• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (Studi Kasus : SMA dan SMK di Kota Salatiga) Artikel Ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (Studi Kasus : SMA dan SMK di Kota Salatiga) Artikel Ilmiah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENERAPAN TIK PADA MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN

(Studi Kasus : SMA dan SMK di Kota Salatiga)

Artikel Ilmiah

Diajukan kepada

Fakultas Teknologi Informasi

untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer

Oleh:

Hariyadi Bagus Saputra

NIM : 702012054

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

(2)

2

(3)

3

(4)

4

(5)

5

(6)

6

1. Pendahuluan

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information and Communication Technologies (ICT), saat ini sedang berkembang pesat dan berpengaruh sangat signifikan terhadap berbagai bidang kehidupan, salah satunya bagi bidang pendidikan. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat ini memberikan dampak positif bagi dunia pendidikan, yaitu dengan semakin terbuka dan tersebarnya informasi dan pengetahuan dari dan ke seluruh dunia menembus batas ruang dan waktu.

Menghadapi abad ke-21, UNESCO melalui “The International Commission on Education for the Twenty First Century” yang dikutip oleh seorang tokoh, merekomendasikan pendidikan yang berkelanjutan (seumur hidup) yang dilaksanakan berdasarkan empat pilar proses pembelajaran, yaitu: Learning to know (belajar untuk menguasai pengetahuan), Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat). Untuk dapat mewujudkan empat pilar pendidikan di era globalisasi informasi sekarang ini, para guru sebagai agen pembelajaran perlu menguasai dan menerapkan TIK dalam pembelajaran di sekolah [1]. Guru dituntut untuk mampu menggunakan TIK sebagai sumber belajar, salah satunya dengan menggunakan akses internet, karena internet merupakan sumber informasi yang tak terbatas. Selain mampu menggunakan TIK sebagai sumber belajar, guru juga dituntut untuk mampu menciptakan pembelajaran kreatif dan inovatif yang terintegrasi dengan TIK. Sebab pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan merupakan hal yang sangat penting, karena dapat membantu siswa untuk berhasil dalam pembelajaran, menciptakan solusi dalam memecahkan masalah, mempengaruhi kehidupan siswa, serta menimbulkan rasa senang dan puas [2].

Sejalan dengan itu, penerapan kurikulum 2013 memberikan pengaruh terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran. Setelah penerapan kurikulum 2013 maka mengakibatkan tidak adanya pelajaran TIK, tetapi pelajaran TIK diintegrasikan keseluruh mata pelajaran yang ada. Jika sebelumnya TIK hanya sebatas pada membuka, mengetik, dan pembelajaran browsing, maka yang diinginkan oleh kurikulum 2013 adalah kemampuan tersebut langsung diaplikasikan untuk kegiatan belajar mengajar. Pada salah satu standar kompetensi guru pada kompetensi pedagogik juga menekankan agar guru

(7)

7

mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran yang diampu, tanpa terkecuali pelajaran pendidikan jasmani [3].

Pendidikan jasmani merupakan pelajaran yang melibatkan aktivitas jasmani/gerak yang kompleks dalam pembelajarannya, sehingga membutuhkan pemahaman yang lebih dari siswa. Penggunaan TIK sebagai media dalam pembelajaran penjas dapat membantu guru untuk lebih mudah dalam menyampaikan materi pembelajaran yang berhubungan dengan gerak. Guru penjas bisa memanfaatkan TIK untuk mengemas pembelajaran menjadi lebih menarik, inovatif, dan efisien. Misalnya ketika menjumpai silabus penjas kelas X yang membutuhkan pemahaman mendalam seperti berikut ini :

Tabel 1. Silabus penjas kelas X

Standar Kompetensi Indikator

Mempraktikkan salah satu gaya renang dan loncat indah sederhana dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya

 Latihan gerakan kaki renang gaya bebas.

 Latihan gerakan lengan renang gaya bebas.

 Latihan gerakan pernapasan renang gaya bebas.

 Perlombaan renang gaya bebas (menempuh jarak 50 meter).

 Latihan loncat indah dari samping kolam renang Sebelum mengadakan praktek tentang materi di atas, tentu guru harus menjelaskan terlebih dahulu mengenai macam-macam teknik dan gaya mengenai materi di atas yang benar kepada siswa. Jika hanya dijelaskan secara konvensional tentu siswa akan sulit untuk memahaminya. Namun apabila TIK diintegrasikan pada mata pelajaran penjas, dan digunakan untuk menjelaskan materi di atas maka akan memberikan banyak manfaat, antara lain sebagai berikut :

Pertama, guru dapat menggunakan slide presentasi power point untuk menjelaskan materi penjas secara teori sebelum praktik secara langsung, untuk memudahkan siswa dalam menangkap materi slide presentasi bisa dikemas dalam bentuk yang menarik dengan diberikan efek-efek khusus, dan bisa diberikan gambar-gambar pendukung. Kedua, untuk memberikan tutorial gerakan step by step, misalnya gerakan dalam melakukan gaya renang yang benar guru dapat mengemasnya kedalam bentuk video tutorial. Keuntungan dengan menggunakan video tutorial, dapat memudahkan siswa dalam mengamati gerakannya secara perlahan dengan mode “Slow Motion”, dan mengulanginya lagi sampai semua siswa benar-benar paham.

Ketiga, guru dapat memanfaatkan film atau animasi bertemakan olahraga untuk menanamkan nilai-nilai afektif yang ingin disampaikan. Sehingga siswa dapat

(8)

8

menganalisa dan mengambil pesan yang terkandung di dalam film tersebut terkait sikap afektif dalam olahraga, seperti sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab,

kerjasama, percaya diri dan demokratis.

Keempat, untuk membantu siswa dalam menganalisa sejauh mana kemampuannya dalam melakukan suatu gerakan dalam pelajaran penjas. Guru dapat memberikan umpan balik, dengan memanfaatkan video recorder untuk merekam aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran penjas, setelah itu siswa diperintahkan untuk melakukan analisis terhadap kemampuan mereka masing-masing.

Kelima, dengan memanfaatkan internet guru dapat dengan mudah memberikan materi tambahan terkait penjas, karena di internet siswa dapat mengakses situs-situs pembelajaran dan mereka dapat menemukan banyak informasi terkait materi penjas yang mungkin belum pernah dia terima dari guru mereka sebelumnya [4].

Banyak manfaat yang didapat jika guru penjas mau menggunakan TIK dalam pembelajaran penjas. Namun pada kenyataannya masih banyak guru penjas yang belum memanfaatkan TIK untuk pembelajaran. Hal ini dikarenakan kurangnya kompetensi guru dalam memanfaatkan TIK dan kurangnya fasilitas TIK yang ada di sekolah. Padahal dari hasil penelitian awal yang dilakukan untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi penjas yang melibatkan 200 siswa SMA dan SMK di Salatiga menunjukkan bahwa hanya 40% siswa yang menjawab mudah, sedangkan sisanya 60% siswa mejawab ragu-ragu dan sulit, karena tentu tiap siswa akan memiliki tingkat penguasaan materi yang berbeda-beda. Sedangkan dari pengukuran tingkat penerimaan siswa terhadap penggunaan TIK dalam pembelajaran 79% siswa menyatakan setuju dan sisanya 21% siswa yang menjawab tidak setuju. Artinya bahwa banyak siswa yang menganggap bahwa materi penjas itu cenderung sulit dipahami dan mereka setuju jika TIK diterapkan dalam pembelajaran penjas.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas, dan karena belum ada penelitian yang membahas tentang topik ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana penerapan TIK dalam proses pembelajaran, khususnya pada pelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, jika dilihat dari ketersediaan fasilitas TIK di sekolah, serta kemampuan siswa dan guru dalam menggunakan TIK pada SMA dan SMK di Kota Salatiga.

(9)

9

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dien (2009), yang berjudul “Analisis Pemanfaatan Fasilitas TIK menggunakan Pendekatan Capability Maturity Model pada SMA/SMK di Kota Boyolali”. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui sejauh mana tingkat pemanfaatan fasilitas TIK dalam dunia pendidikan di SMA/SMK Kabupaten Boyolali. Model penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan survey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan fasilitas TIK di SMA/SMK pada Kabupaten Boyolali masih terbatas pada penggunaan fasilitas TIK di dalam proses belajar mengajar dan belum mengarah kepada pemanfaatan fasilitas TIK untuk manajamen sekolah [5]. Penelitian lainnya dilakukan oleh Ayuningtyas (2014), yang berjudul “Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di Salatiga”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk melihat penggunaan TIK yang diintegrasikan dalam pembelajaran yang meliputi ketersediaan infrastruktur TIK, kemampuan guru dan siswa dalam menggunakan TIK, kebijakan sekolah, serta pengintegrasian TIK dalam mata pelajaran. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei-observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan TIK dalam proses pembelajaran masih terdapat beberapa kendala, yaitu ketidaksiapan guru untuk mengintegrasikan TIK ke dalam mata pelajaran, fasilitas sekolah belum mencukupi dan kebijakan sekolah dari segi pendanaan yang masih terhambat peraturan pemerintah daerah [6].

Sama seperti kedua penelitian diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana pengintegrasian TIK dalam dunia pendidikan, tetapi jika kedua penelitian diatas menekankan pada pengintegrasian TIK dalam dunia pendidikan secara umum, sedangkan penelitian ini lebih ke analisis pengintegrasian TIK secara spesifik pada mata pelajaran tertentu, khususnya mata pelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan pada SMA dan SMK di Kota Salatiga.

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) atau Information and

Communication Technology (ICT) adalah teknologi analog atau digital yang

dimanfaatkan untuk menciptakan, menyimpan, serta menampilkan informasi [7]. Definisi TIK lainnya adalah teknologi mencakup berbagai peralatan dan fungsi yang memungkinkan kita untuk menerima informasi atau bertukar informasi serta berkomunikasi. Contoh TIK antara lain adalah komputer, televisi, komputer portabel, radio, tape, kamera digital, DVD, telepon seluler dan lain-lain [8].

(10)

10

Secara umum dapat disimpulkan bahwa TIK adalah seperangkat alat yang dapat mempermudah segala pekerjaan kita, baik itu untuk mencari informasi, bertukar informasi/data, sebagai sarana komunikasi, dan sebagai pemrosesan data, dengan adanya TIK maka pekerjaan kita menjadi lebih efisien, mudah, dan cepat.

TIK dalam pendidikan erat kaitannya dengan peningkatan kualitas pendidikan nasional Indonesia. Paradigma yang mendasari integrasi TIK dalam pendidikan adalah: 1) ICT as a Tools atau TIK sebagai alat-alat teknologi yang dapat dijadikan sebagai pelaku dalam pendidikan; 2) ICT as a Content atau TIK sebagai bagian dari materi; 3) ICT as program aplication atau TIK sebagai alat bantu untuk mengumpulkan, mengelola, menyimpan, menyelidiki, membuktikan dan menyebarkan informasi penting secara efektif dan efisien [9].

Dalam kaitannya dengan pengintegrasian TIK ke dalam pembelajaran, UNESCO membaginya ke dalam 4 tahapan seperti gambar di bawah ini :

Gambar 1. Model Tahapan Pembelajaran dengan TIK (UNESCO)

Berdasarkan gambar diatas, bahwa tahap pengintegrasian TIK dalam pembelajaran ada 4 tahapan, yaitu emerging, applying, infusing, dan transforming. Tahap pertama emerging yaitu becoming aware of ICT (menyadari TIK), pada tahap ini lebih menekankan pada pengenalan dasar TIK. Guru dan siswa sedang berusaha untuk memahami fungsi dan juga keguaan dari perangkat TIK.

Tahap kedua applying, yaitu learning how to use ICT (belajar bagaimana menggunakan TIK), pada tahap ini guru dan siswa sudah mampu belajar tentang bagaimana cara menggunakan TIK, sesuai kegunaannya dan fungsinya masing-masing.

(11)

11

Tahap ketiga infusing, yaitu understanding how and when to use (mengerti bagaimana dan kapan harus menggunakan TIK), pada tahap ini guru dan siswa sudah dapat memahami, bagaimana dan kapan dia harus menggunakan TIK sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang hendak dicapai.

Tahap keempat transforming, yaitu specializing in the use ICT (menjadi ahli dalam penggunaan TIK), pada tahap ini guru dan siswa sudah sangat mahir dalam menguasai atau menggunakan TIK, siswa pada tahap ini mengarah ke bidang keahliaannya, untuk menjadi seorang profesional [10].

TIK juga mencakup berbagai jenis media informasi dan komunikasi lainnya, tidak hanya mengandung pengertian komputer dan internet saja. Pada dunia pendidikan seharusnya saat siswa belajar tentang TIK (learning about ICT), siswa juga belajar dengan menggunakan atau melalui TIK (learning with and or through ICT) dan guru mengajar dengan menggunakan atau melalui TIK (teaching with and through ICT).

3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif persentase. Disebut metode kuantitatif deskriptif persentase karena data penelitian berupa angka-angka dan di deskripsikan berbentuk persentase. Alasan peneliti menggunakan metode kuantitatif deskriptif persentase karena metode ini membantu peneliti dalam mencari data dan mendeskripsikan hasil penelitian. Untuk menentukan besarnya sampel didalam penelitian ini menggunakan purposiv sampling. Teknik penelitian ini dipakai dengan beberapa pertimbangan seperti kendala sumber daya, baik waktu, perizinan, dan fasilitas yang dimiliki sekolah. Dalam penelitian ini menggunakan 4 sekolahan yang dijadikan sampel, yaitu SMA Negeri 1 Salatiga, SMA Kristen Salatiga, SMK Negeri 3 Salatiga, dan SMK Saraswati. Responden dalam penelitian ini terdiri dari 200 siswa, 11 guru penjas, serta 4 sarpras.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik penyebaran angket, wawancara dan juga observasi. Penyebaran angket diberikan kepada guru dan juga siswa. Angket kepada guru digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan TIK oleh guru dalam pembelajaran, dan kendala apa saja yang dihadapi dalam pemanfaatan TIK. Sedangkan angket kepada siswa digunakan untuk mengetahui sejauh mana pemanfaatan TIK oleh siswa, mengetahui tingkat penerimaan siswa dalam pembelajaran penjas, dan mengetahui respon siswa dalam penggunaan TIK pada pembelajaran penjas. Kemudian digunakan juga teknik wawancara kepada sarpras, untuk

(12)

12

mengetahui kelengkapan fasilitas TIK yang dimiliki oleh sekolah. Selain itu teknik observasi juga dilakukan untuk melihat secara nyata kondisi keadaan fasilitas TIK yang ada di sekolah, sehingga diperoleh data yang sesuai dengan kenyataan yang ada.

Teknik analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif persentase, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisis data yang telah terkumpul dengan cara mendeskripsikan data tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum [11]. Penyajian data yang dianalisis menggunakan analisis statistik deskriptif ini adalah perhitungan persentase. Penelitian ini menggunakan bantuan software microsoft excel dalam pengolahan datanya. Seperti dalam pembuatan diagram persentase. Analisis data ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu berdasarkan status sekolah negeri atau swasta. Grup A merupakan sekolah negeri, dan grup B merupakan sekolah swasta.

4. Hasil dan Pembahasan

Pada tabel dibawah ini merupakan daftar fasilitas TIK yang dimiliki oleh sekolah yang diperoleh dari sarpras menggunakan teknik wawancara.

Tabel 2. Fasilitas Sekolah

No Fasilitas Grup A Grup B

1 2 1 2

1 Lab Komputer 4 unit 9 unit 2 unit 2 unit

2 Komputer 122 unit 210 unit 60 unit 80 unit

3 LCD / Projector 47 unit 36 unit 10 unit 8 unit

4 TV 1 unit 13 uit 7 unit 2 unit

5 Printer 12 unit 12 unit 10 unit 10 unit

6 Scanner 3 unit 2 unit 8 unit 4 unit

7 Kamera Digital 2 unit 16 unit 6 unit 4 unit

8 Tape Recorder 10 unit 4 unit 5 unit 4 unit

9 Jaringan Internet 20 mbps 10 mbps 10 Mbps 10 mbps

10 Jaringan Intranet Ada Ada Ada ada

11 Website Sekolah Ada Ada Ada Belum ada

12 Media e-learning Ada Ada Ada Belum ada

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sejumlah fasilitas TIK yang dimiliki oleh sekolah. Grup A memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan memadai jika dibandingkan dengan grup B. Pada kelompok grup A memiliki jumlah lab komputer lebih dari 4 unit, dengan masing-masing lab terdapat 40 unit komputer, sedangkan rata-rata keseluruhan komputer yang dimiliki oleh grup A adalah 166 unit dengan rata-rata jumlah siswa 1.296 orang. Sedangkan untuk grup B hanya memiliki masing-masing 2 lab komputer, dengan masing-masing lab mempunyai 35 unit komputer, untuk jumlah komputer secara

(13)

13

keseluruhan grup B memiliki rata-rata 70 unit komputer dan rata-rata siswa sebanyak 905 siswa. Apabila dilihat perbandingan jumlah rasio penggunaan komputer secara keseluruhan siswa maka dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Rasio perbandingan penggunaan komputer

Grup A Grup B

Jumlah Siswa 1296 905

Jumlah Komputer 166 70

Rasio Perbandingan 1 : 8 1 : 13

Berdasarkan perbandingan penggunaan komputer secara keseluruhan pada gambar diatas, maka grup A lebih unggul jika dibandingkan dengan grup B, karena semakin tinggi angka perbandingan maka semakin tidak efektif dalam penggunaan komputer tersebut. Untuk kepemilikan LCD di masing-masing sekolah, grup A sudah memiliki LCD yang memadai dengan jumlah rata-rata 42 unit dan LCD tersebut sudah terpasang di setiap kelas, sehingga hal itu akan memudahkan dalam pengintegrasian TIK ke seluruh mata pelajaran, karena guru dapat menampilkan materi berbasis TIK menggunakan LCD. Sedangkan grup B hanya memiliki LCD dengan rata-rata 18 unit, dan LCD tersebut tidak terpasang di setiap kelas, sehingga guru harus bergantian dalam menggunakan LCD untuk pembelajaran, tentu hal ini menjadi tidak efektif guna menunjang pengintegrasian TIK ke semua mata pelajaran.

Untuk ketersediaan jaringan internet dan jaringan intranet, grup A maupun grup B sudah memilikinya semua. Kapasitas bandwidth jaringan internet rata-rata 10 mbps. Semakin besar bandwidth, maka kecepatan akses internet akan semakin cepat pula, sehingga dapat menunjang guru maupun siswa dalam kegiatan pembelajaran berbasis TIK yang lebih sering menuntut penggunaan jaringan internet untuk mencari sumber ilmu pengetahuan atau informasi penting lainnya. Namun tidak semua sekolah memberikan akses internet di semua tempat di lingkup sekolah. Rata-rata mereka hanya menyediakan akses internet di ruang guru, perpustakaan dan lab komputer, sedangkan di ruang kelas tidak disediakan akses internet.

Untuk kepemilikan website sekolah dan media e-learning, rata-rata sudah memiliki semua, meskipun ada satu sekolah yang belum memilikinya. Bagi sekolah yang sudah memiliki media e-learning, maka dapat menunjang pembelajaran berbasis TIK, yaitu guru dapat mengadakan pembelajaran dengan jarak jauh dengan memanfaatkan

(14)

14

berbagai media e-learning, misalnya contoh edmodo, schoology, moodle dan lain sebagainya yang tentu lebih menyenangkan.

Maka berdasarkan tabel fasilitas diatas, dapat disimpulkan secara umum bahwa fasilitas perangkat TIK yang dimiliki oleh grup A lebih memadai dari grup B, sehingga pengintegrasian TIK di sekolah grup A seharusnya lebih mudah di terapkan pada seluruh mata pelajaran, termasuk mata pelajaran penjas.

Analisis Penggunaan TIK dalam Mata Pelajaran Penjas

Berikut ini merupakan analisis data yang diperoleh seputar penggunaan TIK dalam pembelajaran penjas oleh guru.

Gambar 2. Grafik tingkat penggunaan TIK oleh guru penjas

Berdasarkan gambar 2 diatas, bahwa guru penjas grup A sudah sering menggunakan pembelajaran berbasis TIK walau hanya 33% saja, dan 50% hanya kadang-kadang, serta sisanya belum pernah menggunakan perangkat TIK. Sedangkan untuk guru penjas grup B sebesar 40% hanya kadang-kadang menggunakan perangkat TIK, sedangkan sisanya belum pernah menggunakan. Intensitas penggunaan TIK oleh guru penjas diatas, dikatakan sering apabila guru penjas dalam sebulan menggunakan minimal 3 kali, sedangkan dikatakan kadang-kadang jika guru penjas menggunakan perangkat TIK dalam satu bulan minimal 1 kali. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa guru penjas grup A sudah lebih baik dalam memanfaatkan TIK jika dibanding grup B, karena fasilitas yang ada di sekolah grup A lebih memadai. Walaupun demikian masih minim guru penjas pada grup A maupun grup B yang sering menggunakan perangkat TIK dalam pembelajaran, sebagian dari mereka hanya menggunakan perangkat TIK seperti Tape Recorder untuk memutar lagu saat senam, dan belum mengarah pada penggunaan TIK dalam lingkup luas.

33% 50% 17% 0% 40% 60% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70%

Sering Kadang Belum

Grup A Grup B

(15)

15

Padahal apabila guru penjas bisa menerapkan pembelajaran berbasis TIK dengan baik, maka siswa akan dengan mudah menangkap teori-teori penjas yang kadang hanya disampaikan oleh guru secara cepat dan monoton, karena sebagian besar guru penjas hanya mengedepankan praktik secara langsung dari pada memberikan teori dahulu, padahal banyak siswa yang menganggap sebagian materi penjas itu sulit dipahami. Masih minimnya guru penjas yang menggunakan TIK tersebut tak lepas dari beberapa faktor antara lain adalah minimnya kompetensi TIK yang dimiliki oleh guru, kurangnya fasilitas TIK yang dimiliki oleh sekolah, dan terbatasnya waktu mapel.

Gambar 3. Grafik faktor kesulitan guru menggunakan TIK

Berdasarkan data di atas, faktor kesulitan yang paling dominan dalam penerapan TIK adalah terbatasnya waktu tatap muka yang hanya 2 x 45 menit seminggu. Padahal hal tersebut bisa diatasi jika para guru penjas mau memanfaatkan TIK dan internet dalam pembelajaran penjas, yaitu menggunakan media e-learning yang banyak beredar di internet, karena dengan menggunakan e-learning guru tetap dapat memberikan materi pelajaran dan dapat berkomunikasi dengan siswanya tanpa harus tatap muka secara langsung, meskipun berada pada tempat yang jauh tanpa terbatas oleh ruang dan waktu. Selain itu faktor kedua yang paling dominan adalah karena kurangnya ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru. Dalam hal ini pihak sekolah seharusnya gencar mengadakan pelatihan-pelatihan seputar penggunaan TIK untuk meningkatkan ketrampilan para guru. Kemudian faktor terakhir adalah karena minimnya fasilitas TIK di sekolah, yang mana faktor ini hanya terjadi pada sekolah grup B, karena sekolah grup A sudah memiliki fasilitas TIK yang memadai.

33% 0% 83% 40% 20% 60% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Kurang Menguasai TIK Fasilitas Sekolah Minim Terbatasnya Waktu Mapel

Grup A Grup B

(16)

16

Faktor lain yang juga menghambat pengintegrasian TIK pada mata pelajaran penjas adalah kepemilikan perangkat TIK pribadi dan ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru. Secara tidak langsung guru juga harus memiliki perangkat TIK pribadi untuk menunjang hal tersebut, karena jika guru tidak memiliki perangkat TIK pribadi maka akan sulit untuk bisa menguasai ketrampilan TIK dan menerapkan pembelajaran berbasis komputer. Untuk mengetahui tingkat kepemilikan perangkat TIK pribadi dan ketrampilan menggunakan TIK oleh guru penjas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Grafik kepemilikan Perangkat TIK dan Ketrampilan Menggunakan

Berdasarkan gambar 4 di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kepemilikan perangkat TIK oleh guru penjas grup A sudah cukup tinggi, yaitu 75% yang sudah memiliki perangkat TIK. Sedangkan untuk guru penjas grup B sebesar 60% yang sudah memiliki perangkat TIK. Perangkat TIK pribadi yang dimaksud disini adalah laptop/PC, jaringan internet, email, dan blog. Masih ada sebagian guru yang belum memiliki perangkat TIK disebabkan karena sebagian guru belum merasa perlu untuk memilikinya dan masih kurangnya pengetahuan tentang teknologi.

Untuk menunjang pengintegrasian TIK ke dalam mata pelajaran tentu membutuhkan ketrampilan yang baik, dari gambar 4 tersebut juga dapat dilihat tingkat ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas. Grup A hanya 33% saja yang berada pada level mahir, sedangkan sisanya paling banyak berada pada level sedang. Lalu untuk guru penjas grup B ketrampilan TIK yang mereka miliki semuanya berada pada level sedang, belum ada yang memiliki ketrampilan pada level mahir. Data pada gambar 4 tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat kepemilikan perangkat TIK pribadi oleh guru penjas sudah cukup tinggi, namun tingkat ketrampilan TIK yang dimiliki oleh para

75.00% 25.00% 33% 67% 60% 40% 0% 100% 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00%

Memiliki Tidak Mahir Sedang

Grup A Grup B

(17)

17

guru penjas masih rendah, maka tentu hal ini menjadi penghambat dalam pengintegrasian TIK. Guru yang memiliki perangkat TIK pribadi justru akan mudah dalam menguasai TIK, karena guru bisa belajar secara mandiri sehingga guru tersebut akan dengan mudah dalam menguasai ketrampilan TIK, selanjutnya dari situ guru akan dengan mudah dalam mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran.

Ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas ini mereka dapatkan dari pelatihan sekolah, teman sejawat, maupun belajar mandiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Cara memperoleh ketrampilan TIK

Berdasarkan gambar 5 di atas, dapat dilihat bahwa hanya sebagian kecil guru yang mendapatkan pelatihan dari pihak sekolah, sedangkan paling banyak para guru mendapatkan ketrampilan TIK dari teman sejawat, dan juga belajar mandiri secara otodidak, sedangkan sisanya mendapatkan ketrampilan dari mengikuti seminar. Untuk menunjang pengintegrasian TIK pada semua mata pelajaran seharusnya pihak sekolah gencar mengadakan pelatihan-pelatihan terhadap para guru untuk menguasai ketrampilan TIK dengan baik.

33% 17% 50% 100% 0% 20% 0% 80% 60% 0% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120%

Pelatihan Sekolah Seminar Teman Sejawat Belajar Mandiri Kursus

Grup A Grup B

(18)

18

Walaupun demikian sudah ada beberapa guru penjas yang sudah mulai memanfaatkan TIK dalam mengajar, berikut ini merupakan tingkat pemakaian software maupun hadware yang paling sering digunakan oleh guru penjas.

Gambar 6. Grafik hadware dan software yang sering digunakan

Dari gambar 6 diatas, dapat dilihat berbagai media hadware maupun software yang sering digunakan oleh sebagian guru penjas dalam pembelajaran. Untuk hadware yang paling sering digunakan oleh guru penjas grup A adalah menggunakan Laptop/PC dan LCD, karena memang grup A memiliki fasilitas LCD yang sudah terpasang disetiap kelas. Sedangkan guru penjas grup B juga sudah menggunakan laptop/PC dan LCD, walaupun itensitasnya hanya kecil dan juga menggunakan tape recorder, selain itu juga sudah menggunakan TV dan kamera untuk pembelajaran. Kemudian untuk penggunaan software oleh guru penjas grup A maupun grup B keduanya banyak yang menggunakan Ms. Power Point, karena mereka menganggap bahwa hanya software tersebut yang paling mudah untuk dikuasai dan digunakan dalam pembelajaran.

Pentingnya Integrasi TIK pada Mata Pelajaran Penjas

Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, bahwa banyak diantara mereka kesulitan dalam memahami materi penjas tentang gerakan maupun teknik yang benar seperti renang, senam, silat, basket, voly, atletik, dan seputar narkotika. Hal ini tidak terlepas dari cara guru menyampaikan materi pelajaran. Banyak guru penjas yang menekankan pada praktik secara langsung tanpa menjelaskan teorinya secara jelas dahulu. Kalaupun guru menjelaskan teori terlebih dalu, hanya dengan metode konvensional dan monoton yang tentu sulit untuk dipahami siswa, terlebih jika guru menjelaskan materi yang membutuhkan pemahaman mendalam tentu siswa akan kesulitan jika tidak disertai dengan gambar-gambar atau video tutorial yang mendukung.

100% 0% 100% 50% 17% 17% 100% 0% 33% 67% 80% 20% 60% 60% 40% 20% 100% 0% 0% 40% 0% 20% 40% 60% 80% 100% 120% Grup A Grup B

(19)

19

Jika penyampaian materi penjas yang selama ini cenderung konvensional di integrasikan dengan penggunaan TIK tentu akan membuat pembelajaran menjadi menarik dan siswa dapat menerima semua materi penjas dengan baik, sehingga saat praktik mereka bisa paham betul bagaimana gerakan-gerakannya yang benar.

Agar pengintegrasian TIK pada semua mata pelajaran dapat berjalan dengan baik, maka siswa juga seharusnya memiliki perangkat TIK pribadi dan mampu menguasai TIK dengan baik, karena tentu guru dapat dengan mudah jika memberikan tugas-tugas yang berbasis TIK atau misalnya guru mengadakan kuis atau pembelajaran menggunakan media e-larning. Kepemilikan perangkat dan ketrampilan TIK yang dimiliki oleh siswa dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 7. Kepemilikan Perangkat dan ketrampilan TIK oleh siswa

Berdasarkan gambar 7 di atas, dapat dilihat bahwa kepemilikan perangkat TIK oleh siswa grup A maupun siswa grup B sudah cukup tinggi. Sedangkan untuk ketrampilan TIK yang mereka miliki sebagian besar masih berada pada level sedang. Semakin banyak siswa yang memiliki perangkat TIK yang ditunjang dengan ketrampilan TIK yang baik pula, maka akan mempermudah proses pengintegrasian TIK pada semua mata pelajaran, karena guru bisa mendesain pembelajaran berbasis TIK yang aktraktif dan menyenangkan sehingga mudah diterima oleh siswa.

Untuk menunjang pengintegrasian TIK ini, siswa juga harus diarahkan agar dapat menggunakan TIK ataupun internet secara bijak dalam pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat penggunaan TIK oleh siswa dapat dilihat pada gambar di bawah.

93% 7% 45% 55% 73% 27% 37% 63% 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Memiliki Tidak Mahir Sedang

Grup A Grup B

(20)

20

Gambar 8. Tabel Penggunaan TIK oleh Siswa

Pada gambar 8, diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar siswa sudah memanfaatkan TIK untuk mengerjakan tugas dan juga mencari informasi-informasi penting di internet. Siswa dalam mengerjakan tugas bisa mencari di internet ataupun membuat sendiri menggunakan media pembelajaran. Sebagian besar siswa menggunakan software pembelajaran seperti Ms. Power Point, Ms.Word, dan Adobe Flash dalam mengerjakan tugas, dengan demikian diharapkan siswa dan guru dapat bersinergi untuk mewujudkan pengintegrasian TIK khususnya pada pelajaran penjas. Jika mengacu pada 4 tahapan integrasi TIK dalam pembelajaran yang dikemukakan oleh UNESCO seperti pada gambar 1, maka grup A sudah berada pada level infusing, karena jika dilihat dari segi fasilitas TIK yang dimiliki, sekolah pada grup A sudah memiliki perangkat TIK yang memadai, dan ketrampilan TIK yang dimiliki oleh para guru penjas juga sudah baik, mereka dapat memanfaatkan TIK sesuai kebutuhan. Serta para siswa grup A juga sudah dapat memanfaatkan perangkat TIK dengan baik untuk mendukung pembelajaran, sehingga tingkat penggunaan TIK dalam pembelajaran penjas grup A sudah lebih baik.

Sedangkan sekolah grup B masih berada pada tahap applying, karena grup B memiliki perangkat TIK yang belum memadai dan masih minimnya ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas, mereka hanya menggunakan TIK seperti tape untuk memutar lagu saat senam, serta pemanfaatan TIK dalam pembelajaran oleh para siswa masih minim, sehingga menghambat pengintegrasian TIK dalam pembelajaran penjas.

71% 71% 52% 65% 53% 69% 44% 22% 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Mengerjakan Tugas Mencari Informasi komunikasi Hiburan

Grup A Grup B

(21)

21

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan menunjukan bahwa pengintegrasian TIK dalam mata pelajaran penjas pada sekolah grup A sudah lebih baik dibandingkan dengan sekolah grup B. Namun jika dilihat secara keseluruhan tingkat pengintegrasian TIK dalam mata pelajaran penjas pada SMA dan SMK di Kota Salatiga tergolong masih minim. Hal ini dapat dilihat dari tingkat persentase penggunaan TIK pada pelajaran penjas yang berada pada level “sering” dengan itensitas pemakaian minimal 3 kali dalam sebulan, pada grup A baru sebesar 33%, sedangkan grup B 0%. Lalu yang berada pada level “kadang-kadang” dengan itensitas pemakaian TIK minimal 1 kali dalam sebulan, grup A sebesar 50%, sedangkan grup B sebesar 40%. Kemudian sisanya berada pada level “belum pernah”, yaitu grup A sebesar 17% dan grup B sebesar 60%. Hal ini terjadi karena masih kurangnya fasilitas TIK yang dimiliki oleh beberapa sekolah, kurangnya ketrampilan TIK yang dimiliki oleh guru penjas, dan karena gaya mengajar yang sering kali hanya menekankan pada praktek langsung, tanpa memberikan teori terlebih dahulu. Padahal dari data yang didapat banyak siswa yang menganggap bahwa sebagian materi penjas itu sulit dan membutuhkan pemahaman mendalam, dan dari penelitian awal yang melibatkan 200 siswa, sebanyak 79% siswa menginginkan agar TIK bisa diintegrasikan dalam pembelajaran penjas. Jika dilihat berdasarkan 4 tahapan integrasi TIK dalam pembelajaran yang dikemukanan oleh UNESCO, maka sekolah grup A sudah berada pada tahap infusing, sedangkan sekolah grup B baru berada pada tahap applying.

Berdasarkan kesimpulan yang didapat, saran penelitian selanjutnya adalah untuk bisa melakukan penelitian dengan menerapkan pembelajaran berbasis TIK pada pelajaran penjas, sehingga nanti dapat dilihat seberapa besar efektifitas penerapan TIK ini terhadap tingkat pemahaman siswa terhadap materi penjas.

(22)

22

Daftar Pustaka

[1] Soedijarto. 2000. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun Peradaban Negara dan bangsa. Jakarta: Cinaps.

[2] Rusi, Restiyanti dkk. 2014. Profil Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan Komunikasi (TIK) Sebagai Media Dan Sumber Pembelajaran Oleh Guru Biologi. [3] Kemendiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia

Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Jakarta : Kemendiknas.

[4] Ayu, Nabillah, dkk. 2015. Peranan TIK dalam Pembelajaran Penjas di Sekolah. Program Studi (S2) Pendidikan Olahraga Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

[5] Dien, Marion Erwin. 2012. Analisis Pemanfaatan Fasilitas TIK menggunakan Pendekatan Capability Maturity Model (Studi Kasus : SMA/SMK di Kabupaten Boyolali). Program Studi Magister Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

[6] Ayuningtyas, Aih Ervanti. 2014. Analisis Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Mendukung Proses Belajar Mengajar SMP Negeri di Salatiga. Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

[7] DBE 2 USAID. (2008). Pengembangan Pembelajaran Aktif dengan TIK. Pedoman Fasilitator. Jakarta: DBE 2 USAID/Education Development Center.

[8] UNESCO. 2010. ICT Transforming Education: Regional Guide. Bangkok : UNESCO

[9] Munir. 2009. Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

[10] UNESCO. 2004. Schoolnettoolkit. Bangkok: UNESCO Asia and Pacific Regional Bureau for Education.

[11] Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Gambar

Tabel 1. Silabus penjas kelas X
Gambar 1. Model Tahapan Pembelajaran dengan TIK (UNESCO)
Tabel 2. Fasilitas Sekolah
Tabel 3. Rasio perbandingan penggunaan komputer
+7

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Laporan Praktek Kerja Nyata yang berjudul “Proses Peminjaman Kredit Kupedes Pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Perseroan) Tbk Unit

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar selanjutnya disebut SKPDLB adalah Surat Keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak

Varietas Wilis dan Bromo yang dicoba tidak mempunyai perbedaan pada peubah aktivitas nitrogenase, serapan hara P dan K daun, bobot kering bintil, batang dan

Dapat menggunakan program SAP2000 versi 11.0 untuk perhitungan pembebanan atap dan AutoCAD 2008 untuk membuat gambar rekayasa antara lain: gambar detail, gambar potongan,

(A) Beberapa home industry memiliki jaminan (B) Semua home industry taat pada aturan bank (C) Mungkin ada home industry yang

Menurut Nopirin: kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan oleh penguasa moneter (biasanya bank sentral) untuk mempengaruhi jumlah uang beredar dan kredit

[r]

Tujuan penelitian ini adalah melakukan valuasi ekonomi dampak yang diakibatkan erupsi gunung Merapi terhadap nilai bangunan dan lahan pertanian di kawasan rawan bencana