LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA
KELARUTAN – PENGARUH KONSTANTA DIELEKTRIK
Dosen Pembimbing : Hanifa Rahma, M.Si.,Apt Disusun oleh Kelompok 1 :
1. Muhammad Ghalib P. P17335116002 2. Sadat Rizki Sultan M. P17335116004 3. Widya Shopihatul Ghaida P17335116006 4. Rizqia Anggianawati P17335116012 5. Stefany Nadya Maharanie P17335116014 6. Fitriyanti Dwi Rahayu P17335116016
7. Ana Kania P17335116018
8. Desti Retno Palupi P17335116020
9. Atim Inayah P17335116022
10. Syalfana Fitria N. P17335116024
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III
PROGRAM STUDI FARMASI
2017
I. TUJUAN
- Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
- Menjelaskan pengaruh konstanta dielektrik terhadap kelarutan suatu zat
II. DASAR TEORI
Suatu sifat fisika kimia yang penting dari suatu zat obat adalah kelarutan, terutama kelarutan sistem dalam air. Jika kelarutan dari zat obat kurang dari yang diinginkan, pertimbangan harus diberikan untuk memperbaiki kelarutannya (Ansel, 1989). Kelarutan dari suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada temperatur, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil, serta bergantung pada hal terbaginya zat terlarut (Martin, dkk,1993).
Interaksi dapat terjadi antara pelarut dengan pelarut, pelarut dengan zat terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlarut. Nilai atau deskripsi kualitatif beberapa parameter fisika-kimia zat terlarut dan pelarut dapat membantu memberikan gambaran mengenai kelarutan suatu obat. (Syamsuni,2006)
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut.
1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Aturan yang terkenal, yakni like dissolve like, diperoleh berdasarkan pengamatan bahwa molekul-molekul dengan distribusi muatan yang sama dapat larut secara timbal-balik, yaitu molekul polar akan larut dalam media yang serupa, yaitu polar, sedangkan molekul nopolar akan larut dalam media nonpolar.
2. Co-solvency
Co-solvency dapat dipandang sebagai modifikasi polaritas sistem pelarut terhadap zat terlarut atau terbentuknya pelarut baru yang terjadinya interaksi antar masing-masing individu pelaut dalam sistem campuran tidak mudah diduga. Co- solvency adalah suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan karena penambahan pelarut atau modifikasi pelarut.
3. Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut, sedangkan zat yang sukar larut memerlukan banyak pelarut.
4. Temperatur
Zat yang bertambah larut ketika suhu dinaikkan, memiliki sifat eksoterm.
Sedangkan zat yang tidak larut ketika suhu dinaikkan, memiliki sifat endoterm.
5. Salting out
Suatu peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar dibandingkan zat utamanya sehingga menyebabkan penurunan kelarutan zat utama.
6. Salting in
Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih kecil dibandingkan zat utamanya, sehingga menyebabkan kenaikkan zat utama.
7. Pembentukan Kompleks
Suatu peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tidak larut dan zat yang larut dengan membentuk senyawa kompleks yang larut.
8. Common ion effect (Efek Ion Bersama)
Suatu peristiwa dimana terjadi keseimbangan antara partikel padat dengan larutan jenuhnya.
9. Hidrotopi
Suatu peristiwa bertambahnya kelarutan senyawa yang tidak larut atau sukar larut dengan penambahan senyawa lain namun bukan zat surfaktan.
Mekanismenya hampir menyerupai salting in, kompleksasi atau kombinasi beberapa faktor.
10. Ukuran Partikel
Ukuran partikel zat terlarut terhadap sifat kelarutannya terjadi hanya jika partikel mempunyai ukuran dalam mikron dan akan terlihat kenaikkan kira-kira 10% dalam kelarutannya.
Kecepatan melarutnya suatu zat dipengaruhi oleh:
- Ukuran partikel semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat melarut.
- Suhu semakin besar suhu, semakin cepat melarut.
- Pengadukan.
11. Ukuran dan Bentuk Molekul
Sifat-sifat dapat melarutkan pada air sebagian besar disebabkan oleh ukuran molekulnya yng kecil. Zat cair yang dapat mempunyai polaritas, konstanta dielektrik, dan ikatan hidrogen dapat menjadi pelarut yang kurang bagi senyawa
ionik, karena ukuran partikelnya lebih besar dan akan sukar bagi zat cair untuk menembus dan melarutkan kristal. Bentuk molekul zat terlarut juga merupakan faktor dalam meneliti kelarutan. Efek bentuk molekul zat terlarut terhadap kelarutannya di dalam suatu pelarut lebih banyak merupakan efek entropi.
12. Struktur Air
Struktur air merupakan anyaman molekul tiga dimensi dan strukur hidrogen menentukan sifat-sifat air dan interaksinya dengan zat terlarut. Strukturnya dapat dimodifikasi secara kualitatif dan kuantitatif oleh banyak faktor seperti suhu, permukaan, dan zat terlarut. Struktur air peka terhadap banyak faktor yang dapat memperkuat, memperlemah, mengubah, atau memecah seluruhnya. Faktor ini termasuk suhu, zat terlarut nonpolar, ion monovalen dan polivalen, makromolekul, dan permukaan. (Syamsuni,2006)
Suatu molekul dapat mempertahankan suatu pemisahan muatan listrik melalui induksi oleh suatu medan listrik eksternal atau oleh suatu pemisahan muatan yang permanen di dalam suatu molekul polar. (Martin,1993)
Listrik akan mengalir dari pelat sebelah kiri ke pelat sebelah kanan melalui baterai sampai perbedaan potensial pelat sama dengan potensial baterai yang memasok perbedaan potensial mula-mula. Kapasitas C (dalam satuan farad), sama dengan jumlah muatan listrik, q (dalam coloumb), yang tersimpan dalam pelat, dibagi dengan jumlah potensial, V (dalam volt), antar pelat-pelat tersebut :
C
=
𝑞𝑉
Kapasitas dari kondensor, bergantung pada tipe medium yang memisahkan pelat juga pada ketebalan r. jika ruang antara lempeng divakumkan, kapasitas adalah C0. Nilai ini digunakan sebagai acuan untuk membandingkan kapasitas jika senyawa lain mengisi ruang tersebut. Jika air mengisi ruang tersebut, kapasitas meningkat karena molekul air dapat mengarahkan diri sedemikian rupa sehingga ujung negatifnya berada paling dekat dengan ujung kondensor positif dan ujung positifnya terletak paling dekat dengan pelat negatif. Penjajaran ini memberikan gerak tambahan dari muatan karena peningkatan kemudahan dimana elektron- elektron dapat mengalir diantara pelat-pelat. Jadi muatan tambahan dapat ditempatkan pada pelat-pelat ter-unit dari tegangan yang ditetapkan. Kapasitas
kondensor yang dapat diisi suatu bahan, Cx, dibagi denganbaku pembanding, C0, disebut sebagai konstanta dielektrik, Ɛ. (Martin,1993)
Ɛ =Cᵪ C˳
Konstanta dielektrik biasanya tidak memiliki dimensi karena merupakan perbandingan dua kapasitas.konstanta dielektrik beberapa cairan tercantum pada tabel 1. Konstanta dielektrik campuran pelarut dapat dikaitkan dengan kelarutan obat, sebagaimana diuraikan oleh Gorman dan Hall, dan Ɛ untuk pembawa obat dapat dikaitkan dengan konsentrasi plasma obat, seperti dilaporkan oleh Pagay dan kawan-kawan. (Martin,2006)
Konstanta dielektrik adalah perbandingan nilai kapasitansi kapasitor pada bahan dielektrik dengan nilai kapasitansi di ruang hampa. Konstanta dielektrik atau permitivitas listrik relatif juga diartikan sebagai konstanta yang melambangkan rapatnya fluks elektrostatik dalam suatu bahan bila diberi potensial listrik. Konstanta dielektrik merupakan perbandingan energi listrik yang tersimpan pada bahan tersebut jika diberi sebuah potensial, relatif terhadap vakum (ruang hampa). Konstanta dielektrik dilambangkan dengan huruf Yunani εr atau kadang-kadang k, K atau Dk. Sifat dielektrik merupakan sifat yang menggambarkan tingkat kemampuan suatu bahan untuk menyimpan muatan listrik pada beda potensial yang tinggi. Secara praktis, sifat dielektrik sering dikaitkan dengan kelistrikan bahan isolator yang ditempatkan di antara dua keping kapasitor. Apabila bahan isolator itu dikenai medan listrik yang dipasang di antara kedua keping kapasitor, maka di dalam bahan tersebut dapat terbentuk dwikutub (dipole) listrik. Sehingga pada permukaan bahan dapat terjadi muatan listrik induksi. Bahan dengan sifat seperti ini disebut sebagai bahan dielektrik. (Sutrisno dan Gie, 1983)
Konstanta Dielektrik Beberapa Cairan Pada Suhu 25o No. Nama Zat Konstanta Dielektrik
1. N-Metilformamida 182
2. Hydrogen sianida 114
3. Formamida 110
4. Air 78,5
5. Gliserol 42,5
6. Metanol 32,6
7. Tetrametilurea 23,1
8. Aseton 20,7
9. n-Propanol 20,1
10. Isopropanol 18,3
11. Isopentanol 14,7
12. 1-Pentanol 13,9
13. Benzil Alkohol 13,1
14. Fenol 9,8 (60o C)
15. Etil asetat 6,02
16. Kloroform 4,80
17. Asam hidroklorida 4,60
18. Dietil eter 4,34 (20o C)
19. Asetonitril 2,92
20. Karbon disulfida 2,64
21. Trietilamin 2,42
22. Toluen 2,38
23. Beeswex (padat) 2,8
24. Benzen 2,27
25. Karbon tertraklorida 2,23
26. 1,4-Dioksan 2,21
27. Pentana 1,84 (20o C)
28. Furfural 41 (20o C)
29. Piridin 12,3
30. Metil salisilat 9,41 (30o C)
(Sumber : Martin, 2006)
III. ALAT DAN BAHAN
a. Alat b. Bahan
- Batang pengaduk - Aquadest
- Kaca arloji - Kertas saring
- Neraca analitik - Asam benzoat
- Gelas ukur - Fenolftalein
- Gelas kimia - NaOH
- Buret - Gliserin
- Statif dan klem - Etanol
- Corong - Erlenmeyer - Pipet
IV. PROSEDUR KERJA
1. Larutan dibuat dengan komposisi berikut dalam gelas kimia:
Bahan W1 W2 W3 W4 W5
Air (ml) 12 12 12 12 12
Etanol (ml) 0 2 4 6 8
Griserin (ml) 8 6 4 2 0
2. Larutan diaduk sampai homogen. Masing-masing gelas kimia diberi label.
3. Asam benzoat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing larutan hingga diperoleh larutan yang jenuh.
4. Larutan dikocok dengan batang pengaduk selama beberapa menit. Jika ada endapan yang larut selama pengocokan, asam benzoat ditambahkan lagi sampai diperoleh larutan yang jenuh kembali.
5. Larutan disaring menggunakan corong dan kertas saring.
6. Kadar asam benzoat yang terlarut dalam masing-masing larutan ditentukan dengan cara titrasi sebagai berikut. 5 mL larutan zat dipipet, ke dalamnya ditambahkan tiga tetes indikator fenolftalein lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda. Lakukan penetapan diplo.
7. Dibuat kurva antara kelarutan asam benzoat dengan konsentrasi dielektrik bahan campur yang digunakan.
V. HASIL PENGAMATAN
1. Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat.
N NaOH = 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐵𝐸 × 1000
𝑉
= 2,011
40 × 1000
500
= 0,1005 N
V1 4,32 ml
V2 4,11 ml
V3 5,42 ml
Vrata-rata 4,6166 ml
V NaOH × N NaOH = V Asam Oksalat × N Asam Oksalat 4,6166 ml × X = 5 ml × 0,1 N
X = 0, 1083 N Konsentrasi NaOH: 0,1083 N
2. Hasil Titrasi Asam Benzoat
Larutan Titrasi ( mL )
Rata - rata
1 2
W1 2, 43 ml 2,43 ml 2,43 ml
W2 3,51 ml 3,51 ml 3,51 ml
W3 3,70 ml 3,52 ml 3,61 ml
W4 6,12 ml 6,25 ml 6,18 ml
W5 8,36 ml 8,51 ml 8.43 ml
3. Kadar Asam Benzoat
W1 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙.𝑝𝑒𝑚𝑖𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛 𝑥 1000 W2 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙.𝑝𝑒𝑚𝑖𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛 𝑥 1000
= 2,43 𝑚𝑙 𝑥 0,1083 𝑁 𝑥 122,12 𝑥 100%
5 𝑚𝑙 𝑥 1000 =3,51 𝑚𝑙 𝑥 0,1083 𝑁 𝑥 122,12 𝑥 100%
5 𝑚𝑙 𝑥 1000
= 0,67 % (dalam 20 ml) = 0,934% (dalam 20 ml)
= 0,67 % x 4 = 0,934% x 4
= 2,56 % = 3,72%
W3 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙.𝑝𝑒𝑚𝑖𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛 𝑥 1000 W4 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙.𝑝𝑒𝑚𝑖𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛 𝑥 1000
= 3,61 𝑚𝑙 𝑥 0,1083 𝑁 𝑥 122,12 𝑥 100%
5 𝑚𝑙 𝑥 1000 = 6,18 𝑚𝑙 𝑥 0,1083 𝑁 𝑥 122,12 𝑥 100%
5 𝑚𝑙 𝑥 1000
= 0,95% (dalam 20 ml) = 1,63 % (dalam 20 ml)
= 0,95% x 4 = 1,63 % x 4
= 3,8 % = 6,52 %
W5 = 𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑥 𝐵𝑀 𝑥 100%
𝑣𝑜𝑙.𝑝𝑒𝑚𝑖𝑝𝑒𝑡𝑎𝑛 𝑥 1000
= 8,43 𝑚𝑙 𝑥 0,1083 𝑁 𝑥 122,12 𝑥 100%
5 𝑚𝑙 𝑥 1000
= 2,23 % (dalam 20 ml) = 2,23 % x 4
= 8,92 %
4. Konstanta Dielektrik Pelarut Konstanta
Dielektrik
Air 78,5
Etanol 24,3
Gliserin 40,1
Rumus KD: ( % 𝑎𝑖𝑟 × 𝐾𝐷 𝑎𝑖𝑟 ) + ( % 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝐾𝐷 𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 ) + ( % 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛 × 𝐾𝐷 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑛 ) 100
W1 = (
12
20 × 100 × 78,5 ) + ( 200 × 100 × 24,3 ) + ( 208 × 100 × 40,1 ) 100
= 4710+0+1604
100 = 63,14
W2 = (
12
20 × 100 × 78,5 ) + ( 202 × 100 × 24,3 ) + ( 206 × 100 × 40,1 ) 100
= 4710+243 +1203
100 = 61,56
W3 = (
12
20 × 100 × 78,5 ) + ( 204 × 100 × 24,3 ) + ( 204 × 100 × 40,1 ) 100
= 4710+486+806
100 = 59,98
W4 = (
12
20 × 100 × 78,5 ) + ( 206 × 100 × 24,3 ) + ( 202 × 100 × 40,1 ) 100
= 4710+729 +401
100 = 58,4
W5 = (
12
20 × 100 × 78,5 ) + ( 208 × 100 × 24,3 ) + ( 200 × 100 × 40,1 ) 100
= 4710 + 972 + 0
100 = 56,82
VI. PEMBAHASAN
Kelarutan secara kuantitatif dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada suhu tertentu. Sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua zat atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler.
Kelarutan dapat dinyatakan sebagai jumlah milliliter pelarut yang akan melarutkan satu gram zat terlarut. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, yaitu : pH, suhu, jenis pelarut, bentuk dan ukuran partikel zat, konstanta dielektrik, adanya zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis dan lain-lain (Martin, 2011).
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai pengaruh konstanta dielektrik terhadap kelarutan asam benzoat dimana asam benzoat tersebut dilarutkan ke dalam pelarut campuran yang terdiri dari air, gliserin dan etanol dengan komposisi yang berbeda. Untuk mengetahui jumlah kadar asam benzoat yang terlarut dalam campuran air, gliserin dan etanol dilakukan titrasi dengan larutan NaOH yang sebelumnya dibakukan terlebih dahulu. Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah fenolftalein. Indikator fenolftalein berfungsi untuk menetapkan atau mengetahui titik akhir titrasi atau titik ekuivalen. Indikator fenolftalein dipilih dikarenakan rentang PH yang dimilikinya, yaitu berkisar antara 8,0-10,0. Karena titrasi dilakukan antara larutan asam lemah dengan basa kuat, maka akan dihasilkan garam yang bersifat basa.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
W5 ( 8,92 ) W4 ( 6,52 ) W3 ( 3,8 ) W2 ( 3,72 ) W1 ( 2,56 )
Kadar Asam Benzoat ( % )
Konstanta Dielektrik Kurva Hubungan Konstanta Dielektrik
terhadap Kadar Asam Benzoat