• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Istri Yang Bekerja Dalam Keluarga

Peranan atau peran adalah pola perilaku yang dikaitkan dengan status atau kedudukan. Setiap manusia yang menjadi warga suatu masyarakat senantiasa mempunyai status atau kedudukan dan peranan. Peranan ini dapat diibaratkan dengan peran yang ada dalam suatu sandiwara yang para pemainnya mendapatkan tugas untuk memainkan sebagian atau seluruh bagian cerita yang menjadi tema sandiwara tersebut (Soekanto, 1982).

Perempuan yang telah menikah mempunyai peran dalam keluarga inti sebagai istri, sebagai pengurus rumah tangga dan sebagai pencari nafkah. Pada umumnya dirasakan sebagai tugas utama dari seorang perempuan yang terkait dalam gambaran perkawinan umumnya. Dalam tiga peran tersebut, perempuan memberikan diri sepenuhnya demi kesejahteraan bagi keluarganya.

Dalam keluarga peran istri terbagi atas tiga yakni; Pertama, peran produktif yaitu peran yang berkaitan dengan kegiatan yang menghasilkan ekonomi atau uang yaitu dengan bekerja di sektor publik seperti guru, pegawai, karyawan, dan sejenisnya. Kedua, peran reproduktif yaitu peran yang berkaitan dengan keberlangsungan keluarga dan berkaitan dengan sektor domestik seperti menjaga dan memelihara kebersihan rumah, memutuskan untuk memiliki anak, dan yang ketiga adalah peran sosial kemasyarakatan yaitu peran di lingkungan kerja dan sekitarnya, seperti ikut berbagai aktivitas di luar rumah seperti arisan, dharma wanita, kegiatan kerohanian, perkumpulan marga dan sejenisnya.

(2)

12

Dari segi peran, pembagian peran perempuan dapat dibagi atas:

Peran tradisi, peran yang menempatkan perempuan dalam fungsi reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan dan mengurus anak, serta mengayomi suami). Hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian kerja sangat jelas, yaitu perempuan di rumah dan lelaki di luar rumah.

Peran transisi, mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan.

Dwiperan, memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, peran domestik-publik sama penting. Dukungan moral suami pemicu ketegaran atau sebaliknya pemicu keresahan atau bahkan menimbulkan konflik terbuka atau terpendam.

Peran Egalitarian, menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan keluarga.

Peran Kontemporer, adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri dalam kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dari dominasi pria yang belum terlalu peduli pada kepentingan perempuan mungkin akan meningkatkan populasinya.

(3)

13

2.2 Pola Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga

Keputusan adalah sesuatu yang telah ditetapkan setelah dilakukan pertimbangan, dipikirkan atau telah disetujui. Keputusan dapat diartikan sebagai penentuan sebuah pilihan atau arah tindakan tetentu. Pemikiran mengenai pola pengambilan keputusan dalam keluarga sangat berguna untuk melihat bagaimana terjadinya struktur dalam keluarga, secara lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang dianggap paling berhak untuk mengambil keputusan dalam keluarga atau atas dasar apa kekuasaannya (penghasilan, pendidikan, usia dan sebagainya). Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi kehidupan keluarga itu, dalam hal ini dapat diketahui apakah kekuasaan antara suami istri sama atau tidak.

Pola pengambilan keputusan (decision making) dalam suatu keluarga menggambarkan bagaimana struktur atau pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Menurut Scanzoni dan Scanzoni (Sajogyo,1983) metode yang digunakan untuk mengukur kekusaan dalam perkawinan/keluarga (marital power atau family power) adalah dengan mengetahui siapa yang mengambil keputusan terakhir tentang sejumlah persoalan dalam keluarga.

Cromwell dan Olson (Ihromi, 1990) mengemukakan 3 bidang yang berbeda untuk menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga (family power), yaitu:

1. Sumber/dasar kekuasaan (bases of family power),

2. Proses kekuasaan dalam keluarga (famili power processes) 3. Hasil kekuasaan dalam keluarga (family power outcomes)

(4)

14

Dari ketiga bidang ini, yang termasuk ke dalam masalah pengambilan keputusan adalan bidang kedua dan ketiga, dalam arti pengambilan keputusan adalah perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil interaksi di antara para anggota keluarga untuk saling mempengaruhi (bidang kedua), serta sekaligus juga menunjuk pada hasil atau akibat dari struktur kekuasaan dalam keluarga tersebut, seperti siapa yang membuat/mengambil keputusan dalam keluarga (bidang ketiga). Menurut Safilios-Rotschild untuk melihat struktur kekuasaan dalam keluarga dapat terlihat dari proses pengambilan keputusan, yaitu tentang siapa yang mengambil keputusan, bagaimana frekuensinya dan sebagainya.

Berkaitan dengan perempuan/istri sebagai pengambil keputusan, sampai saat ini masih terdapat anggapan bahwa perempuan tidak mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan di dalam maupun di luar keluarga. Norma yang pada umumnya diakui menyatakan bahwa yang paling menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kaum laki-laki /suami.

Pada kenyataannya, terdapat berbagai variasi tentang soal pengambilan keputusan dalam keluarga. Adakalanya perempuan/istri tidak diikutsertakan, namun adakalanya justru wanita yang menentukan dalam pengambilan keputusan. Banyak pula keputusan dalam keluarga dilakukan bersama-sama antara suami-istri. Berbagai faktor mempengaruhi peranan perempuan/istri dalam persoalan pengambilan keputusan, antara lain seperti adanya pemikiran di masyarakat mengenai keterkaitannya dengan budaya yang ada. Sehingga membedakan dua sektor kegiatan dalam masyarakat, yaitu sektor publik dan sektor domestik. Sektor domestik adalah bidang untuk perempuan/istri, yaitu lingkungan dirumah tangga

(5)

15

saja, sedangkan sektor publik adalah bidang untuk laki-laki/suami yaitu di luar lingkungan rumah tangga sebagai pencari nafkah untuk keluarga.

Selain itu ada faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi peranan perempuan/istri dalam pengambilan keputusan (Sajogyo, 1982), yaitu:

1. Proses sosialisasi, dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola, nilai dan tingkah laku dalam masyarakat dimana ia hidup. Keluarga sebagai lingkungan sosial pertama memperkenalkan perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan mulai dari cara memperlakukan, cara bersikap, peran-peran yang diperkenalkan dan harus dilakukan sebagai anak laki-laki dan perempuan. Hal-hal yang seperti ini lah berpengaruh terhadap peranan anak laki-laki maupun perempuan dalam mengambil keputusan.

2. Pendidikan, dengan pendidikan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap cara berpikir yang lebih luas berdasarkan pengalaman dan wawasan yang mungkin tidak didapat dalam keluarga.

3. Latar belakang perkawinan, pengaruh latar belakang perkawinan terhadap pengambilan keputusan istri dalam keluarga adalah kesepakatan antara suami-istri untuk membentuk sebuah keluarga yang siap menerima satu sama lain, yang diawali dengan perkenalan dan kesamaan tujuan ke depan.

4. Kedudukan dalam masyarakat, kedudukan yang dimiliki perempuan dalam masyarakat secara tidak langsung akan terbawa dalam keluarga dan berpengaruh terhadap perannya dalam keluarga.

Dalam perspektif proses orientasi, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga elemen. Pertama; Konteks merupakan sumber yang nampak dan tidak

(6)

16

nampak, sikap, dan sejarah pasangan yang memiliki peranan dalam proses pengambilan keputusan keluarga. Kedua; Proses merupakan interaksi yang terjadi antara pasangan suami-istri dalam proses pengambilan keputusan keluarga. Ketiga; Hasil menggambarkan perilaku dari pasangan suami istri setelah proses pengambilan keputusan keluarga berakhir. Ketiga elemen ini saling berkaitan satu sama lain sehingga keputusan yang akan diambil dalam keluarga dapat diputuskan. Dengan demikian dapat diihat siapa yang berpengaruh dalam keluarga tersebut.

Sajogyo (1983) mengklasifikasikan peran perempuan sebagai pengambil keputusan di dalam rumah tangga dalam empat aspek yaitu: Pertama, Keputusan di bidang produksi adalah keputusan terkait keterlibatan istri dalam sektor publik atau kegiatan yang menghasilkan nilai ekonomi (materi), dalam hal ini dapat dilihat dari keputusan untuk bekerja dan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan gaji/pendapatan. Kedua, Keputusan di bidang pengeluaran kebutuhan pokok keluarga, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan makan sehari-hari, perumahan (pembelian dan perbaikan), pakaian, pendidikan anak-anak, kesehatan dan pembelian perabot dalam rumah tangga, biasanya dalam hal ini istri lebih mengetahui kebutuhan pokok dalam rumah tangga dibanding suami, sehingga istri akan mendapatkan kepercayaan dari suaminya dalam membuat keputusan untuk membelanjakan semua kebutuhan pokok yang dibutuhkan sehari-hari. Ketiga, Keputusan di bidang pembentukan keluarga seperti keputusan untuk menentukan sekolah anak, penentuan aturan dirumah, memberi bantuan kepada saudara baik dari pihak suami ataupun istri, dan memutuskan untuk berinvestasi. Keempat,

(7)

17

Keputusan di bidang kegiatan sosial yang berupa aktivitas/kegiatan yang berasal dari instansi pemerintah, lembaga keagamaaan, adat dan acara-acara lainnya.

Selain, melakukan pengklasifikasian terhadap bidang-bidang pengambilan keputusan yang ada dalam keluarga, Pudjiwati juga pernah melakukan penelitian tentang siapa yang mengambil keputusan dari masing-masing bidang tersebut yang dilakukan di Pedesaan Jawa Barat yang menjadi salah satu titik tolak dalam penelitian ini. Dimana hasil penelitiannya mengemukakan lima variasi tentang siapa yang menjadi pengambil keputusan dalam keluarga diantaranya, pengambilan keputusan hanya oleh istri, pengambilan keputusan hanya oleh suami, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana suami lebih dominan, pengambilan keputusan oleh suami dan istri bersama dimana istri lebih dominan, pengambilan keputusan seimbang (setara) antara istri dan suami.

Menurut Scanzoni (1983 dalam Daulay, 2001) dalam pandangan modern baik suami dan istri sama-sama mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan keluarga, sehingga terjadi negosiasi dalam proses pengambilan keputusan, hal ini dikarenakan adanya perubahan pengaruh suami- istri dalam pengambilan keputusan keluarga dari pandangan tradisional ke pandangan modern. Dalam pandangan tradisional, suami memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pengambilan keputusan keluarga. Sedangkan dalam pandangan modern suami dan istri sama-sama memiliki pengaruh yang sama dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini terjadi karena adanya perubahan sosial-ekonomi dengan semakin banyaknya pasangan suami- istri yang berpendidikan dan sama-sama bekerja.

(8)

18

Menurut Hopper (1995 dalam Daulay, 2001) bertambahnya jumlah pekerja perempuan yang telah menikah dan berpendidikan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pengambilan keputusan keuangan keluarga. Status pekerjaan seorang istri memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan keluarga karena istri memberikan kontribusi keuangan di dalam pembiayaan rumah tangga. Maka seorang istri memiliki pengaruh dalam proses dan hasil pengambilan keputusan keluarga. Maynard (1985 dalam Daulay, 2001:11) menghubungkan antara pengambilan keputusan pada keluarga dengan bidang finansial, ia mendapatkan hasil penelitian bahwa otoritas yang ada di dalam keluarga erat hubungannya dengan individu yang mendapatkan uang lebih banyak. Hal ini searah dengan hasil studi Burr Ahern dan Knowles (1977 dalam Daulay, 2001:11) bahwa manakala pendapatan istri meningkat sebanding dengan pendapatan suami, maka ada kecenderungan pengaruh istri juga meningkat. Burr dkk juga menemukan bahwa pendapatan merupakan predikator terbaik terhadap power. Dengan demikian hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh (kuasa) istri sebagian besar terletak pada kontribusi relatif perempuan pada pendapatan rumah tangga.

2.3 Teori Kekuasaan

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori kekuasaan Michael Foucault, yang berusaha menganalisis pola relasi suami istri dalam proses pengambilan keputusan dalam keluarga. Kekuasaan menurut Foucault dipandang sebagai relasi-relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan yang mempunyai ruang lingkup strategis. Kekuasaan bukan mekanisme dominasi sebagai bentuk

(9)

19

kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang didominasi atau yang powerful dengan powerless. Dengan demikian, kekuasaan mesti dipaham sebagai bentuk relasi kekuatan yang imanen dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan mesti dipahami sebagai sesuatu yang melanggengkan relasi kekuatan itu yang membentuk rantai atau sistem dari relasi itu atau justru yang mengisolasi mereka dari yang lain dari suatu relasi kekuatan. (Mudhoffir, 2013).

Oleh karena itu, kekuasaan merupakan strategi di mana relasi kekuatan adalah efeknya. Persoalan kekuasaan bukanlah persoalan pemilikan, dalam konteks siapa menguasai siapa atau siapa yangpowerfulsementara yang lain powerless. Kekuasaan itu tersebar, berada di mana-mana (omnipresent), imanen terdapat dalam setiap relasi sosial. Meskipun begitu, kekuasaan tidaklah diberikan, ditukar ataupun dicari, melainkan dilaksanakan dan pelaksanaan ini hanya ada dalam tindakan. (Mudhoffir, 2013).

Kekuasaan merupakan suatu hubungan kekuatan dan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah besar atau rumit susunannya. Hal ini bukan karena kekuasaan itu memiliki kemampuan mengkonsolidasikan segala sesuatu di bawah kondisi ketidaknampakannya, melainkan karena kekuasaan selalu diproduksi dalam setiap momen dan setiap relasi. Kekuasaan itu ada di mana-mana bukan karena ia merengkuh segala sesuatu melainkan karena ia datang dari manapun. (Haryatmoko, 2002).

Selain itu, Foucault juga menyatakan bahwa kekuasaan adalah pengetahuan dan sebaliknya pengetahuan adalah kekuasaan atau lebih jelasnya tidak ada pengetahuan tanpa kekuasaan dan tidak ada kekuasaan tanpa

(10)

20

pengetahuan. Dalam hal ini, kekuasaan dan pengetahuan merupakan dua sisi yang menyangkut proses yang sama. Bagi Foucault, pengetahuan tidak berasal dari salah satu subyek yang mengenal, melainkan dari relasi-relasi kuasa yang menandai subyek itu. Pengetahuan tidak ‘mencerminkan’ relasi-relasi kuasa; pengetahuan tidak merupakan pengungkapan samar-samar dari relasi-relasi kuasa tetapi pengetahuan berada di dalam relasi kuasa itu sendiri. Kuasa memproduksi pengetahuan dan bukan saja karena pengetahuan berguna bagi kuasa, tetapi lebih dari itu pengetahuan dan khususnya ilmu pengetahuan menyediakan kuasa. (Haryatmoko, 2002).

Foucault memusatkan perhatian pada bagaimana orang mengatur dirinya dan orang lain melalui kekuasaan. Dengan pengetahuan maka seseorang bisa membangun kekuasaan dengan menjadikan orang lain sebagai subyek dan mengaturnya dengan pengetahuan yang dimilikinya. (Haryatmoko, 2002).

2.4 Pola Relasi Suami Istri Dalam Keluarga

Menurut Scanzoni dan Scanzoni (1981 dalam Ratih, 2008) relasi suami-istri dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu Owner Property, Head Complement, SeniorJunior Partner, dan Equal Partner.

Pertama, relasi owner property dimana istri adalah milik suami sama seperti uang dan barang berharga lainnya. Tugas suami adalah mencari nafkah dan tugas istri adalah menyediakan makanan untuk suami dan anak-anak dan menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang lain karena suami telah bekerja untuk menghidupi dirinya dan anak-anaknya. Dalam hubungan seperti ini berlaku norma, dimana tugas istri adalah untuk membahagiakan suami dan memenuhi

(11)

21

semua keinginan dan kebutuhan rumah tangga suami, istri harus menurut pada suami dalam segala hal, istri harus melahirkan anak-anak yang akan membawa nama suami, dan istri harus mendidik anak-anaknya sehingga anak-anaknya bisa membawa nama baik suami.

Pada relasi ini, istri dianggap bukan sebagai pribadi melainkan sebagai perpanjangan suaminya saja. Ia hanya merupakan kepentingan, kebutuhan, ambisi, dan cita-cita dari suami. Suami adalah bos dan istri harus tunduk padanya. Bila terjadi ketidaksepakatan, istri harus tunduk pada suami. Dengan demikian akan tercipta kestabilan dalam rumah tangga. Tugas utama istri pada pola seperti ini adalah untuk mengurus keluarga. Karena istri tergantung pada suami dalam hal pencarian nafkah, maka suami dianggap lebih mempunyai kuasa (wewenang). Kekuasaan suami dapat dikuatkan dengan adanya norma bahwa istri harus tunduk dan tergantung pada suami secara ekonomis.

Demikian juga dengan status sosial, status sosial istri mengikuti status sosial suami. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena ia telah menjalankan tugasnya dengan baik. Istri juga bertugas untuk memberikan kepuasan seksual kepada suami. Bila suami ingin melakukan hubungan seksual, istri harus menurut meskipun ia tidak menginginkannya. Suami bisa menceraikan istri dengan alasan bahwa istrinya tidak bisa memberikan kepuasan seksual. Bila istri ingin mengunjungi kerabat atau tetangga, tetapi suami menginginkan ia ada di rumah, istri harus menurut keinginan suami hanya karena normanya seperti itu. Istri tidak boleh memiliki kepentingan pribadi dan kehidupan pribadi istri menjadi hak suami begitu ia menikah, sehingga seakan-akan istri tidak punya hak atas dirinya sendiri.

(12)

22

Kedua, relasi head-complement dimana istri dilihat sebagai pelengkap suami. Suami diharapkan untuk memenuhi kebutuhan istri akan cinta dan kasih sayang, kepuasan seksual, dukungan emosi, teman, pengertian dan komunikasi yang terbuka. Suami dan istri memutuskan untuk mengatur kehidupan bersama secara bersama-sama. Tugas suami masih tetap mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya, dan tugas istri masih tetap mengatur rumah tangga dan mendidik anak-anak. Tetapi suami dan istri kini bisa merencanakan kegiatan bersama untuk mengisi waktu luang. Suami juga mulai membantu istri di saat dibutuhkan, misalnya mencuci piring atau menidurkan anak, bila suami mempunyai waktu luang. Tugas istri yang utama adalah mengatur rumah tangga dan memberikan dukungan pada suami sehingga suami bisa mencapai maju dalam pekerjaannya. Suami mempunyai seseorang yang melengkapi dirinya. Norma dalam perkawinan masih sama seperti dalam ownerproperty, kecuali dalam hal ketaatan.

Dalam relasi ini, suami bisa menyuruh istrinya untuk mengerjakan sesuatu, dan istri harus melakukannya. Tetapi dalam hubungan head-complementsuami akan berkata, “Silakan kerjakan.” Sebaliknya, istri juga berhak untuk bertanya, “Mengapa” atau “Saya rasa itu tidak perlu.” Di sini suami tidak memaksakan keinginannya. Tetapi keputusan terakhir tetap ada di tangan suami, dengan mempertimbangkan keinginan istri sebagai pelengkapnya. Dalam kondisi tertentu, istri bisa bekerja dengan izin suami. Di segi ekspresif, ada perubahan nilai di mana suami dan istri menjadi pacar dan teman. Mereka diharapkan untuk saling memenuhi kebutuhan, tidak hanya semata-mata dalam hal penghasilan, melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, kebutuhan seksual dan anak-anak. Mereka juga diharapkan untuk bisa menikmati kehadiran pasangannya sebagai

(13)

23

pribadi, menemukan kesenangan dari kehadiran itu, saling percaya, dan berbagai masalah, pergi dan melakukan kegiatan bersama-sama.

Dalam relasi ini secara sosial istri menjadi atribut sosial suami yang penting. Istri harus mencerminkan posisi dan martabat suaminya, baik dalam tingkah laku sosial maupun dalam penampilan fisik material. Misalnya, seorang istri pejabat harus juga menjadi panutan bagi para istri anak buah suaminya. Istri juga harus selalu menampilkan diri seperti pakaian, rambut, sepatu, dan perhiasan lainnya sesuai dengan status suami. Dalam hubungan ini, kedudukan istri sangat tergantung pada posisi suami atau ayah sebagai kepala keluarga. Bila posisi suami meningkat, posisi istri pun ikut meningkat. Bila suami dipindah tugaskan, istri dan anak-anak pun ikut serta. Pada pola perkawinan seperti ini, ada dukungan dari istri untuk mendorong suksesnya suami. Usaha istri tersebut biasanya tidak terlihat dan kurang dihargai daripada pekerjaan yang mendapat upah.

Ketiga, relasi senior-junior partner dimana posisi istri tidak lebih sebagai pelengkap suami, tetapi sudah menjadi teman. Perubahan ini terjadi karena istri juga memberikan sumbangan secara ekonomis meskipun pencari nafkah utama tetap suami. Dengan penghasilan yang didapat, istri tidak lagi sepenuhnya tergantung pada suami untuk hidup. Kini istri memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam pengambilan keputusan. Tetapi suami masih memiliki kekuasaan yang lebih besar dari istri karena posisinya sebagai pencari nafkah utama. Artinya, penghasilan istri tidak boleh lebih besar dari suami. Dengan begitu suami juga menentukan status sosial istri dan anak-anaknya. Ini berarti, istri yang berasal dari status sosial yang lebih tinggi, akan turun status sosialnya karena status sosialnya kini mengikuti status sosial suami. Istri bisa melanjutkan sekolah asal sekolah atau

(14)

24

karier suami didahulukan. Istri juga bisa merintis karirnya sendiri setelah karir suami sukses. Dalam pola hubungan seperti ini istri harus mengorbankan kariernya demi karir suaminya. Di kalangan beberapa instansi pemerintah, suami harus menjalani tugas di daerah sebelum bisa dipromosikan ke pangkat yang lebih tinggi. Demi karir suami inilah, seringkali istri rela berkorban.

Keempat, relasi equal partner dalam hal ini tidak ada posisi yang lebih tinggi atau rendah di antara suami-istri. Istri mendapat hak dan kewajibannya yang sama untuk mengembangkan diri sepenuhnya dan melakukan tugas-tugas rumah tangga. Pekerjaan suami sama pentingnya dengan pekerjaan istri. Dengan demikian istri bisa pencari nafkah utama, artinya penghasilan istri bisa lebih tinggi dari suaminya. Dalam hubungan ini, alasan bekerja bagi wanita berbeda dengan alasan yang dikemukakan dalam pola hubungan sebelumnya. Alasan untuk bekerja biasanya menjadi “sekolah untuk kerja” atau “supaya mandiri secara penuh.” Dalam pola hubungan ini, norma yang dianut adalah baik istri atau suami mempunyai kesempatan yang sama untuk berkembang, baik di bidang pekerjaan maupun secara ekspresif. Segala keputusan yang diambil di antara suami istri, saling mempertimbangkan kebutuhan dan kepuasaan masing-masing. Istri mendapat dukungan dan pengakuan dari orang lain karena kemampuannya sendiri dan tidak dikaitkan dengan suami. Dalam pola hubungan seperti ini, perkembangan individu sebagai pribadi sangat diperhatikan. (http://si.uns.ac.id/profil/uploadpublikasi/Essay/195707071981031006ravik)

(15)

25 2.5 Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan yakni penelitian dari Nurfitri Ana Sari dan Hesti Aswandari (2008) dengan judul Peran Wanita Dalam Pengambilan Keputusan Dalam Keluarga (Studi Tentang Wanita Bekerja Pada Sekretariat Daerah Provinsi Riau). Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana pembagian peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga wanita bekerja dan bagaimana hubungan antara karakteristik sosial sosial budaya dengan pembagian peran dan pengambilan keputusan dalam keluarga wanita bekerja di Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data dengan wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstruktur, dokumentasi dan angket. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa peran wanita bekerja dalam keluarga masih dominan terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan mengurus anak dan keluarga. Namun peran dalam keluarga yang berkaitan dengan pekerjaan domestik seperti membersihkan rumah, mencuci dan menyetrika pakaian, memasak makan siang lebih didominasi oleh pembantu rumah tangga.

Pengambilan keputusan keluarga masih didominasi oleh istri terutama dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan anak dan kebutuhan rumah tangga. Sedangkan keputusan yang berkaitan dengan pembelian barang bernilai tinggi seperti rumah, kendaraan dan membeli barang-barang bernilai tinggi seperti emas dan perhiasan keputusan ditetapkan berdasarkan hasil diskusi antara suami dan istri. Begitu juga dalam memilih tempat berlibur dan memilih waktu untuk mengambil cuti dan menabung serta berinvestasi.

(16)

26

Pengambilan keputusan yang sifatnya jangka panjang, para wanita bekerja ini memilih membicarakannya terlebih dahulu dengan suami sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan berdua, sementara untuk hal-hal yang sifatnya rutin dan untuk kebutuhan anak dan rumah tangga keputusan sepenuhnya diserahkan kepada istri. (http:// jom.unri.ac.id/index.php/jomfisip/viewfile/2281)

Penelitian kedua yang relevan yaitu penelitian dari Nourma Ulva Devi (2013) dengan judul Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga Pedagang Perempuan Pasar Merjosari (Studi Kasus Pada Pola Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Pedagang Perempuan Pasar Merjosari, Kecamatan Lowakwaru, Kota Malang). Penelitian ini mengangkat permasalahan bagaimana pola hubungan pengambilan keputusan dan bagaimana implikasi dari pola hubungan pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data adalah wawancara, pengamatan (observasi), dan dokumentasi yang diperoleh di lapangan.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa adanya pola hubungan pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari, merujuk pada suatu mekanisme struktur sebagai suatu proses teknik aktivitas yang di dalamnya terdiri dari seperangkat aturan-aturan serta sumber daya yang mengikat dan mempengaruhi dalam menghasilkan pengambilan keputusan. Pola hubungan pengambilan keputusan yang melibatkan istri dalam keluarga yang menentukan beberapa keputusan pemenuhan kebutuhan meliputi konsumsi rumah tangga, keputusan pada kebutuhan produksi, serta keputusan

(17)

27

pengasuhan terhadap anak. Kepemilikan atas struktur dominasi atas sumberdaya ekonomi serta politik yang dimiliki oleh istri yang akhirnya mampu mempengaruhi setiap pengambilan keputusan dalam rumah tangganya yakni istri ikut menentukan dan mengatur beberapa kebutuhan konsumsi rumah tangga meliputi pemenuhan kebutuhan tersier (kebutuhan barang-barang mewah), keputusan pada kebutuhan produksi serta keputusan pengasuhan terhadap anak.

Implikasi dari terbentuknya pola hubungan pengambilan keputusan dalam rumah tangga pedagang perempuan di Pasar Merjosari adalah berupa konsekuensi ketika istri mampu menyeimbangkan peran dan posisinya terhadap suami sebagai kepala rumah tangga pada saat pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan istri untuk ikut andil dalam pengambilan keputusan tentunya dilandasi oleh tindakan-tindakan atas dasar kesadaran praktis yakni agar setiap kebutuhan rumah tangganya dapat terpenuhi dengan baik oleh pihak istri tanpa harus mempertanyakan lagi. Kemudian secara tidak langsung istri dalam pemgambilan keputusan juga dipengaruhi oleh kesadaran diskursif dengan alasan-alasan agar setiap pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan rumah tangga dapat tercipta keteraturan dan terkontrol di dalam memenuhi setiap kebutuhan anggota keluarganya. (https://www.academia.edu/5637626/JURNAL_NOURMA)

Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian Ratih Anggun Anggraini (2012) yang berjudul Pola Relasi Istri Terkait Dengan Pembagian Kerja Dan Pengambilan Keputusan (Studi Kasus Terhadap Tiga Keluarga Dalam Perubahan Peran Di Keluarga). Penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana pola relasi suami istri terutama dalam aspek pembagian kerja dan pengambilan keputusan setelah terjadinya perubahan peran dalam keluarga. Penelitian ini menggunakan

(18)

28

pendekatan kualitatif dengan penelitian studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dan observasi.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pada pola relasi suami istri dilihat dari aspek pengambilan keputusan berdasarkan hasil temuan data adalah senior-junior partner dan equal partner. Pada pola relasi senior-junior partner, meskipun dalam saat tertentu istri dapat mengambil keputusan namun jika terkait dengan prinsip keluarga maka suami pada akhirnya mengambil keputusan tersebut. Hal ini juga karena ada pengaruh norma agama islam, yang menyebutkan bahwa suami adalah pemimpin keluarga. Namun istri sebagai junior partner tetap memiliki suara yang penting dalam perkembangan terhadap keputusan yang akan diambil oleh suami sebagai senior partner. Sedangkan dalam pola relasi equal partner, norma agama tidak selalu memengaruhi keluarga. Suara yang dimiliki suami-istri adalah setara, hasil pengambilan keputusan tergantung pada situasi atau keadaan yang berlangsung saat itu. Dalam penelitian ini yang terjadi dalam pola relasi suami istri ini adalah pola relasi yang tidak murni karena terdapat kombinasi aturan pola relasi tradisional pada pembagian kerja dan pola relasi modern pada pengambilan keputusan. (http://lib.ui.ac.id)

Referensi

Dokumen terkait

memanfaatkan momentum “keunggulan pada kesempatan pertama untuk memulai” dengan mencoba mengembangkan kegiatan pertambakan udang di kawasan hutan mangrove di sekitar Delta

MoU antara Pemerintah Kabupaten Jombang dengan Yayasan Kesejahteraan Warga Kesehatan Kabupaten Mojokerto tentang Kerjasama Penggunaan Wilayah Kabupaten Jombang

1) dengan menggunakan program linier klasik waktu tempuh maksimum lebih kecil dibandingkan dengan dengan fuzzy linier programming namun waktu tersebut tidak dapat metoleransi

Judul: "Analisis Pengaruh Harga, Ketidakpuasan Pasca Konsumsi, Dan Kebutuhan Mencari Variasi Terhadap Perilaku Perpindahan Merek Studi Pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Angkatan

The model developed is based upon the delay time concept where because of an absence of PM data, the process parameters and the delay time distribution were estimated from failure

Proses pembuatan dengan dapur ini adalah proses oksidasi kotoran yang terdapat pada bijih besi sehingga menjadi terak yang mengapung pada permukaan baja

Menurut Dan Zarella (2011) Twitter memiliki beberapa elemen dasar yaitu: 1) Halaman utama, pada halaman utama kita bisa melihat kicauan yang dikirimkan oleh orang orangyang menjadi

Analisis tahap pertama yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan semiotik adalah analisis aspek sintaksis dalam antologi lirik lagu Mengakar ke Bumi Menggapai