• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1.

Komunikasi Antar Pribadi

Manusia adalah makhluk sosial. Manusia hanya dapat hidup, berkembang dan berperan sebagai manusia dalam hubungan dan bekerja sama dengan manusia lain. Salah satu cara yang terpenting untuk berhubungan dan bekerja sama dengan manusia adalah komunikasi.

Komunikasi antar pribadi siswa di sekolah adalah salah satu hal penting yang harus diperhatikan, hal ini karena dalam penelitian ini komunikasi antar pribadi siswa di sekolah membawa pengaruh terhadap kecerdasan emosional. Semakin berkembangnya komunikasi antar pribadi semakin banyak pula pengaruh emosi yang dihasilkan, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Pengaruh positifnya, apabila komunikasi tersebut berjalan dengan baik, maka justru akan sangat membantu proses perkembangan remaja itu sendiri, remaja akan mampu mengendalikan emosionalnya sendiri yang berhubungan dengan suasana hati maupun konflik yang dia hadapi, terlebih remaja mampu mengendalikan dimana saat dia berkomunikasi antar pribadi dengan orang lain. Sebaliknya pengaruh negatifnya bila komunikasi tersebut tidak efektif, adanya proses komunikasi yang salah maka remaja kurang dapat mengendalikan emosionalnya (suasana hati) yang terjadi adalah tidak sengaja menyinggung perasaan oang lain, takut salah sehingga lebih menarik diri dari pada berinteraksi dengan orang lain ini juga dapat memberi nilai

(2)

negatif dalam penyesuain diri remaja (siswa) yang mengakibatkan terhambat.

2.1.1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi.

Komunikasi antar pribadi pada hakikatnya adalah komunikasi antara komunikator dan komunikan. DeVito (dalam Effendi 2000) mendefinisikan komunikasi antar pribadi sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.

Komunikasi Antar pribadi menurut Liliweri (2007) adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua atau tiga orang dengan jarak fisik di antara para komunikator yang sangat dekat. DeVito (2009) mengemukakan komunikasi antar pribadi adalah proses selektif, sistemik, unik dan interaksi berkelanjutan antara orang-orang yang mencerminkan dan membangun pengetahuan pribadi satu sama lain dan menciptakan makna bersama.

Setiap kali individu akan melakukan komunikasi, individu tidak hanya menyampaikan isi dari pesan tersebut tetapi juga harus menentukan dari seberapa jauh kadar hubungan interpersonal yang dapat diambil dari komunikasi yang dilakukan. Artinya, setiap komunikasi mampu memberikan dampak relationship terhadap oranglain sehingga memudahkan individu untuk diterima dalam masyarakat maupun lingkungan. Menurut segi psikologi komunikasi, individu dapat menyatakan bahwa makin baik

(3)

hubungan antar pribadi, makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara komunikan.

2.1.2. Ciri Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan kegiatan dinamis. Dengan tetap memperhatikan kedinamisannya, komunikasi antar pribadi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Adapun ciri-ciri dari komunikasi antar pribadi menurut Rogers (dalam Wiryanto, 2004) adalah sebagai berikut :

a. Arus pesan cenderung dua arah. b. Konteks komunikasinya dua arah. c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi.

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas, terutama selektivitas keterpaan tinggi.

e. Kecepatan jangkauan terhadap khalayak yang besar relatif lambat.

f. Efek yang mungkin terjadi adalah perubahan sikap.

2.1.3. Aspek-Aspek Komunikasi Antar Pribadi

Aspek-Aspek Komunikasi Antar Pribadi menurut Joseph De Vito (1989) yaitu:

“In this humanistic (sometimes referred to metaphorically as “soft”) approach to interpersonal effectiveness, five general qualities are considered :opennes, empathy, supportiveness, positiveness, equality”.

(4)

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

"Dalam humanistik ini (kadang-kadang disebut sebagai metafora" lunak ") pendekatan efektivitas interpersonal, lima kualitas umum dianggap: keterbukaan, empati, daya dukung, positiveness, kesetaraan".

(a). Openness (keterbukaan)

Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan komunikasi antar pribadi yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapandi masa kini.

Supratiknya (1995), mengartikan keterbukaan diri yaitu membagikan perasaan kepada orang lain terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukan, terhadap kejadian - kejadian yang baru saja disaksikan.

Secara psikologis, apabila individu mau membuka diri kepada orang lain, maka orang lain yang diajak bicara akan merasa aman dalam melakukan komunikasi antar pribadi yang akhirnya orang lain tersebut akan turut membuka diri. Brooks dan Emmert (Rahmat, 2005) mengemukakan bahwa karakteristik orang yang terbuka adalah sebagai berikut: 1. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data

dan keajegan logika.

2. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb. 3. Mencari informasi dari berbagai sumber

(5)

4. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya.

(b). Empathy (empati)

Komunikasi antar pribadi yang positif, berlangsung kondusif apabila komunikator (pengirim pesan) menunjukan rasa empati pada komunikan (penerima pesan), perlu ada hubungan yang positif, hangat, penuh kasih antara yang satu dengan yang lainnya. Kata “empati” mewadahi gagasan : mampu sepenuhnya memahami dan merasakan apa yang dirasakan orang lain, sehingga hampir meniadakan identitas diri untuk menyatu dengan orang tersebut (Kathryn Geldard dan David, 2004)

Empati sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang terkandung, khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu dapat menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain sedekat mungkin apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati tersebut tumbuh dalam proses komunikasi antar pribadi, maka suasana hubungan komunikasi akan dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan penerimaan.

(c). Positivenes (perasaan positif)

Dalam buku Communication Interpersonal oleh Joseph De Vito dinyatakan bahwa:

(6)

“we communicate positiveness in interpersonal communication in at least two ways: (1) stating positive atitudes and (2) stroking the person with whom we interact (1989).

Artinya: Perilaku yang positif dalam komunikasi antar pribadi terdiri dua aspek elemen, (1) komunikasi antar pribadi adalah mendidik sebuah anggapan yang positif untuk seseorang. (2) sebuah perasaan positif untuk situasi komunikasi umum adalah penting untuk interaksi yang efektif.

Rasa positif merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, menerima diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka terhadap kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Dapat memberi dan menerima pujian tanpa pura-pura memberi dan menerima penghargaan tanpa merasa bersalah.

Rahmat (2005) menyatakan bahwa sukses komunikasi antar pribadi banyak tergantung pada kualitas pandangan dan perasaan diri; positif atau negatif. Pandangan dan perasaan tentang diri yang positif, akan lahir pola perilaku komunikasi antar pribadi yang positif pula.

(d). Equality (kesamaan)

Never to are two people absolutely equal in all respect. Despite this in quality, interpersonal communication is generally more effective when the atmosphere is one of equality (1989)

(7)

Tidak pernah dua orang benar-benar sama dalam semua hal. Meskipun demikian dalam kualitas, komunikasi interpersonal umumnya lebih efektif bila atmosfer adalah salah satu dari kesetaraan (1989)

Rahmat (2005) mengemukakan bahwa persamaan atau kesetaraan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis, tidak menunjukkan diri sendiri lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual kekayaan atau kecantikan. Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya tidak mengggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama, yaitu mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat merasa nyaman, yang akhirnya proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar.

(e). Dukungan (Supportiveness) Joseph De Vito mengungkapkan :

“An effective interpersonal relationship is one in wich there is supportiveness, aconcept that owes much of it formulation to the work of Jack Gibb. Open of empathic communication cannot survive in an unsurpportive atmosphere. Supportivinenness is demonstrated and rostered by our being (1) descriptive rather than evaluative and (2) rather than certain.

“Sebuah hubungan interpersonal yang efektif adalah salah satu di yang ada dukung, aconcept yang berutang banyak itu formulasi untuk pekerjaan Jack Gibb. Buka komunikasi empatik tidak dapat bertahan hidup dalam suasana unsurpportive. Supportivinenness ditunjukkan dan rostered oleh keberadaan kita (1) deskriptif daripada evaluatif dan (2) daripada tertentu.

Dukungan dalam komunikasi antar pribadi merupakan faktof yang sangat penting, dimana lewat tanggapan yang

(8)

bersifat memberikan dukungan, penerima pesan ingin menunjukkan simpati, meneguhkan kembali, atau menolong meringankan beban pengirim pesan.

Dukungan merupakan pemberian dorongan atau pengobaran semangat kepada orang lain dalam suasana hubungan komunikasi. Sehingga dengan adanya dukungan dalam situasi tersebut, komunikasi antar pribadi akan bertahan lama karena tercipta suasana yang mendukung. Jack R.Gibb (Rahmat, 2005) menyebutkan beberapa perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, yaitu: Deskripsi, yaitu menyampaikan perasaaan dan persepsi kepada orang lain tanpa menilai, tidak memuji atau mengecam, mengevaluasi pada gagasan, bukan pada pribadi orang lain, orang tersebut “merasa” bahwa kita menghargai diri mereka.

2.1.4. Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi Antar Pribadi

Faktor-faktor yang menyebabkan komunikasi antar pribadi menurut Rahmat (2001) mengemukakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan komunikasi antar pribadi terdiri dari:

1) Persepsi antar pribadi

Berupa pengalaman tentang peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan untuk membedakan bahwa manusia bukan benda tapisebagai objek persepsi.

(9)

2) Konsep diri

Menurut Brooks (dalam Rahmat 2001) konsep diri adalah suatu pandangan dan perasan individu tentang dirinya. Jika individu dapat diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan dirinya, individu cenderung akan bersikap menghormati dan menerima diri. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan, menyalahkan dan menolak dirinya, individu cenderung akan bersikap tidak akan menyenangi dirinya.

3) Atraksi antar pribadi

Menurut Barlund (dalam Rahmat 2001) Atraksi interpersonal diperoleh dengan mengetahui siapa yang tertarik kepada siapa atau siapa menghindari siapa, maka individu dapat meramalkan arus komunikasi antar pribadi yang akan terjadi. Misalnya makin tertarik individu kepada seseorang, makin besar kecenderungan individu berkomunikasinya. Kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang disebut sebagai atraksi antar pribadi.

4) Hubungan antar pribadi

Menurut Goldstein (dalam Rahmat, 2001) hubungan interpersonal ada tiga yaitu:

1. Semakin baik hubungan antar pribadi seseorang maka semakin terbuka individu mengungkapkan perasaannya.

(10)

2. Semakin baik hubungan antar pribadi seseorang maka semakin cenderung individu meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya (psikolog).

3. Semakin baik hubungan antar pribadi seseorang maka makin cenderung individu mendengarkan dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasehat penolongnya.

2.1.5. Pentingnya Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Joseph A. DeVito dalam bukunya “The

Interpersonal Communication Book” (DeVito, 1992) komunikasi

antar pribadi adalah:

“The process of sending and receiving message beetwen two person, or among a small group of person, with some effect and some immediate feedback

Artinya: (proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang, atau diantara kelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik dalam berkomunikasi secara seketika)”. (Effendy, 2000).

Pentingnya komunikasi antar pribadi adalah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi berlangsung secara dialogis selalu lebih baik dari pada secara monologis. Karena monologis menunjukan suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara yang lain mendengarkan, jadi tidak terdapat interaksi dan yang berperan aktif hanya komunikatornya saja, sementara komunikan bersifat pasif. Dialogis adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukan

(11)

terjadinya interaksi, semua yang terlibat dalam komunikasi bentuk dialog ini berfungsi ganda masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati.

Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antar pribadi di nilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Komunikasi yang umumnya berlangsung secara tatap muka (face

to face) dengan komunikan maka terjadilah kontak pribadi.

Berkomunikasi antar pribadi, atau secara ringkas berkomunikasi, merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu ada sejumlah kebutuhan didalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat berkomunikasi dengan sesamanya. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk bisa menjalankan komunikasi antar pribadi.

Komunikasi antar pribadi sangat penting bagi kebahagiaan hidup. Johnson (1995), menunjukan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antar pribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia.

Pertama, komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak saat bayi sampai masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya

(12)

ketergantungan kita kepada orang lain, diawaili dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin meluas dengan bertambahnya usia kita. Bersamaan dengan proses itu, perkembangan intelektual dan sosial individu sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi individu dengan orang lain.

Kedua, identitas atau jati diri individu kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri sendiri. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain tentang diri sendiri. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain individudapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri sendiri sebenarnya.

Ketiga, dalam rangka memahami realitas di sekeliling individu serta menguji kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang lingkungan disekitar individu, perlu membandingkan dengan kesan-kesan dan pengertian orang lain tentang realitas yang sama. Tentu saja, pembanding sosial (social comparison) semacam itu hanya dapat individu lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

(13)

Keempat, kesehatan mental individu sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, lebih-lebih orang-orang yang merupakan tokoh signifikan (significant figures) dalam kehidupan

Agar merasakan bahagia, individu membutuhkan konfirmasi dari orang lain, yakni pengakuan berupa tanggapan dari orang lain yang menujukan bahwa diri normal, sehat dan berharga. Lawan dari konfirmasi adalah diskonfirmasi, yakni penolakan dari orang lain berupa tanggapan yang menunjukan bahwa diri individu abnormal, tidak sehat dan tidak berharga. Semua itu hanya kita peroleh melewati komunikasi antar pribadi, komunikasi dengan orang lain.

2.1.6. Tujuan Komunikasi Antar Pribadi

Tujuan Komunikasi antar pribadi mungkin mempunyai beberapa tujuan. Di sini akan dipaparkan 6 tujuan, antara lain ( Muhammad, 2004) :

a. Menemukan diri sendiri

Salah satu tujuan komunikasi antar pribadi adalah menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan antar pribadi dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah

(14)

sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita.

b. Menemukan dunia luar

Hanya komunikasi antar pribadi menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi antar pribadi, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajariatau didalami melalui interaksi antar pribadi.

c. Membentuk dan menjaga hubungan yang penuh arti

Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dengan orang lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi antar pribadi diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain.

d. Berubah sikap dan tingkah laku

Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan antar pribadi. Kita

(15)

boleh menginginkan mereka memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli barang tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu dan percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kita banyakmenggunakan waktu waktu terlibat dalam posisi antar pribadi.

e. Untuk bermain dan kesenangan

Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pecan, berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita dan cerita lucu pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan yang untuk menghabiskan waktu. Dengan melakukan komunikasi antar pribadi semacam itu dapat memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita.

f. Untuk membantu

Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan komunikasi antar pribadi dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi interpersonal kita sehari-hari. Kita berkonsultasi dengan

(16)

seorang teman yang putus cinta, berkonsultasi dengan tentang mata kuliah yang sebaiknya diambil dan lain sebagainya.

2.2. Definisi Kecerdasan Emosional

Goleman (2001) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan mengenali perasaan kita dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional lebih banyak diperoleh lewat belajar, dan terus berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari pengalaman sendiri. Seseorang makin lama makin baik dalam kemampuan ini sejalan dengan makin terampilnya mereka dalam menangani emosi dan impulsnya sendiri, dalam memotivasi diri, dan dalam mengasah empati dan kecakapan sosial (Goleman, 2005). 2.2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan meggunakan informasi ini untuk pikiran dan tindakan.

(17)

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional. EQ bukanlah lawan dari IQ ataupun kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan (Shapiro, 1999).

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari : "kecerdasan antar pribadi, yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif." (Goleman, 2002).

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup "kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain." Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, mencantumkan "akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut,

(18)

serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku" (Goleman, 2002).

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey (Golerfian, 2000) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkapkan kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

Menurut JB Wathson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu: fear (ketakutan), rage (kemarahan) dan love (cinta). Sedangkan Daniel Goleman (2002) mengemukakan beberapa macam emosi, yaitu :

a. Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.

b. Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, putus asa.

c. Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, bangga, senang.

d. Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, bakti.

e. Terkejut : terkesiap, terkejut, kaget. f. Jengkel : hina, jijik, muak, tidak suka.

(19)

Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon untuk bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam The Nicomanchea pembahasan Aristoteles secara filsafat kebijakan, karakter hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional seseorang dengan kecerdasan. Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan memiliki kebijaksanaan, nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup seseorang. Tetapi, nafsu dapat dengan mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal itu sering kali terjadi. Masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikan emosi tersebut (Goleman, 2009).

Menurut Goleman (2002), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the

appropriateness of emotion and its expression) melalui

keterampilan kesadaran diri, pengenalan diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi

(20)

orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

2.2.2. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional

Goleman (1995) mengemukakan kecerdasan emosi mempunyai 5 aspek utama dalam kecerdasan emosional yaitu : (1). Mengenali Emosi Diri Sendiri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri.

Menurut (Goleman, 2002) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi lebih larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

(2). Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani persaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali

(21)

merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan yang meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengganggu kesetabilan seseorang (Goleman, 2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.

(3). Memotivasi Diri Sendiri

Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

(4). Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman (2002) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukan kemampuan ampati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain, sehingga ia lebih mampu menerima

(22)

suclut pandang orang lain, peka terahadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.

(5). Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman, 2002). Keterampilan dalam komunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih popular, lebih mudah bergaul dan lebih peka (Goleman, 2002). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus, menerus merasa frustasi (Goleman, 2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil

(23)

dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya dalam berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagi siswa untuk mampu membina hubungan dengan orang lain. Sejauh mana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.

Dari beberapa definisi kecerdasan emosional tersebut ada kecenderungan arti bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, memahami dan mengolah serta menggunakan emosi dengan baik pada diri sendiri dan orang lain.

2.3. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Komunikasi Antar Pribadi

Pada dasarnya objek dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional dan komunikasi adalah dua hal yang mempunyai hubungan yang sangat erat, kecerdasan emosi akan diperlukan ketika seseorang menghadapi suatu masalah seperti keberagaman pendapat yang memungkinkan timbulnya konflik antar pribadi, terlebih pada sikap pada usia remaja sekolah yang masih sangat rentan dalam mengendalikan emosi yang berkejolak.

(24)

Kecerdasan emosional yang dimiliki siswa merupakan hal penting yang akan berpengaruh pada kemampuan komunikasi antar pribadi. Tanpa kecerdasan emosional, khususnya pada usia remaja hanya akan melibatkan perasaan dan emosinya saja setiap menghadapi masalah maupun dalam komunikasi antar pribadi siswa. Menurut Daniel Goleman (2002) emosional merujuk (mewakili) pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Dapat diambil kesimpulan bahwa emosional merupakan salah satu aspek penting dalam komunikasi antar pribadi, karena emosional dapat menjadi motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu perilaku interpersonal manusia.

Komunikasi antar pribadi menurut Joseph De Vito (2009) mengemukakan proses selektif, sistemik, unik dan interaksi berkelanjutan antara orang-orang yang mencerminkan dan membangun pengetahuan pribadi satu sama lain dan menciptakan makna bersama. Dalam kemampuan komunikasi pribadi terdapat aspek-aspek dalam memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, perasaan empati, yang ada kaitanya dengan kecerdasan emosional.

Setiap kali individu akan melakukan komunikasi antar pribadi, individu tidak hanya menyampaikan isi dari pesan tersebut tetapi juga menentukan dari seberapa jauh kadar hubungan antar pribadi yang dapat diambil dari komunikasi yang dilakukan. Jadi kecerdasan emosional dalam komunikasi antar pribadi adalah kemampuan memantau perasaan soaial yang melibatkan kemampuan seseorang dalam memilah-milah semuanya,

(25)

menginformasikan pikiran maupun tindakan pengendalian emosional dalam komunikasi antar pribadi

2.4 Hasil Penelitian Yang Relevan

Kecerdasan emosi juga dapat dikaitkan dengan pengelolaan konflik antar pribadi, yang pernah diteliti oleh Marettina Antaristi (2001) dalam skripsinya yang berjudul : Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal Ditinjau dari Kecerdasan Emosi Pada Karyawan PT. Tiga Manunggal Sinthetic Industries.

Yang menyatakan hubungan yang signifikan antara kemampuan mengelola konflik Interpersonal ditinjau dari kecerdasan emosi, yang artinya semakin karyawan memiliki kecerdasan emosi yang baik, maka semakin baik pula kemampuan karyawan dalam mengelola konflik interpersonal. Sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi yang dimiliki oleh karyawan maka makin rendah pula tinngkat kemampuan karyawan dalam mengelola konflik interpersonal.

2.5. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan teori – teori yang ada hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan komunikasi antar pribadi siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan skripsi dengan baik, yang berjudul: “Nilai Spiritual, Hak Asasi Manusia, Dan Kesadaran Hukum Dalam

Menurut penuturan dari narasumber, dengan adanya pelaksanaan ritual musikal totobuang ini potensi dan ketrampilan dari setiap anggota komunitas haur dapat

Ketika driver memiliki distributive justice yang tinggi cenderung memiliki persepsi yang positif pada perusaan sehingga akan tetap bekerja dan tidak banyak mengeluh karena

Menyediakan prasarana, kemudahan asas dan peralatan untuk menjalankan aktiviti di bawah program sukan sekolah atau memilih lokasi di luar sekolah yang sesuai dan

Selain itu terkait permasalahan penggunaan hisab di Pondok Pesantren Darul Ulum tersebut, Ust Susilo berpendapat bahwa penggunaan metode hisab maupun rukyat pada dasarnya

Praktik utang-piutang yang terjadi di desa Wuwur menurut penulis dilakukan dengan cara saling meridhawi (antaradlin), namun tetap dianggap kurang tepat karena “keridhawan”

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan kegiatan selama penelitian dilakukan, maka dapat disarankan beberapa hal yaitu: dikarenakan alat peraga papan optik

Marcella Elwina S, S.H., CN., M.Hum., (Dosen Hukum Pidana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang) menjelaskan bahwa pada kasus penghinaan dan pencemaran nama baik