• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Energi listrik merupakan kebutuhan vital bagi negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia. Listrik memegang peranan penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi di hampir semua negara di dunia termasuk Indonesia. Secara umum, peningkatan kebutuhan energi listrik memiliki kaitan yang erat dengan dinamika kuantitas dan kualitas penduduk serta pertumbuhan kegiatan ekonomi (Soesetijo, 2013; Widyastuti, 2006). Berdasarkan asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia, pada periode 2013–2022 kebutuhan listrik sistem Jawa Bali diperkirakan akan meningkat dari 144 TWh pada tahun 2013 menjadi 275 TWh pada tahun 2022, atau tumbuh rata-rata 7,6% per tahun. Pada periode yang sama kebutuhan listrik wilayah Indonesia Timur akan meningkat rata-rata 11,2% per tahun dan wilayah Sumatera akan mengalami peningkatan kebutuhan listrik rata-rata 10,6% per tahun. Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No.71 Tahun 2006 yang direvisi dengan Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2011, yang berisi penugasan pada PT. PLN (Persero) untuk membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara sebanyak kurang lebih 10.000 MW untuk memperbaiki fuel mix dan sekaligus juga memenuhi kebutuhan demand listrik di seluruh Indonesia. Program ini dikenal sebagai “Proyek Percepatan Pembangkit 10.000 MW”.

Sampai dengan September 2013 pembangunan proyek penyediaan listrik ini yang telah selesai dan beroperasi komersial sebanyak 8 unit untuk daerah Jawa Bali (5705 MW) dan 5 unit untuk wilayah Sumatera dan Indonesia Timur (297 MW) yang mayoritas dihasilkan dari produksi High Speed Diesel Oil (HSD) seperti tercantum dalam Gambar 1.1 namun jumlah tenaga listrik yang dihasilkan dari unit yang telah dibangun belum mencapai target 10.000 MW. Oleh karena itu, dilakukan Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Tahap 2 atau yang lebih dikenal dengan Fast Track Program 2 (FTP2).

(2)

2 Gambar 1.1 Komposisi Produksi Energi Listrik Berdasarkan Jenis Bahan Bakar

Indonesia 2014 (GWh) (Sumber: PT PLN, 2013)

Porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa PLTP dan PLTA dalam FTP2 menjadi 38%. Hal ini dilandasi dari kesadaran PT PLN bahwa pembakaran batubara menghasilkan emisi gas rumah kaca yang relatif besar. Program ini ditetapkan dengan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 j.o Peraturan Presiden No. 48 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 15/2010 j.o Peraturan Menteri ESDM No. 01/2012 j.o Peraturan Menteri ESDM No. 21/2013. Program ini mempunyai kapasitas total 17.918 MW yang terdiri dari PLTU batubara 10.870 MW, PLTG 280 MW, PLTA 1.803 MW dan PLTP 4.965 MW.

Berdasarkan Peraturan Presiden mengenai FTP2, beberapa pihak terkait merencanakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) yang mampu memenuhi target pembangkit listrik yang menghasilkan kapasitas 4.965 MW. Salah satu lokasi yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai PLTP dan sudah tercantum dalam Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010 adalah Gunung Ciremai yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Prospek panas bumi wilayah G.

8% 2% 16% 4% 48% 4% 1% 13% 4%

Komposisi Produksi Energi Listrik Berdasarkan Jenis Bahan Bakar Indonesia 2014 (GWh)

(3)

3 Ciremai pertama kali di survey oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2006 yang mengacu pada data awal hasil survey Pertamina dan pada tahun 2007 yang diajukan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Pertambangan. Hasil evaluasi pihak Kementerian ESDM dinyatakan bahwa Prospek panas bumi wilayah G. Ciremai belum bisa ditetapkan karena dinilai data yang tersedia belum memadai.

Tahun 2010, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas ESDM mengalokasikan anggaran untuk melengkapi kekurangan data Magnetic Telurric (MT), Peta citra dan data-data pendukung lainnya. Setelah dilakukan penambahan dan kompilasi data-data baru, wilayah G. Ciremai kemudian diajukan kembali untuk ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) kepada Menteri ESDM. Atas upaya tersebut Menteri ESDM menetapkan prospek panas bumi wilayah G. Ciremai sebagai WKP G. Ciremai berdasarkan Kep. Men ESDM No. 1153 K/30/MEM/2011 tentang penetapan wilayah kerja pertambangan panas bumi di daerah G. Ciremai, Kabupaten Kuningan dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat dan selanjutnya diserahkan kembali kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk dilelangkan secara terbuka.

WKP G. Ciremai memiliki luas 24.330 ha dan cadangan terduga 150 MW. PLTP G. Ciremai masuk dalam Crash Program 10.000 MW Tahap II sesuai Permen ESDM No 21/2013 dengan rencana pengembangan 2 x 55 MW. Lelang WKP G. Ciremai dimenangkan oleh PT. Jasa Daya Chevron sesuai prosedur yang berlaku. Saat ini Izin Usaha Pertambangan (IUP) belum diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat karena sedang dalam tahap negosiasi shareholder BUMD dengan pemenang lelang. PLTP G. Ciremai 2 x 55 MW direncanakan untuk Commercial Operating Date (COD) pada Tahun 2020 dengan perkiraan investasi sekitar 400 Juta USD (ESDM, 2014).

Rencana pengembangan PLTP G. Ciremai oleh ESDM dirasakan sebagai rencana alternatif sempurna bagi pemenuhan listrik di Indonesia terutama Jawa dan Bali. Sayangnya, Secara alamiah, panas bumi berada di wilayah dengan kemiringan lereng yang curam. Wilayah-wilayah tersebut pada umumnya juga merupakan kawasan suaka alam atau hutan konservasi yang memiliki fungsi penting bagi

(4)

4 lingkungan. Diperkirakan sekitar 30.5% wialayah potensi panas bumi terindikasi berada dalam kawasan hutan lindung dan konservasi (Sukhyar dan Danar, 2010). Sementara itu berdasarkan peraturan yang ada, pengembangan panas bumi tidak memungkinkan untuk dilakukan di kawasan tersebut. Beruntung, lokasi WKP G. Ciremai tidak beririsan langsung dengan wilayah hutan lindung atau konservasi, namun terletak di kawasan hutan produksi dan hutan rakyat yang secara tidak langsung tetap akan memberikan dampak bagi lingkungan hutan dan ekosistem sekitarnya. Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat negatif atau merugikan terhadap lingkungan hidup, dapat juga berdampak positif atau menguntungkan bagi lingkungan hidup sekitar (Wangke, 2010). Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pengembangan panas bumi antara lain pada komponen biofisik dan sosial ekonomi budaya masyarakat.

Analisis dampak panas bumi pada komponen biofisik dilakukan dengan kajian deskriptif analisis menggunakan kajian ekologi bentanglahan dan analisis data spasial serta penginderaan jauh. Penggunaan kajian ekologi bentanglahan dalam penelitian ini dilatarbelakngi oleh tidak banyaknya perpesktif bahwa pengembangan panas bumi dapat merubah bentanglahan tempat berlangsungnya eksplorasi dan eksploitasi yang akan menimbulkan efek domino terhadap perubahan lingkungan. Kajian ekologi bentanglahan menekankan pada hubungan keterkaitan antar ekosistem, aliran energi, mineral nutrien, dan spesies antar elemen ekosistem. Oleh karena itu kajian ini dapat dijadikan sebuah alternatif dalam melakukan manajmen resiko kerusakan lingkungan sehingga dapat memprediksi perubahan yang terjadi bilamana suatu ekositem mengalami perubahan atau gangguan. Umumnya penerapan manajemen resiko yang selama ini ada direncanakan setelah atau ketika suatu proyek berjalan, namun hal ini dirasa tidak efektif dan belum mampu memberikan pencegahan resiko kerusakan lingkungan yang optimum.

Selain komponen biofisik, komponen sosial ekonomi budaya juga perlu mendapat perhatian didalam mengelola lingkungan. Dampak lingkungan yang berkaitan dengan sosial ekonomi budaya biasanya lebih sulit untuk diamati. Salah satu aspek penting dari komponen sosial ekonomi budaya dalam kajian lingkungan

(5)

5 yang dapat diamati adalah persepsi masyarakat, karena parameter ini merupakan dampak turunan dari berbagai perubahan yang terjadi pada lebih dari satu komponen lingkungan. Persepsi dalam kajian dampak lingkungan hidup, dapat merupakan dampak primer, sekunder atau bahkan tersier. Dikatakan dampak primer apabila berasal dari kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat misalnya kegiatan sosialisasi, sedangkan dampak sekunder atau tertier merupakan dampak turunan yang diakibatkan oleh perubahan yang terjadi pada komponen fisik-kimia dan biologi yang selanjutnya mempengaruhi persepsi masyarakat (Adi Wibowo dkk, 2002 dalam Wangke, 2010).

Persepsi dapat diartikan sebagai gambaran dalam pikiran seseorang tentang suatu obyek yang menjadi perhatiannya. Robbins (2003) dalam Sudarmawan (2003), mendeskripsikan persepsi dalam kaitannya dengan lingkungan, yaitu sebagai proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungannya. Adanya persepsi akan membentuk sikap yaitu suatu kecenderungan yang stabil untuk bertindak secara tertentu didalam situasi tertentu pula. Berangkat dari sudut pandang tersebut, maka perlu dilakukan kajian perubahan bentanglahan dan persepsi masyarakat terhadap rencana eksplorasi panas bumi di Gunung Ciremai dalam kaitannya dengan peminimalisir dampak negatif dari kegiatan eksplorasi dan strategi pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan kajian perubahan bentanglahan dan persepsi masyarakat tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut kajian ekologi bentanglahan dapat membantu dalam menilai perubahan bentanglahan yang akan terjadi bilamana kegiatan eksplorasi berlangsung. Penggabungan antara ekologi bentanglahan dan kajian persepsi masyarakat akan menjadi landasan awal bagi sistem pengelolaan lingkungan yang lebih optimal. Berbeda dari penggunaan kajian teoritis melalui analisa ekologi bentanglahan saja, masyarakat yang menetap di suatu daerah dalam jangka waktu lama memiliki pengetahuan dan kearifan lingkungan yang lebih tinggi mengenai daerah yang didiaminya (Brasier et al., 2011).

(6)

6 Persepsi masyarakat mengenai rencana eksplorasi panas bumi dan kajian ekologi bentanglahan dirasa cukup penting untuk mengetahui kondisi pengeloaan lingkungan hidup. Penggabungan kedua kajian ini dalam menentukan alternatif strategi pengelolaan lingkungan berbeda dengan kajian lain karena lebih bersifat preventif sementara kajian lainnya memberikan alternatif strategi pengelolaan lingkungan bersifat kuratif. Untuk menentukan alternatif strategi pengelolaan lingkungan stakeholders yang meliputi masyarakat, pengelola PLTP, dan pemerintah harus diperhatikan peranannya dalam rangka meminimalkan dampak negatifnya untuk meningkatkan mutu dan kualitas pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini akan menjadi kolaborasi yang harmoni dalam melakukan strategi pengelolaan lingkungan yang efektif, kajian teori yang berlandaskan pada pengetahuan ilmiah dipadukan dengan pengetahuan lokal masyarakat dan peran pemerintah akan mengakomodir kebutuhan semua pihak mengenai pengelolaan lingkungan berkelanjutan.

Di telaah pada fakta dan konsep teoritis yang ada, perlu dilakukan penelitian lebih mendalam mengenai perubahan komponen biofisik bentanglahan dan persepsi juga tingkat penerimaan masyarakat mengenai rencana eksplorasi panas bumi serta kaitannya dengan rancangan pengelolaan yang efektif. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian seperti berikut.

1. Bagaimana perubahan bentanglahan yang akan terjadi akibat adanya rencana eksplorasi panas bumi di Gunung Ciremai?

2. Bagaimana pengetahuan masyarakat mengenai rencana eksplorasi dan dampak yang diakibatkan oleh aktivitas eksplorasi panas bumi di Gunung Ciremai? 3. Bagaimana persepsi dan tingkat penerimaan masyarakat terhadap rencana

eksplorasi panas bumi di Gunung Ciremai?

4. Bagaimana merumuskan strategi pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada kajian ekologi bentanglahan dan peresepsi masyarakat mengenai eksplorasi panas bumi?

Untuk mengungkap permasalahan seperti telah dirumuskan di atas, maka dilakukan pembatasan masalah, obyek dan lingkup kajian agar penelitian yang dilakukan lebih fokus dan terarah. Beberapa argumen penting sebagai batasan

(7)

7 permasalahan, obyek, dan lingkup kajian dalam penelitian ini, dapat diuraikan seperti berikut ini.

(1) Berdasarkan teori yang ada dan observasi yang dilakukan, penelitian ini berusaha mengungkap perubahan bentanglahan yang akan terjadi dan tingkat pemahaman masyarakat mengenai rencana ekplorasi dan pemahaman mengenai dampak lingkungan yang dapat terjadi. Selain itu, penelitian ini juga berusaha mengungkapkan persepsi dan tingkat penerimaan masyarakat mengenai rencana eksplorasi panas bumi tersebut. Luaran yang diharapkan adalah rumusan strategi pengelolaan lingkungan yang terintegrasi antara kajian deskriptif analisis ekologi bentanglahan serta persepsi masyarakat mengenai lingkungan yang dijadikan lokasi eksplorasi panas bumi.

(2) Penelitian ini merupakan penelitian lingkungan berbasis ekologi manusia, khususnya persepsi masyarakat yang dianalisis melalui tingkat pemahaman masyarakat mengenai rencana eksplorasi panas bumi dan geoekologi yang lebih berfokus pada kajian ekologi bentanglahan. Pengukuran persepsi masyarakat dilakukan melalui metode kusioner dan depth interview, sedangkan perubahan bentanglahan yang mungkin terjadi akan dikaji menggunakan analisis ekologi bentanglahan.

(3) Ekologi bentanglahan merupakan studi tentang efek timbal balik dari pola spasial pada proses ekologi (Pickett dan Cadenasso, 1995 dalam Turner, M., et al.). Kegiatan eskplorasi panas bumi ini merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dapat merubah bentanglahan dan genesisnya.

(4) Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan manusia memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungannya, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kehidupan manusia. Persepsi yang berimplikasi kepada prilaku inilah yang menjadi titik kajian utama penelitian ini yang memberikan gambaran sikap dan pandangan masyarakat mengenai rencana eksplorasi panas bumi.

(5) Lokasi penelitian dipilih melalui metode purposive yaitu desa-desa yang terarsir oleh WKP yang ditetapkan oleh Kementrian ESDM. Kementrian ESDM menetapkan luas WKP Gunung Ciremai sebanyak 24.330 Ha. Luasan

(8)

8 tersebut meliputi Desa Pajambon Kecamatan Kramatmulya, Desa Cisantana Kecamatan Cigugur. Penentuan lokasi penelitian juga telah mempertimbangkan keterkaitan dan keberpengaruhan kegiatan eksplorasi panas bumi pada masyarakat; juga kondisi kehidupan masyarakat saat ini sebelum dimulainya kegiatan eksplorasi tersebut. Lokasi eksplorasi secara langsung atau pun tidak langsung akan mempengaruhi kondisi sosial, ekonomi dan budaya pada masyarakat.

(6) Objek kajian yang dipilih adalah bentanglahan dari desa-desa yang disebutkan sebelumnya dan sample masyarakat dari keseluruhan populasi di desa yang terletak pada lokasi rencana eksplorasi panas bumi. Pengambilan sampling dilakukan secara acak dan pengambilan data dilakukan dengan kuesioner dan depth interview. Selain itu juga dilakukan pengambilan data sekunder dengan pemerintah yang bertanggung jawab pada rencana eksplorasi panas bumi ini.

1.3. Keaslian dan Batasan Penelitian

Penelitian yang mengkaji ekologi bentanglahan dan persepsi masyarakat terhadap suatu rencanan pembangunan telah banyak dilakukan baik didalam maupun diluar negeri, namun, kajian mengenai persepsi masyarakat terhadap rencana eksplorasi panas bumi belum banyak dilakukan didalam negeri karena eksplorasi panas bumi di berbagai daerah di Indonesia baru berkembang seiring dengan kebutuhan energi dan Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2011. Berbeda dengan di dalam negeri, kajian persepsi masyarakat atau tingkat penerimaan masyarakat terhadap energi panas bumi telah banyak dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan referensi dan perbandingan untuk menunjukkan keaslian penelitian ini disajikan dalam Tabel 1.1.dibawah ini.

(9)

9 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu

No Peneliti, Tahun, Judul

Tujuan Utama Metode Hasil

1. Griffith, J.A. et al. 2002. A Landscape Ecology Approach to Assesing Development Impact In Tropics: A Geothermal Energy Example In Hawaii Mengetahui perbedaan bentuk perubahan bentanglahan akibat gangguan yang bersal dari alam dan manusia

Analisis spasial mengguna-kan GIS

Luasan patch dari bentanglahan yang terkena gangguan alami berupa lava flow berbeda dari yang diakibatkan oleh manusia berupa pengembangan

geothermal. land area cleared akibat lava flow sebesar 13.7% sedangkan akibat pengembangan geothermal sebesar 8,4% 2. Otsman, David. 2015

A New Approach for Assessing Landscape Impacts of Geothermal Power Plants Mengembangkan pemahaman mengenai dampak lingkungan dan dampak sosial berkaitan dengan kegiatan eksplorasi panas bumi. Menganalisis komponen spasial dan visual dari bentanglahan yang berhubungan dengan pengambangan energi panas bumi di Iceland. Mengajukan alternatif sistem penilaian untuk mengevaluasi dampak kegiatan eksplorasi panas bumi terhadap bentanglahan spasial. Analisis Spasial mengguna-kan GIS, Pengembang an sistem penialian dampak melalui instrumen ilmiah, Komparasi dan justifikasi sistem penilaian dampak dengan studi kasus beberapa PLTP di Iceland.

Pendekatan baru dalam sistem penialian dampak panas bumi terhadap bentanglahan yang dlakukan dalam studi ini dapat menunjukan fungsi sebagai alat penilai dampak yang baik bagi upaya pengawasan dan perbandingan desain-desain lokasi eksplorasi panas bumi. Pendekatan baru ini disebut

Spatial Landscape Impact Assessment (SLIA) yang

menggunakan 6 kriteria spasial bentanglahan yaitu: fragmentasi, jarak pandang, area permukaan, letak titik eskplorasi, reduksi daerah liar dan konflik dengan area konservasi.

3. Hastik, et al., 2015

Renewable Energies and Ecosystem Service Impacts Mengidentifikasi jasa-jasa ekosistem yang terkena dampak dari pengembangan eksploitasi sumber energi terbarukan. Studi literatur dan analisis pustaka

Berdasarkan hasil review dari penelitian-penelitian terdahulu ditunjukan bahwa pemanfaatan energi terbarukan memberikan dampak terhadap perubahan jasa ekosistem lingkungan. Jasa eskosistem yang berubah diantaranya perubahan biomassa

(10)

10 No Peneliti, Tahun,

Judul

Tujuan Utama Metode Hasil

Menegaskan perbedaaan kondisi spasial dari dampak-dampak tersebut. Mengajukan titik keseimbangan bagi pengembangan eksploitasi energi tebarukan dan ketersediaan jasa ekosistem.

produk hutan dan agrikultur, berkurangnya kemampuan penyimpanan dan filtrasi air, perubahan habitat flora dan fauna serta perubahan nilai proteksi terhadap bencana. 4. Noorollahi and Yousefi, 2003 Preliminary Environmental Impact Assessment of a Geothermal Project In Meshkinshahr, NW-Iran Melakukan analisis pendahuluan mengenai dampak lingkungan yang mungkin terjadi pada rencana eksplorasi panas bumi di Meshkinshahr, Iran. Survey Geofisik, Survey Kondisi Sosial-Ekonomi, Analisis Dampak Lingkungan

Hasil penelitian menunjukan terdapat beberapa dampak lingkungan yang terjadi pada wilayah penelitian. Dari hasil ini disarankan untuk

mempertimbngkan sumber air dan bagaimana pengelolaan air limbah setelah proses drilling. Selain itu emisi gas dan erosi tanah juga harus diberikan perhatian lebih. Perubahan habitat dan vegetasi juga sosial-ekonomi berpotensi besar terjadi di desa tempat rencana eksplorasi dan desa sekelilingnya.

5. Sahzabi, 2004. Application of GIS in The Environmental Impact Assessment of Sabalan Geothermal Field, Nw-Iran Menganalisis dampak lingkungan dari area eksplorasi panas bumi dengan instrumen Environmental Impact Assessment (EIA) Geofisik survey, checklist instrumen Environment al Impact Assessment (EIA)

Hasil analisis menunjukan banyak terjadi perubahan geofisik negatif di daerah eksplorasi. Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan antara lain: polusi tanah dan air akibat pelepasan cairan panas bumi, perubahan suhu air permukaan, dampak buruk bagi vegetasi dan tanaman sekitar, polusi suara bagi penduduk dan daerah sekitar.

Untuk mencegah dampak-dampak ini, pihak pengembang harus menerapkan manajemen ramah lingkungan dan mengajukan sertifikasi penyelenggaraan ISO 14000.

(11)

11 No Peneliti, Tahun,

Judul

Tujuan Utama Metode Hasil

6. Sudarmawan, I Wayan 2003 Persepsi masyarakat Desa Candikuning Terhadap Eksploitasi Panas bumi Bedugul Tabanan Bali Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kelanjutan pembangunan PLTP Bedugul Tabanan Bali. Survei (kuesioner,w awancara, observasi, focus group discussion)

Terdapat pandangan positif dan negatif terhadap kelanjutan pembangunan PLTP ini. Pandangan positif datang dari ketua adat dan pandangan negatif datang dari LSM dan akademisi

7. Wangke, Welson Marthen 2010 Persepsi Masyarakat Terhadap Kegiatan Pengembangan Lapangan Uap dan PLTP Unit 5 dan 6 PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan lapangan uap dan PLTP Unit 5 dan 6 di Kab. Minahasa Prov. Sulawesi Utara Survei (wawancara)

Terdapat pandangan positif dari masyarakat baik pada aktivitas eksploitasi maupun pada karyawan PT PGE. Masyarakat setuju Pengembangan PLTP dilanjutkan

8. Fabian David Musall dan Onno Kuik,2011

Local Acceptance of Renewabl Eenergy—A casestudy from southeast Germany Membandingkan tingkat penerimaan masyarakat lokal terhadap usaha energi terbarukan yangpengelolaan-nya menggunakan community ownershipmodel

dan community

co-ownership model

Survei (Kuesioner)

terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat penerimaan masyarakat lokal antara penggunaan community

co-ownership model dan community ownership model.

masyarakat Zschadraß yang menggunakan pengelolaan berbasis community

co-ownership model memiliki

tingkat penerimaan yang lebih tinggi terhadap energi terbarukan 9. Maree Dowd et al.,

2011 Geothermal technology in Australia: Investigating social acceptance Mengetahui tingkat penerimaan masyarakat terhadap teknologi panas bumi Focus Group disscussion mayoritas masyarakat

mendukung adanya penggunaan energi panas bumi sebagai solusi dalam menghadapi perubahan iklim global.sebagian partisipan workshop mengkhawatirkan teknologi yang digunakan khususnya penggunaan air dan potensi terjadinya gempa akibat proses drilling. 10. Nishikizawa,S., Mitani,T., Murayama,T.,2013. Perception and Annoyance Related to Mengetahui Persespi masyarakat terhadap pembangkit listrik tenaga angin Survei Kuesioner

Masyarakat sekitar turbin lebih merasa terganggu dengan “shadow flicker” dibandingkan dengan bising yang ditimbulkan.

(12)

12 No Peneliti, Tahun,

Judul

Tujuan Utama Metode Hasil

Environmental Impacts of Coastal Wind Farms in Japan

11. Gene L.Theodori, 2013 Perception of

The Natural Gas Industry and Engagement in Individual Civic Actions Mengetahui respon masyarakat terhadap isu sosial yang berkenaan dengan

pembangun -an gas alam yang dliuar peraturan yang ditetapkan

Random sample survey

Masyarakat menolak adanya pembangunan gas alam.

12. Kubota et al., 2013 Determining Barriers to Developing Geothermal Power Generation in Japan: Societal Acceptance by Stakeholders Involved in Hot Springs Mengetahui faktor yang menjadi penyebab terhambatnya pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi

Wawancara semi-struktur

Penolakan oleh stakeholder yang menjadi faktor utama yang menyebabkan hambatan lain pada faktor ekonomi, teknis dan kebijakan politik sehingga pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi menjadi terhambat. 13. Cornish and Romanach, 2014 Differences in Public Perceptions of Geothermal Energy Technology in Australia Mengetahui perbedaan pandangan terhadap teknologi panas bumi yang baru akan diterapkan di Australia yang disosialisasikan melaui berbagai media Online focus group discussion, wawancara mendalam, kuesioner

Masyarakat setuju terhadap wacana panas bumi yang akan dilakukan. Dan tingkat persetujuan masyarakat meningkat setelah adanya sosialisasi melaui media. Namun masih khawtir terhadp teknologi yang akan digunakan.

Menelaah penelitian-penelitian terdahulu yang disajikan dalam Tabel 1.1 penelitian tersebut hanya mengkaji dari satu perspektif saja baik itu kajian persepsi maupun kajian ekologi bentanglahan, sementara penelitian ini akan menggabungkan keduanya sehingga hasil yang didapatkan lebih komprehensif. Selain itu, perbedaan yang dapat dilihat dari penelitian ini dan penelitian sebelumnya terletak pada objek kajian, lokasi, dan metode analisis ekologi bentanglahan yang digunakan.

(13)

13

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan batasan objek kajian penelitian yang didukung dengan teori yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah:

(1) Mengkaji perubahan ekologi bentanglahan yang akan terjadi akibat adanya rencana eksplorasi panas bumi di WKP Panas bumi Gunung Ciremai.

(2) Mengkaji pengetahuan masyarakat mengenai rencana dan dampak lingkungan yang dapat timbul akibat adanya rencana eksplorasi panas bumi di WKP Panas bumi Gunung Ciremai.

(3) Mengkaji persepsi dan tingkat penerimaan masyarakat mengenai rencana eksplorasi panas bumi di WKP Panas bumi Gunung Ciremai.

(4) Merumuskan strategi pengelolaan lingkungan yang didasarkan pada kajian ekologi bentanglahan dan peresepsi masyarakat mengenai eksplorasi panas bumi.

1.5. Manfaat Penelitian

Sejalan dengan tujuan dari penelitian ini, terdapat dua manfaat utama yang dapat diperoleh dari penelitian ini yakni manfaat secara akademis dan manfaat praktis yang diuraikan sebagai berikut ini.

(1) Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan mengenai persepsi masyarakat dan ekologi bentanglahan terhadap rencana eksplorasi panas bumi sehingga dapat dijadikan bahan referensi untuk mengembangkan penelitian yang sejenis;

(2) Memberikan alternatif saran/masukan bagi pemerintah Kabupaten Kuningan dan pihak terkait dalam menyikapi perubahan bentanglahan yang akan terjadi dan persepsi masyarakat terhadap rencana eksplorasi panas bumi.

Referensi

Dokumen terkait

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan atau pembayaran kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk

Kenyataan ini berarti bahwa lebih banyak kelompok etnik Dayak (29,0%) dibanding kelompok etnik Madura (23,8 %), dalam situasi mereka sebagai mayoritas, yang masih

Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat pencahayaan yang dihasilkan dengan penambahan skylight ini justru menjadi jauh melebihi tingkat

Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, sumber segala kebenaran, sang kekasih tercinta yang tidak terbatas pencahayaan cinta-Nya bagi hamba-Nya, Allah Subhana Wata‟ala

Melalui kegiatan observasi di kelas, mahasiswa praktikan dapat. a) Mengetahui situasi pembelajaran yang sedang berlangsung. b) Mengetahui kesiapan dan kemampuan siswa dalam

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata