• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Ginjal Kronik 2.1.1. Definisi dan Etiologi

Penyakit ginjal kronik dapat didefinisikan sebagai suatu abnormalitas dari struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan dengan adanya gangguan fisiologis pada tubuh. (KDIGO/ Kidney Disease Improving Global Outcomes, 2013)

Tabel 2.1: Kriteria untuk Penyakit Ginjal Kronik (Kerusakan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan)

Indikator adanya kerusakan ginjal

Albuminuria (AER≥30mg/24jam ; ACR≥30mg/g [≥3mg/mmol]

Kelainan pada sedimen urine

Kelainan pada elektrolit dan kelainan lainnya pada gangguan tubular

Kelainan struktur pada jaringan/ histology Kelainan struktur yang terlihat pada imaging Riwayat transplantasi ginjal

Berkurangnya GFR GFR < 60 ml/min/ 1.73m2 ( Kategori GFR G3a-G5 ) Sumber : KDIGO (2013)

Menurut Arora (2014), penyakit ginjal kronik dapat disebabkan oleh: 1. Penyakit ginjal diabetic

2. Hipertensi

3. Penyakit jantung dan pembuluh darah 4. Penyakit glomelurus (primer atau sekunder) 5. Penyakit ginjal kistik

6. Penyakit tubulointerstitial

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8. Penyakit batu ginjal yang berulang

9. Cacat bawaan lahir pada ginjal atau saluran kemih ( kongenital ) 10. Penyakit ginjal akut yang belum dipulihkan

Miller (2013) menyebutkan banyak penyakit dan kondisi lainnya yang dapat menyebabkan gangguan pada ginjal, misalnya :

1. Gangguan autoimun ( sistemik lupus eritematosus dan scleroderma ) 2. Zat kimia beracun

3. Trauma pada ginjal 4. Batu ginjal dan infeksi

5. Masalah pada arteri yang memperdarahi ginjal

6. Beberapa obat seperti anti nyeri dan obat untuk kanker 7. Refluks nefropati

8. Dan penyakit ginjal lainnya

2.1.2. Klasifikasi

KDIGO (2013) membagikan penyakit ginjal kronik menjadi beberapa stadium berdasarkan laju filtrasi glomelurus (LFG).

Tabel 2.2: Pembagian penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomelurus Kategori LFG LFG ( ml/min/1.73m2 ) Batasan

G1 90 Normal atau tinggi

G2 60-89 Penurunan ringan

G3a 45-49 Penurunan ringan sampai

sedang

G3b 30-44 Penurunan sedang sampai

berat

G4 15-29 Penurunan berat

G5 <15 Gagal ginjal

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.3. Faktor Resiko

American Kidney Foundation (2012) menyebutkan beberapa factor resiko dari penyakit ginjal adalah :

1. Diabetes

2. Hipertensi/ tekanan darah tinggi 3. Penyakit jantung

4. Riwayat keluarga yang memiliki penyakit ginjal 5. Berusia di atas 60 tahun

6. Merupakan ras Afrika-Amerika, penduduk asli Amerika atau Asia

2.1.4. Gejala Klinis

Miller (2013) mengatakan bahwa gejala awal dari penyakit ginjal kronik hampir sama dengan gejala penyakit lainnya. Pada awalnya, gejala dapat berupa :

1. Hilangnya nafsu makan 2. Perasaan sakit atau kelelahan 3. Sakit kepala

4. Gatal (pruritus) dan kulit kering 5. Penurunan berat badan

Setelah fungsi ginjal semakin memburuk, gejala dapat berupa : 1. Kelainan kulit

2. Nyeri tulang

3. Mengantuk atau gangguan konsentrasi 4. Pembengkakan di tangan dan kaki 5. Kram

6. Bau nafas 7. Mudah memar

8. Terdapat darah pada tinja 9. Haus yang berlebihan 10. Masalah pada fungsi seksual 11. Amenorrhea

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13. Gangguan tidur

14. Muntah ( sering pada pagi hari )

2.1.5. Patofisiologi

Menurut Arora (2014), sebuah ginjal yang normal memiliki sekitar 1 juta nefron yang masing-masing berpengaruh terhadap total laju filtrasi glomelurus (GFR). Dalam menghadapi kerusakan ginjal, ginjal memiliki kemampuan untuk mempertahankan GFR. Meskipun kerusakan nefron begitu progresif, sebagian sisa nefron yang masih berfungsi akan melakukan hiperfiltrasi sebagai kompensasi. Bentuk kompensasi nefron ini memungkinkan ginjal untuk tetap membersihkan zat sisa metabolisme seperti urea dan kreatinin dari dalam darah.

Kadar urea dan kreatinin dalam plasma darah akan menunjukkan peningkatan apabila jumlah GFR menurun menjadi 50%. Kadar kreatinin akan menjadi berlipat ganda. Hal ini terjadi akibat tidak berfungsinya sekitar 50% nefron pada ginjal. (Arora, 2014)

Hiperfiltrasi dan hipertrofi pada nefron yang masih berfungsi akan menyebabkan disfungsi ginjal progresif. Peningkatan tekanan kapiler pada glomelurus dapat merusak kapiler, awalnya akan mengarah kepada glomerulosklerosis segmental dan kemudian akan berakhir pada glomerulosklerosis global yang nantinya akan menjadi penyakit ginjal kronik. (Arora, 2014)

2.1.6. Komplikasi

Miller (2013) menyebutkan komplikasi dari penyakit ginjal kronik dapat berupa : 1. Anemia

2. Perdarahan dari perut atau usus 3. Nyeri pada tulang, sendi dan otot 4. Perubahan pada gula darah 5. Neuropati perifer

6. Demensia 7. Efusi pleura

(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8. Gagal jantung kongestif

9. Penyakit arteri koroner

10. Hipertensi/ tekanan darah tinggi 11. Perikarditis

12. Stroke

13. Peningkatan kadar fosfor dan kalium 14. Hiperparatiroid

15. Peningkatan resiko infeksi 16. Kerusakan hati atau gagal hati 17. Malnutrisi

18. Kemandulan 19. Kejang

20. Bengkak (edema)

21. Melemahnya tulang dan peningkatan resiko terjadinya fraktur

2.2. Hemodialisis

2.2.1. Pengertian Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu bentuk tindakan untuk menggantikan sebagian besar dari fungsi ginjal pada pasien yang menggalami gangguan ginjal. Hemodialisis merupakan suatu tindakan pembuangan sisa metabolisme ginjal dengan menggunakan alat bantu dialiser. Tujuan daripada tindakan hemodialisis adalah untuk membuang toksik-toksik yang ada di dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan lain-lain. Pasien yang menjalani hemodialisis di dunia saat ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini, hampir setengah juta penduduk dunia yang menderita gagal ginjal kronik menjalani hemodialisis untuk memperpanjang hidupnya. Dari beberapa penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa hemodialisis merupakan suatu usaha untuk memperbaiki kelainan yang terjadi di dalam darah akibat terganggunya fungsi ginjal (Kandarini, 2013).

(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.2. Indikasi Hemodialisis

Kandarini (2013) menyatakan indikasi hemodialisis dapat dibagi menjadi dua, yaitu hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. 1. Indikasi hemodialisis emergency atau hemodialisis segera antara lain :

a. Kegawatan ginjal

- Keadaan uremik berat, overdehidrasi - Oligouria - Anuria - Hiperkalemia - Asidosis berat - Uremia - Encephalopaty uremikum - Neuropati / miopati uremikum - Perikarditis uremikum

- Disnatremia berat - Hipertermia

b. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

2. Indikasi hemodialisis kronik antara lain : a. GFR < 15 mL/menit

b. Gejala uremia meliputi ; lethargy, anoreksia, nausea, mual, dan muntah. c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.

d. Hipertensi tak terkontrol dan adanya kelebihan cairan. e. Komplokasi metabolic yang refrakter.

2.2.3. Peralatan Hemodialisis 1. Dialiser

Dialiser merupakan sebuah tabung besar yang terdiri dari ribuan serat kecil. Dialiser sering juga disebut sebagai ginjal buatan. Pada saat darah melewati dialiser, maka cairan dialisat akan dipompakan di sekitar serat tersebut sehingga

(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA serat dapat memfiltrasi zat-zat toksin yang berasal dari tubuh. (Sherman, Swartz, and Thomas ,2014)

2. Cairan Dialisis/ Dialisat

Cairan dialysis yang juga dikenal sebagai dialisat merupakan cairan yang terdapat di dalam dialiser. Dialisat bertugas untuk membantu menghilangkan sisa metabolisme tubuh atau zat toksin dari dalam darah. Dialisat mengandung bahan kimia yang membuatnya bekerja seperti spons. (Sherman, Swartz, and Thomas ,2014)

Tabel 2.3. Rentang substansi dalam dialisat

Sumber : Cahyaningsih, 2008

3. Akses Vaskuler

Bethesda (2010) menyebutkan ada tiga jenis akses vaskuler untuk hemodialisis yaitu: arteriovenous fistula (AVF), arteriovenous graft(AVG), dan kateter vena. AVF merupakan proses penyambungan antara arteri dengan vena. AVF merupakan salah satu akses vaskuler jangka panjang terbaik untuk melakukan hemodialisis. AVF juga memiliki resiko komplikasi yang lebih kecil dibandingkan dengan arteriovenous graft dan kateter vena. Apabila pada pasien tidak bisa dilakukan AVF, maka AVG dan kateter vena diperlukan untuk akses vaskuler.

Substansi Konsentrasi dalam dialisat

Natrium 135-145 mEq/L Kalium 0-4 mEq/L Kalsium 2,5-3,5 mEq/L Magnesium 0,5-1,0 mEq/L Klorida 100-124 mEq/L Bikarbonat 32-40 mEq/L Glukosa 0-250 mg/dL

(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Untuk membuat sebuah AVF diperlukan waktu yang relatif lebih lama, yaitu sekitar 24 bulan. Namun, AVF yang terbentuk dengan baik, akan memiliki resiko pembentukan klot atau resiko terjadinya infeksi yang lebih kecil dibandingkan dengan akses vaskuler yang lainnya. AVF yang terbentuk dengan baik juga akan bertahan lebih lama daripada akses vaskuler jenis lainnya. (Bethesda, 2010)

Apabila pembuluh darah untuk AVF tidak dapat berkembang dengan baik, dapat digunakan sebuah tabung sintesis yang kemudian akan ditanamkan pada di bawah tangan. AVG tersebut dapat digunakan sebagai akses vaskuler untuk hemodialisis. AVG hanya memerlukan waktu sekitar 3-4 minggu untuk pembuatannya. Namun, pada AVG lebih sering terjadi pembekuan darah dan lebih mudah terpapar infeksi. (Bethesda, 2010)

Bagi penderita penyakit ginjal kronik, hemodialisis perlu dilakukan dengan segera mungkin. Kateter vena dapat digunakan sebagai akses vaskuler temporer/ sementara. Kateter vena dapat dipasang pada vena yang terdapat di daerah leher, dada, atau kaki di dekat pangkal paha. Kateter vena tidak ideal untuk digunakan sebagai akses permanen karena sering terjadi pembekuan darah dan infeksi. (Bethesda, 2010)

2.2.4. Prinsip dan Cara Kerja Hemodialisis

Menurut Sherman et al (2014), mesin dialysis memiliki tiga fungsi utama, yaitu : a. Memompa darah dan mengontrol aliran darah

b. Membuang zat sisa metabolisme/ zat toksin dari darah

c. Mengontrol tekanan darah dan kecepatan pemindahan cairan dari dalam tubuh.

Pada saat proses hemodialisis berlangsung, darah akan mengalir dengan kecepatan tertentu dalam waktu tertentu melalui sebuah filter khusus yang akan membuang zat sisa metabolisme dan cairan yang berlebihan. Kemudian, darah yang bersih akan dipompakan kembali ke dalam tubuh.(Sherman et al, 2014)

(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dengan dibuangnya zat-zat berbahaya bagi tubuh, kelebihan elektrolit dan cairan, dapat membantu tubuh untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit di dalam tubuh.

Kandarini (2013) menyebutkan bahwa proses hemodialisis dimulai oleh proses pengeluaran darah vena melalui akses vaskular dengan kecepatan tertentu, kemudian darah dari vena akan masuk ke dalam mesin hemodialisis dengan proses pemompaan. Kemudian setelah terjadi proses dialisis, darah yang telah bersih akan masuk kembali ke pembuluh darah dan akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Proses dialisis (pencucian) darah dilakukan di dalam dialiser.

Prinsip kerja dari proses hemodialisis ini adalah ketika suatu zat terlarut (solut) atau darah dari tubuh akan berubah pada saat solut tersebut dipaparkan dengan dialisat melalui membran semipermeabel (dialiser). Perpindahan solut melewati membran tersebut dinamakan proses osmosis. Daugirdas et al (2007) dalam Kandarini (2013) menyebutkan perpindahan tersebut terjadi melalui mekanisme difusi dan ultrafiltrasi. Kedua perpindahan difusi maupun ultrafiltrasi disebabkan oleh mekanisme hidrostatik yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan.

Gambar 2.1. Alur Hemodialisis Sumber : Maruli, 2012

(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.5. Adekuasi Hemodialisis

Menurut Jindal (2006), setiap pasien yang menjalani hemodialisis harus dilakukan penilaian terhadap adekuatnya hemodialisis. Penilaian terhadap adekuasi hemodialisis terdiri dari urea clearance, tekanan darah, dan gejala klinik.

Urea clearance dapat dihitung dengan menggunakan Kt/V atau URR. Kt/V minimum yang harus dicapai adalah 1,2 atau URR yang harus dicapai minimal 65%. (Jindal, 2006)

The National Cooperative Dialysis Study (NCDS) menyatakan bahwa semakin tinggi adekuasi suatu hemodialisis, maka akan mengurangi tingkat morbidity (Jindal, 2006)

URR dapat dihitung dengan menggunakan rumus : URR(%)=100x(1-Ct/Co)

Ct merupakan kadar ureum darah sesudah hemodialisis dan Co merupakan kadar ureum darah sebelum hemodialisis. (Daugirdas, 2009)

Daugirdas (2009) juga menyebutkan bahwa URR yang baik adalah apabila URR ≥65%.

Kt/V merupakan salah satu cara lain untuk menentukan dosis dialisis melalui hasil pemeriksaan ureum sebelum dan sesudah hemodialisis. (Daugirdas, 2009)

Kt/V= -Ln(R-0,008xt)+(4-3,5xR)xUF/W

Dimana KT adalah jumlah bersihan urea dari plasma (L/menit), V merupakan volume distribusi dari urea (L), t merupakan waktu tindakan hemodialisis dalam satuan jam, Ln adalah logaritma natural, R adalah BUN post hemodialisis dibagi dengan BUN pre hemodialisis, UF adalah volume ultrafiltrasi dalam liter, dan W adalah berat pasien setelah dialisis dalam Kg.

(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.2.6. Pemantauan Selama Hemodialisis

Menurut Cahyaningsih (2008) yang perlu dipantau selama proses hemodialisis berlangsung adalah :

1. Koagulasi 2. Tekanan Darah 3. Suhu

4. Daerah Akses Vaskuler

2.2.7. Komplikasi Hemodialisis

Daurgidas et all dalam Kandarini (2013) membagi komplikasi hemodialisis menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik

Komplikasi akut merupakan komplikasi yang terjadi selama proses hemodialisis berjalan. Komplikasi tersebut dapat berupa hipotensi, kram otot, mual, muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, menggigil, gangguan hemodinamik, sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, pendarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia. (Kandarini, 2013).

Komplikasi kronik merupakan komplikasi yang terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis kronik. Misalnya: penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi, anemia, renal osteodystrophy, neurophaty, disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan pendarahan, infeksi, amiloidosis, acquired cystic kidney disease. (Kandarini, 2013).

Gambar

Tabel 2.3. Rentang substansi dalam dialisat
Gambar 2.1. Alur Hemodialisis  Sumber : Maruli, 2012

Referensi

Dokumen terkait

RW 02 Kel Awipari Kec Cibeureum Kota Tasikmalaya, bermaksud mengajukan permohonan bantuan generator set ( genset) yang akan kami pergunakan untuk peralatan pendukung

Askrindo pada proyek pengadaan barang dan jasa pada Pemerintah Kota Surakarta adalah: membuat perjanjian pokok yang berisi jumlah kerugian yang akan ditanggung oleh pihak surety

Upaya-upaya untuk membuktikan peran farmasis klinik dalam meningkatkan outcome terapi bagi pasien harus terus dilakukan, sehingga akan semakin membuka peluang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat ditarik kesimpulan; analisa limbah lindi TPA kota Banda Aceh dengan menggunakan metode AAS terhadap parameter

Hasil penelitian Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi bauran pemasaran terdiri dari Distribution, Price, Sales Volume secara signifikansi berpengaruh terhadap

Berdasarkan gambar tabel di atas dapat dipahami bahwa momen torsi yang dibangkitkan dari hasil pembakaran mesin diesel berbahan bakar campuran antara minyak jarak dan

Sindroma Potter dan Fenotip Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang

Perancangan komik digital matematika pada webtoon ini bertujuan untuk meningkatkan minat siswa SMP terhadap pelajaran matematika dan memberikan metode pembelajaran yang