LAPORAN PRAKTIKUM MIKOLOGI
UJI KAPANG ANTAGONIS DAN UJI ZAT PENGAWET
NAMA : ICANANDA FRANSISKA
NIM : 150210103064
KELOMPOK : 4B
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENDIDIKAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER
I. JUDUL
Uji Antagonisme Kapang dan Uji Zat Pengawet
II. TUJUAN
Untuk mengamati aktivitas dan mengukur daya antagonisme antara kapang antagonis dan patogen serta uji antibiotik
III. METODE PRAKTIKUM
Tahap 1 : Peremajaan masing-masing kapang antagonis maupun pathogen
- Masing-masing kapang diinokulasikan pada medium PDA cawan dengan teknik pour plate lalu menginokulasikan kapang selama 72 jam sampai koloni masing-masing kapang tumbuh merata di atas permukaan medium.
Tahap 2 : Uji antagonisme antara kapang antagonis dengan kapang pathogen
berjarak 3 cm dengan diameter cawan 9 cm , setelah itu medium yang lubang, diambil bagiannya lalu dibuang menggunakan ose.
- Melubangi masing-masing biakan yang telah diinkubasikan selama 72 jam dengan sumuran, selanjutnya memindahkan pada medium PDA cawan yang telah dilubangi tadi.
- Menginkubasi selama 3-7 hari
- Mengamati aktivitas antagonismenya Tahap 3: Uji Zat Pengawet
- Sterilisasi meja kerja dan alat-alat
- Mengambil 1 ose dari masing-masing isolat hasil pemurnian - Memasukannya ke dalam garam fisiologis dan divortex sampai
homogen
- Mengambil sebanyak 1 ml isolat kemudian dimasukan ke dalam media PDA yang masih hangat, kemudian menuangkannya ke petridish steril dan dinginkan
- Membagi media menjadi beberapa bagian dengan boardmarker - Meletakan kertas cakra yang telah mengandung bahan
IV. HASIL PENGAMATAN
No .
Gambar Keterangan
1
Kontrol : Kapang Rizoctonia solani
Kapang tumbuh
secaramenyeluruh pada permukaan medium
2
Trichoderma sp. Vs Rizoctonia solani
Terdapat interaksi kapang antagonis dan kapang pathogen. Interaksi tersebut berupa adanya garis perbatasan antara tumbuhnya kapang antagonis dan kapang pathogen.
3
Trichoderma sp. Vs Fusarium sp.
Terdapat zona bening disekitar kapang pathogen. Kapang antagonis menghambat pertumbuhan kapang pathogen
Trichoderma sp. vs Rizoctonia solani Rizoctonia solani vs Candida sp.
Terlihat zona bening antara Trichoderma sp. dan Rhizoctonia solani Terlihat zona bening
antara Rhizoctonia solani dan Candida sp.
5
Trichoderma sp. dan Candida sp.
Terdapat hamabatan antara Trichoderma sp. dan Candida
Rhizoctonia solani vs Asam Asetat Rhizoctonia solani vs Asam Benzoat Rhizoctonia solani vs Formalin
Pada uji bahan pengawet (asam asetat, asam benzoat dan
Antibiotik : Itrachonazol
Rizoctonia solani vs Itrachonazol 25 ppm Rizoctonia solani vs Itrachonazol 75 ppm Rizoctonia solani vs Itrachonazol 100 ppm
Rizoctonia solani vs Aquades
Itrachonazol 25 ppm.
Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 75 ppm.
Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Itrachonazol 100 ppm
Terbentuk zona bening antara Rizoctonia solani dan Aquades
Praktikum kali ini membahas mengenai uji antagonisme kapang antagonis dan kapang patogen. Kapang antagonis contohnya adalah Trichoderma sp. menurut dari praktikum yang telah dilakukan bahwa kapang antagonis tersebut mempunyai kemampuan antagonism terhadap kapang patogen. Kapang patogen yaitu contohnya ada Fusarium solani, Fusarium oxyporum, Fusarium verticiloides.
Makroskopik dari fusarium, Pengamatan pada makroskopis menunjukkan warna koloni waktu muda hingga tua berwarna putih. Warna balik koloni jamur yaitu berwarna putih. Tipe persebarannya membentuk bulat, sebaran memusat, tidak ada garis konsentris.Tekstur permukaan koloni agak halus, dengan kerapatan sedang, dan ketebalan koloni tipis. Ukuran diameter saat berumur 7 hari sebesar 9 cm. morfologi makroskopis jamur ini dapat bervariasi secara signifikan pada media yang berbeda, dan deskripsi ini didasarkan pada pertumbuhan pada media PDA pada suhu 250C dalam 12 jam. Pertumbuhan jamur yang cepat dengan koloni yang berwarna putih (Desi Herawati:99).
Berdasarkan ciri mikroskopis F.oxysporum memiliki makrokonidia berbentuk seperti bulan sabit dengan bagian ujung berbentuk runcing. Makrokonidia memiliki sekat 4-6 dengan warna makrokonidia hialin. Selain itu hifa
juga berwarna hialin dan bersekat. Ukuran panjang makrokonidia sebesar 36,06 μm dan lebarnya sebesar 6.86 μm. Seperti yang dikatakan Sutton dkk (1998), jamur F. oxysporum memiliki hifa bersekat dan hialin. Konidiofor pendek dan sederhana (biasanya tidak bercabang). Makrokonidia biasanya diproduksi berlimpah, sedikit berbentuk sabit, dan berdinding tipis. Makrokonidia memiliki 3 sampai 6 sekat berukuran 23-54 x 3-4,5 μm. Mikrokonidia berlimpah, sebagian besar tidak bersekat, berbentuk elips, sedikit melengkung atau lurus, 5-12 x 2,3-3,5 μm. Berdasarkan kriteria secara mikroskopis yang ada dapat dikatakan jamur ini merupakan jamur F. Oxysporum (Desi Herawati:99).
oxysporum merupakan salah satu jamur patogen penting penyebab penyakit layu (I Made Diarta:70).
Selanjutnya mengenai kapang yang antagonis yang sudah sering di bahas, yaitu Tricroderma sp. Salah satu bahan pengendali hayati adalah Trichoderma sp. (Fadillah Swantini:856). Ada banyak spesies dari trichoderma, salah satunya lagi adalah Trichoderma harzianum yang memiliki ciri-ciri koloni jamur pada media PDA berwarna hijau kekuningan, diselimuti rumbai konidiofor yang rapat. Diameter koloni mencapai 9 cm dalam waktu 5 hari. Menurut peneliti hal tersebut juga merupakan ciri-ciri dari Trichoderma sp. (Fadillah Swantini:860).
Pada hasil pengamatan yang menjadi kontrol dalan uji antagonis tersebut adalah koloni dari Kapang Rizoctonia solani, yang tanpa diberi perlakuan apapun kapang dapat tumbuh menyeluruh. Hifa R. solani yang masih muda mempunyai percabangan yang membentuk sudut 45oC, semakin dewasa percabangannya tegak lurus, kaku, dan mempunyai ukuran yang sama (uniform). Diameter hifa jamur R. Solani bergantung pada isolat dan jenis medium yang digunakan. R. solani yang diisolasi dengan medium PDA mempunyai diameter 4-6 μm, dan yang diisolasi dengan medium Hopkins syntetic agar mencapai 6-13 μm. Setiap isolat mempunyai diameter 8-12 μm, tetapi ada yang berdiameter 6,20-9,50 μm. Sklerotium dari R. solani terbentuk dari hifa yang mengalami agregasi menjadi massa yang kompak. Sklerotium pada awal pertumbuhan berwarna putih dan setelah dewasa berubah menjadi cokelat. Bentuk sklerotium pada umumnya bulat atau tidak beraturan, dan ukurannya bervariasi, bergantung pada isolatnya (Soenartiningsih:86).
Untuk yang direaksikan bersama Trichoderma sp. menghasilkan terdapat interaksi kapang antagonis dan kapang pathogen.Interaksi tersebut berupa adanya garis perbatasan antara tumbuhnya kapang antagonis dan kapang pathogen. Terdapat adanya garis perbatasan karena antara kapang antagonis dan kapang pathogen tidak bisa hidup saling bersama.
yang apabila direaksikan akan mengasilkan zoba bening, akan tetapi kapang dengan bakteri juga mengasilkan zona bening.
Kalau zona bening pada bakteri, Zona bening menunjukkan kepekaan bakteri terhadap bahan antibakteri yang digunakan sebagai bahan uji dan dinyatakan dengan diameter zona hambat (Agrianto Paliling :232).
Untuk yang Trichoderma dengan candida, terdapat zona bening yang hal tersebut terjadi karena karena adanya pertumbuhan yeast disekitar kapang antagonis, maka kapang antagonis pertumbuhannya terhambat (terlihat pertumbuhannya tidak melewati batas dari pertumbuhan Yeast).
Sementara untuk kapang vs bahan pengawet, Pada uji bahan pengawet (asam asetat, asam benzoat dan formalin) tidak terlihat adanya zona bening, artinya kapang antagonis tetap dapat tumbuh pada media dengan penambahan bahan pengawet.
VI. PENUTUP
VI.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang ada dapat disimpulkan bahwa ketika kapang antagonis direaksikan atau di dikelompokan dalam satu cawan yang sama maka kapang antagonis tersebut akan menghambat pertumbuhan dari kapang patogen. Adanya daya hambat tersebut dilihat dari timbulnya garis perbatasan dan zona bening. Sedangkan untuk yang uji antibiotik pada kapang juga timbul zona bening sebagai tanda bahwa zat antibiotik juga berpengaruh dalam menghambat daya persebaran kapang patogen
VI.2 Saran
Disarankan pada saat waktu praktikum, praktikan dilarang gaduh, agar proses pada waktu praktikum materi atau bahkan hasil praktikum dapat dimengerti oleh semua praktikan.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Diarta, I Made. Dkk. 2016. Antagonistik Bakteri Pseudomonas spp. dan Bacillus spp. Terhadap Jamur Fusarium oxysporum Penyebab Penyakit Layu Tanaman Tomat. Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01.
Herawati, Desi. Dkk. 2015. Eksplorasi Jamur Endofit pada Daun Kacang Hijau (Phaseolus radiotus L.) dan Uji Antagonis Terhadap Jamur Fusarium oxysporum. Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3.
Ngittu. Yolan S. Dkk. 2014. Identifikasi Genus Jamur Fusarium Yang
menginfeksi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) Di Danau Tondano. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol. 3 No. 3.
Paliling, Agrianto. Dkk. 2016. Uji daya hambat ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis. Jurnal e-GiGi (eG), Volume 4 Nomor 2.
Soenartiningsih. Dkk. 2015. Cendawan Tular Tanah (Rhizoctonia solani) Penyebab Penyakit Busuk Pelepah pada Tanaman Jagung dan Sorgum dengan Komponen Pengendaliannya. IPTEK TANAMAN PANGAN VOL. 10 NO. 2.
Swantini, Fadillah. Dkk. Pemanfaatan Cendawan Tanah Di Tempat Pembuangan Sampah Sebagai Biofungisida Alami Penyakit Bercak (Cescospora capsici)