• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Kebijakan Publik Dalam Menjawab Kebutuhan Terhadap Perangkat Legal Pasca UU ITE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pendekatan Kebijakan Publik Dalam Menjawab Kebutuhan Terhadap Perangkat Legal Pasca UU ITE"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Kelompok I Amir Junaidi AL Sentot Sudarwanto Djodi Suranto M.J. Widijatmoko Muhammad Muhtarom

Pendekatan Kebijakan Publik Dalam

Menjawab Kebutuhan Terhadap Perangkat

Legal Pasca UU ITE

(2)

LATAR BELAKANG

• Keamanan Internet semakin menuntut

perhatian dari semua pihak.

• Masyarakat pengguna internet membutuhkan

rasa aman dalam beraktifitas dan

perlindungan dari segala tindakan/perbuatan

menyimpang dalam cyberspace.

• Kebutuhan akan cyber law semakin dirasakan

guna menciptakan kepastian hukum sebagai

salah satu unsur dalam keamanan.

(3)

• Jika belum memiliki UU ITE, hubungan dengan

masyarakat internasional akan terhambat

• Uni Eropa merekomendasikan untuk tidak

melakukan transaksi elektronik ke negara yang

belum memiliki UU ITE

• Kartu kredit Indonesia selalu ditolak dalam

komunitas e-commerce dunia

• Indonesia juga berpotensi mendapat sanksi

pemblokiran jalur routing Internet dari

komunitas Internet global selama belum

membuat UU ITE di tengah tingginya kejahatan

dunia maya

(4)

Beberapa permasalahan hukum ITE

• otentikasi subyek hukum yang bertransaksi melalui internet

• hubungan hukum dan pertanggungjawaban para pihak yang terlibat dalam transaksi baik penjual, pembeli,

maupun para pendukung seperti perbankan, internet service provider(ISP), dan lain-lain;

• legalitas dokumen catatan elektronik serta tanda tangan digital sebagai alat bukti

• Perlindungan keamanan

• mekanisme penyelesaian sengketa;

• pilihan hukum dan forum peradilan yang berwenang dalam penyelesaian sengketa.

(5)

PENGERTIAN

KEBIJAKSANAAN PUBLIK

THOMAS R. DYE:

“Public Policy is whatever to government choose to

do or not to

do”

JAMES E. ANDERSON:

“Public Policies are those policies developed by

governmental bodies and

officials”

DAVID EASTON:

“Public Policy is the authoritative allocation of

values for the whole

society”

Harold D Lasswel & A Kaplan :

(6)

SIKLUS KEBIJAKSANAAN PUBLIK

Evaluasi Kebijaksanaan Perumusan Kebijaksanaan Implementasi Kebijaksanaan Monitoring Kebijaksanaanwww.jamalwiwoho.com

(7)

DIMENSI KEBIJAKSANAAN

PUBLIK

Kebijaksanaan

(Policy

Process):

mengkaji

proses penyusunan kebijaksanaan, mulai dari

identifikasi

dan

perumusan

masalah,

implementasi

kebijaksanaan,

monitoring

kebijaksanaan serta evaluasi kebijaksanaan.

• Analisis

Kebijaksanaan

(Policy

Analysis):

meliputi penerapan metode dan teknik analisis

yang

bersifat

mulitidisiplin

dalam

proses

kebijaksanaan.

(8)

JENIS-JENIS KEBIJAKSANAAN PUBLIK

• Substantive and Procedural Policies

Substantive Policy: Kebijaksanaan dilihat dari substansi

masalah yang dihadapi oleh pemerintah.

Procedural Policy: Kebijaksanaan dilihat dari pihak-pihak

yang terlibat dalam perumusannya (Policy Stakeholder) • Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies

Distributive Policy: Kebijaksanaan yang mengatur tentang

pemberian pelayanan/keuntungan kepada individu, kelompok, atau perusahaan.

Redistributive Policy: Kebijaksanaan yang mengatur tentang

pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak.

Regulatory Policy: Kebijaksanaan yang mengatur tentang

pembatasan/ pelarangan terhadap perbuatan/tindakan.

(9)

JENIS-JENIS KEBIJAKSANAAN (2)

• Material Policy: Kebijaksanaan yang mengatur

tentang pengalokasian/ penyediaan

sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya.

• Public Goods and Private Goods Policies

Public

Goods

Policy:

Kebijaksanaan

yang

mengatur tentang penyediaan barang/pelayanan

oleh

pemerintah

untuk

kepentingan

orang

banyak.

Private

Goods

Policy:

Kebijaksanaan

yang

mengatur tentang penyediaan barang/pelayanan

oleh pihak swasta, untuk kepentingan individu di

pasar bebas dengan imbalan biaya tertentu.

(10)

TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKSANAAN PUBLIK

• Lingkup Nasional

1. Kebijaksanaan Nasional: Kebijaksanaan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional. Yang berwenang: MPR, Presiden, DPR

2. Kebijaksanaan Umum: Kebijaksanaan Presiden sebagai pelaksanan UUD,

TAP MPR, UU, untuk mencapai tujuan nasional. Yang berwenang: Presiden

3. Kebijaksanaan Pelaksanaan: merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum sebagai strategi pelaksanaan tugas di bidang tertentu. Yang

berwenang: Menteri/setingkat menteri dan pimpinan LPND • Lingkup Wilayah

1. Kebijaksanaan Umum: Kebijaksanaan Pemda sebagai pelaksanaan azas desentralisasi dalam rangka mengatur urusan RT Daerah. Yang

berwenang: Gubernur dan DPRD Provinsi untuk Daerah Provinsi dan Bupati/Walikota untuk Daerah Kab./Kota.

2. Kebijaksanaan Pelaksanaan, ada tiga macam: 3. Desentralisasi: realisasi pelaksanaan PERDA 4. Dekonsentrasi: pelaksanaan nasional di Daerah

5. Tugas pembantuan (medebewind): pelaksanaan tugas Pemerintah Pusat di Daerah yang diselenggarakan oleh Pemda.

(11)

MODEL ELIT – MASSA

ELIT PEJABAT PEMERINTAH MASSA ARAH KEBIJAKSANAAN PELAKSANAAN KEBIJAKSANAAN ARAH KEBIJAKSANAAN

(12)

KEBIJAKAN PEMERINTAH

DALAM KEAMANAN INTERNET

• Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di cyberspace, pendekatan hukum,

pendekatan teknologi, dan pendekatan sosial budaya. • Pendekatan teknologi sangat mutlak dilakukan dalam

mengatasi gangguan keamanan, mengingat tanpa pendekatan teknologi suatu jaringan akan mudah

disusupi, diintersepsi atau diakses secara ilegal tanpa hak.

• Pendekatan dalam bidang hukum yang diupayakan

pemerintah salah satunya dengan menyiapan RUU ITE. • Pembentukan ID-SIIRTI (Indonesia-Security Incident

Responses Team on Internet Infrastructure) , yang

anggotanya terdiri dari berbagai unsur.

(13)

ASPEK TEKNIS DAN LEGAL

• Meskipun tanpa aturan hukum yang

spesifik, penegakan hukum terhadap

kejahatan cyber telah dan tetap

berjalan.

• Masalah yang menjadi perhatian

dalam penegakan hukum di

cyberspace antara lain masalah locus

delicti dan digital evidence.

(14)

Sasaran Kebijakan

• Pencegahan dampak negatif Internet dalam

bentuk munculnya jenis kejahatan baru

– Hackers membobol komputer milik bank dan memindahkan dana secara melawan hukum

– Kriminal mendistribusikan gambar pornografi anak

– Teroris menggunakan Internet untuk merancang dan melaksanakan serangan

– Penipu menggunakan kartu kredit milik orang lain untuk berbelanja melalui Internet

• Perlindungan terhadap serangan infrastruktur

ekonomi vital.

– Hackers mengacak sistem perbankan, pengendalian lalu lintas udara, distribusi listrik, jaringan telekomunikasi, dll.

(15)

Sasaran Kebijakan -

2

• Mendorong pertumbuhan ekonomi dengan

pemanfaatan ITE:

– e-commerce – e-government

– Foreign Direct Investment (FDI) – Industri penyediaan informasi – Pengembangan UKM

• Semua manfaat ini dalam kondisi bahaya jika

tidak didukung oleh perangkat hukum di bidang

TI dan infrastruktur informasi yang aman dan

dapat dipercaya oleh masyarakat khususnya

kalangan bisnis.

(16)

Pentingnya Cybercrime Law

dan ICT Security -1

Cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi

maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT.

Cybercrime potensial menimbulkan kerugian pada beberapa bidang : politik, ekonomi, sosial budaya yang lebih besar dampaknya dibandingkan dengan

kejahatan yang berintensitass tinggi lainnya. Di masa mendatang dapat menganggu perekonomian nasional melalui jaringan infrastruktur yang berbasis

teknologi elektronik (perbankan, telekomunikasi satelit, jaringan listrik, dan jaringan lalu lintas penerbangan. www.jamalwiwoho.com

(17)

Penipuan Melalui Internet

-1

• Penipuan terhadap institusi keuangan, termasuk

dalam kategori ini antara lain penipuan dengan

modus menggunakan alat pembayaran seperti

kartu kredit dan atau kartu debit dengan cara

berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap

institusi keuangan biasanya diawali dengan

pencurian terhadap identitas pribadi atau

informasi tentang seseorang seperti nomor kartu

kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN, password,

dan lain – lain.

(18)

Penipuan Melalui Internet

-2 • Penipuan menggunakan kedok Permainan (Gaming

Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan oleh raga, dan lain – lain.

• Penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. umumnya dalam bentuk penawaran investasi atau jual beli barang / jasa.

• Penipuan terhadap instansi pemerintah,termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam

proses e-procurement dan layanan e-government, baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada

pemerintah ataupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.

(19)

Permasalahan Penegakan

Hukum dan Jurisdiksi

-1

• Pengaturan hukum dalam Internet masih

relatif baru dan terus berkembang, ada

dorongan pengaturan yang bersifat global,

namun kedaulatan hukum menjadikannya

tidak mudah terlaksana. Hal ini menjadi

salah satu kelemahan dari penegakan

cybercrime law terutama jika menyangkut

perkara kejahatan yang dilakukan oleh

individu atau entitas bisnis yang berada di

negara lain.

(20)

Permasalahan Penegakan

Hukum dan Jurisdiksi

-2

• Konstitusi suatu negara tidak dapat

dipaksakan kepada negara lain karena dapat

bertentangan dengan kedaulatan dan

konstitusi negara lain, oleh karena itu hanya

berlaku di negara yang bersangkutan saja.

• Kasus:

– Yahoo vs Perancis: Yahoo menjual atribut Nazi yang dilarang di Perancis

– Google vs China: Pemerintah China memblokir

situs Google dan mengalihkan ke situs pemerintah.

(21)

Kesimpulan

• Perlu kebijakan pemerintah dan dukungan

semua pihak untuk mewujudkan kelancaran dan

keamanan dalam kegiatan ITE di Indonesia

• Perlu kajian lebih lanjut untuk memastikan

ketentuan pidana yang perlu diatur dalam

Amandemen KUHP, atau UU Khusus yang

mengatur masalah cybercrime.

• Draft RUU Tindak Pidana Teknologi Informasi

dapat dijadikan sebagai langkah awal menuju

terwujudnya cybercrime law di Indonesia

(22)

LITERATUR

Atip Latifulhayat, SH, LL.M, CYBER LAW DAN URGENSlNYA BAGI INDONESIA, Makalah disampaikan pada Seminar tentang Cyber Law yang diselenggarakan oleh Yayasan Cipta Bangsa di Bandung pada 29 Juli 2000

• Barda Nawawi Arief, Antisipasi Penanggulangan “Cyber Crime” dengan hukum Pidana, makalah pada seminar Nasional mengenai “Cyber law”., di STHB, Bandung, Hotel Grand Aquila, 9 April 2001 Barda Nawawi Arief, Antisipasi Penanggulangan “Cyber Crime” dengan hukum Pidana, makalah pada seminar Nasional mengenai “Cyber law”., di STHB, Bandung, Hotel Grand Aquila, 9 April 2001

Teguh Arifiyadi, SH., Cyber Crime dalam Perspektif Rancangan Konsep KUHP Baru, Portal Depkominfo RI.

Teguh Arifiyadi, SH., Menjerat Pelaku Cyber Crime dengan KUHP, Portal Depkominfo RI.Ari Juliano Gema, Cybercrime: sebuah Fenomena di Dunia Maya, Portal Depkominfo RI.TopanTambunan, Mencermati RUU Informasi dan Transaksi Elektronik, diakses di

www.TopanTambunan.blogspot.com

Trisno Raharjo, Perbandingan Kebijakan Kriminalisasi Tindak Pidana Mayantara Di Indonesia Dan Belanda, diakses di www.umy.ac.id/hukum/download/

I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Urgensi Cybercrime Law Sebagai Perlindungan Bagi Pengguna Teknologi Informasi, Materi Kuliah Hukum dan Teknologi Program Pascasarjana (S3) Fakultas Hukum UNS, April 2008

• Undang Undang Telekomunikasi

• Undang Undang tentang Informasi dan Tranasaksi Elektronik • Kitab Undang Undang Hukum Pidana

(23)

Referensi

Dokumen terkait

In this section, the theoretical background of this thesis is discussed in the form of a literature review. The aim of the literature review is to provide answers to the

Kepala TU yang seharusnya memahami bagaimana Pola Tata Kelola di Puskesmas tidak memahami bagaimana Pola Tata Kelola di Puskesmas seharusnya, begitu pula staff teknis

Akuntansi sektor publik bertujuan untuk memberi informasi yang bertujuan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial, politik, dan sebagai bukti

Pembuktian yang dilakukan oleh penuntut umum terhadap kasus penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri telah sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat 1 huruf a, c, d

Dari jumlah di atas dapat dilihat bahwa dari tahun ke tahun jumlah restoran yang terdaftar di Dinas Pariwisata Kota Bandung semakin meningkat, diperkirakan untuk

Menjadi "sesuatu" itu tidak pernah ditentukan dari apa yang anda sandang saat ini tetapi diputuskan dari apa yang bisa anda lakukan untuk orang lain dengan apa

Çalışmamızda Kıbrıs Türklerinin, Kuva-yı Milliyesi olarak kabul edilebilecek olan “Türk Mukavemet Teşkilatı”nın kurulmasını gerektiren sebepler,

Warehouse (gudang) merupakan suatu tempat, ruangan, atau bangunan yang memiliki peranan penting dalam suatu sistem produksi, sehingga diperlukan pengaturan yang tepat