• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP PAD DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP PAD DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN WILAYAH PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI PAJAK KENDARAAN BERMOTOR TERHADAP

PAD DAN DAMPAKNYA BAGI PENGEMBANGAN WILAYAH

PROVINSI SUMATERA UTARA

Herliene Yudhah Altius*, Erlina**, dan H.B. Tarmizi **

*Alumni PWD SPs USU **Dosen FE/PWD SPs USU

Abstract: The purpose of this study was to analyze the contribution of the motor

vehicle tax to PAD, North Sumatera, and analyze the effect of taxes on motor vehicles to the development of the province of North Sumatera. The method used is descriptive analysis and quantitative analysis using simple regression. The data used are secondary data time series since 2001 until 2012, from the Department of Revenue, North Sumatera. The results showed that during the period 2001 – 2012, the contribution of the motor vehicle tax to PAD North Sumatera province ranged 25 – 33%. In 2001, motor vehicle tax contribution to PAD North Sumatera province by 33.58% and in 2012 to 29.83%. It means that the decline in contribution of 3.75%. Motor vehicle tax has positive influence on the development of the province of North Sumatera, where if the motor vehicle tax revenues, the per capita GDP of North Sumatera province will also increase. R2 value of 0,96 obtained by means of 96% change in per capita income of North Sumatera Province impacted by changes in the motor vehicle tax.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara, dan menganalisis pengaruh pajak kendaraan bermotor terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan menggunakan regresi sederhana. Data yang digunakan adalah data sekunder runtun waktu (time series) mulai tahun 2001 s/d 2012, dari Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama periode tahun 2001 – 2012, kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara berkisar 25 – 33%. Pada tahun 2001, kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara sebesar 33.58% dan pada tahun 2012 menjadi 29.83%. Artinya terjadinya penurunan kontribusi sebesar 3.75%. Pajak kendaraan bermotor berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara, dimana apabila penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, maka PDRB Perkapita Provinsi Sumatera Utara juga akan meningkat. Nilai R2 diperoleh sebesar 0,96 artinya sebesar 96% perubahan pendapatan perkapita Provinsi Sumatera Utara dipengaruhi oleh perubahan Pajak Kendaraan Bermotor.

Kata kunci: pajak kendaraan bermotor, pengembangan wilayah PENDAHULUAN

Pembangunan nasional dewasa ini meliputi segala bidang dan tentunya perlu mendapatkan perhatian serius baik dari pihak pemerintah pada khususnya maupun masyarakat pada umumnya. Pembangunan itu sendiri hanya dapat dilaksanakan apabila ada dana yang tersedia. Dana tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dari dalam maupun luar negeri, baik sektor swasta maupun pemerintah. Salah satu sumber penerimaan dari dalam negeri adalah dari sektor pajak yang merupakan

bentuk pengabdian dan peran serta langsung masyarakat dalam rangka mensukseskan pembangunan nasional, juga merupakan salah satu bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pembangunan yang berhasil dirasakan oleh rakyat sebagai perbaikan tingkat taraf hidup pada segenap golongan masyarakat akan meningkatkan kesadaran mereka akan arti penting pembanguan dan mendorong masyarakat berperan aktif dalam pembangunan.

(2)

Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah memberikan kesempatan untuk menyelenggarakan otonomi daerah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah mencakup kewenangan pemerintahan, mulai dari sistem perencanaan, pembiayaan maupun pelaksanaannya.

Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka dikenal pula istilah desentralisasi fiskal. Desentralisasi fiskal berarti pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan diberlakukannya kebijakan desentralisasi fiskal, maka daerah diberikan kebebasan untuk mengatur sistem pembiayaan dan pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi dan kapasitasnya masing-masing.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mengisyaratkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan sumber penerimaan daerah yang dimilikinya sesuai dengan aspirasi masyarakat daerah. Untuk melaksanakan dan menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan daerah untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah harus mampu menggali sumber-sumber keuangan sendiri agar dapat melaksanakan fungsinya secara efektif dan efisien, yakni dalam bidang pemerintahan dan pelayanan umum kepada masyarakat.

Dalam rangka menyelenggarakan rumah tangganya sendiri, pemerintah daerah memerlukan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus

mengoptimalkan sumber-sumber

penerimaan daerah dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sumber penerimaan daerah terdiri dari :

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD); b. Dana perimbangan; dan

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu indikator yang menentukan derajat kemandirian suatu daerah. Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah maka semakin rendah tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Sebaliknya, semakin rendah penerimaan PAD suatu daerah maka semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah pusat. Hal ini dikarenakan PAD merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari dalam daerah itu sendiri.

Target penerimaan PAD Provinsi Sumatera Utara selama periode tahun 2000 hingga 2012 terus mengalami peningkatan, yaitu dari Rp. 153.348.905.000,00 pada tahun 2000 meningkat menjadi Rp. 4.372.231.640.122,00 pada Desember 2012. Namun dari persentasi realisasi terhadap target mengalami penurunan dari 166,34 persen pada tahun 2000 menjadi 92,88 persen hingga Desember 2012. Peningkatan realisasi penerimaan PAD Provinsi Sumatera Utara tersebut mengindikasikan bahwa potensi daerah yang ada di Provinsi Sumatera Utara dapat memberikan kontribusi yang maksimal dari tahun ke tahun sehingga pemanfaatannya dapat semakin dioptimalkan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 adalah: 1) Pajak Daerah; 2) Retribusi Daerah; 3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan 4) Lain-lain PAD yang sah. Dalam upaya menciptakan kemandirian daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi faktor yang sangat penting dimana PAD akan menjadi sumber

(3)

dana dari daerah sendiri. Namun demikian, realitas menunjukkan bahwa PAD hanya mampu membiayai belanja pemerintah daerah yang paling tinggi sebesar 20% (Kuncoro, 2007). Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat masih cukup tinggi. Apabila pemerintah terlalu menekankan pada perolehan PAD, maka masyarakat akan semakin terbebani dengan berbagai pajak dan retribusi dengan maksud “pencapaian target” (Widjaja, 2005).

Menurut UU No. 28 Tahun 2009, pajak daerah secara garis besar dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu pajak daerah yang dipungut Pemerintah Daerah Tingkat Provinsi (Pajak Provinsi), berupa pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok, dan pajak daerah yang dipungut oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, berupa pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, dan BPHTB. Sedangkan, retribusi daerah menurut UU No. 28 Tahun 2009 yaitu jasa umum dan jasa usaha. Dengan demikian pajak kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber pendapatan provinsi.

Selama periode 2000 – 2012, terjadi peningkatan target dan realisasi penerimaan pajak kendaraan bermotor di Sumatera Utara, yang mengindikasikan bahwa penerimaan pajak kendaraan bermotor memberikan kontribusi yang terus meningkat terhadap PAD.

Dalam pengelolaan keuangan daerah, faktor kemampuan daerah merupakan hal yang penting, khususnya dalam era otonomi daerah. Kemampuan keuangan dan anggaran daerah pada dasarnya adalah kemampuan dari pemerintahan daerah dalam meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerahnya. Disini akan lebih mengarah pada aspek kemandirian dalam bidang keuangan, biasanya diukur dengan desentralisasi fiskal atau otonomi fiskal daerah, yang dapat diketahui melalui perhitungan kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap total

APBD serta kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD (Susetyo, 2008).

Aspek ekonomi adalah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Diantara berbagai indikator ekonomi, indikator mengenai pendapatan masyarakat di suatu wilayah merupakan indikator terpenting. Dengan demikian pengembangan wilayah dapat dilihat dari pendapatan perkapita masyarakat di suatu wilayah, dimana pengembangan wilayah ini merupakan dampak dari pembangunan yang dilaksanakan berdasarkan ketersediaan dana.

METODE

Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) bersumber dari Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara dan sumber-sumber lainnya yaitu jurnal-jurnal dan hasil penelitian. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD

Pada hakekatnya penyelenggaraan pemerintah ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public service). Pemerintah yang baik cenderung menciptakan terselenggaranya fungsi pelayanan publik dengan baik pula. Sebaliknya, pemerintah yang buruk mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak akan terselenggara dengan baik pula. Prinsip tata pemerintahan yang baik, tidak hanya terbatas pada penggunaan perundang-undangan yang berlaku, melainkan dikembangkan dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang baik yang tidak hanya melibatkan pemerintah atau negara (state) semata, tetapi harus melibatkan sistem birokrasi maupun ekstern birokrasi.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan indikator penting yang dinilai sebagai tingkat kemandirian pemerintah daerah di bidang keuangan. Semakin tinggi peran Pendapatan Asli Daerah (PAD)

(4)

dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), mencerminkan keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan serta pemerintah. Dengan meningkatnya pendapatan asli daerah, akan mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap subsidi atau bantuan dari pemerintah pusat. Selain itu pemerintah daerah akan lebih leluasa membelanjakan penerimaan sesuai dengan prioritas pembangunan yang sedang dilaksanakan di daerahnya.

Pendapatan Asli Daerah dari sektor Pajak Daerah merupakan salah satu primadona daerah karena memberikan kontribusi yang cukup besar. Selama periode tahun 2001 – 2012, kontribusi pajak kendaraan bermotor terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara berkisar 25 – 33%, dimana pada tahun 2012 sebesar 29,83%, Hal ini menunjukkan bahwa pajak kendaraan bermotor memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara, sehingga penerimaan dari pajak kendaraan bermotor menjadi salah satu sumber utama PAD Provinsi Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunus (2010) bahwa PAD memiliki peran penting dalam rangka pembiayaan pembangunan di daerah. Berdasarkan pada potensi yang dimiliki

masing-masing daerah, peningkatan dalam penerimaan PAD ini akan dapat meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Seiring dengan perkembangan perekonomian daerah yang semakin terintegrasi dengan perekonomian nasional dan internasional, maka kemampuan daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber penerimaan PAD menjadi sangat penting.

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2011 hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor diserahkan kepada Kabupaten/Kota sebesar 30% (tiga puluh persen) pembagian sebagaimana dimaksud dibagi sebesar 30% (tiga puluh persen) berdasarkan pemerataan dan sebesar 70% (tujuh puluh persen) berdasarkan potensi seperti dijelaskan melalui gambar 4.8 di bawah ini. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor juga paling sedikit 10% (sepuluh persen), termasuk yang dibagi hasilkan kepada Kabupaten/Kota, dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan modal dan sarana transportasi umum. Dasar pedoman alokasi bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor kepada pemerintah Kabupaten/Kota Se-Sumatera Utara adalah Peraturan Gubernur Sumatera Utara yang setiap tahunnya berubah mengikuti potensi masing-masing wilayah Kabupaten/Kota.

(5)

Berdasarkan ketentuan bagi hasil terhadap Kabupaten/Kota tersebut, maka dapat ditentukan besarnya bagi hasil berdasarkan UPT, sebagai berikut:

Tabel 1. Perkiraan Besaran Bagi Hasil PKB berdasarkan UPT, 2010 – 2011

No. UPT PKB (Rp) Bagi Hasil (Rp)

2010 2011 2010 2011 1 Medan Utara 433,816,131,328 557,561,896,941 90,549,329,852 116,430,962,073 2 Medan Selatan 117,207,292,333 151,251,865,830 26,056,109,348 33,665,608,736 3 Rantau Prapat 28,103,292,161 38,185,553,621 7,905,624,513 10,634,000,939 4 Aek Kanopan 3,521,883,580 5,170,208,759 2,898,391,585 3,908,775,190 5 Kota Pinang 7,021,744,968 10,591,826,504 3,611,313,350 5,013,158,725 6 P. Siantar 36,067,306,051 48,489,587,558 9,527,894,143 12,732,932,652 7 Perdagangan 3,132,027,798 5,489,731,964 2,818,977,963 3,973,862,067 8 Kisaran 25,070,202,761 32,974,606,437 7,287,784,203 9,572,530,997 9 Lima Puluh 1,699,895,773 4,757,509,990 2,527,252,669 3,824,708,451 10 Lubuk Pakam 22,146,739,442 29,257,411,662 6,692,274,725 8,815,338,422 11 Binjai 20,858,737,330 27,059,631,253 6,429,908,694 8,367,650,552 12 Tebing Tinggi 14,080,843,817 18,519,146,492 5,049,251,786 6,627,953,807 13 Sergei 4,460,363,802 7,354,289,053 3,089,560,007 4,353,672,346 14 Stabat 12,015,093,244 12,881,542,380 4,628,458,394 5,479,573,849 15 P. Brandan 5,492,124,984 7,325,804,435 3,299,729,759 4,347,870,030 16 P. Sidempuan 12,742,498,550 18,282,851,876 4,776,630,855 6,579,820,593 17 Sibuhuan 1,368,908,521 1,970,078,229 2,459,830,566 3,256,908,601 18 Gunung Tua 934,168,400 1,290,075,269 2,371,274,003 3,118,391,998 19 Kabanjahe 11,162,157,030 14,787,223,450 4,454,715,287 5,867,761,083 20 Sibolga 7,602,761,305 10,821,640,152 3,729,666,378 5,059,971,765 21 Barus 580,940,474 1,080,752,241 2,299,321,475 3,075,752,898 22 Gunung Sitoli 6,189,301,176 8,955,970,159 3,441,744,550 4,679,934,788 23 Teluk Dalam 762,404,963 1,326,933,249 2,336,285,791 3,125,899,969 24 Tanjung Balai 5,383,440,027 6,358,520,412 3,277,590,634 4,150,834,274 25 Tarutung 3,831,311,238 5,231,072,495 2,961,421,999 3,921,173,133 26 Dolok Sanggul 1,535,203,674 2,309,543,364 2,493,704,889 3,326,057,649 27 Panyabungan 4,400,839,271 5,958,118,219 3,077,434,860 4,069,272,347 28 Natal 741,891,225 1,151,448,808 2,332,107,143 3,090,153,788 29 Balige 3,519,169,136 4,233,454,171 2,897,838,653 3,717,958,281 30 Pangururan 485,452,767 1,386,596,345 2,279,870,629 3,138,053,342 31 Sidikalang 3,254,891,544 4,337,990,511 2,844,005,308 3,739,252,333 32 Pakpak Bharat 255,251,739 374,693,385 2,232,978,679 2,931,928,709 Jumlah 799,444,270,412 1,046,727,575,214 232,638,282,690 304,597,724,387 Bagi Hasil 97% 775,460,942,300 1,015,325,747,958 Kab/Kota 30% 232,638,282,690 304,597,724,387 Potensi 70% 162,846,797,883 213,218,407,071 Pemerataan 30% 69,791,484,807 91,379,317,316 Sumber: Hasil Analisis, 2013.

(6)

Berdasarkan perkiraan bagi hasil tersebut, bahwa UPT yang menghasilkan PKB yang lebih besar akan memperoleh dana bagi hasil yang lebih besar, sehingga dana PKB untuk daerah kabupaten/kota lokasi UPT tersebut juga akan lebih besar.

2. Pengaruh Pajak Kendaraan

Bermotor terhadap Pengembangan Wilayah

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa PAD memiliki peran penting dalam rangka pembiayaan pembangunan di daerah, maka kebijakan pajak umumnya secara makro dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan pertumbuhan penerimaan pajak daerah serta bermanfaat bagi masyarakat. Kebijakan pajak adalah alat perpajakan pemerintah daerah yang berfungsi sebagai peraturan pelaksanaan maupun pedoman bagi pelaksana di lapangan sehingga dapat membantu wajib pajak dengan pasti melaksanakan kewajiban perpajakannya.

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan dari Pajak Kendaraan Bermotor periode sebelumnya terhadap PDRB Perkapita Provinsi Sumatera Utara, dengan pengaruh positif artinya semakin meningkat penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor, maka PDRB Perkapita Provinsi Sumatera Utara juga akan meningkat.

Dengan demikian bahwa kebijakan pajak kendaraan bermotor telah memenuhi 2 unsur yaitu: a. sebagai alat untuk mengalokasikan sumber-sumber dana yang ada di kelompok atau institusi tertentu guna mendukung program pemerintah; b. mendorong pertumbuhan ekonomi, artinya kebijakan didesain khusus agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang cepat sesuai dengan sasaran pemerintah daerah.

Prinsip kebijakan pajak merupakan suatu sistem pajak terhadap kegiatan ekonomi makro dan mikro yang harus bersifat netral, agar terdapat pengalokasian sumberdaya yang optimal sesuai dengan keadaan atau dinamika pasar. Hal ini juga mendorong atau mengendalikan kehidupan

ekonomi khususnya dapat mendorong investasi sehingga dapat meningkatkan penerimaan negara yang diperoleh dari penerimaan pajak. Prinsip ini perlu diikuti dengan prinsip kebijakan administrasi yang baik meliputi, antara lain: sedikit penggunaan atau beban formulir perpajakan, jelasnya aturan dalam menetapkan pajak yang terhutang, mudah untuk kepentingan pemeriksaan, bersifat obyektif dalam pemeriksaan restitusi, dan sistem yang digunakan.

Menurut Sunarto (2005), tax policy dengan tax adminitration merupakan hubungan inextricably related. Hubungan ketergantungan kuat satu sama lainnya. Keberhasilan dari pembuatan suatu tax policy haruslah diikuti dengan perhatian dalam pelaksanaan administrasinya, dan ukuran dalam meningkatkan admnistrasi pajak haruslah dapat menolong pembuatan pelaksanaan tax policy yang didesain secara lebih efektif. Koordinasi kedua aktivitas tersebut berpengaruh buruk terhadap kelancaran dan kelangsungan atas proses perpajakan daerah yang telah dijalankan.

Menurut Rustiadi, dkk (2011), bahwa salah satu indikator perkembangan wilayah berdasarkan tujuan pembangunan adalah pendapatan wilayah, dimana salah satu indikatornya adalah PDRB perkapita. Dengan demikian sebagaimana menurut Rustiadi, dkk tersebut, bahwa penerimaan pajak kendaraan bermotor berdampak positif terhadap pengembangan wilayah di Provinsi Sumatera Utara karena berpengaruh positif signifikan terhadap PDRB perkapita dan terus meningkat.

Dana bagi hasil PKB digunakan untuk pembangunan di daerah, salah satu wujud pembangunan adalah infrastruktur jalan. Berdasarkan perkiraan besaran dana bagi hasil PKB pada UPT yang secara jelas meliputi wilayah kabupaten/kota tertentu dapat dihubungkan dengan panjang jalan di kabupaten/kota tersebut. Dalam penelitian ini tidak semua kabupaten/kota dianalisis, karena UPT di daerah tersebut juga meliputi daerah (kabupaten/kota lain).

(7)

Tabel 2. Perkiraan Besaran Bagi Hasil PKB berdasarkan Kabupaten/Kota dan Panjang Jalan Dalam Kondisi Baik pada Kabupaten/Kota, 2010 – 2011

No. Kabupaten/Kota PKB (Rp) Bagi Hasil (Rp)

2010 2011 2010 2011 1 Mandailing Natal 3,077,434,860 4,069,272,347 320.36 368.65 2 Tapanuli Utara 2,961,421,999 3,921,173,133 241.53 352.43 3 Toba Samosir 2,897,838,653 3,717,958,281 412.43 465.80 4 Labuhan Batu 7,905,624,513 10,634,000,939 262.00 262.00 5 Dairi 2,844,005,308 3,739,252,333 314.38 319.95 6 Karo 4,454,715,287 5,867,761,083 306.09 353.03 7 Deli Serdang 6,692,274,725 8,815,338,422 2,226.13 2,320.06 8 Langkat 7,928,188,153 9,827,443,878 245.83 245.83 9 Nias Selatan 2,336,285,791 3,125,899,969 144.00 147.65 10 Humbang Hasundutan 2,493,704,889 3,326,057,649 424.69 471.50 11 Pakpak Bharat 2,232,978,679 2,931,928,709 328.74 339.50 12 Samosir 2,279,870,629 3,138,053,342 288.29 291.91 13 Serdang Bedagai 3,089,560,007 4,353,672,346 504.89 592.12 14 Sibolga 3,729,666,378 5,059,971,765 28.84 28.84 15 Tanjung Balai 3,277,590,634 4,150,834,274 146.79 187.67 16 Pematang Siantar 9,527,894,143 12,732,932,652 217.70 331.76 17 Tebing Tinggi 5,049,251,786 6,627,953,807 202.69 202.69 18 Medan 116,605,439,200 150,096,570,809 2,980.20 2,980.20 19 Binjai 6,429,908,694 8,367,650,552 265.10 239.61 20 Padangsidempuan 4,776,630,855 6,579,820,593 155.73 155.73 21 Gunung Sitoli 3,441,744,550 4,679,934,788 49.00 49.00

Sumber: Hasil Analisis, 2013 dan BPS Sumatera Utara, 2011 – 2012.

Selanjutnya dilakukan analisis untuk menguji pengaruh dana bagi hasil PKB terhadap panjang jalan (Lampiran 5) dengan hasil sebagai berikut:

Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate 1 .783a .613 .603 453.38528

a. Predictors: (Constant), PKB (Rp. Juta)

Nilai R2 diperoleh sebesar 0,613 artinya sebesar 61.3% perubahan panjang jalan dengan kondisi baik di kabupaten/kota dipengaruhi oleh perubahan bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor yang diterima kabupaten/kota tersebut. Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:

Y = 269,572 + 0,020 PKB

Hasil analisis uji signifikansi menunjukkan sebagai berikut:

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 269.572 75.457 3.573 .001 PKB (Rp. Juta) .020 .003 .783 7.957 .000

a. Dependent Variable: Jalan (km)

Hasil analisis menunjukkan nilai t-hitung sebesar 7,957 dengan signifikansi 0,00. Artinya bahwa terdapat pengaruh

signifikan dari bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor terhadap panjang jalan dengan kondisi baik di kabupaten/kota penerima dana bagi hasil. Koefisien regresi bernilai positif, artinya bahwa semakin meningkat penerimaan bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor, maka panjang jalan dengan kondisi baik juga akan meningkat. Nilai koefisien regresi sebesar 0,02 berarti bahwa setiap peningkatan penerimaan bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor sebesar Rp. 1 juta, maka panjang jalan dengan kondisi baik akan meningkat sebesar 0,02 km (20 m).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Selama periode tahun 2001 – 2012, kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara berkisar 25 – 33%. Pada tahun 2001, kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara sebesar 33.58% dan pada tahun 2012 menjadi 29.83%. Artinya terjadinya penurunan kontribusi sebesar 3.75%.

2. Pajak Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap pengembangan wilayah Provinsi

(8)

Sumatera Utara, dimana apabila penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor meningkat, maka PDRB Perkapita Provinsi Sumatera Utara juga akan meningkat. Penerimaan bagi hasil Pajak Kendaraan Bermotor juga berpengaruh positif terhadap panjang jalan baik di kabupaten/kota.

SARAN

Sehubungan dengan hasil penelitian, maka disarankan sebagai berikut:

1. Memperhatikan kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor yang cukup besar terhadap PAD Provinsi Sumatera Utara, kepada Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara diharapkan untuk dapat meningkatkan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor setiap tahunnya, sehingga akan semakin meningkatkan sumber pendanaan untuk pembangunan daerah.

2. Sesuai dengan pengaruh positif Pajak Kendaraan Bermotor terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara, dapat dijadikan sebagai alat promosi oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurahman, Benjamín. 2005. Regional Management & Regional Marketing, IAP Jawa Tengah, Semarang.

Alkadri, dkk. (editor). 2001. Tiga Pilar dalam Pengembangan Wilayah: Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia, Teknologi. BPPT, Jakarta.

Ambardi, Urbanus dan Socia Prihawantoro. (editor). 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah: Kajian Konsep dan Pengembangan. BPPT, Jakarta

Budiharsono. 2002. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Pradnya Paramita, Jakarta. Elmi, Bachrul, 2004. Analisa Pembiayaan

Pembangunan Prasarana Ekonomi di Kabupaten Musi Banyuasin 2003 – 2006. Kajian Ekonomi dan

Keuangan, Volume 8, Nomor 2, Juni.

Elmi, Bachrul dan Ika, Syahrir, 2002. Hutang Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah Otonom. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 6, Nomor 1, Maret.

Ersady, Novita, 2010. Kontribusi Dan Potensi Pajak Kendaran Bermotor Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2005 – 2008. Thesis, Fisip Universitas Diponegoro, Semarang.

Friedman, John and Allonso. 2008. Regional Economic Development and Planning. Mars. MIT Press. Gujarati, Damodar. 2004. Ekonometrika

Dasar. Erlangga, Jakarta.

Insukrindo, 1995. Ekonomi, Uang dan Bank: Teori dan Pengalaman Indonesia. BPFE, Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Perpajakan Edisi Revisi

2002. Andi, Yogyakarta.

Rahdina, D. P. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Kota Depok Pada Era Otonomi Daerah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Rosdiana, H., dan R. Tarigan. 2005. Perpajakan: Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ruswandi, Rina Rahmawati, 2009. Analisis pengaruh pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah di Kabupaten Sumedang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Rustiadi, Ernan, 2006, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, edisi Mei 2006, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Rustiadi, Ernan; Saefulhakim, Sunsun dan Dyah R. Panuju, 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Crestpent Pres dan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.

Saragih, J. P. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Siahaan, M. P. 2005. Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

(9)

Sinaga, B. M. dan H. Siregar. 2005. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah di Indonesia. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Triutomo, Sugeng. 2001. Pengembangan Wilayah Melalui Pembentukan Kawasan Ekonomi Terpadu dalam Tiga Pilar Pengembangan Wilayah,

BPPT, Jakarta.

Umar, Husein, 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Edisi Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Yunus, Abdul Thalib, 2010. Analisis Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pendapatan Asli Daerah Pada Kabupaten Bone Bolango di Provinsi Gorontalo. Jurnal Economic Resources, Vol.11 No.30, Februari 201.

Gambar

Gambar 1. Skema Bagi Hasil Pajak Kendaraan Bermotor

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt yang telah memberi kekuatan dan inspirasi karena berkat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi

Pada penulisan ilmiah ini mencoba mengangkat masalah dalam hal pembuatan aplikasi penjualan pada kasir Neckcut BarberShop dan Distro sebagai efesiensi operasional untuk

Government-owned spider systems of schooling arose more than a century ago to prepare children for the “modern.” Or, as Margaret Mead put it presciently in 1943, their purpose was

To examine how the e€ective return period for extreme high precipitation amounts would change as the parameters of the chain-dependent process change (i.e., probability of a wet

Siswa mampu menentukan lanjutan arti hadits tentang kebersihan Siswa mampu menyebutkan benda yang digunakan untuk mandi Siswa mampu menyebutkan benda yang digunakan untuk

Table 3 shows the change point years and their signi®cance probability for the eight precipitation stations for the annual, March and October time series.. From these tables the

The captured data is processed for various purposes illustrated with three case studies: the first one is as-built BIM for a historic building based on registered point

Saya masih bisa bergurau dengan rekan kerja, walaupun saya sedang menghadapi masalah yang sangat berat.. Jika rekan kerja saya sedih, saya tidak merasa ikut sedih karena saya