• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGERTIAN HADIS, SUNAH, KHABAR, DAN ATSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGERTIAN HADIS, SUNAH, KHABAR, DAN ATSAR"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENGERTIAN HADIS, SUNAH, KHABAR, DAN ATSAR

1. PENGERTIAN HADIS

Menurut ahli hadis, pengertian hadis adalah :

“Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW.

Sedangkan menurut yang lainnya adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.”

Sebagian Muhadisin berpendapat bahwa hadis itu tidak terbatas pada apa yang di sandarkan kepada Nabi SAW. (Hadis Marfu) saja, melainkan termasuk didalamnya segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat (Hadis Maqtu‟).

2. PENGERTIAN SUNAH

Menurut ahli hadis :”Segala sesuatu yang berhubungan dengan sirah (perjalanan hidup) Nabi SAW. , budi pekerti, berita, perkataan, dan perbuatannya baik melahirkan syara‟ atau tidak.” Mereka mendefinisikan sunah diatas karena memandang diri Rasul sebagai uswatun hasanah (contoh / teladan yang baik).

3. KHABAR DAN ATSAR

Khabar menurut bahasa adalah semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sebagian ulama mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang, selain dari Nabi Muhammad SAW. Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula artinya dengan khabar , hadis dan sunah. Yaitu sesuatu yang didasarkan kepada Nabi

Muhammad SAW. , Sahabat, dan tabiin.

Dari keempat pengertian diatas tentang hadis, sunah, khabar, dan atsar dapat ditarik kesimpulan bahwa keempat istilah tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan maksud, yaitu segala sesuatu yang dating dari Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya.

BAB II

BENTUK-BENTUK HADIS 1) HADIS QAULI

Yang dimaksud dengan hadis qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan ataupun ucapan yang memuat berbagai maksud syara‟, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlak, atau lainnya. Contoh hadis qauli yaitu hadis tentang bacaan

(2)

Al-Fatihah dalam shalat, yaitu : “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Ulummul Qur‟an (Al-Fatihah).”

2) HADIS FI‟LI

Yaitu hadis yang menyebutkan perbuatan Nabi Muhammad SAW. Yang sampai kepada kita. Seperti hadis tentang shalat, yaitu : “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

3)HADIS TAQRIRI

Yaitu hadis yang menyebutkan ketetapan Nabi SAW. Terhadap apa yang datang dari sahabatnya. Contohnya ialah sikap Rasulullah SAW. Membiarkan para sahabatnya melaksanakan perintahnya. “Janganlah seseorang pun shalat ashar, kecuali bila tiba di Bani Quraizah.” (HR. Bukhari).

4) HADIS HAMMI

Yaitu hadis yang menyebutkan keinginan Nabi Muhammad SAW. Yang belum terealisasikan, seperti halnya keinginan untuk berpuasa pada tanggal 9 „Asyura. 5) HADIS AHWALI

Yang dimaksud dengan hadis ahwali adalah hadis yang menyebutkan hal ihwal Nabi Muhammad SAW. Yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat, dan kepribadiannya. “Rasulullah SAW. Bukanlah orang yang melampaui batas dan suka berkata kotor.

Bahkan beliau bersabda, “Sebaik-baiknya kamu adalah sebaik akhlakmu.” (HR. Bukhari) BAB III

PENGERTIAN ILMU HADIS

Yang dimaksud dengan ilmu hadis adalah : “Ilmu pengetahuan yang membicarakan cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasulullah SAW. Dari segi hal ihwal para perawinya, yang menyangkut kedabitan dan keadilannya dan dari segi bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya.”selanjutnya ulama mutakhirin, mebagi ilmu hadis menjadi dua, yaitu Ilmu hadis riwayah dan Ilmu hadis dirayah.

a) ILMU HADIS RIWAYAH

Yang dimaksud dengan ilmu hadis riwayah, ialah : “Ilmu pengetahuan yang

mempelajari hadis-hadis yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi‟at, maupun tingkah lakunya.” Adapun faedah

mempelajari ilmu hadis riwayah adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah sehingga tidak sesuai dengan sumbernya yang pertama, yaitu Nabi Muhammad SAW.

(3)

b) ILMU HADIS DIRAYAH

At-Turmudzi mendefinisikan ilmu ini dengan : “Kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dan lain-lain.” Ajjad Al-khatib mendefinisikan Ilmu Hadis Dirayah yaitu : “Kumpulan kaedah dan masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi (sanad dan matan) dari segi maqbul dan mardudnya. (diterima dan ditolaknya).”

Adapun yang dimaksud dengan Rawi adalah orang yang menyampaikan atau meriwayatkan hadis. Sedangkan yang dimaksud marwi adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Atau sahabat atau tabi‟in. Dan faedah mempelajari ilmu ini adalah mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadis dan ilmu hadis dari masa ke masa, yaitu sejak masa Rasulullah SAW. Sampai dengan masa sekarang, mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para ulama dalam

mengklasifikasikan hadis lebih lanjut, dan dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan criteria hadis sebagai pedoman dalam masyarakat.

BAB IV

CABANG-CABANG ILMU HADIS

1) ILMU RIJAL AL-HADIS

Yaitu : “Ilmu untuk mengetahui para perawi hadis dalam kapasitas mereka sebagai perawi hadis.”

2) ILMU AL-JAHR WA TA‟DIL

Ilmu ini mempelajari kecacatan perawi, seperti pada keadilan dan kedabitannya. 3) ILMU TARIKH AR-RUWAH

ilmu ini berfungsi untuk memperhatikan kelahiran dan wafat para perawi dan melalui sifatnya, berfungsi untuk memperhatikan hal ihwal perawi.

4) ILMU „ILAL AL-HADIS

“Ilmu yang membahas sebab-sebab yang tersembunyi yang dapat mencacatkan kesahihan hadis, misalnya mengatakan muttasil terhadap hadis yang muntqati,

menyebut marfu‟ terhadap hadis mauquf, memasukkan hadis ke dalam hadis lain, dan hal-hal yang seperti itu.”

(4)

:“Ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut mansukh dan yang dating kemudian dinamakan nasikh.”

6) ILMU ASBAB WURUD AL-HADIS

ilmu asbab wurud al-hadis adalah ilmu yang membicarakan sebab-sebab Nabi Muhammad SAW.

7) GHARIB AL-HADIS

:“Ilmu untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada lafal-lafal hasis yang jauh dan sulit dipahami karena (lafal-lafal tersebut) jarang digunakan.”

8) ILMU AT-TASHIF WA AT-TAHRIF

Ilmu at-tashif wa at-tahrif adalah ilmu yang berusaha menerangkan Hadis-hadis yang sudah diubah titik atau asyakalnya (musahhaf) dan bentuknya (muharraf).

9) ILMU MUKHTALIF AL-HADIS

“Ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang menurut lahirnya saling bertentangan atau berlawanan agar pertentangan tersebut dapat dihilangkan dan dikompromikan antara keduanya sebagaimana membahas hadis-hadis yang sulit dipahami isi atau kandungannya, dengan menghilangkan kemusykilan atau kesulitannya serta menjelaskan hakikatnya

BAB V

UNSUR-UNSUR POKOK HADIS 1) SANAD

Sanad menurut bahasa yaitu sandaran atau sesuatu yang dijadikan sandaran. Al-Badru bin Jamaah dan At-Tiby mengatakan bahwa sanad adalah :“Berita tentang jalan

matan.”Ada juga ulama yang mendefinisikan : “Silsilah para perawi yang menukilkan hadis dari sumbernya yang pertama.”

2) MATAN

Kata matan atau al-matn menurut bahasa berarti mairtafa‟a min al-ardi (tanah yang meninggi)., sedangkan menurut istilah : “Suatu kalimat tempat berakhirnya

sanad.”.Atau dengan redaksi lain : “Lafal-lafal hadis yang didalamnya mengandung makna-makna tertentu.”

(5)

Ada juga redaksi yang lebih sederhana lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah ujung sanad. Dari semua pengertian diatas, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan ialah materi hadis atau lafal hadis itu sendiri.

3) RAWI

Kara rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau memberitakan hadis (naqi al-hadis). Sebenarnya sanad dan rawi merupakan dua istilah yang tidak dapat

dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada setiap tabaqahnya juga disebut rawi. Jika yang dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadis. Akan tetapi, yang membedakan antara rawi dan sanad terletak pada pembukuan atau pen-tadwin-an hadis. Orpen-tadwin-ang ypen-tadwin-ang menerima hadis dpen-tadwin-an kemudipen-tadwin-an menghimpunnya dalam suatu kitab disebut perawi. Dengan demikian, maka perawi disebut Mudawwin (orang yang membukukan dan menghimpun hadis).

BAB VI

KEDUDUKAN HADIS

SEBAGAI SUMBER HUKUM 1) DALIL AL-QUR‟AN

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya. Serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa:136)”

Pada surat An-Nisa ayat 136 Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya, Al-Qur‟an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Selain memerintahkan umat islam agar percaya kepada Rasulullah SAW. Allah juga menyerukan agar umatnya menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawahnya, baik berupa perintah maupun larangan. Seperti dalam firman Allah SWT. Surat Ali Imran ayat 32 :

“Katakanlah, taatilah Allah dan Rasul-Nya : Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

2) DALIL AL-HADIS

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadis sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur‟an sebagai pedoman utamanya. Dalam sabdanya : “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan

tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah Rasul-Nya.” (HR. Hakim).

(6)

3) KESEPAKATAN ULAMA (IJMA‟)

Umat islam telah sepakat menjadikan hadis sebagai salah satu dasar hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.

4 SESUAI DENGAN PETUNJUK AKAL (IJTIHAD)

Kerasulan Nabi Muhammad SAW. Telah diakui dan dibenarkan oleh umat islam. Maka sudah selayaknya apabila segala peraturan dan perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik yang beliau ciptakan atas bimbingan wahyu atau hasil ijtihad semata ditempatkan sebagai pedoman hidup dan sumber hukum.

BAB VII

FUNGSI HADIS

TERHADAP AL-QUR‟AN 1) BAYAN AT-TAQRIR

Yang dimaksud dengan bayan adalah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan dalam Al-Qur‟an. Contohnya Diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar , sebagai berikut : “Apabila kalian melihat (ru‟yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat (ru‟yah) itu maka berbukalah.” (HR.Muslim). Hadis ini men-taqrir ayat Al-Qur‟an

surat Al-Baqarah ayat 185 :“ ….maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa……”

2) BAYAN AT-TAFSIR

Yang dimaksud dengan bayan at-tafsir adalah memberikan perincian dan penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an yang masih mujmal, memberikan taqyid (persyaratan) terhadap ayat-ayat yang masih mutlaq,dan memberikan taqsis (penentuan khusus) terhadap ayat-ayat Al-Qur‟an yang masih umum.

3) BAYAN AT-TASYRI‟

Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri‟ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak didapati dalam Al-Qur‟an. Merupakan Hadis Rasulullah SAW yang mencakup segala bentuk (baik yang qauli, fi‟li maupun taqriri). Beliau berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya.

(7)

4) BAYAN AN-NASAKH

Kata an-Naskh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbal (membatalkan), al-ijalah (menghilangkan) , tahwil (memindahkan) , atau at-taqyir (mengubah). Menurut ulama mutaqaddimin, yang disebut bayan an-Nasakh ialah adanya dalil syara‟ (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada), karena datangnya kemudian.

BAB VIII

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA RASULULLAH SAW 1) CARA RASUL MENYAMPAIKAN HADIS

Ada suatu keistimewaan pada masa ini yang membedakannya dengan masa lainnya, yaitu umat islam dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasulullah SAW. Sebagai sumber hadis.

Ada beberapa cara yang digunakan Rasulullah SAW. Dalam menyampaikan hadis kepada para sahabat, yaitu :

1) Melalui para jamaah yang berada di pusat pembinaan atau majelis al-ilmi. 2) Rasulullah Menyampaikan hadis melalui sahabat tertentu, kemudian mereka menyampaikannya kepada orang lain.

3) Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka.

2) PERBEDAAN PARA SAHABAT DALAM MENGUASAI HADIS

Para sahabat tidak memiliki kadar perolehan dan penguasaan hadis yang sama antara satu dan lainnya. Yaitu :

1) Perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasulullah SAW. 2) Perbedaan dalam soal kesanggupan untuk selalu bersama Rasulullah SAW. 3) Perbedaan mereka dalam soal kekuatan hapalan dan kesungguhan bertanya kepada sahabat lain.

4) Perbedaan mereka dalam waktu masuk islam dan jarak tempat tinggal mereka dari Majelis Rasulullah SAW.

3) MENGHAPAL DAN MENULIS HADIS a). Menghapal Hadis

b). Menulis hadis

c). Para Ulama Men-taufiq-kan Dua Kelompok Hadis yang Kelihatannya Kontradiksi BAB IX

(8)

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA SAHABAT

1) MENJAGA PESAN RASULULLAH SAW

Pada masa menjelang akhir kerasulannya, Rasulullah SAW. Berpesan kepada para sahabat agar berpegang teguh pada Al-Qur‟an dan hadis serta mengajarkannya kepada orang lain

2) BERHATI-HATI DALAM MERIWAYATKAN DAN MENERIMA HADIS

Perhatian para sahabat pada masa ini terfokus pada usaha memelihara dan

menyebarkan Al-Qur‟an. Ini terbukti dengan dilakukannya pembukuan Al-Qur‟an pada masa Abu Bakar atas saran Umar bin Khaththab. Usaha pembukuan ini dilakukan pula pada masa Usman bin Affan, sehingga melahirkan mushaf Al-Usmani . Satu disimpan di Madinah dan dinamai mushaf Al-Imam, dan empat buah lagi di simpan di Mekah,

Basrah, Siria dan Kuffah. Namun, sikap memusatkan perhatian terhadap Al-Qur‟an tidak berarti bahwa mereka lalai dan tidak menaruh perhatian terhadap hadis. Mereka tetap memelihara hadis seperti halnya hadis-hadis yang diterimanya dari Rasulullah SAW. Secara utuh ketika beliau masih hidup. Akan tetapi, dalam meriwayatkannya mereka sangat hati-hati dan membatasi diri. Karena khawatir akan terjadi kekeliruan pada hadis.Pada masa ini belum ada usaha untuk menghimpun hadis dalam suatu

kitab,seperti halnya Al-Qur‟an. Hal ini disebabkan agar umat islam tidak memalingkan perhatian mereka dalam mempelajari Al-Qur‟an.

3) PERIWAYATAN HADIS DENGAN LAFAL DAN MAKNA

Ada dua jalan yang ditempuh para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari Rasulullah SAW. Pertama dengan jalan periwayatan lafzhi dan kedua dengan jalan periwayatan maknawi.

BAB X

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA TABI‟IN

1) PUSAT-PUSAT PEMBINAAN HADIS

Pusat pembinaan hadis pertama adalah Madinah karena disinilah Rasulullah SAW. Menetap setelah hijrah. Disini pula Rasulullah SAW. Membina masyarakat islam yang

(9)

terdiri atas Muhajirin dan Anshar. Para sahabat yang menetap disini , diantaranya Khulafa Ar-Rasyidin, Abu Hurairah, Siti Aisyah, Abdullah bin Umar, dan Abu Sa‟id Al-Khudzri serta para pembesar tabi‟in, seperti Sa‟id bin Al-Musyayab, Urwah bin Az-Zubair, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Ubaidullah bin Utsbah bin Mas‟ud dan Salim bin Abdillah bin Umar.

2) PERGOLAKAN POLITIK DAN PEMALSUAN HADIS

Pergolakan politik ini terjadi pada masa sahabat, setelah tejadinya perang jamal dan perang Siffin, ketika kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, akibatnya cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam kedalam beberapa kelompok (Khawarij, Syiah, Muawiyah, dan golongan mayoritas yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut). pengaruh yang langsung dan bersifat negative ialah munculnya hadis-hadis palsu untuk mendukung kepentingan politik masing-masing kelompok. Adapun pengaruh positufnya adalah lahirnya rencana dan usaha yang

mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin hadis sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan pemalsuan sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

BAB XI

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HADIS PADA MASA KODIFIKASI

Yang dimaksud dengan kodifikasi hadis atau tadwin hadis pada periode ini adalah kodifikasi secara resmi berdasarkan perintah kepala Negara, dengan melibatkan

beberapa sahabat yang ahli di bidangnya. Tidak seperti kodifikasi yang dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi, sebagaimana yang terjadi pada masa Rasulullah SAW.

1). LATAR BELAKANG MUNCULNYA PEMIKIRAN USAHA KODIFIKASI

Alasan yang mendorong Umar bin Abdul Aziz untuk mengambil sikap seperti ini adalah:

1) Khawatir hilangnya hadis-hadis dengan meninggalnya para ulama di medan perang. 2) Khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan hadis-hadis palsu.

2). GERAKAN MENULIS HADIS PADA KALANGAN TABI‟IN DAN TABI‟IT TABI‟IN Seorang ulama ahli hadis yang berhasil menyusun kitab tadwin yang bisa diwariskan kepada generasi sekarang, yaitu Malik bin Anas (W. 93-179 H) di Madinah, dengan kitabnya yang berjudul Al-Muwatha‟ . kitab tersebut disusun pada tahun 143 H. Dan para ulama menilainya sebagai kitab tadwin yang pertama.

(10)

BAB XII

MASA SELEKSI DAN PENYEMPURNAAN SERTA PENGEMBANGAN

SISTEM PENYUSUNAN KITAB HADIS 1) MASA SELEKSI

Masa seleksi atau penyaringan hadis terjadi ketika pemerintahan dipegang oleh Dinasti Bani Abbas, khususnya sejak masa Al-Makmum sampai dengan Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H).

Kitab-kitab Induk yang Enam (kutub As-sittah)

Al-Jami Ash-Shahih susunan Al-Buqhori ;Al-Jami Ash-Shahih susunan muslim ;As-Sunan susunan Abu Dawud ;As-Sunan susunan Tirmidzi ;As-Sunan susunan Nasai ,As-Sunan susunan Ibnu Majah.

Menurut sebagian ulama urutan-urutan ini berdasarkan urutan kualitasnya, meskipun ada yang mempersoalkan apakah yang pertama itu adalah karya Bukhari atau karya muslim. Begitu juga halnya dengan urutan lainnya.

2) MASA PENGEMBANGAN DAN PENYEMPURNAAN SISTEM PENYUSUNAN KITAB-KITAB HADIS

Penyusunan pada masa ini lebih mengarah kepada usaha mengembangkan dengan beberapa variasi pentadwinan terhadap kitab-kitab yang sudah ada,

diantaranya dengan mengumpulkan isi kitab Sahih Bukhari dan Muslim. Masa perkembangan hadis ini berlangsung lama, yaitu mulai abad ke-4 hijriah dan terus berlangsung hingga beberapa abad berikutnya sampai abad kontenporer. Dengan demikian, masa perkembangan ini melewatu dua fase sejarah perkembangan islam, yakni fase pertengahan dan modern

BAB XIII

PEMBAGIAN HADIS

DITINJAU DARI SEGI KUANTITASNYA 1) HADIS MUTAWATIR

a. Pengertian Hadis Mutawatir

“Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.”

b. Syarat-syarat Hadis Mutawatir

(11)

· Adanya keseinbangan antarperawi pada thabaqat (lapisan) pertama dengan thabaqat berikutnya

· Berdasarkan tanggapan pancaindra c) Pembagian Hadis Mutawatir

Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi dua : yaitu mutawatir lafzhi dan mutawatir ma‟nawi. Sebagian ulama lainnya dibagi menjadi tiga : yaitu hadis mutawatir lafzhi, ma‟nawi dan amali.Berat dan ketatnya criteria hadis ini menjadikan jumlah hadis ini sangat sedikit.

d) Faedah Hadis Mutawatir

Hadis mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yakni suatu keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang diberitakan oleh hadis mutawatir tersebut, hingga membawa pada keyakinan yang qaht‟I (pasti).

2) HADIS AHAD

a) Pengertian Hadis Ahad

Kata ahad atau wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khabar ahad atau khabar wahid berarti suatu berita yang disampaikan oleh satu orang.

b) Pembagian Hadis 1) Hadis Masyhur

Adapun menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu‟. Menurut istilah yaitu : “Hadis yang mempunyai jalan yang terhingga, tetapi lebih dari dua jalan dan tidak sampai kepada batas hadis mutawatir.”

2) Hadis Ghairu Masyhur a) Hadis Aziz

“Hadis yang perawinya kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad.” b) Hadis Garib

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam periwayatannya, tanpa ada orang lain yang meriwayatkan. Hadis garib digolongkan menjadi dua, yaitu :

BAB XIV

PEMBAGIAN HADIS

DITINJAU DARI SEGI KUALITASNYA 1) Hadis Maqbul

(12)

2) Hadis Mardud

“Hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat atau sebagian syarat hadis maqbul.” 3) Hadis Sahih

“Tidak diterima periwayatan suatu hadis, kecuali berasal dari orang-orang yang tsiqat, tidak diterima periwayatan yang bersumber dari orang-orang yang tidak dikenal memiliki pengetahuan hadis, dusta, mengikuti hawa nafsu, orang-orang yang ditolak kesaksiannya.” 1. Sanadnya bersambung 2. Perawinya adil 3. Perawinya Dhabit 4. Tidak Berillat 5. Hadis Hasan

“Hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang kuat hapalannya, bersambung sanadnya, tidak mengandung illat (cacat) dan tidak syadz (janggal).”

5) Hadis Dhaif

“Hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat tidak sahih dan syarat-syarat hadis hasan”

a) Dhaif dari Segi Persambungan Sanadnya · Hadis Mursal

· Hadis Munqati‟ · Hadis Mu‟da !

b) Dhaif dari segi sandarannya · Hadis Mauquf

· Hadis Maqtu‟

c) Dhaif dari segi-segi lainnya Kedhaifan karena kecacatan terjadi · Hadis Munkar

· Hadis Matruk · Hadis Syadz · Hadis Maqbul

(13)

BAB XV

HADIS MAUDU‟

1) PENGERTIAN HADIS MAUDU

“Hadis yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan tidak memperbuatnya. Sebagian mereka

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hadis maudu‟ ialah hadis yang dibuat-buat.” 2. LATAR BELAKANG MUNCULNYA HADIS MAUDU‟

1) Pertentangan Politik 2) Usaha Kaum Zindiq

3) Sikap Fanatik Buta terhadap Bangsa, Suku, Bahasa, Negeri, dan Pimpinan 4) Mempengaruhi Kaum Awam dengan Kisah dan Nasihat

5) Perselisihan dalam fiqih dan ilmu kalam

6) M embangkitkan Gairah Beribadah, Tanpa Mengerti Apa yang dilakukan. 7) Menjilat Penguasa

3). KAIDAH-KAIDAH UNTUK MENGETAHUI HADIS MAUDU‟ 1) Atas dasar pengakuan para pembuat hadis palsu

2) Maknanya rusak

3) Matannya bertentangan dengan akal atau kenyataan, bertentangan dengan Al-Qur‟an atau hadis yang lebih kuat atau ijma‟.

4) Matannya menyebutkan janji yang sangat besar atas perbuatan yang kecil atau ancaman yang sangat besar atas perkara kecil.

5) Perawinya dikenal seorang pendusta BAB XVI

PENERIMAAN HADIS

1) PENERIMAAN PERIWAYATAN HADIS OLEH ANAK-ANAK, ORANG KAFIR, DAN ORANG FASIK

Penerimaan periwiyatan suatu hadis oleh anak yang belum sampai umur (belum mukallaf) dianggap syah apabila periwayatan hadis tersebut disampaikan kepada orang lain ketika ia sudah mukallaf. Kebanyakan ulama ahli hadis tidak menetapkan batasan usia tertentu bagi anak yang diperbolehkan ber-tahamul, tetapi lebih menitikberatkan pada ke-tamyiz-an mereka. Namun mereka juga berbeda dalam menentukan ke-tamyiz-an tersebut. Ada yang mengatakan bahwa seorang anak dapat dikategorikan tamyiz apabila ia sudah mampu membedakan antara baqar dan al-himar, seperti diungkapkan oleh Al-Hafizh bin Musa bin Harun Al-Hammal. Menurut Imam Ahmad , bahwa ukuran tamyiz adalah adanya kemampuan menghapal yang

(14)

didengar dan mengingat hapalannya. Ada juga yang mengatakan bahwa ketamyizan itu bukan dilihat berdasarkan usia mereka, tetapi dilihat dari segi apakah ia memahami pembicaraan dan mampu menjawab pertanyaan dengan benar atau tidak.

Mengenai penerimaan hadis bagi orang kafir dan orang fasik, jumhur ulama ahli hadis sepakat untuk menganggap sah, asalkan hadis tersebut diriwayatkan kepada orang lain pada saat mereka telah masuk islam dan telah bertobat. Alasan yang mereka kemukakan adalah banyaknya kejadian yang mereka saksikan dan banyaknya sahabat yang mendengar sabda Nabi Muhammad SAW.

2) CARA PENERIMAAN HADIS a) As-Sima‟ b) Al-Qiraah Asy-Syekh c) Al-Ijazah d) Al-Munawalah e) Al-Mukatabah f) Al-Ilam g) Al-Wasiyah h) Al-Wajadah BAB XVII PERIWAYATAN HADIS

Beberapa syarat bagi periwayatan hadis, yakni : 1) ISLAM

Seorang perawi harus muslim, menurut ijma‟ periwayatan orang kafir dianggap tidak syah. Terhadap perawi yang seorang fasik saja kita disuruh ber-tawaquf, maka terlebih lagi terhadap perawi yang kafir.

2) BALIG

Ialah perawinya cukup usia ketika ia meriwayatkan hadis walaupun penerimaannya itu sebelum balig. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW. ;

“Hilanglah kewajiban menjalankan syariat Islam dari tiga golongan, yaitu orang gila sampai dia sembuh, orang yang tidur sampai bangun, dan anak-anak sampai ia mimpi.” 3) „ADALAH

Ialah suatu sifat yang melekat pada jiwa seseorang sehingga ia tetap taqwa, menjaga kepribadian dan percaya pada diri sendiri dengan kebenarannya, menjauhkan diri dari dosa besar dan dosa kecil, dan menjauhkan diri dari hal0hal yang mubah yang

tergolong kurang baik, dan selalu menjaga kepribadiannya. 4) DHABIT

(15)

“Teringat / terbangkitnya perawi ketika ia mendengar hadis dan memahami apa yang didengarnya serta dihapalnya sejak ia menerima sampai menyampaikannya.”

Cara untuk mengetahui ke-dhabit-an perawi adalah dengan jalan I‟tibar terhadap berita-beritanya dengan yang tsiqat dan member keyakinan

DAFTAR PUSTAKA

Mudasir,H 1999. Ilmu Hadis. Bandung : CV. Pustaka Setia.

Referensi

Dokumen terkait

kedua orang tua menjadi Penanggung jawab utama pendidikan anak ketika dia di luar pendidikan formal/sekolah, maka guru atau pendidik merupakan penaggung jawab utama pendidikan

Bab keempat , berisi analisis hadis-hadis yang mendalam sesuai dengan konteks turunnya hadis dan sebuah upaya untuk merelevansikan kata fakir. dengan realitas

Mengetahui hubungan antara jarak umur, jenis kelamin, urutan anak, kepribadian, lingkungan dan perlakuan orang tua yang membedakan anak dengan perilaku sibling rivalry

Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka

Serta bersumber pada hasil survey dini pada riset ini, biskuit yang dibagikan ke 10 orang anak umur sekolah memperoleh hasil kalau, dari segi aroma 6 orang anak menggemari

Pengertian Anak dan Batasan Usia Anak Di Bawah Umur Hukum Islam Anak sebagai amanah dari Allah SWT harus dijaga dan dibimbing dengan baik, terutama bagi orang tua yang tidak

seterusnya menjadi pegangan oleh orang muslim dalam beramal. Dalam penelitian normatif, tidak dikenal adanya data, karena dalam penelitian ini sumber penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dari itu penulis akan mengangkat masalah perbuatan pencabulan yang dilakukan orang dewasa terhadap anak dibawah umur dengan judul : “TINJAUAN