangan gambar : A. Persistent cloaca
B. Rectobladder neck fistula
C. Rectovestibular fistula in females C
3. Etiologi
Menurut NANDA 2015 Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : a. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur
b. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu (3 bulan) c. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke 4 sampai ke 6 usia kehamilan
4. Manifestasi klinis
Menurut NANDA 2015 :
a. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran b. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi
c. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
d. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) e. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam (1 hari-2hari)
f. Pada pemeriksaan rektal touche terdapat adanya membran anal g. Perut kembung
5. Patofisiologi
Anus imperforata terjadi karena adanya kelainan kongenital dimana saat proses perkembangan embrionik tidak sempurna pada proses perkembangan anus dan rektum. Dalam perkembangan selanjutnya ujung tulang ekor belakang berkembang menjadi kloaka yang juga akan berkembang menjadi genitourinaria dan struktur anorektal. Atresia ani disebabkan karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi pada anus imperforata yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2012)
Atresia ani dapat menyebabkan 2 kemungkinan, pertama ia bisa sama sekali tidak memiliki lubang anus, yang mengakibatkan feses tidak memiliki jalan keluar, sehingga feses menumpuk didalam rektum, dan lama-kelamaan feses yang menumpuk semakin banyak sehingga terjadilah distensi pada abdomen. Jika feses tidak dapat keluar, harus segera dilakukan tindakan pembedahan yaitu pembuatan stoma sebagai jalan keluar feses sementara. Setelah dilakukan pembedahan terjadi perubahan pola defekasi yg tidak terkontrol, dan dari tindakan pembedahan dapat juga menimbulkan trauma pada jaringan.
Lalu untuk kemungkinan yang kedua yaitu ia memiliki fistula atau saluran abnormal yang dapat terhubung ke vagina untuk perempuan dan ke uretra untuk laki-laki, pada kasus fistula bermuara ke uretra terjadi kebocoran isi anus sehingga feses masuk ke uretra dan mikroorganisme yang ada di feses masuk ke saluran kemih dan menginfeksi saluran kemih.
6. Pathways
Gangguan pertumbuhan, Fusi, Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
Atresia Ani
Feses tidak keluar Vistel rektovaginal
Feses menumpuk Kebocoran isi anus
Feses masuk ke uretra peningkatan tekanan
Intra abdominal Mikroorganisme masuk ke
saluran kemih
Infeksi saluran kemih
Operasi : anoplasti, mual, muntah colostomi
napsu makan menurun
pre operasi post operasi trauma jaringan
kurang informasi perubahan defekasi timbul nyeri perawatan inadekuat
defekasi tidak terkontrol
iritasi mukosa Sumber : (NANDA 2015) Gangguan eliminasi urine Ketidakseimban gan nutrisi kurang dari kebutuhan Defisit
pengetahuan Gangguan rasa
nyaman : nyeri
Gangguan integritas kulit
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan pemeriksaan radiologis. Pada pemeriksaan ini akan ditemukan beberapa hal berikut :
Udara dalam usus terhenti tiba-tiba. Hal ini menandakan adanya obstruksi di daerah tersebut
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir
Dibuat foto antero-posterior dan lateral, bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki di atas (Wangen Steen dan Rice) pada anus diletakkan radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan bayangan udara yang tertinggi dapat diukur.
b. Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium (Vivian Nanny Lia Dewi, 2011)
8. Penatalakasanaan a. Medis
Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinesia feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
Pena dan defries (1982) memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anoreltoplasi (PSARP), yaitu dengan cara membelah muskulus
sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel
Keberhasilan penatalksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Dari berbagai klasifikasinya, penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula. Leape (1987) menganjurkan : 1. Atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan si gmoid kolostomi atau TCD
dahulu, setelah 6-12 bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
2. Atresia ani letak rendah dilakukan perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus
3. Bila terdapat fistula dilakukan cut back incicion
4. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. (NANDA 2015)
b. Perawat
Kepada orang tua perlu diberitahukan mengenai kelainan pada anaknya dan keadaan tersebut dapat diperbaiki dengan jalan operasi. Selain itu perlu
diberitahukan perawatan anus buatan dalam menjaga kebersihan untuk mencegah infeksi, serta memperhatikan kesehatan bayi (Ngastiyah, 2005).
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian keperawatan dapat ditemukan penyumbatan anus (anus tidak normal), adanya kembung dan terjadi muntah pada 24-28 jam setelah lahir. Pada bayi laki dengan fistula urinary didapatkan mekonium pada urine, dan pada bayi perempuan dengan fistua urogeinta ditemukan mekonium pada vagina. Pada pemeriksaan fisik dengan memasukan jari kelingking dengan memakai handscoon atau juga dengan memasukan thermometer sepanjang ± 2cm tidak ditemukan anus secara normal. Adanya berbagai bentuk seperti stenosis rectum yang lebih rendah atau juga pada anus, membrane anus yang menetap, adanya fistula antara rectum dan traktus urinaria, adanya fistula antara rectum, vagina atau perineum pada perempuan.
2. Diagnosis / masalah keperawatan Prapembedahan
1. Kurang pengetahuan Pascabedah
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan 2. Resiko infeksi
3. Nyeri
4. Gangguan integritas kulit 3. Rencana Tindakan Keperawatan
Prabedah
1. Kurang pengetahuan
Kurang pengetahuan pada orang tua tentang prosedur pembedahan yang dapat disebabkan karena adanya informasi yang kurang
Tindakan:
1) Kaji sejauh mana kurangnya informasi yang dibutuhkan.
2) Jelaskan tentang prosedur persiapan oprasi dan proses, dan hal
–
hal yang harus dilakukan setelah oprasi pembedahan.3) Kajilah kemampuan koping keluarga dalam menghadapi pembedahan yang dilakukan pada anak.
Pascapembedahan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Kekurangan nutrisi dapat disebabkan karena asupan yang kurang, maka rencana tindakannya adalah mempertahankan agar tidak terjadi gangguan kekurangan nutrisi.
Tindakan:
1) Lakukan monitoring terhadap bising usus, apabila sudah mulai terdengar berikan cairan.
2) Berikan diet lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi 3) Monitor asupan parenteral, enteral, atau oral.
4) Lakukan monitoring berat badan. 2. Resiko infeksi
Masalah risiko terjadi infeksi kemungkinan besar terjadi pada semua luka pembedahan.
Tindakan:
1) Lakukan penggantian balutan dan perhatikan adanya drainase, kemerahan, serta adanya inflamasi.
2) Bersihkan daerah anal untuk mencegah kontaminasi feses 3) Ganti posisi bayi setiap 2 jam.
4) Monitor tanda
–
tanda infeksi sistemik dan local 5) Lakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotika. 3. NyeriNyeri yang terjadi pada pascabedah disebabkan karena dampak insisi pembedahan, dan rencana tindakan yang dapat dilakukan adalah mengatasi nyeri agar dampak dari nyeri yang ditimbulkan dapat teratasi.
Tindakan :
1) Berikan rendam duduk pascabedah 1 minggu lebih.
2) Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien 3) Berikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi 4) Lakukan kolaborasi dalam pemberian analgetik.
4. Gangguan integritas kulit
Masalah resiko terjadinya gangguan integritas kulit ini dapat disebabkan adanya insisi pembedahan, dan rencana yang dapat dilakukan adalah mencegah agar tidak terjadi gangguan integritas kulit.
Tindakan:
1) Lakukan monitoring terhadap dilatasi anus. 2) Pantau daerah insisi
3) Jangan mengukur suhu melalui rectal, member obat perektal atau melakukan pemeriksaan melalui daerah rectal
4) Pertahankan agar anus tetap bersih dan kering
5) Berikan zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi 6) Hindari tekanan pada garis sutura (jahitan)
4. Evaluasi
Pre Operasi Post operasi
1) Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi dan kebutuhan tindakan
1) Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
2) Bebas dari tanda dan gejala infeksi
3) Mempertahankan berat badan
Daftar pustaka
Huda Amin, Kusuma Hardi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus . Jakarta : MediAction.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Pengantar ilmu keperawatan anak . Jakarta : Salemba medika
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit. Jakarta : EGC
Nanny Lia Dewi, Vivian. 2011. Asuhan neonatus bayi dan anak balita. Jakarta : Salemba medika
Wong, L. Donna. 2008. Buku ajar keperawatan pediatrik edisi 6 vol 2. Jakarta : EGC
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014. Jakarta : EGC