J.Tek.Ling Edisi Khusus Hal. 148-155 Jakarta, Juli 2006 ISSN 1441 – 318X
EVALUASI KERUSAKAN LINGKUNGAN KAWASAN
PENAMBANGAN BATUPASIR TUFAAN DI KEC.
PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, KAB. SLEMAN
Mardi Wibowo
Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Abstrak
Sleman regency is located at southern part of Merapi Volcano. This regency has big potential in mining sector, espicially sand, pebble-boulder stone, tuffaceous sandstone (white stone), clay material (for roof), andesit (for building material, etc. Along with increase of population and residence area, the necessity building material is increasing too. In one other side, mining activity has positive impact (like as develop economic matter of community and income local government); in other hand has negative impact (like as environment quality degradation). Base on state environment degradation model, generally environmental condition atundulating area in Prambanan district is classified medium damage (7 location) and classified damage (3 location). In order to mining activity isn’t degrade quality environment, we must more pay attention in soil management and land reclamation.
Keyword : environment degradation, tuffaceous sandstone
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kabupaten Sleman sebagian besar secara morfologi terletak di lereng selatan G. Merapi. G. Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, sehingga lereng G. Merapi dikenal sebagai kawasan yang beresiko tinggi terhadap bencana alam letusan volkanis baik berupa awan panas, aliran lava maupun lahar. Selain sebagai kawasan yang rawan bencana, kawasan ini juga mempunyai potensi yang sangat besar di sektor pertambangan, pertanian, perkebunan dan pariwisata disamping secara alami berfungsi sebagai kawasan
konservasi daerah resapan air untuk sebagaian besar kawasan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.
Khusus dalam sektor pertambangan lereng G. Merapi sangat berpotensi untuk bahan tambang galian golongan C yaitu pasir dan batu (baik pasir dan batu yang ada di alur sungai maupun pasir batu berlapis yang berada di daratan). Selain bahan galian pasir-batu masih ada bahan galian lain yang sangat penting yaitu batupasir tufaan yang oleh para penduduk sering disebut sebagai batuputih. Secara geologi bahan galian ini tergolong dalam batupasir tufan dan breksi pumisan yang tersebar di
perbukitan sekitar Kec. Prambananan dan sebagian kecil di Kec. Brebah, dengan perkiraan potensi total mencapai 2.645,79 m3 (Rahutama, A, 2005).
Kegiatan penambangan di satu sisi berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat setempat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetapi di sisi lain berdampak negative terhadap masalah lingkungan. Padahal sampai saat ini sektor penambangan masih menjadi mata pencaharian yang utama bagi sebagian besar penduduk di sekitar lahan penambangan.
Dalam Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2004, kerusakan lingkungan akibat penambangan bahan galian golongan C merupakan isu utama lingkungan hidup di Kabupaten Sleman pada Tahun 2003. Kerusakan lingkungan yang terjadi pada bekas lokasi penambangan pada umumnya berupa :
a. Hilangnya lapisan tanah yang subur (top soil) bagi tumbuh dan berkembangnya tanaman tegakan; b. Perubahan kapasitas infiltrasi tanah
untuk memasok air bawah tanah karena pemadatan dan hilangnya vegetasi.
c. Berpotensi terjadi longsor pada dinding-dinding tambang;
d. Kerusakan lingkungan jalan dan permukiman di sekitar penambangan.
1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan penelitian ini adalah mengidentifkasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan kegiatan penambangan bahan galian C.
2. METODOLOGI
Pada dasarnya kegiatan ini menggunakan metode analisis kualitatif.
Analisis kuantitatif dilakukan dengan sistem penskoran dan pembobotan untuk parameter yang ada dengan tujuan untuk lebih mempermudah dalam analisis data, meskipun masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki, terutama pada tahap pengkuantifikasiannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas diperlukan tahapan sebagai berikut (Gambar 1) :
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengembangan Konsep Model Penilaian Status Kerusakan Lingkungan
Untuk tahap analisis kuantitatif perlu dilakukan sistem penskoran dan pembobotan parameter yang ada dengan tujuan untuk lebih mempermudah dalam analisis data, meskipun masih banyak kelemahan yang harus diperbaiki,
terutama pada tahap pengkuantifikasiannya. Model kuantifikasi
yang dikembangkan untuk analisis di wilayah Kab. Sleman ini seperti diuraikan di bawah ini.
Perlu diperhatikan disini bahwa parameter dan pengklasifikasian yang dipakai adalah sesuai (dengan modifikasi) dengan Keputusan Gubernur DIY No. 63 Tahun 2003 ttg Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Penambangan Bahan Gaian Gol. C di Wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam proses pembobotan tiap unsur (parameter) yang berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan diberi bobot sesuai dengan besarnya pengaruh parameter tersebut terhadap kerusakan lingkungan. Semakin besar pengaruhnya semakin tinggi bobot yang diberikan.
Dalam model ini pembobotan digolongkan menjadi empat golongan seperti terlihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Penggolongan Bobot
No. Keterangan Bobot
1. 2. 3. 4. Sangat Berpengaruh Berpengaruh Agak Berpengaruh Kurang Berpengaruh 4 3 2 1 Sedangkan untuk pemberian skor tiap variabel dalam suatu parameter tertentu, dilakukan dengan memberi nilai 1, 2 dan 3, dimana semakin tinggi nilainya maka tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkannya akan semakin besar. Bobot dari tiap parameter dan skor untuk tiap variabel dalam tiap parameter secara lengkap terlihat pada tabel yang terlampir. Berdasarkan bobot parameter dan skor tiap variabel kemudian dilakukan penilaian kondisi lingkungan pada tiap lokasi penambangan dan bekas penambangan dengan cara, sebagai berikut :
SkorTotalTiapLokasi = Bobot Par(a) x skor + Bobot Par(b) x skor + Bobot Par(c) x skor + dst
Tabel 2. Pengkelasan Tingkat Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan Penambangan Batupasir Tufaan Berdasarkan Skor Total
No Kelas Kerusakan Jumlah
Skor
1 Baik 20 – 33
2 Sedang 34 – 47
3 Rusak 48 – 60
Setelah semua lokasi diperoleh skor totalnya kemudian berdasarkan skor total terendah dan tertinggi, dilakukan pengkelasan tingkat kerusakan lingkungan lokasi penambangan maupun bekas penambangan dengan klasifikasi seperti terlihat pada Tabel 2
3.2. Status Kerusakan Lingkungan Lahan Penambangan Batupasir Tufaan
Penambangan batupasir tuffan ini keseluruhannya berada di lahan perbukitan yang bergelombang. Terutama batupasir tufaan ini dimanfaatkan untuk batu giring (hias) dan batu bangunan seperti yang ada di Kec. Prambanan dan sebagian di Kec. Berbah dan sebagian kecil terutama yang keras dan sulit untuk dibentuk dijadikan batu pecah sebagai bahan bangunan baik untuk pondasi maupun dinding bangunan.
Topografi awal lokasi penambangan batuan ini di lahan perbukitan berdasarkan analisis peta topografi mempunyai kemiringan lahan 15 – 30o atau 16 – 33%. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang ada sekarang, terlihat adanya perubahan morfologi yang sangat mencolok setelah proses penambangan, yaitu berupa tebing terjal dengan kemiringan antara 30 – 90o atau 33 – 100% dan dengan ketinggian tebing antara 3 – 15 m. Morfologi seperti tersebut di atas sangat membahayakan baik bagi penambang maupun lingkungan di sekitarnya.
Proses penambangan pada umumnya menghasilkan kenampakan tebing-tebing yang terkelupas dengan kelerengan yang curam serta lubang-lubang galian yang relatif tidak beraturan. Umumnya kedalaman dasar galian masih jauh di atas permukaan tanah tertinggi sehingga tidak terjadi genangan air karena resapan dari air tanah. Lahan bekas penambangan umumnya tersusun atas material sisa penambangan terutama berupa serpihan dan pecahan dari bahan galian dan hanya sedikit lahan bekas penambangan yang telah dimanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan model penilaian status kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan seperti diuraikan pada bagian 3.1, dapat diketahui bahwa pada umumnya status kerusakan lingkungan akibat penambangan di lahan perbukitan/
bergelombang tergolong rusak sedang (7 lokasi pengamatan) dan rusak (3 lokasi pengamatan), secara lengkap lihat Tabel 3 yang terlampir dan Gambar 2.
3.3. Arahan Penataan Lahan
Berdasarakan kondisi lapangan dan hasil penilaian ststus kerusakan lingkungan akibat kebiatan penambangan bahan galian C di Kab. Sleman, ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar kondisinya menjadi semakin baik, yaitu antara lain :
a. Pengelolaan Tanah Penutup Lahan
Di sebagian besar lokasi penambangan , tanah hasi pengupasan lahan tidak dimanfaatkan dengan baik bahkan banyak yang dijual sebagai tanah urug, dimana hal ini akan sangat merusak lingkungan. Karena pada dasarnya tanah merupakan media yang baik bagi media tumbuh tanaman dan dapat memperbesar kapasitas infiltrai (resapan air) yang
sangat penting untuk mempertahankan kawasan Merapi sebagai kawasan konservasi air tanah.
Tahap Persiapan
o Koordinasi dengan instansi terkait
o Kompilasi landasan teori Kompilasi data sekunder (laporan, data statistik, dll) o Menyiapkan Peta Topografi o Menyiapkan Peta Geologi o Mencari Peta Digital
Survei Lapangan o Pengamatan lokasi
o Pengukuran parameter-parameter o Wawancara dengan penambang dan
masyarakat sekitarnya Penyusunan Konsep Model
Penggolongan lokasi tambang Penentuan parameter tiap jenis
lokasi tambang
Pembobotan tiap parameter Pemberian skor pada tiap
parameter untuk tiap lokasi pengamatan
Pengembangan model yg pernah ada
Pengolahan Data dan Aplikasi Model
Status Kerusakan Lingkungan di Lahan Penambangan dan Bekas
Penambangan Galian C
Validasi Model
Evaluasi dan Rekomendasi Arahan Penataan Lingkungan Pertambangan
Hasil Penelitian Lain Cross Check
Gambar 2. Peta digital dan database SIG kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan galian C
Rekomendasi :
- Tanah hasil pengupasan lahan harus dikelola dengan baik dan pada pentupan tambang harus dikembalikan dan dilarang untuk dijual sebagai tanah urug.
-
b. Pelaksanaan reklamasi
Secara umum proses reklamasi belum dilakukan karena proses penambangan saat ini masih berlangsung. Tetapi ada beberapa lokasi yang sudah melakukannya meskipun sebenarnya bersifat sementara dan spontanitas dari penambang dan masyarakat di sekitarnya.
Rekomendasi :
- Sebaiknya kegiatan reklamasi dilakukan bersama-sama dengan proses penambangan.
- Penanaman tanaman yang disesuaikan dengan kondisi setempat (dicari tanaman lokal). - Sebaiknya kegiatan reklamasi
direncanakan dari awal terutama berkaitan dengan penataan lahannya.
4. Penutup
a. Kab. Sleman yang terletak di lereng selatan G. Merapi mempunyai potensi yang sangat besar di sektor petambangan bahan galian C terutama batupasir tufaan untuk bahan bangunan dan batu hias.
b. Kegiatan penambangan di satu sisi berdampak positif terhadap ekonomi masyarakat setempat dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi di sisi lain
apabila tidak dikelola dengan baik akan berdampak negative terhadap masalah lingkungan.
c. Berdasarkan model penilaian status kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan seperti diuraikan pada bagian 3.1, dapat diketahui bahwa pada umumnya status kerusakan lingkungan akibat penambangan di lahan perbukitan/ bergelombang tergolong rusak sedang (7 lokasi pengamatan) dan rusak (3 lokasi pengamatan).
d. Agar kegiatan penambangan berwawasan lingkungan ada beberapa hal yang harus diperhatikan terutama masalah pengelolaan tanah dan masalah pelaksanaan reklamasi.
e. Beberapa saran untuk masa yang akan datang, adalah : update data dan penyempurnaan (verifikasi) konsep model perlu terus dilakukan, khususnya untuk pemberian nilai bobot tiap parameter.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1996, Evaluasi Lingkungan Kawasan Lereng Merapi, Proyek Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan-BPPT.
Anonim, 1996, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996, tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Gol. C Jenis Lepas di Daratan Anonim, 2003, Keputusan Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta No. 63
Tahun 2003, tentang Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha dan/atau Kegiatan penambangan Bahan Galian Golongan C di Wilayah Propini DI Yogyakarta.
Anonim, 2003, Keputusan Direrktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral No. 079.K/42.04/DJG/2003 tentang Pedoman Teknis Penambangan Bahan galian Golongan C di Daerah Rawan Bencana Gunung Merapi
Anonim, 2004, Laporan Basis Data Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sleman, Tahun 2004, Pemerintah Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Anonim, 2004, Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Sleman, Tahun 2004, Pemerintah Kab. Sleman, Yogyakarta.
Anonim, 2005, situs www.sleman.go.id, Pemerintah Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Mc. Donald and Partners, 1984, Groundwater Appedices, Greater Yogyakarta Groundwater Resources Study, Overseas Development Administratition, London - Grroundwater development Project, Indonesia, Dir. General of Water Resources Development, Jakarta. Rahutama, A., 2005, Analisis Geologi
Untuk Evaluasi Kerusakan Lahan Penambangan di daerah Sambirejo, Kec. Prambanan, Kab. Sleman, Propinsi DI Yogyakarta, Skripsi di Jurusan Teknik Geologi-UGM, (tidak diterbitkan).
Tabel 3. Survei dan Penilaian Kerusakan Lingkungan Utk Kegiatan Penambangan Galian C Penambangan No Lokasi Waktu Pra Penambanga
n Batas Tepi Galian
Kedalaman dr Permk. Awal Relief Dasar Galian dr Topo. Terendah Lereng Tebing Galian Tinggi Dinding Galian Pengangkutan
galian Kondisi Jalan
Pasca Tambang Keterangan
Bobot 1 4 3 3 3 2 1 3 Jumlah Skor
1 - 2 m 5 m 2 – 3 m 70 – 90o 10 – 20 m Truk double
enkle Kelas 3 Rusak
Sedang Serpihan untuk menutupi lubang galian - Batu pecah - Sepanjang tebing + 200 m dng + 15 org 1 Marangan Ds. Bokoharjo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 2 = 3 46 (Sedang)
2 – 3 m 6 – 8 m 5 – 7 m 90o 8 – 10 m Truk double
enkle Kelas 2 Jalan Bagus - Serpihan untuk menutupi lubang - Pisang dan ketela - Soil + 50 cm - Batu giring - Sepanjang tebing + 500m - + 60 org 2 Gunungsari-Groyogan Ds. Sambirejo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 1 = 1 3 x 2 = 6 45 (Sedang)
2 – 4 m + 4 m 4 – 5 m 80 – 90o 6 – 15 m Truk double
enkle Kelas 3 Jalan masuk
rusak berat - Tanaman semak rapat - Soil 0,5 – 1 m - Batu pecah - Sepanjang tebing + 300m - + 15 truk/hari 3 Gunungsari Ds. Sambirejo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 3 = 3 3 x 2 = 6 46 (Sedang)
2 – 3 m > 8 m 5 – 8 m 90o 5 m Truk double
enkle Jalan aspal desa rusak - Serpihan untuk menutupi lubang - Pisang dan ketela - Batu giring - Luasan 5 x 10 m - 3 org 4 Lemahbang Ds. Gayamharjo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 2 = 6 46 (Sedang)
5 Losari Ds. Wukirharjo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
1 m > 8 m > 5 m 90o 5 – 8 m Truk double
enkle Aspal desa rusak sedang - Ditanami pisang, singkong, empon, rumput (tnman rapat)
- Luasan 60 x 10 m - Batu hias/ giring - 10 org
Penambangan No Lokasi
Waktu
Pra Penambanga
n Batas Tepi Galian
Kedalaman dr Permk. Awal Relief Dasar Galian dr Topo. Terendah Lereng Tebing Galian Tinggi Dinding Galian Pengangkutan
galian Kondisi Jalan
Pasca Tambang Keterangan
Bobot 1 4 3 3 3 2 1 3 Jumlah Skor
Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 2 = 6 46 (Sedang)
1 - 2 m > 10 m > 5 m 90o > 6 m Truk double
enkle Jl desa rusak sedang - Batu hias - Luasan 6 x 5 m
- + 5 org 6 Nawungan
Ds. Gayamharjo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 3 = 9 49 (Rusak)
2 - 3 m > 7 m > 8 m 80 – 90o 5 – 8 m Truk double
enkle Aspal sedikit rusak - 5 lokasi (@ +25 m2)
- Batu hias - @ + 4 org 7 Gambirsawit Ds. Gayamharjo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 3 = 3 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 2 = 2 3 x 3 = 9 49 (Rusak)
3 – 4 m > 10 m 5 – 10 m 30 – 50o 4 – 10 m Truk double
enkle Bagus - Pecahan besar utk teras
- Serpihan utk tutup lubang
- Utk Batu pecah - Hampir satu bukit
(500 x 200 m) - + 20 org 8 G. Cilik, Klumprit Ds. Wukirharjo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 2 = 6 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 1 = 1 3 x 2 = 6 41 (Sedang)
- > 8 m 8 – 10 m 50 – 70o + 7 m Truk double
enkle Tepi jalan raya Losari – Sambirejo (bagus) - Batu pecah - Luasan 30 m2 9 Mlakan Ds. Sambirejo Kec. Prambanan 25 Mei 2005
Bobot x Skor 1 x 2 = 2 4 x 1 = 4 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 3 x 3 = 9 2 x 2 = 4 1 x 1 = 1 3 x 3 = 9 47 (Sedang)
- > 7 m 8 m 70 – 90o 10 – 15 m Truk double
enkle Aspal bagus, jalan setapak rusak - Batu pecah - Sepanjang tebing 100 – 150 m 10 Mlakan 2 Ds. Sambirejo Kec. Prambanan 25 Mei 2005