Pola Asuh Orangtua pada Subjek yang Menggunakan Napza
Latar Belakang Masalah
Hubungan Napza dengan generasi muda dewasa saat ini amat erat. Artinya sangat banyak kasus kecanduan dan pengedaran Napza yang di dalamnya terlibat generasi muda, khususnya remaja sekolah dan luar sekolah (putus sekolah). usia remaja memang merupakan "sasaran empuk" dan periode yang paling rawan terhadap penyalahgunaan Napza, karena masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri, saat dimana remaja mulai muncul rasa penasaran, ingin tahu, serta ingin mencoba berbagai hal yang baru dan bahkan beresiko tinggi. Oleh karenanya, sangat mungkin jika semakin hari akan semakin bertambah jumlah pengedar dan pengguna Napza di kalangan anak-anak dan remaja.
Napza pada dasarnya merupakan jenis obat atau zat yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan seperti terapi, contohnya adalah morfin, opium, sabu-sabu (amfetamina), PCP (halusinogen) dan lain-lain (Rojak, 2005).
Menurut pendapat Yatim (dalam Buletin Psikologi, 1998) yang termasuk Napza adalah semua jenis obat yang menimbulkan ketergantungan, antara lain adalah Narkotika sekelompok obat yang bersifat menenangkan syaraf dan mengurangi rasa sakit, Depresants; jenis obat yang digunakan untuk menenangkan seseorang atau dipakai untuk obat tidur, Stimulan, meningkatkan kemampuan fisik seseorang, namun juga dapat menimbulkan kerusakan fisik, Kanabis; sejenis tanaman perdu yang mengandung delta-gtetra kanobinol (THC), dan yang terakhir Hallusinogen; pada pengguna dapat menimbulkan perasaan tidak rill, yang dapat meningkatkan halusinasi menjadi persepsi yang salah. Pada awalnya, penyalahgunaan Napza terjadi pada remaja melalui teman sebaya yang menawarkan Napza dengan disertai janji atau juga melalui tekanan atau paksaan. Biasanya, terlebih dahulu akan ditawari dengan rokok atau minuman keras, kemudian setelah terbiasa maka dengan mudah akan beralih pada kebiasaan menggunakan jenis Napza lain, baik ganja, heroin, atau zat yang lainnya.
Menurut Sayuti (2005), berdasarkan hal tersebut, kasus
penyalahgunaan Napza, khususnya pada remaja sering berawal dari pengaruh pola pergaulan dan gaya berteman, di samping berasal dari keinginan pribadi dan problem yang terjadi di masyarakat. Budiarta (2000) mengatakan bahwa pada saat ini, sudah banyak generasi muda yang terpengaruh dengan budaya asing dengan berperilaku negatif, misalnya merokok, minum-minuman keras, menggunakan ekstasi, pergaulan bebas dan lain sebagainnya. Hal ini akan berpengaruh negatif terutama bagi remaja yang jiwa dan emosinya masih dalam tahap perkembangan yang labil.
Menurut Al Bachri (dalam Budiarta, 2000), dampak dari penggunaan Napza bagi penggunanya adalah merasakan kecemasan yang luar biasa, paranoid, delusi formikasi, berperilaku agresi, memiliki nafsu seksual yang tinggi, dan timbulnya berbagai penyakit seperti stroke, radang hati, jantung dan sebagainya hingga menimbulkan kematian. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Napza dapat merusak dan membahayakan bagi generasi muda dalam suatu bangsa khususnya bagi anak-anak dan remaja, yang mana penyebarannya dimulai melalui lingkungan sekolah. Dalam hal
ini, lingkungan sekolah seharusnya digunakan untuk belajar namun ternyata digunakan untuk transaksi bagi remaja yang mengkonsumsi Napza. Hal tersebut didasari oleh pengaruh pergaulan dan lingkungan dalam bermasyarakat (Budiarta, 2000).
Menurut Gunarsa (2000) pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan. Ada tiga jenis pola asuh yaitu pertama; pola asuh otoriter dimana orang tua membatasi dan menghukum, menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua. Kedua; pola asuh otoritatif yaitu pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Sedangkan yang terakhir adalah pola asuh permisif; dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (Gunarsa, 2000).
Menurut Lewis (dalam Haradeani, 1999) pola asuh orang tua yang terlalu mengendalikan anak (otoriter) atau terlalu membebaskan anak (permisif)
dapat mengawali perilaku pengguna Napza.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pola Asuh
1. Pengertian Pola Asuh
Hetherington & Whiting (1999) menyatakan bahwa pola asuh sebagai proses interaksi total antara orang tua dengan anak, seperti: proses pemeliharaan, pemberian makan, membersihkan, melindungi dan proses sosialisasi anak dengan lingkungan sekitar. Orang tua akan menerapkan pola asuh yang terbaik bagi anaknya dan orang tua akan menjadi contoh bagi anaknya. Menurut Gunarsa (2000) pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan.
Menurut Wahyuning (2003) pola asuh adalah seluruh cara perlakuan orang tua yang ditetapkan pada anak, yang merupakan bagian penting dan mendasar menyiapkan anak untuk menjadi
masyarakat yang baik. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang ditetapkan pengasuhan terhadap anak berupa suatu proses interaksi orang tua (sebagai pengasuh) dan anak (sebagai yang diasuh) yang mencakup perawatan, mendorong keberhasilan dan melindungi maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.
2. Dimensi Pola Asuh Orang Tua Baumrind (1994) mengemukakan 4 dimensi pola asuh yaitu:
a. Kendali Orang Tua (Control): tingkah menunjukan pada upaya orang tua dalam menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan laku yang sudah dibuat sebelumnya
b. Kejelasan Komunikasi Orang Tua-anak (Clarity Of Parent Child
Communication): menunjuk kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak bila diperlukan
c. Tuntutan Kedewasaan (Maturity Demands): menunjuk pada dukungan
prestasi, sosial, dan emosi dari orang tua terhadap anak
d. Kasih Sayang (Nurturance): menunjuk pada kehangatan dan keterlibatan orang tua dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagiaan anak.
3. Jenis-jenis Pola Asuh a. Pola asuh otoriter
Menurut Gunarsa (2002) pola asuh yang mengendalikan suatu perilaku secara otoriter menggunakan kekuasaan. Pola asuh yang otoriter berhubungan dengan remaja,
kegelisahan mengenai perbandingan masyarakat, kegagalan untuk mengambil inisiatif dalam suatu tindakan, dan tidak efektifnya interaksi di dalam masyarakat
b. Pola asuh otoritatif
Menurut Santrock (1999) pola asuh yang mendorong remaja menjadi bebas namun tetap menempatkan batasan dan pengendalian dalam tindakan remaja, memberi dan menerima secara lisan dilakukan dengan luas dan orang tua ramah serta pengasuhan diarahkan pada remaja.
c. Pola asuh permisif
Menurut Hurlock (1991) pola asuh orangtua yang tidak membimbing anak ke pola perilaku yang menyetujui segala tingkah laku anak termasuk keinginan-keinginan yang sifatnya segera dan tidak menggunakan hukuman. Anak tidak diberikan batasan-batasan atau kendali yang mengatur, apa saja boleh dilakukan, mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sesuai dengan kehendak mereka sendiri.
4. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh
Hurlock (1993) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh, yaitu:
a. Pendidikan orang tua
Orang tua yang mendapat pendidikan yang baik, cenderung menetapkan pola asuh yang lebih demokratis ataupun permisif dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya terbatas. Pendidikan membantu orang tua untuk lebih memahami kebutuhan anak.
b. Kelas sosial
Orang tua dari kelas sosial menengah cenderung lebih permisif dibanding dengan orang tua dari kelas sosial bawah. c. Konsep tentang peran orang tua
Tiap orang tua memiliki konsep yang berbeda-beda tentang bagaimana seharusnya orang tua berperan. Orang tua dengan konsep tradisional cenderung memilih pola asuh yang ketat dibanding orang tua dengan konsep nontradisional.
d. Kepribadian orang tua
Pemilihan pola asuh dipengaruhi oleh kepribadian orang tua. Orang tua yang berkepribadian tertutup dan konservatif cenderung akan memperlakukan anak dengan ketat dan otoriter. e. Kepribadian Anak
Tidak hanya kepribadian orang tua saja yang mempengaruhi pemilihan pola asuh, tetapi juga kepribadian anak. Anak yang ekstrovert akan bersifat lebih terbuka terhadap rangsangan-rangsangan yang datang pada dirinya dibandingkan dengan anak yang introvert.
f. Usia anak
Tingkah laku dan sikap orang tua dipengaruhi oleh anak. Orang tua yang memberikan dukungan dan dapat menerima sikap tergantung anak usia pra sekolah dari pada anak.
B. Napza
1. Pengertian Napza
Menurut Hawari (1991) Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat adiktif lainya. Napza mencakup segala macam zat yang disalah gunakan untuk Gitting, mabuk, fly atau high, yang dapat mengubah tingkat kesadaran seseorang. Termasuk dalam Napza adalah obat perangsang, penenang, penghilang rasa sakit, pencipta ilusi atau psikotropika, dan zat-zat yang tidak termasuk obat namun dapat disalahgunakan (misalnya alkohol atau zat yang bisa dihirup seperti bensin, lem, tinner, dan lain – lainya sehingga high.
Menurut Budiarta (2000) Napza merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
2. Definisi Penyalahgunaan Napza Menurut Willis (2005), maksud dari penyalahgunaan adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang dinamakan Napza (narkotika dan obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan produktif manusia pemakainya. Manusia pemakai Napza bisa dari berbagai kalangan, mulai dari level ekonomi tinggi hingga rendah, para penjahat, pekerja, ibu-ibu rumah tangga, bahkan sekarang sudah sampai ke sekolah-sekolah yang jelas-jelas terdiri dari para generasi muda, bahkan lebih khusus lagi anak-anak dan remaja.
3. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza
Menurut Hawkins dkk (Buletin Psikologi, 1998) beberapa faktor utama yang dipandang berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza adalah: faktor internal dari individu (ciri kepribadian), faktor keluarga, dan faktor teman sebaya.
a. Faktor internal (ciri kepribadian): Pola kepribadian seseorang besar
pengaruhnya dalam penyalahgunaan Napza. Ciri kepribadian yang lemah dan antisosial sering merupakan penyebab seseorang menjadi penyalahguna Napza.
b. Faktor keluarga
Beberapa kondisi keluarga yang
berpengaruh terhadap penyalahgunaan Napza adalah:
1) Hubungan antara anggota keluarga tidak harmonis.
2) Keluarga yang tidak utuh.
3) Suasana rumah diwarnai dengan pertengkaran yang terus — menerus.
4) Kurang komunikasi dan kasih sayang antara anggota keluarga. 5) Keluarga yang sering ribut dan
berselisih.
6) Keluarga yang kurang mengamalkan hidup beragama.
7) Keluarga yang orang tuanya telah menggunakan Napza.
Menurut Sayuti (2006) keluarga sebagai lingkungan yang paling menentukan bagi terbentuknya perilaku remaja. Jika di dalam keluarga terdapat hubungan yang tidak harmonis, tingkat pendidikan yang rendah, rasa dan praktek keagamaan lemah, maka secara
langsung atau tidak langsung maka akan memberikan pengaruh bagi kehidupan dan perilaku anaknya, terutama yang masih dalam usia remaja, karena di saat anak memasuki usia remaja, perkembangan emosinya masih labil, berperilaku ragu, sering uring-uringan, dan kecenderungan meniru gaya dan perilaku keluarga. Oleh karenanya, jika lingkungan keluarga tidak dapat memberikan contoh yang baik, maka lambat laun anak atau remaja akan mencari kepuasan di luar atau remaja akan mencari kepuasan di luar dan bisa menjerumuskannya ke dalam penyalahgunaan Napza.
c. Faktor lingkungan teman sebaya Pengaruh buruk dari lingkungan pergaulan, khususnya pengaruh dan tekanan dari kelompok teman sebaya sering menjadi sumber penyebab terjadinya penyalahgunaan Napza. Kelompok teman sebaya tersebut berperan sebagai media awal perkenalan Napza Menurut Hawkins dkk (dalam
Buletin Psikologi 1998). Penyalahgunaan Napza pada kelompok
teman sebaya merupakan prediktor yang kuat terhadap penyalahgunaan Napza pada remaja.
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode campuran / kombinasi (multiple methods) yaitu pendekatan kualitatif sebagai pendekatan utamanya. Menurut Brannen (2003) penelitian pendekatan utamanya adalah kualitatif sedangkan metode kuantitatif dipakai sebagai komplemen, maka pendekatan kuantitatif tersebut berfungsi sebagai: (a) Menyajikan data kuantitatif sebagai latar belakang, yang daripadanya akan diambil skala kecil untuk diteliti, (b) Untuk menguji hipotesis yang dihasilkan melalui pendekatan kualitatif,(c) memberikan dasar untuk pengambilan sampel yang akan dikaji secara intensif.
B. Subjek Penelitian
1. Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah seorang remaja pria berusia 22 tahun. Subjek adalah seorang mahasiswa yang menggunakan Napza.
2. Jumlah subjek
Jumlah subjek dalam penelitian studi kasus ini adalah satu orang.
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa didapat dari penelitian ini adalah :
1. Pola asuh remaja pengguna Napza adalah permisif, hal ini dilihat dari : a) Kendali orang tua (control) :
kurangnya upaya kedua orang tua subjek dalam menerapkan kedisiplinan pada anak sesuai dengan patokan tingkah laku yang sudah dibuat sebelumnya. Seperti orang tua subjek bertipe orang yang tidak pernah menerapkan disiplin yang tegas didalam rumah, karena mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing, dalam pergaulan, orang tua subjek sangat memberikan kebebasan sepenuhnya kepada subjek, dan orang tua subjek tidak pernah memberikan hukuman yang terlalu berat apabila subjek melakukan kesalahan, karena mereka hanya memberikan nasehat dan jangan pernah diulang kembali kesalahan yang sama.
b) Kejelasan komunikasi orang tua dan anak (Clarity of parent child Communication) : kurangnya
kesadaran orang tua untuk mendengarkan atau menampung pendapat, keinginan atau keluhan anak, dan juga kesadaran orang tua dalam memberikan hukuman kepada anak bila diperlukan. Seperti hubungan subjek dengan kedua orang tuanya kurang baik, karena kedua orang tuanya memiliki kesibukannya masing-masing, yang menyebabkan komunikasi subjek dengan kedua orang tuanya hanya melalui telepon. dan subjek terkadang sering sekali tidak sependapat dengan kedua orang tuanya, yang sering mementingkan pekerjaan mereka. Yang menyebabkan subjek lebih memilih keluar dari rumah dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya. c) Tuntutan kedewasaan : kurang
memberi dukungan pada prestasi, social, dan emosi dari orang tua terhadap anak. Seperti kedua orang tua subjek memberikan kebebasan dalam pergaulan sehari-hari, terutama ibunya sangat membebaskan dan tidak memberi batasan dalam pergaulanya dalam memilih teman. Kedua orang tua subjek berharap subjek bias lulus
dengan nilai yang memuaskan dan ketika kedua orang tua subjek memergoki subjek sedang menggunakan napza yang mengakibatkan kedua orang tua subjek marah besar kepada subjek. d) Kasih sayang (Nuturence) : kurang
memberikan kehangatan dan keterlibatan orang tua dalam memperlihatkan kesejahteraan dan kebahagiaan anak. Seperti kasih sayang, perhatian dan rasa nyaman itu semua tidak subjek dapatkan dari kedua orang tuanya. Selama ini subjek hanya mendapakan kasih sayang, perhatian dan rasa nyaman hanya dari neneknya. Hal itu dirasakan oleh subjek dari sejak subjek kecil hingga sekarang dewasa, Sedangankan Kedua orang tua subjek hanya bisa memberikan materi yang dibutuhkan oleh subjek saja.
2. Proses terjadinya penyalahgunaan Napza
Beberapa proses penyalahgunaan Napza, antara lain :
(a) Melalui teman sebaya : Subjek pertama kali ditawari dan mencoba ganja pada kelas 2 SMP
saat berkumpul dengan teman-temannya di luar jam sekolah dan
akhirnya menjadi ketergantungan, Biasanya subjek
mendapatkan Napza ketika istirahat dan pulang sekolah di tempat “tongkrongan”, subjek mendapatkan Napza dari teman sekolah dan teman main di lingkungan rumah subjek tinggal. (b) Melalui lingkungan sekitar : Di
lingkungan tempat tinggal subjek, sangat mendukung untuk lebih dekat lagi mengkonsumsi Napza karena tempat tersebut terkenal dengan basis Narkoba (sarang narkoba), Biasanya subjek ditawari dan mendapatkan Napza ketika sedang bersama-sama teman-temanya pada malam hari.
3. Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan Napza adalah :
(a) Faktor internal : Tingkat kontrol yang kurang, tingkat keyakinan dalam keagamaan yang rendah, dan kurang percaya diri yang
menyebabkan subjek menggunakan napza. Dengan
kepercayaan diri subjek semakin bertambah.
(b) Faktor Keluarga : Hubungan subjek dengan kedua orang taunya kurang harmonis, dikarenakan kurangnya komunikasi yang baik antara
subjek dengan kedua orang tua subjek. Subjek adalah merupakan korban dari orang tua yang bercerai.
(c) Faktor teman sebaya : pengaruh negative dari lingkungan pergaulan yang menyebabkan subjek menggunakan Napza di karenakan emosi yang dimiliki oleh subjek tidak stabil karena kurang perhatian dari kedua orangtua dan dalam tahap perkembangan emosi yang labil. Tekanan dari kelompok teman sebaya sering menjadi sumber
penyebab terjadinya penyalahgunaan Napza dari
teman yang satu dengan teman yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Adina, 1998. Hubungan Antara Pola Suh Orang Tua Dengan Tahap Perkembangan,Penalaran Moral Remaja Usia 17-19 th, Skripsi
(tidak diterbitkan). Depok; Fakultas Psikologi UI.
Anggraini, F. 2000. Hubungan Antara Lama Penulisan Dengan Dampak Psikologis Pecandu Napza. Tesis (tidak diterbitkan) Depok : Fakultas Psikologi Gunadarma
Budiarta, T. 2000. Dampak Narkoba dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Psikologi (tidak diterbitkan). Depok : Universitas Indonesia
Buletin Psikologi. 1998. Bagaimana Menghindari Diri dari Penyalahgunaan Napza (tidak diterbitkan). Depok : Universitas Indonesia
Gunarsa, S. D. 2000. Psikologi Praktis : Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulya.
Haradeani, M. 1999. Persepsi Remaja Mengenai Pola Asuh Orangtua dengan Penyalahgunaan Zat. Skripsi (Tidak diterbitkan) Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Hawari, M. 1999. Penyalahgunaan Narkotika dan Zat aditif. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Heterington, M. E & Porke, R. D. 1999, Child Psychology A Contemporary New Point 4 th. New York : Mc Graw Hill . Inc
http ://www. Pontianakpost. Com/berita/index. Asp? Berita = konsultasi.id = 125710
Hurlock, E, B. 1993. Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Jakarta : Erlangga. Hurlock, E. B. 1999. Psikologi
Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan Jakarta : Erlangga Jucker, E. 1991. BAUM TEST.
Djogjakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Karma, N. I. 2002. Hubungan antara Pola Pengasuhan Orang Tua dan Otonomi Remaja. Jurnal Psikologi (tidak diterbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Koch, C. 1986 Psikodiagnostika: Tes Pohon. Bandung : Fakultas
Psikologi Universitas Padjadjaran
Machover, K. 1987. Suatu Metode Pemerksaan Kepribadian. Bndung : Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran.
Moleong, L. J. 1996. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Poerwandari, K. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta :
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukutran dan Pendidikan Psikologi (LPSP 3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi LIngkungan Seri Diktat kuliah. Jakarta : Universitas Gunadarma. Putri, D. W. 2006. Motivasi dan proses
Pengambilan Keputusan menjadi Pastor Paroki, Depok. : Fakultas
Psikologi. Universitas Gunadarma.
Riyanto, Y. 1996. Metode Penelitian. Surabaya : SIC.
Rozak, A & Sayitu, W. 2006. Remaja dan Bahaya Narkoba. Jakarta : Prenada Media
Samtrock, J. W. 1999. Life Span Development (7 th ed). New York : MC. Graw Hill
Sarwono, S. W. 1988. Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers.
Sofyan, S. & Willis, M. Pd. 2006. Remaja dan Masalahnya Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja dengan Narkoba, Freeseks dan Pemecahannya. Bandung : Alfa Beta