PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MOP DI DESA SRUWEN
KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG
Nuryani),Richa Yuswantina), Mona Saparwati13) Program D IV Kebidanan
ABSTRAK
Prevalensi MOP masih rendah yaitu akseptor KB MOP di Indonesia hanya 0,25% dari peserta KB 8,5 juta. Salah satu faktor penyebabnya dikarenakan masih rendahnya pengetahuan suami dan sikap yang kurang mendukung terhadap adanya MOP. Kedua hal tersebut dapat ditingkatkan dengan pemberian informasi salah satunya dengan pendidikan kesehatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen. Penelitian ini merupakan penelitian
pre eksperimen dengan menggunakan desain penelitian one group pre test-posttest design. Sampel
yang diambil sebanyak 16 suami yang tidak menggunakan KB. Teknik pengambilan sampel adalah
simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang telah
diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis statistik menggunakan uji wilcoxon.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan pengetahuan suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen dengan nilai signifikansi 0,034 dan ada perbedaan sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen dengan nilai signifikansi 0,046.
Berdasarkan hasil penelitian perlu adanya upaya pendidikan kesehatan tentang MOP oleh petugas kesehatan pada suami untuk meningkatkan pengetahuan suami tentang MOP, sehingga bisa menumbuhkan sikap yang positif pada suami tentang MOP.
Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Suami, MOP Daftar pustaka : 29 Pustaka (2005-2013)
ABSTRACT
The Differences of Husbands’ Knowledge and Attitude About MOP (Male Operation Method) Between Before and After Health Education About MOP at Sruwen Village, Tengaran Semarang Regency
The participation of males in MOP is relatively low which is only 0,25% of the acceptors of family planning program of MOP which is about 8,5 million. The causes of low usage due to the low husbands’ knowledge and less supportive attitude toward MOP. Both of these can be enhanced by the provision of information by doing health education The purpose of this study was to determinethe differences of husbands’ knowledge and attitude between before and after being given health education about MOP in Sruwen village. This research was pre-experiment with One-Group Pre-test-posttest Design. The samples were the husbands who did not follow family planning program who were 16 people. Simple random sampling was used to get those samples. The data collection tool was questionnaire that had been tested its validity and reliability. The statistic analysis used Wilcoxon.
The results of study indicated that there was a significant difference of the level of knowledge before and after getting health education about MOP in Sruwen village with significance value 0,034 and there was a significant difference of the level of attitude before and after getting health education about MOP in Sruwen village with significance value 0,046.
Based on this research, health education about MOP is needed for the husbands in order to improve husbands’ knowledge about MOP, which is expected to cultivate husbands’ positive attitude about MOP.
Keywords : knowledge, Attitude, Husband, MOP References : 29 literatures (2005-2013)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia merupakan negara ke-5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Diantara negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar dan menjadi negara dengan penduduk terbanyak jauh diatas 9 negara anggota lain. Dengan Angka Fertilitas atau Total Fertility
Rate (TFR) 2,6, Indonesia masih berada di
atas rata-rata TFR negara ASEAN yaitu 2,4. Pertambahan penduduk nampak pada terjadinya fenomena baby booming. Baby
booming terjadi karena kurangnya kesadaran
masyarakat khususnya pasangan suami istri dalam keikutsertaan program keluarga berencana (KB). Pasangan suami istri tidak mengikuti program KB berhubungan erat dengan kurangnya pengetahuan serta pemahaman tentang reproduksi, juga masih adanya suatu kepercayaan bahwa banyak anak akan lebih banyak rejeki sebagai dampak aspek budaya nenek moyang, hukum agama
yang masih belum jelas dalam melakukan KB (Manuaba, dkk, 2009).
Keluarga berencana (KB) pertama kali ditetapkan sebagai program pemerintah pada tanggal 29 Juni 1970, bersamaan dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Program KB di Indonesia sudah dimulai sejak tahun1957, namun masih menjadi urusan kesehatan dan belum menjadi urusan kependudukan. Namun, dengan sejalan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan untuk kesehatan reproduksi, program KB selanjutnya digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai lembaga pemerintah di Indonesia mempunyai tugas untuk mengendalikan fertilitas melalui pendekatan 4 (empat) pilar program, yaitu Program Keluarga Berencana (KB), Kesehatan Reproduksi (KR), Keluarga
Sejahtera (KS), dan Pemberdayaan Keluarga (PK). Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014, tertuang bahwa dalam rangka mempercepat pengendalian fertilitas melalui penggunaan kontrasepsi, program KB nasional di Indonesia lebih diarahkan kepada pemakaian Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (BKKBN, 2013).
Salah satu program KB yang diperuntukkan laki-laki adalah vasektomi dengan cara melalui prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi. Mekanisme kerja dari vasektomi adalah dilakukan dengan melakukan pengikatan/pemotongan/ pengikatan dan pemotongan saluran vans deferens, sehingga transportasi sperma terhenti dan menghambat pertemuan antara sel telur dan sperma. Keuntungan dari prosedur vasektomi ini adalah efektivitas yang sangat tinggi yaitu sebesar 99% , tidak memiliki efek samping dalam jangka panjang serta tidak ada perubahan dalam fungsi seksual serta sangat cocok jika istri akan mengalami resiko yang serius bila terjadi kehamilan (Saifuddin, 2011).
Data SDKI 2012 menunjukkan tren Prevalensi Penggunaan Kontrasepsi atau
Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di
Indonesia sejak tahun 1991-2012 cenderung meningkat, sementara tren Angka Fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) cenderung menurun. Tren ini menggambarkan bahwa meningkatnya cakupan wanita usia 15-49 tahun yang melakukan KB sejalan dengan menurunnya angka fertilitas nasional. Bila dibandingkan dengan target RPJMN 2014, CPR telah melampaui target (60,1%) dengan capaian 61,9% namun TFR belum mencapai target (2,36) dengan angka tahun 2012 sebesar 2,6.
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menunjukkan bahwa pada tahun 2013 ada 8.500.247 PUS (Pasangan Usia Subur) yang merupakan peserta KB baru dan hampir separuhnya (48,56%) menggunakan metode kontrasepsi suntikan. Metode operasi pria (MOP) hanya
digunakan oleh 0,25% oleh peserta KB baru. BKKBN mencatat ada 3,87 kegagalan pada KB. Jumlah terbesar terjadi pada metode kontrasepsi IUD atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) dengan1.513 (46,03%) kejadian kegagalan, baik pada kejadian kegagalan maupun komplikasi berat, paling sedikit terjadi adalah pada MOP (BKKBN, 2013).
Presentase peserta KB baru di Jawa Tengah tahun 2013 menunjukkan masih dibawah presentase KB baru secara nasional yang sebesar 18,49% yaitu hanya sebesar 15,37%. Untuk wilayah Jawa Tengah kontrasepsi yang banyak digunakan yaitu kontrasepsi metode suntikan yaitu 52,46%, sedangkan yang paling sedikit digunakan adalah kontrasepsi MOP yaitu sebesar 0,12% (BKKBN, 2013).
Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi peserta KB aktif menurut jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah metode suntik yaitu sebanyak 87.775 (57,65%) sedangkan yang paling sedikit digunakan adalah kontrasepsi MOP yaitu sebanyak 1.451 (0,95%). Sedangkan untuk proporsi peserta KB baru menurut jenis kontrasepsi pada tahun 2013 yang paling besar adalah kontrasepsi suntik yaitu sebanyak 13.832 (57,45) dan yang paling sedikit digunakan adalah kontrasepsi MOP yaitu sebanyak 26 (0,11%). (DKK Semarang, 2013).
Partisipasi laki-laki dalam praktik kontrasepsi maupun dalam pemeliharaan Kesehatan Ibu dan Anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini masih rendah. Untuk menurunkan angka Kematian Ibu, diperlukan gerakan nasional yang juga melibatkan semua pihak dengan program dan kegiatan yang komprehensif, terkait terukur dan seimbang yang pada akhirnya peran pria/suami dalam program kontrasepsi akan mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan kontrasepsi, peningkatan kesetaraan dan keadilan gender, peningkatan penghargaan terhadap hak asasi manusia, dan berpengaruh positif dalam mempercepat penurunan angka kelahiran total (TFR), penurunan Angka Kematian Ibu
(AKI), dan penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) (BKKBN, 2012).
Rendahnya keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu sosial, budaya, keterbatasan informasi dan aksesabilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria (BKKBN, 2009). Pengembangan metode kontrasepsi pria masih jauh tertinggal karena adanya hambatan-hambatan yang ditemukan antara lain kesulitan dalam memperoleh informasi tentang alat kontrasepsi, hambatan medis yang berupa ketersediaan alat maupun ketersediaan tenaga kesehatan, selain itu juga adanya rumor yang beredar di masyarakat mengenai alat kontrasepsi sehingga hal ini menjadi faktor penghambat dalam pengembangan metode kontrasepsi (BKKBN, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Kecamatan Tengaran dimana wilayah ini memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu sebesar 1.382.68 per km² dengan jumlah akseptor KB aktif MOP yang relatif sedikit yaitu sebanyak 46 orang (0,49%). Desa Sruwen memiliki jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) terbanyak kedua yaitu sebesar 1088, namun di Desa Sruwen ini belum ada pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi vasektomi/MOP. Dari 10 suami yang diwawancara 7 orang mengatakan belum mengetahui tentang kontrasepsi vasektomi dan 3 orang mengatakan sudah mengetahui kontrasepsi vasektomi. Dari 10 suami yang diwawancara 4 orang menyatakan sikap yang baik untuk kontrasepsi MOP namun belum berniat untuk melakukan MOP dan 6 orang memiliki sikap yang tidak setuju dengan MOP. Di Kecamatan Tengaran sudah pernah dilakukan sosialisasi atau penyuluhan mengenai Keluarga Berencana, namun yang hadir hanya perwakilan atau sebagian masyarakat saja. Informasi yang diberikan tidak merata diterima oleh seluruh masyarakat sehingga informasi belum tersampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Penelitian yang dilakukan oleh Arif Wahyudi yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Vasektomi Di Desa Jeruk, Wilayah Kerja Puskesmas Miri, Kabupaten Sragen”, jenis penelitian yang dipakai yaitu Quasi Eksperiment dengan desain Pretest and Posttest Control Group Design dengan hasil
ada perbedaan pengetahuan dan sikap suami tentang vasektomi sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Ratna Sari yang berjudul “Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
quasy eksperimental design dengan
menggunakan pendekatan non randomized
control group pretest postest design.dengan
hasil ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap sikap suami tentang vasektomi.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen
b. Mengetahui pengetahuan suami sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen
c. Menganalisis perbedaan pengetahuan suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen
d. Mengetahui sikap suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen
e. Mengetahui sikap suami sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen
f. Menganalisis perbedaan sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di desa Sruwen
Manfaat
1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat sebagai media penerapan ilmu tentang kebidanan khususnya mengenai pelayanan kontrasepsi yang telah diperoleh dalam perkuliahan dan sebagai pedoman tindak lanjut bagi peneliti yang lain.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan pustaka dan bacaan serta menambah pengetahuan tentang kontrasepsi MOP.
3. Bagi Suami
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan dan juga wawasan tentang kontrasepsi MOP sehingga tidak ada anggapan yang negatif terhadap kontrasepsi MOP dan suami bisa ikut serta dalam Keluarga Berencana.
4. Bagi Tenaga Kesehatan (Bidan)
Memberikan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan khususnya Bidan, untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan pada umumnya dan khususnya pada pelayanan kontrasepsi.
BAHAN DAN CARA 1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre eksperiment design dengan menggunakan
pendekatan one group pre test-post test
design, yaitu penelitian sesaat dengan
pemberian pre test dahulu sebelum diberikan pendidikan kesehatan kemudian setelah diberikan pendidikan kesehatan maka dilakukan post test.
2. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan jumlah suami dari pasangan usia subur di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi yaitu sebanyak 371 orang. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah responden yang tidak hadir pada waktu penelitian.. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara Simple Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari yang dilakukan secara acak.
3. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendidikan kesehatan tentang MOP. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap suami tentang MOP.
4. Jenis Data
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang langsung didapat dari sumber atau responden yang didapat dari kuesioner yang berisi daftar pertanyaan meliputi pengetahuan dan sikap suami tentang vasektomi/MOP. Data sekunder dari penelitian ini adalah rekapitulasi jumlah penduduk dan akseptor MOP di Kabupaten semarang, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) dan akseptor KB di Desa sruwen Kecamatan Tengaran.
5. Alat dan Bahan Pengumpulna Data
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan melihat bahan pustaka. Kuesioner pengetahuan yang berisi 20 item pertanyaan tentang pengetahuan tentang vasektomi (MOP) dan kuesioner skap tentang vasektomi (MOP) yang berisi 18 item pernyataan.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas yang dilakukan di Desa Butuh pada 20 orang responden diperoleh nilai-nilai r hitung dari item nomor 1 sampai dengan nomor 20 terletak antara 0,257-0,851. Soal nomor 8 dan 11 didapatkan nilai r hitung lebih kecil dari r tabel 0,444 maka soal tersebut dinyatakan tidak valid, sedangkan pertanyaan lain diperoleh nilai r hitung terletak antara 0,514-0,851 lebih dari r tabel 0,444 maka item-item tersebut dinyatakan valid. Item soal yang tidak valid diperbaiki susunan kalimatnya dan tetap digunakan dalam kuesioner penelitian. Uji validitas yang dilakukan di Desa Butuh pada 20 orang responden diperoleh nilai-nilai r hitung dari item nomor 1 sampai dengan nomor 21 terletak antara -0,086-0,890. Soal nomor 3, 7 dan 20 didapatkan nilai r hitung lebih kecil dari r tabel 0,444 maka soal tersebut dinyatakan tidak valid, sedangkan pertanyaan lain diperoleh nilai r hitung terletak antara 0,537-0,890 lebih dari r
tabel 0,444 maka item-item tersebut dinyatakan valid. Item soal yang tidak valid dibuang karena kriteria pertanyaan yang lain bisa memenuhi pertanyaan item yang tidak valid tersebut. Adapun syarat alat ukur tersebut dikatakan reliabel apabila didapatkan hasil nilai (angka korelasi) sama atau lebih dari angka kritis pada derajat kemaknaan 0,6 dengan taraf signifikasi 0,05. Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengetahuan diperoleh nilai alpha
cronbach didapatkan sebesar 0,922 lebih
besar dari 0,6 sehingga instrument tersebut dinyatakan reliable. Adapun syarat alat ukur tersebut dikatakan reliabel apabila didapatkan hasil nilai (angka korelasi) sama atau lebih dari angka kritis pada derajat kemaknaan 0,6 dengan taraf signifikasi 0,05. Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengetahuan diperoleh nilai alpha
cronbach didapatkan sebesar 0,935 lebih
besar dari 0,6 sehingga instrument tersebut dinyatakan reliabel.
HASIL Karakteristik Responden
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jumlah anak di Desa Sruwen
Umur Frekuensi Persentase (%)
<20 tahun 0 0
20-35 tahun 8 50
>35 tahun 8 50
Total 16 100,0
Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa umur suami di Kelurahan Sruwen Kecamatan Tengaran sebagian besar berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 8 orang (50%) dan berumur >35 tahun yaitu sebanyak 8 orang (50%).
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan jumlah anak di Desa Sruwen
Jumlah anak Frekuensi Persentase (%)
2 anak 9 56,3
3 anak 7 43,8
Total 16 100,0
Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat diketahui bahwa suami di Kelurahan Sruwen Kecamatan Tengaran sebagian besar memiliki anak 2 anak yaitu sebanyak 9 orang (56,3%).
Analisis Univariat
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan Suami sebelum Diberikan Pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen
Kategori
Pengetahuan Pretest Frekuensi
Persentase (%) Kurang 2 12,5 Cukup 5 31,3 Baik 9 56,3 Total 16 100,0
Tabel 3 menunjukkan pengetahuan suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan paling banyak adalah kategori baik yaitu sejumlah 9 responden (56,3%) dan paling sedikit kategori kurang yaitu sejumlah 2 responden (12,5%).
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pengetahuan Suami sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen Kategori Pengetahuan Posttest Frekuensi Persentase (%) Cukup 3 18,8 Baik 13 81,3 Total 16 100,0
Tabel 4 menunjukkan pengetahuan suami sesudah diberikan pendidikan kesehatan paling banyak adalah kategori baik yaitu sejumlah 13 responden (81,3%) dan paling sedikit kategori cukup yaitu sejumlah 3 responden (18,8%).
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sikap Suami sebelum Diberikan Pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen
Kategori Sikap Pretest Frekuensi Persentase (%) Negatif 5 31,3 Positif 11 68,8 Total 16 100,0
Tabel 5 menunjukkan sikap suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan paling banyak adalah kategori positif yaitu sejumlah 11 responden (68,8%) dan paling sedikit kategori negatif yaitu sejumlah 5 responden (31,3%).
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sikap Suami sesudah
Diberikan Pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen
Kategori Sikap Posttest Frekuensi Persentase (%) Negatif 1 6,3 Positif 15 93,8 Total 16 100,0
Tabel 6 menunjukkan sikap suami sesudah diberikan pendidikan kesehatan paling banyak adalah kategori positif yaitu sejumlah 15 responden (93,8%) dan paling sedikit kategori negatif yaitu sejumlah 1 responden (6,3%).
Analisis Bivariat
Tabel 7 Perbedaan Pengetahuan Suami sebelum dan sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen
N Mean Rank Z p value Kategori Pengetahuan Posttest- Kategori Pengetahuan Pretest 16 16 4,50 4,50 - 2,121 0,034
Hasil analisis data menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test didapatkan p
value = 0,034≤0,05, berarti ada perbedaan
yang signifikan antara pengetahuan suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen. Tabel 8 Perbedaan Sikap Suami sebelum
dan sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen N Mean Rank Z p value Kategori Sikap Posttest- Kategori Sikap Pretest 16 16 0,00 2,50 - 2,000 0,046
Hasil analisis data menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test didapatkan p
value = 0,046≤0,05, berarti ada perbedaan
yang signifikan antara sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen.
PEMBAHASAN Analisa Univariat
1. Pengetahuan Suami sebelum Diberikan Pendidikan kesehatan Tentang MOP
Dari hasil penelitian menunjukkan pengetahuan suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan MOP paling paling banyak adalah kategori baik yaitu sejumlah 9 responden, pengetahuan kategori cukup sebanyak 5 responden dan pengetahuan kategori kurang sebanyak 2 responden.
Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik diakibatkan responden sudah mendapatkan informasi mengenai MOP melalui penyuluhan yang diberikan oleh PLKB. Sumber informasi lainnya antara lain melalui media cetak maupun elektronik maupun melalui teman. Penyuluhan mengenai kontrasepsi sudah dilakukan ditingkat desa namun tidak semua warga menghadiri sehingga informasi mengenai MOP tidak tersampaikan dengan baik kepada seluruh warga, hanya kepada sebagian warga saja. Penyuluhan dengan peserta yang banyak dirasa kurang efektif karena informasi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik dimana peserta penyuluhan terdiri dari bermacam-macam latar belakang umur, pendidikan maupun sosial budaya. Peserta penyuluhan seringkali kurang memperhatikan materi yang disampaikan sehingga pemahaman terhadap materi menjadi berkurang. Sehingga diantara responden masih ada yang memiliki tingkat pengetahuan yang kurang dan cukup.
Pada point pertanyaan nomor 10 tentang kerugian dari MOP, responden yang menjawab salah sebanyak 14 responden (87,5%). Sebagian besar responden beranggapan bahwa MOP dapat langsung efektif mencegah kehamilan, kenyataannya bahwa setelah melakukan pembedahan masih perlu melakukan pemeriksaan 3 bulan pasca MOP atau setelah ejakulasi sebanyak 15-20 kali, pemeriksaan tersebut bertujuan untuk memastikan apakah benar-benar tidak ditemukan sperma kembali.
2. Pengetahuan Suami sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan Tentang MOP
Dari hasil penelitian menunjukkan pengetahuan suami sesudah diberikan pendidikan kesehatan MOP paling paling banyak adalah kategori baik yaitu sejumlah 13 responden, pengetahuan kategori cukup sebanyak 3 responden dan tidak ada responden dengan pengetahuan kategori kurang.
Tiap individu memiliki perbedaan mengenai kecepatan menimbulkan kembali memori yang disimpan (ingatan) oleh karena itu masih ada responden yang masih salah dalam menjawab pertanyaan dalam kuesioner, hal ini dapat dilihat setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP pada point soal nomor 10, tidak semua responden menjawab dengan benar namun ada peningkatan jumlah responden yang menjawab dengan benar yaitu dari 2 responden menjadi 11 responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Notoatmodjo (2005) bahwa pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan, bentuk pendidikan kesehatan ini salah satunya adalah pendidikan kesehatan kesehatan.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Arief (2010) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Vasektomi di Desa Jeruk” dengan menggunakan desain
Pretest and Posttest control Group
Design, pelaksanaan pendidikan
kesehatan dilakukan pada 90 suami yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut menyatakan pengetahuan responden setelah diberikan pendidikan kesehatan meningkat dengan skor rata-rata sebelum diberikan pendidikan kesehatan 12,80, setelah diberikan pendidikan kesehatan menjadi 14,22.
3. Sikap Suami sebelum Diberikan Pendidikan kesehatan Tentang MOP
Dari hasil penelitian menunjukkan sikap suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan paling banyak adalah kategori positif yaitu sejumlah 11 responden dan paling sedikit kategori negatif yaitu sejumlah 5 responden.
Perbedaan sikap responden terhadap MOP dikarenakan reaksi masing-masing responden terhadap MOP berbeda-beda. Responden yang bersikap positif dengan MOP beranggapan bahwa seorang suami juga harus berperan serta dalam keluarga berencana salah satunya yaitu melakukan MOP bukan hanya istri yang berkewajiban melakukan KB. Seorang istri terkadang berada dalam kondisi dimana tidak bisa melakukan KB, sehingga seorang suami yang akhirnya melakukan KB. Responden yang bersikap negatif terhadap MOP beranggapan bahwa seorang suami tidak perlu melakukan KB karena kewajiban ber-KB adalah bagi istri mereka. Alasan lain adalah mereka merasa malu jika menggunakan KB MOP serta adanya ketakutan dan kekhawatiran bahwa setelah melakukan MOP kemampuan seksual seorang laki-laki akan berkurang. Sifat kontrasepsi MOP yang bersifat permanen juga menjadikan pertimbangan bagi seorang suami dikarenakan kemungkinan akan terjadi penyesalan dikemudian hari. Sikap negatif terhadap MOP ini muncul antara lain karena kurangnya informasi tentang MOP dan di desa Sruwen ini belum ada yang menggunakan MOP sehingga tidak ada
role mode bagi pria yang lain.
Pada point soal nomor 1,2 dan 11 yang merupakan pernyataan tentang sikap suami berdasarkan persepsi (pengetahuan, pandangan dan keyakinan) tentang MOP, 12 responden (75%) memiliki pendapat yang negatif atau tidak setuju dengan MOP. Pada point soal nomor 9 dimana pernyataan tentang sikap suami berdasarkan aspek emosional, 6 responden menyatakan bahwa dirinya takut untuk melakukan MOP dikarenakan dilakukan dengan cara operasi.
4. Sikap Suami sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan Tentang MOP
Dari hasil penelitian menunjukkan sikap suami sebelum diberikan pendidikan kesehatan paling banyak adalah kategori positif yaitu sejumlah 15 responden dan paling sedikit kategori negatif yaitu sejumlah 1 responden.
Sikap suami setelah diberikan pendidikan kesehatan mengalami peningkatan yaitu dari 11 responden yang memiliki sikap positif menjadi 15 responden. Hal ini merupakan akibat dari pemberian perlakuan berupa pendidikan kesehatan tentang MOP. Dapat dilihat pada point pernyataan nomor 1,2,9 dan 11 terjadi peningkatan jumlah responden antara 1-3 responden yang menyatakan sikap positif atau setuju dengan MOP.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Arief (2010) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Vasektomi di Desa Jeruk” dengan menggunakan desain
Pretest and Posttest control Group
Design, pelaksanaan pendidikan
kesehatan dilakukan pada 90 suami yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil skor rata-rata responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebesar 42,82 meningkat setelah diberikan pendidikan kesehatan menjadi 44,93 yang artinya ada peningkatan sikap responden terhadap MOP setelah diberikan pendidikan kesehatan.
Analisa Bivariat
1. Perbedaan Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan Tentang MOP
Hasil analisis data menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test didapatkan p
value = 0,034≤0,05, berarti ada perbedaan
yang signifikan antara pengetahuan suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP.
Hasil penelitian menunjukkan 1 responden memiliki nilai posttest yang menurun dibandingkan dengan nilai pretest, 7 responden mengalami
peningkatan nilai posttest dan 8 responden memiliki nilai yang tetap dibandingkan dengan nilai pretest.
Responden memiliki pengetahuan yang lebih baik setelah diberikan pendidikan kesehatan MOP dikarenakan mendapatkan informasi secara langsung tentang MOP yaitu dilakukan melalui pendidikan kesehatan individu sehingga responden lebih mudah dalam memahami dan menerima informasi tentang MOP yang disampaikan. Penggunaan alat bantu berupa lembar balik dan leaflet dapat meningkatkan ketertarikan pada materi sehingga stimulus yang diberikan dapat efektif dan diterima oleh responden. Responden diberikan kesempatan untuk mengingat dan memahami materi dengan diberikan kesempatan untuk membaca leflet setelah diberikan pendidikan kesehatan kemudian dilakukan posttest. Pendidikan kesehatan yang diberikan secara individu lebih efektif karena responden mempunyai pengalaman sendiri sehingga informasi yang diberikan mampu diterima dan dipahami dengan hasil akhir terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang MOP. Dalam proses pendidikan kesehatan, peneliti tidak hanya memberikan materi dengan ceramah namun pada akhir pendidikan kesehatan peneliti juga memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya mengenai MOP yang belum dimengerti sehingga responden dapat aktif menyampaikan pendapat maupun mengajukan pertanyaan berkaitan dengan MOP, suasana yang terjalinpun lebih akrab dan materi yang disampaikan akan sangat jelas dan rinci untuk dipahami oleh responden.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Arief Wahyudi (2010) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Perubahan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Vasektomi di Desa Jeruk” dengan menggunakan desain Pretest and
Posttest control Group Design,
pelaksanaan pendidikan kesehatan dilakukan pada 90 suami yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini menyatakan ada perbedaan pengetahuan suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang vasektomi dengan hasil nilai p value = 0,000<0,05.
2. Perbedaan Sikap Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan kesehatan Tentang MOP
Hasil analisis data menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test didapatkan p
value = 0,046≤0,05, berarti ada perbedaan
yang signifikan antara sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP di Desa Sruwen.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan sikap suami tentang MOP. Sikap negatif yang sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 5 responden (31,25%) menjadi 1 responden (6,25%) setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP. Sikap positif sebelum diberikan pendidikan kesehatan sebanyak 11 responden (68,75%) menjadi 15 responden (93,75%) setelah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP.
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Ratna (2011) yang berjudul “Pendidikan Kesehatan Terhadap Sikap Suami Tentang Vasektomi” menggunakan pendekatan non randomized control group
pretest posttest design. Hasil penelitian ini
yaitu pendidikan kesehatan vasektomi berpengaruh terhadap sikap suami tentang vasektomi dengan nilai p value = 0,000<0,05.
PENUTUP Kesimpulan
1. Pengetahuan responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 9 responden (56,3%), pengetahuan cukup sebanyak 5 responden (31,3%) dan pengetahuan kurang sebanyak 2 responden (12,5%)
2. Pengetahuan responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 13 responden (81,3%),
pengetahuan cukup sebanyak 3 responden (18,8%)
3. Sikap responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP dengan kategori sikap positif sebanyak 11 responden (68,8%) dan sikap negatif sebanyak 5 responden (68,8%)
4. Sikap responden sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP dengan kategori sikap positif sebanyak 15 responden (93,8%) dan sikap negatif sebanyak 1 responden (6,3%)
5. Ada perbedaan yang signifikan antara pengetahuan suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP dengan hasil analisis data menggunakan uji Wilcoxon didapatkan p
value = 0,034≤0,05
6. Ada perbedaan yang signifikan antara sikap suami sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang MOP dengan hasil analisis data menggunakan Wilcoxon didapatkan p
value = 0,046≤0,05
Saran
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Agar dapat mengembangkan penelitian selanjutnya yang mencangkup faktor lain yang mempengaruhi sikap.
2. Bagi Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB)
Bagi PLKB diharapkan menggunakan metode pendidikan kesehatan individual dalam memberikan penyuluhan tentang KB kepada masyarakat sehingga diharapkan suami mau untuk menggunakan KB MOP
3. Bagi suami
Bagi para suami yang ada di Desa Sruwen Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang diharapkan untuk dapat meningkatkan pengetahuannya berkaitan dengan MOP sehingga dapat merubah pemikiran mereka untuk bersikap positif terhadap KB MOP.
4. Bagi tenaga kesehatan
Bagi tenaga kesehatan diharapkan untuk dapat meningkatkan pelayanan keluarga berencana dengan cara memberikan pendidikan kesehatan,
informasi maupun edukasi (KIE) kepada para suami terutama berkaitan dengan KB MOP dalam rangka meningkatkan pengetahuan suami tentang KB MOP sehingga diharapkan bisa menumbuhkan sikap yang positif pada para suami tentang KB MOP.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini dan Martini. 2012. Pelayanan
Keluarga Berncana. Yogyakarta: Rohima
Press.
Anwar, 2010. Bimbingan Konseling (Teori
dan Praktik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, 2005. Penyusunan Skala Psikologis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
, 2007. Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
, 2009. Sikap Manusia dan Pengukurannya. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
BKKBN, 2009. Peran dan Partisipasi Pria
dalam Program KB. Semarang. BKKBN.
,2012. Remaja Genre dan Perkawinan
Dini. Jakarta. Direktorat Remaja dan
Perlindungan Hak-hak Reproduksi.
, 2013. Lapoan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2012.
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 2013.
Jumlah Peserta KB Aktif dan Baru Kabupaten Semarang Tahun 2013.
Effendi F, 2009. Keperawatan Kesehatan
Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.
FIP-UPI, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
Bagian III. Jakarta: Grasindo
Hakim, 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Niaga Swadaya.
Handayani, S. 2009. Buku Ajar Pelayanan
Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
Hartanto, 2010. Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Lasminto, dkk. 2009. Motivasi Perawat
Melakukan Pendidikan Kesehatan di Ruang Anggrek RS Tugurejo Semarang.
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro.
Mulyani dan Rinawati, 2013. Keluarga
Berencana dan Alat Kontrasepsi.
Yogyakarta: Nuha Medika
Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
_______, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
_______, 2012. Promosi Kesehatan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pinem, Saroha, 2009. Kesehatan Reproduksi
dan Kontrasepsi. Jakarta: Salemba Medika.
Saifuddin, AB, 2010. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sari, Ratna. 2011. Pendidikan Kesehatan
Terhadap Sikap Suami Tentang
Vasektomi. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Jember.
SDKI, 2012. Survey Dinas Kesehatan
Indonesia.
Sugiyono. 2007.Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sulistyawati, A, 2011. Pelayanan Keluarga
berencana. Jakarta: Salemba Medika
Wahyudi, Arif, 2010. Skripsi Pengaruh
Pendidikan Kesehatan Terhadap
Perubahan Pengetahuan dan Sikap Suami Tentang Vasektomi di Desa Jeruk Wilayah Kerja Puskesmas Miri Kabupaten Sragen.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Walgito, B.2005. Bimbingan dan Konseling
(Studi dan Karir). Yogyakarta: Nuha
Medika
Wawan dan Dewi. 2010. Teori dan Pengukuran Sikap dan Perilaku Manusia.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Widayatun, RT. 2003. Ilmu Pendidikan
PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MOP DI DESA SRUWEN
KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL
Disusun Oleh : NURYANI 030214A069
PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN