• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI BUDIDAYA KENTANG INDUSTRI DI LAHAN SAWAH DATARAN MEDIUM KABUPATEN SLEMAN D.I.YOGYAKARTA. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI BUDIDAYA KENTANG INDUSTRI DI LAHAN SAWAH DATARAN MEDIUM KABUPATEN SLEMAN D.I.YOGYAKARTA. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI BUDIDAYA KENTANG INDUSTRI DI LAHAN SAWAH DATARAN MEDIUM KABUPATEN SLEMAN D.I.YOGYAKARTA

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta

PENDAHULUAN Latar belakang

Kentang (Solanum tuberosum, L) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia. Analisis kimia umbi kentang dari 100 gram umbi, terkandung bahan-bahan sebagai berikut: air 77,8 gram; besi 0,7 mg; fosfor 50 mg; kalsium 11 mg; karbohidrat 19,1 gram; lemak 0,1 gram; protein 2 gram; vit. B1 0,11 mg; vit C 17 mg dan kalori 83 kal. (Dirjen Gizi, 1979). Kebutuhan akan kentang meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan dan perubahan pola konsumsi masyarakat.

Di Indonesia pada umumnya kentang dibudidayakan di dataran tinggi, hal ini menjadi kendala dalam menjaga kelestarian alam. Pengusahaan kentang di dataran tinggi terus-menerus dapat merusak lingkungan, terutama terjadinya erosi dan menurunkan produktivitas tanah. Oleh karena itu langkah perluasan penanaman kentang di dataran medium merupakan salah satu langkah alternatif yang dapat diupayakan. Khususnya di lahan sawah tadah hujan untuk membantu peningkatan pendapatan petani di daerah tersebut (Subhan dan Asandhi, 1998).

Beberapa kendala yang menyebabkan kurang berhasilnya usaha petani kentang adalah karena rendahnya kualitas bibit yang dipakai sedangkan untuk memperoleh bibit yang bebas virus sangat sulit, teknik bercocok tanamnya yang kurang baik. Pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit yang kurang intensif serta tingginya biaya produksi, terutama untuk bibit (Widjajatun, 1985). Menurut Sahat dan Asandhi (1995), cara lain yang bisa ditempuh ialah dengan introduksi varietas-varietas terpilih dari negara lain atau dari Internasional Potato Center untuk dicoba tanam di Indonesia, yang kondisinya sesuai. Menurut Listyowati (1992), varietas tersebut umbinya bisa digunakan secara ganda baik sebagai keripik ataupun sayur, di samping itu produksinya yang tinggi selalu dicari pedagang. Akhir-akhir ini sedang dicari varietas yang khusus untuk kebutuhan kentang goreng (french fries), salah satu varietas yang sesuai adalah Atlantik. Varietas ini banyak diusahakan oleh petani, karena selain cocok untuk dibuat keripik, tetapi juga merupakan bahan baku kentang goreng.

Produktivitas kentang yang rendah di Indonesia disebabkan oleh pemakain bibit yang bermutu rendah, produktivitasnya rendah, teknik bercocok tanam khususnya pemupukan kurang tepat, baik dosis maupun waktunya, dan keadaan lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang. Untuk mendapatkan produksi yang maksimal, selama pertumbuhan tanaman kentang menghendaki temperatur rata-rata

(2)

antara 15,5° C – 18,3° C dan tampaknya temperatur malam yang dingin lebih penting daripada temperatur yang rendah di siang hari. Hal ini ada kaitannya dengan tuberisasi yang dipacu oleh hari pendek.

Kebutuhan kentang untuk bahan baku industri potato chips dalam negeri mencapai 3.000 ton, padahal produksi dalam negeri baru mampu memenuhi 25%,sisanya masih diimpor. Permintaan ini akan terus meningkat hingga 6.000 ton/tahun seiring dengan mulai berproduksinya perusahaan PMA asal Amerika di bidang agroindustri pada tahun 2001. Sementara itu, permintaan kentang untuk french fries sekitar 16.800 ton/tahun, dan baru dapat dipenuhi 4.300 ton. Oleh karena itu impor kedua produk tersebut terus meningkat, khususnya french fries yang pada tahun 1997 impornya mencapai 23.062 ton dengan nilai sekitar 23 juta dolar Amerika (Effendie, 2003). Kebutuhan kentang tahun 1993 menunjukkan bahwa, jumlah ekspor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan impornya, yaitu 2.126.741,6 ton segar dan 316,3 ton beku dibandingkan dengan impornya 702,2 ton segar (bibit) dan 2.207,5 ton beku 1.708,5 ton awetan (Pasandaran dan Hadi, 1994).

Konsumsi kentang nasional per kapita pada awal Pelita II hanya, 1,17 kg per kapita. Pada awal Pelita III (1978-1980), konsumsi nasional naik menjadi 1,42 kg per kapita per tahun. Pada tahun 1990, ternyata konsumsi nasional akan umbi kentang kembali naik menjadi 2,46 kg per kapita per tahun. Dewasa ini ada kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi kentang yang lain, seperti kentang goreng (french fries), dan kentang untuk makanan kecil (hasil industri makanan). Akibat perubahan pola konsumsi masyarakat tersebut, kebutuhan akan kentang semakin naik, apabila dibandingkan dengan produktivitas negara-negara beriklim dingin, produksi kentang di Indonesia jauh ketinggalan bahkan masih di bawah produktivitas Asia.

Manfaat.

Manfaat dari pengembangan kentang dataran medium antara lain sebagai berikut :

a. Efisien lahan, tenaga kerja, dan input produksi.

b. Memberikan alternatif pilihan pola tanam sayuran di lahan sawah dataran medium. c. Terciptanya agribisnis kentang di dataran medium DIY.

d. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. e. Berkembangnya budidaya kentang di dataran medium DIY f. Petani memiliki kesempatan menanam komoditas bernilai tinggi

(3)

DESKRIPSI/SPESIFIKASI LOKASI

Penelitian dilakukan pada bulan Mei-September 2003 di lahan sawah bekas ditanami padi, di Kecamatan Cangkringan dan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, yang terletak pada ketinggian 300-700 m dpl. Jenis tanah menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1994 termasuk komplek seri tanah Girikerto dan Tritis, famili tanah Typic hapludands dan Lithic hapludands, berabu volkanik/bersinder, mineral campuran, isohipertermik, lereng 15- 25 %, bentuk bergelombang, land form dataran volkan, bahan volkan dan drainase baik, ketinggian 350 - 700 m dpl. Berdasarkan hasil karakterisasi agroekosistem di wilayah tersebut cukup sesuai untuk komoditas kentang pada tingkat kesesuaian S2tr dengan faktor pembatas temperatur dan perakaran. Hasil analisis tanah di dusun Sempol, Harjobinangun, Pakem dan Plupuh, Wukirsari, Cangkringan sebagai berikut : kadar lengas tanah % 0,5 mm (4,91-3,90) dan 2 mm (3,94-3,17), pH H2O (5,34-5,78), C organik (1,72 –2,03) %, BO (2,97-3,50) %, N total (0,18-0,17) %, P tsd (57,11 –79,15) ppm P, K tsd (0,29 –0,18) me/100g, Ca tsd (2,51-2,42) me/100g, Mg tsd (0,81-0,46) me/100g, Na tsd (0,22 –0,19) me/100g dan KPK (12,26 – 8,67) me/100g. Hasil analisis diatas perlu dilakukan penambahan unsur hara tanah yaitu BO, N, K dan meningkatkan KPK tanah.

PENERAPAN TEKNOLOGI.

Jarak tanam yang rapat cenderung menghasilkan umbi yang berukuran kecil tetapi lebih banyak (Rubatzki dan Yamaguchi, 1998). Berdasarkan hasil pengkajian komponen paket teknologi budidaya kentang dataran medium terjantum pada Tabel 1.

Persiapan lahan dan tanam.

Tanah diolah sampai gembur dengan kedalaman 20-35 cm, disisir sampai halus dan dibiarkan dua minggu agar terkena sinar matahari. Tanah yang sudah diolah dibuat menjadi blok, kemudian dibuat petak-petak penanaman. Jarak tanam yang digunakan yaitu 70 x 25 cm dan 60 x 25 cm. Pada penanaman, kentang ditanam dua baris diantara garitan. Lahan yang telah dipersiapkan berupa alur atau garitan-garitan diberi pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk buatan. Pemberian dilakukan dengan cara diberikan setempat diantara umbi kentang yang akan ditanam, yaitu pupuk buatan di atas pupuk kandang dan ditutup dengan tanah tipis. Kemudian bibit ditanam pada lubang-lubang yang telah disiapkan dengan kedalaman tanam 25-30 cm, selanjutnya ditutup dengan tanah.

(4)

Tabel 1. Komponen teknologi budidaya kentang di lahan sawah irigasi dataran medium

No. Komponen Teknologi Penerapan Teknologi

1. Varietas Agria, Panda dan Atlantik

2. Sumber bibit Bebas penyakit dan kelas G3

3. Pembibitan Secara kultur jaringan yang dilanjutkan sistem

konvensional

4. Ukuran bibit (20 – 30) g / umbi ;(30 – 45) g / umbi ; dan (45 – 60) g / umbi

5. Kondisi gudang Gudang tembus cahaya (dls)

6. Wadah bibit Rak penyimpanan

7. Pengemasan Dikemas dalam rak penyimpanan

8. Suhu penyimpanan Optimal (14 – 18) %

9. Kelembaban Optimal (75 – 90) %

10. Sirkulasi udara Baik

11. Perlakuan bibit CS2 dengan dosis 4 cc/30 kg atau 25 – 30 cc/m3

12. Umbi siap tanam Panjang tunas (2 – 3)cm

13. Pengolahan tanah Sempurna

14. Pembuatan alur tanam 60 cm

15. Pemupukan : - pupuk organik - Urea / ZA - KCl - SP-36 5 ton/ha 300/100 kg/ha 200 kg/ha 200 kg/ha

16. Penanaman Bibit ditanam pada alur tanam yang telah diisi pupuk

organik dan anorganik, mata tunas bibit menghadap ke atas, kemudian ditutup dengan tanah sekalian pembuatan bedeng dengan tebal 7 – 10 cm, jarak tanam 75 x 25 cm, waktu tanam yang tepat pada bulan Juni.

17. Penyiangan Setelah kentang tumbuh umur 17 hst penggemburan

dan pembubunan

18. Pemulsaan Mulsa jerami dilakukan setelah tanam dengan takaran

5 ton/ha

19. Pengairan Pengairan dilaksanakan secara ”leb” sekali saja selama

umur kentang dan dijaga kelembaban tanah berada (60 – 70) % kapasitas lapang

20. Pengendalian hama & penyakit

Konsep PHT, OPT dataran medium yaitu Layu bakteri, Becak daun kering, Aphis dan Tungau

21. Waktu tanam dan panen Waktu tanam bulan Juni dan panen bulan Agustus, umur panen 86 – 95 hst sangat tergantung varietasnya

Keteranggan : diolah dari hasil pengkajian tahun 2003 – 2004.

Adapun urutan sistem budidaya kentang dataran medium sebagai berikut :

Pemupukan

Pemberian pupuk kimia, pupuk kandang dan Furadan 3G dengan dosis sesuai perlakuan semuanya diberikan pada saat tanam. Dosis pupuk urea 300 kg/ha, Za 100

kg/ha, SP-36 200 kg/ha, KCl 200 kg/ha, pupuk organik 5 ton/ha dan mulsa jerami 5 ton/ha.

(5)

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri atas pengairan, penyiangan gulma, dan pemberantasan hama serta penyakit.

Penyiangan dan Penyulaman

Penyiangan atau pembersihan gulma (tanaman pengganggu) dilakukan pada saat tanaman berumur sekitar 4 dan 6 minggu setelah tanam, untuk penyiangan berikutnya dilakukan bila dirasakan perlu. Sambil penyiangan, dilakukan pula penyulaman pada tanaman yang tidak tumbuh atau pada tanaman yang tumbuhnya kurang baik.

Pembumbunan

Bersamaan penyiangan dilakukan pula pembumbunan sebanyak dua sekali pada minggu kedua dan keempat, kemudian pembumbunan berikutnya dilakukan bila dirasa perlu.

Pengendalian Hama /Penyakit.

Untuk mengendalikan serangan cendawan Phytopthora Infestan yang dikenal sebagai penyakit yang paling penting pada tanaman kentang digunakan Dithane M-45 0,2 % saat tanaman berumur 4 MST. Sedangkan untuk mengatasi serangan hama digunakan insektisida Bayrusil 0,2 %. Penyemprotan fungisida dilakukan bila tanaman telah menunjukkan gejala serangan. Selain bahan kimia juga digunakan agensi hayati seperti Tricoderma dan Gliocladium.

Panen

Panen dilakukan sesuai dengan umur masing-masing varietas. Varietas Granola dipanen pada umur 84 hari setelah tanam (hst), Varietas Atlantik 80 hst, Varietas Agria 80 hst, dan Varietas Panda 90 hst atau dengan tanda-tanda daun dan batang telah menguning atau mati serta umbinya tidak mudah mengelupas.

HASIL PENERAPAN TEKNOLOGI Pertumbuhan

Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur setiap dua minggu sekali, pengukuran dilakukan dari leher akar hingga pada bagian tanaman tertinggi. Batang kentang berwarna hijau atau hijau keunguan karena mengandung anthocyanin (Thompson dan Kelly, 1957). Batang

(6)

berbentuk segi empat, tingginya bisa mencapai (50 – 120) cm dan tidak berkayu, kecuali pada tanaman yang sudah tua bagian bawahnya (Setiadi dan Nurulhuda, 1993).

Pada batang ini tumbuh cabang-cabang samping yang disebut stolon, tumbuh masuk ke dalam tanah, tanda berubah bentuk dan fungsinya, menjadi tempat menyimpan karbohidrat sehingga membengkak dan bisa dimakan yang disebut umbi kentang. Hasil penelitian menujukkan bahwa perngaruh antar varietas berbeda nyata. Pengaruh jarak tanam mulai umur 4 minggu sampai 8 minggu tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman varietas Panda, Altlantik dan Agria tidak berbeda nyata dan tidak terjadi interaksi antar varietas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh varietas yang ditentukan oleh sifat genetik sedangkan jarak tanam tidak berpengaruh pada masing-masing varietas.

Tabel 2. Pertumbuhan pada parameter tinggi tanaman varietas kentang dengan

kombinasi jarak tanam .

Perlakuan Minggu (Cm) Varietas/jarak tanam 4 5 6 7 8 75x25 cm 33,87 ab 49,60 70,67 cd 91,92 e 100,07 cd Panda 60x25 cm 36,80 b 48,67 75,67 d 92,93 e 101,00 d 75x25 cm 29,47 ab 46,93 64,47 abc 69,87 abc 80,87 abc Altantik 60x25 cm 28,73 a 53,87 70,80 cd 80,73 d 86,20 abcd 75x25 cm 29,67 ab 49,13 57,20 a 65,27 a 71,27 a Agria 60x25 cm 31,80 ab 49,47 63,60 ab 69,33 ab 76,33 ab

Keterangan :a,b,c, , :Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata P < 0,05

Daun-daun pertama tanaman kentang baik yang berasal dari biji maupun yang

berasal dari umbi berupa daun tunggal, tetapi daun-daun berikutnya berupa daun-daun majemuk yaitu berupa daun tunggal, yaitu terdiri atas rachis dengan beberapa pasang daun-daun kecil ditambah satu daun terminal (Huaman, 1986). Pengaturan jarak tanam yang tepat diperlukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan produksi umbi kentang. Daun berfungsi pada proses fotosintesis dan asimilasi yang mendukung pertumbuhan dan simpanan cadangan makanan untuk pembentukan umbi. Tinggi tanaman berhubungan langsung dengan jumlah daun. Jumlah daun pada umur 8 minggu sangat berbeda nyata antar varietas. Jumlah daun per pohon antara varietas Panda dengan Atlantik dan Agria berbeda nyata.

Jumlah anakan dan berat brangkasan.

Jumlah anakan dihitung berdasarkan perkembangan batang yang muncul dari permukaan tanah. Jumlah anakan dipengaruhi oleh jumlah tunas yang muncul dari bibit.

(7)

Jumlah anakan tidak bebeda nyata baik antar varietas dan pengaruh jarak tanam, hal tersebut disebabkan oleh tingkat keseragaman dari besar/berat umbi bibit yang ditanam.

Berat brangkasan segar diukur dengan cara menimbang seluruh bagian atas tanaman pada umur 7 dan 8 minggu. Berat brangkasan kering diperoleh dengan cara menimbang berat seluruh tanaman setelah dikeringkan pada suhu 105 0 C. Brangkasan basah kentang varietas Panda berbeda nyata dibandingkan kentang varietas Altlantik dan Agria, tetapi berat kering brangkasan tidak berbeda nyata baik antar varietas dan pengaruh jarak tanam (Tabel 3). Pengamatan jumlah anakan pada minggu ke -7 dan 8 tidak menunjukkan adanya interaksi. Pertumbuhan yang terbaik pada kentang varietas Altantik dan jarak tanan 75 x 25 cm (68,17 gram) sedangkan kentang Indutri varietas Panda, dan Agria pertumbuhannya tidak berbeda nyata.

Tabel 3.Jumlah anakan dan berat brangkasan pada berbagai varietas kentang combinasi

jarak tanam.

Perlakuan Jumlah anakan (Minggu) Berat brangkasan gr/tanaman (Minggu)

Varietas/jarak tanam 7 8 Basah (BB) (gram) Kering(BK) (gram) 75x25 cm 2,87 ab 3,20 425,1 bc 44,27 abc Panda 60x25 cm 2,73 ab 2,87 403,1 bc 43,41 abc 75x25 cm 2,40 ab 3,10 467,5 c 68,17 c Altantik 60x25 cm 2,43 ab 3,40 394,31 abc 57,46 a bc 75x25 cm 3,13 b 2,47 276,61 ab 35,89 ab Agria 60x25 cm 1,67 a 2,27 248,00 a 35,76 a

Keterangan : a,b,c,, :Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata P < 0,05

Indeks luas daun, indek panen, LAB dan LPT.

Pengukuran luas daun dilakukan satu bulan sekali, mulai saat berumur satu bulan sampai panen, menggunakan leaf area meter untuk menentukan LAI dihitung sedangkan panjang akar diukur pada saat panen tergantung umur varietas kentang. Parameter indek luas daun, indek panen, LAB dan LAT tidak berbeda nyata baik antar varietas maupun jarak tanam.

Tabel 4. Indeks luas daun, indeks panen, LAB dan LAT pada berbagai varietas kentang

kombinasi jarak tanam. Perlakuan Varietas/jarak tanam Indeks luas daun Indeks Panen (%) LAB LPT 75x25 cm 3,49 cd 55,27 a 0,83 a 3,99 Panda 60x25 cm 2,73 abcd 55,48 ab 1,38 abc 4,41 75x25 cm 4,57 d 87,99 d 1,92 abc 7,77 Altantik 60x25 cm 1,32 a 61,25 ab 2,92 c 4,23 75x25 cm 1,78 ab 69,93 c 3,09 c 6,12 Agria 60x25 cm 1,91 abc 69,61 c 0,88 ab 2,52

(8)

Tanaman kentang tergolong jenis tanaman yang tidak dapat tumbuh di sembarang tempat. Sesuai dengan sifat genetisnya serta sifat aslinya, syarat tumbuh tanaman kentang pada dasarnya menginginkan daerah yang berhawa dingin. Kentang tumbuh dan beradaptasi di daerah-daerah yang beriklim sedang yang kemudian meluas ke daerah yang beriklim tropis yang memiliki dua musim seperti Indonesia atau daerah-daerah di sekitar katulistiwa (Setiadi dan Nurulhuda,1999)

Pengaruh antar perlakuan parameter indeks luas daun, indek panen dan LAB antar perlakuan berbeda nyata namun laju asimilasi pertumbuhan tidak berbeda nyata. Indeks luas daun dan indeks panen tertinggi diperoleh dari kentang varietas Altantik dengan jarak tanam 75 x 25 cm, namun laju pertumbuhan tanaman tidak bebeda nyata

Produksi dan kualitas. Produksi.

Umbi merupakan hasil pertumbuhan cabang samping yang masuk ke dalam tanah dan bagian ujung membengkak/membesar (Setiadi dan Nurulhuda, 1997). Sedangkan menurut Thompson dan Kelly (1957) : serta Rukmana (1997) umbi kentang membesar pada ujung stolon sebagai tempat menyimpan cadangan makanan. Keragaan ukuran, bentuk dan warna umbi sangat beragam dan hanya jenis tertentu yang mempunyai nilai komersial. Berdasarkan warna umbi dikenal ada tiga macam kentang yaitu kentang kuning, kentang putih dan kentang merah.

Tabel 5. Rerata berat umbi/tanaman, berat kering umbi/tanaman, berat ubinan, produksi

ton/ha dan produksi sensus pada berbagai varietas kentang.

Perlakuan Berat umbi/tanaman (gram) Berat kering umbi/ tanaman Berat ubinan (2,5x2,5 M2) Kg Produksi Umbi (Ton/ha) Produksi berdasarkan sensus (Ton/ha) 75x25 cm 525 85,3 21,79 34,87 18,24 Panda 60x25 cm 499 155,1 17,81 28,50 19,28 75x25 cm 857 176,6 35,65 57,04 15,43 Altantik 60x25 cm 617 133,0 22,04 35,27 16,93 75x25 cm 643 157,0 26,77 42,84 16,58 Agria 60x25 cm 554 97,8 19,79 31,67 19,04

Sedangkan keempat varietas kentang yang diadaptasikan adalah berwarna kuning dan putih. Berdasarkan bentuknya dikenal kentang panjang dan bulat (Setiadi dan Nurulhuda, 1997). Kentang untuk industri maupun konsumsi bentuknya bulat, tetapi

(9)

konsumen memilih kentang berbentuk bulat untuk dikonsumsi sebagai sayur atau kentang kripik dan kentang goreng.

Percobaan di tiga lokasi dipanen berdasarkan umur maksimal dari masing-masing varietas. Umur panen dari ketiga varietas berbeda-beda yaitu: varietas Panda umur 90 hst, Altlantik umur 80 hst dan Agria umur 80 hst (hari setelah tanam). Berdasarkan waktu tersedianya bibit varietas Atlantik dan Agria ditanam selang satu minggu dibandingkan kentang Varietas Panda dan Granola. Hasil pengamatan pada keragaan produksi kentang menunjukkan bahwa rerata berat umbi/tanaman dan berat kering umbi/tanaman tidak berbrda nyata Produksi hasil ubinan kentang tertinggi diperoleh varietas kentang Altantik dengan jarak tanam 75 x 25 cm (57,4 ton/ha) namun berdasarkan sensus produksi diperoleh dari varietas Agria dengan jarak tanam 60 x 25 cm (19,04 ton/ha).

Kualitas umbi.

Kualitas kentang terbentuk pada suhu malam yang rendah dan siang hari yang tinggi. Suhu ideal untuk tanaman kentang dataran medium berkisar antara 15 –21 0 C pada malam hari dan 21 –30 0 C pada siang hari, sehingga kentang dapat tumbuh baik diwilayah dengan ketinggian 350 –1500 m dpl. Curah hujan yang ideal adalah 1500 mm per tahun. Berdasarkan hasil penelitian kentang yang ditanam pada awal Juni dan dipanen pada bulan Agustus menunjukkan persentase kelas umbi berpengaruh nyata. Berdasarkan pengamatan kualitas umbi diketahui bahwa semua varietas 80,9 % termasuk kelas komsumsi dan 19,01% termasuk kelas bibit. Persentase besar kecil umbi bukan dipengaruhui kerapatan jarak tanam, tetapi generasi keturunannya. Sebagai contoh kentang keturunan G1 ukuran umbinya lebih kecil, G2 ukuran umbinya besar kecil hampir sama dan pada G3 persentase ukuran umbi kentang untuk konsumsi >60 gr/umbi lebih besar dibandingkan umbi yang berukuran untuk bibit (60 – 20 gr/umbi). Varietas yang diadaptasikan diharapkan untuk mendapatkan varietas produksi tinggi dan tahan terhadap hama dan penyakit utama. Dalam menyediakan bibit kentang diperlukan suatu cara untuk meningkatkan jumlah bibit dalam waktu singkat. Seperti yang telah diketahui perbanyakan dengan menggunakan umbi memberikan hasil dengan nisbah 1 : 3 sampai 1 : 15 artinya satu umbi dapat menghasilkan 3 sampai 15 umbi.

Segi agronomi yang mempengaruhi produksi umbi adalah kerapatan tanaman. Jarak tanam sempit akan menghasilkan persentase umbi ukuran kecil yang lebih tinggi rasionya bila dibandingkan dengan jarak tanam yang lebar.

(10)

Tabel 6. Persentase kualitas umbi pada berbagai varietas kentang hasil pengkajian. Perlakuan KelasA (>60g/umbi) Kelas B (60 - 30 gram/um bi) Kelas C (30-20 gram/u mbi) Kelas D (20-10 gram/umbi ) Kelas A (<10 gram/um bi) 75x25 cm 53 41 0,54 0,008 0,02 Panda 60x25 cm 73 24 0,26 0,018 0 75x25 cm 89 0,75 0,12 0,18 0,04 Altantik 60x25 cm 93 0,54 0,05 0,07 0,02 75x25 cm 81 14 3 1 1 Agria 60x25 cm 97 3 0 0 0 Rata-rata 80,9 14,98 0,59 0,39 0,14 Sosial ekonomi.

Pengembangan kentang industri cukup baik bila dilihat dari keuntungan yang dihasilkan.

Tabel 7. Analisis finansial pengembangan agribisnis kentang dataran medium di Kecamatan Pakem dan Cangkringan Kabupaten Sleman MK 2003.

Macam varietas kentang ( 1000 m2) No Uraian

Panda Atlantik Agria

A Biaya tetap 1 Sewa tanah 130.000 130.000 130.000 2 Peralatan 50.000 50.000 50.000 B Biaya variabel 1 Biaya bibit 1.250.000 1.250.000 1.250.000 2 Biaya pupuk 235.000 235.000 235.000

3 Biaya pestisida dan Fungisida 140.000 140.000 140.000

4 Mulsa Jerami 50.000 50.000 50.000

5 Biaya tenaga kerja 400.000 400.000 400.000

Total A + B 2.255.000 2.255.000 2.255.000

6 Produksi/ nilai jual 1824 kg

4.924.800 2643 kg 7.136.100 2158 kg 5.826.600 7 Keuntungan 2.669.000 4.881.100 3.571.600 8 B/C rasio 1,18 2.16 1.58 9 Biaya produksi 1.236 853 1.044

(11)

Dalam konsep ekonomi sumberdaya lahan menunjukkan bahwa terdapat surplus pendapatan diatas biaya produksi. Analisis land rent dapat disimpulkan bahwa terjadi surplus ekonomi yang merupakankelebihan nilai produksi diatas biaya total. Secara lebih rinci dapat dilihat pada analisis finansial ushatani kentang industri di dataran medium di kabupaten Sleman.

Dampak lingkungan

1. Tidak merusak lingkungan dan perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah. 2. Terbentuknya usahatani yang berwawasan ramah lingkungan.

3. Alternatif pola tanam sebagai pergiliran pola tanam sayuran dilahan sawah irigasi di dataran medium.

PENUTUP.

1. Berdasarkan hasil pengkajian jarak tanam 75 x 25 cm dan 60 x 25 cm dapat digunakan dalam sistem budidaya untuk tujuan ganda yaitu untuk penyedian bibit secara konvensional dan konsumsi pada dataran medium.

2. Ketiga varietas kentang industri beradaptasi baik dan produksi cukup tinggi dan layak dikembangkan di dataran medium.

PUSTAKA

Direktorat Gizi. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Direktorat Gizi Kesehatan Republik Indonesia. Bhatara Karya Aksara. Jakarta

Effendie, K. 2003. Kentang Prosesing Untuk Agroindustri. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 24 (2): 1-3.

Huaman, Z. 1986. Systematic Botany and Morphology of The Potato Technical Information. Bulletin Inter. Potato Center. Lima. XI (I): 55-66.

Listyowati, E. 1992. Kondisi Kentang Indonesia. Trubus. 270 (23): 49-51.

Pasandaran, E. dan P.U. Hadi. 1994. Prospek Komoditas Hortikultura di Indonesia dan Indonesia dalam rangka Pembangunan Ekonomi. Program Rapat Kerja Pembangunan Prioritas dan Design Penelitian Hortikultura. Puslitbang Tanaman Hortikultura. : 66-106.

Rukmana, R. 1997. Kentang: Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 108 hal. Rubatzky, V., dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan Gizi.

Institut Teknologi Bandung. Bandung. 131 hal.

Sahat, S., dan A.A. Asandhi. 1995. Percobaan. Varietas Komersial Kentang di Dataran Tinggi di Ngablak Magelang. Jurnal Hortikultura (4): 16-21.

Setiadi dan S.F. Nurulhuda. 1993. Kentang, Varietas dan Pembudidayaan. Penebar Swadaya. Jakarta.

_____________. 1997. Kentang, Varietas, dan Pembudidayaannya. Cetakan IV. Penebar Swadaya. 89 p.

(12)

_____________. 1999. Kentang, Varietas dan Pembudidayaannya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Subhan dan A. A. Asandhi. 1998. Pengaruh Penggunaan Pupuk Urea dan ZA terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang di Dataran Medium. J. Hort. 8 (1): 983-987. Thompson, H. C. dan W. C. Kelly. 1957. Vegetable Crop. Mc.Graw-Hill Book Company.

New York. P: 372-293.

Widjajatun, D. D. 1985. Beberapa masalah Pembibitan Kentang dan Usaha Pemecahannya. Penelitian Hortikultura, sub Balai Penelitian Hortikultura Malang. 15 : 483-488.

Gambar

Tabel 1. Komponen teknologi budidaya kentang di lahan sawah irigasi dataran medium  No
Tabel 2.  Pertumbuhan pada parameter tinggi tanaman   varietas kentang dengan  kombinasi jarak tanam
Tabel 3.Jumlah anakan  dan berat brangkasan pada berbagai varietas kentang combinasi  jarak tanam
Tabel 5.  Rerata  berat umbi/tanaman, berat kering umbi/tanaman, berat ubinan, produksi  ton/ha dan produksi sensus pada berbagai varietas kentang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sektor informal merupakan salah satu jenis pekerjaan yang tidak memperoleh pendapatan yang tetap, lapangan pekerjaan yang tidak memiliki keamanan kerja (job

Lama masa bekerja para pekerja wanita pengolah ikan teri di Pulau Pasaran Kelurahan Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung lebih banyak yang

Efisiensi kultur antera yang terkait dengan produksi tanaman hijau dinyatakan dalam rasio tanaman hijau (TH) terhadap jumlah kalus menghasilkan tanaman (KMT) dan

Perbedaan: penelitian ini berfokus terhadap pengetahuan anak tentang pedomam umum gizi seimbang, tetapi penelitian penulis berfokus pada kemampuan interaksi sosial

Kapsitas Regular time adalah kapasitas yang dihasilkan berdasarkan waktu yang telah dijadwalkan untuk masing-masing periode, sehingga kapasitas yang dibutuhkan akan

Pada perlakuan Dolomit dan konsentrasi MOL bonggol pisang dengan dosis yang semakin tinggi menjadikan tanah yang bersifat masam berubah menjadi netral sehingga

Berdasarkan hasil pada tabel 4.10, dapat dilihat ketika jembatan diberi perubahan kuat kencang baut dari pengencangan tinggi ke rendah, maka akan terjadi pertambahan

5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh karakteristik perusahaan yang diukur dengan menggunakan return on equity