• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi Risiko Wasting pada Anak Usia 3 sampai 9 Tahun dan Hubungannya dengan Risiko Stunting di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prevalensi Risiko Wasting pada Anak Usia 3 sampai 9 Tahun dan Hubungannya dengan Risiko Stunting di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, tahun 2011"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Prevalensi Risiko Wasting pada Anak Usia 3 sampai 9 Tahun dan

Hubungannya dengan Risiko Stunting di Pesantren Tapak Sunan, Condet,

Jakarta, tahun 2011

Nur Mentari Sofyan Pa dan Saptawati Bardosonob

aProgram Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan bDepartemen Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Wasting merupakan salah satu masalah kurang nutrisi yang umum terjadi di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kondisi tersebut adalah lingkungan yang kurang bersih, fasilitas kesehatan yang kurang memadai, asupan makanan yang tidak adekuat, dan riwayat penyakit. Umumnya wasting menyerang populasi anak-anak yang sebelumnya mengalami malnutrisi kronik seperti stunting. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk prevalensi risiko wasting dan hubungannya dengan risiko stunting. Penelitian tersebut dilakukan dengan rancangan observasional cross-sectional. Sasaran penelitian ini adalah anak usia 3 hingga 9 tahun yang dipilih dengan cara metode total sampling dan dilakukan di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, pada bulan Januari 2011. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data diri subjek, tinggi badan, dan berat badan. Data tersebut diolah dan dianalisis dengan SPSS dan Epi Info menggunakan uji Fisher. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa prevalensi risiko wasting sebesar 12% dan prevalensi risiko stunting sebesar 8%. Selain itu, didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara risiko wasting dan risiko stunting (p=1). Hal ini dikarenakan penderita risiko wasting kemungkinan tidak mengalami stunting sebelumnya.

Prevalence of Wasting Risk in 3 to 9 years old children and Its Association with Stunting Risk, at Tapak Sunan Islamic Boarding School, Condet, Jakarta, 2011

Abstract

Malnutrition has been one of the worst health problems since a very long time ago. Wasting cases are most likely to occur in developing or third world countries, such as Indonesia. There are many factors that could lead to wasting problem, such as unhealthy environment, poor healthcare facilities and infrastructures, poor nutrition intake, and bad health record. Wasting has higher possibility to occur while someone has been suffering from stunting. Therefore, the prevalence of wasting risk and the association with stunting risk will be studied further in this research which was conducted at Tapak Sunan Islamic boarding School, Condet, Jakarta on January, 2011 by applying cross-sectional observational method. The data was gathered and obtained from interviews including height and weight measurements of 3 to 9 years old children who were selected by total sampling method. SPSS (Fisher test) and Epi Info were used to process and analyze the data from the research. It revealed that the prevalence of wasting risk was 12%, while the stunting risk was 8%.

(2)

Moreover, there was no association between wasting risk and stunting risk (p=1). It is because the subject suffering wasting risk might not suffer from stunting before.

Key words: children; DKI Jakarta; Islamic boarding school; stunting risk; wasting risk

Pendahuluan

Status gizi merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam kelangsungan hidup dan kesehatan masyarakat dunia baik negara berkembang maupun negara maju.1 Status gizi buruk atau malnutrisi seringkali menyerang anak-anak terutama di negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah hingga menengah seperti Indonesia.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas), prevalensi gizi buruk secara keseluruhan di Indonesia sebesar 17,9% pada tahun 2010, yang mengalami penurunan sebanyak 0,5% sejak tahun 2007 (18,4%).2 Apabila dibedakan antara di Kota dan di Desa, diketahui terjadi penurunan prevalensi di Kota, tetapi tidak terjadi penurunan di Desa yang diketahui prevalensinya lebih tinggi daripada di Kota.2

Salah satu kasus malnutrisi adalah wasting. Berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan, prevalensi wasting pada anak balita secara keseluruhan di Indonesia sebesar 13,3%, dengan prevalensi tertinggi di Jambi (20%). Dilaporkan pula bahwa terjadi penurunan prevalensi sebesar 18% pada anak-anak balita dari tahun 2007 hingga 2010.3 Sedangkan di DKI Jakarta, terjadi penurunan prevalensi dari 16,9% pada tahun 2007 hingga 11,3% pada tahun 2010.2

Wasting dapat terjadi antara lain akibat asupan makanan yang tidak adekuat. Tetapi umumnya disebabkan oleh masalah nutrisi kronik sebelumnya seperti stunting. Dampak dari wasting cukup buruk terhadap daya tahan tubuh dan perkembangan individu saat dewasa seperti penurunan produktivitas, pendidikan, dan potensi hamil.1

Faktor yang terkait dengan wasting adalah usia dan jenis kelamin. Wasting umumnya terjadi pada 6 bulan pertama kelahiran tetapi di antara anak-anak berumur 3 hingga 12 tahun, umur 6 hingga 11 tahun merupakan umur dengan prevalensi wasting tertinggi. Sedangkan stunting umumnya terjadi pada seluruh kelompok umur pada anak-anak.4,5 Kemudian,

penelitian di Maluku menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kedua malnutrisi tersebut dengan jenis kelamin dan diketahui bahwa perempuan cenderung lebih sedikit yang mengalami stunting atau severe stunting dibandingkan dengan laki-laki.2,6

(3)

Untuk mengatasi malnutrisi dan mengeliminasi kemiskinan, sebagai salah satu faktor terjadinya malnutrisi, pada International Conference on Nutrition 1992 dan World Food Summit 2002, dikemukakan bahwa peningkatan keamanan dalam makanan sangat penting untuk setiap negara termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, terdapat 4 sub-program yang termasuk dalam kebijakan nasional program nutrisi yaitu program malnutrisi protein-kalori, program iron-anemia, program defisiensi vitamin A, dan program defisiensi iodin.7

Berdasarkan penjelasan di atas, daerah-daerah kecil atau dengan tingkat pendapatan rendah memiliki angka yang lebih tinggi dalam kasus malnutrisi sehingga tempat yang sesuai untuk dijadikan penelitian adalah Pesantren Tapak Sunan yang berada di Condet. Tempat tersebut walaupun berada di Jakarta, tapi berada di daerah yang agak mendalam dan di sekitarnya banyak terdapat jajanan yang kurang sehat. Dari penelitian ini, diharapkan murid pesantren dan keluarganya dapat mengatasi ataupun mencegah terjadinya risiko stunting dan risiko wasting.

Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui prevalensi risiko wasting pada anak usia 3 sampai 9 tahun dan hubungannya dengan risiko stunting di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta. Tujuan khusus adalah mengetahui sebaran subjek berdasarkan jenis kelamin dan usia; mengetahui prevalensi risiko wasting dan risiko stunting pada anak usia 3 sampai 9 tahun di Pesantren Tapak Sunan; serta mengetahui hubungan antara risiko wasting dan risiko stunting pada anak usia 3 sampai 9 tahun di Pesantren Tapak Sunan.

Tinjauan Teoritis

Wasting merupakan salah satu kondisi malnutrisi dan berperan sebagai indikator malnutrisi akut yang ditandai dengan menurunnya hasil pengukuran berat badan terhadap tinggi.8,9 Berdasarkan data saat ini, diindikasikan bahwa 10% dari anak-anak di seluruh dunia mengalami moderate hingga severe wasting. Wasting dapat dikategorikan menjadi moderate wasting dan severe wasting. Di bawah -2 SD nilai median maka dikategorikan sebagai moderate wasting. Sedangkan kurang dari 3 SD dikategorikan sebagai severe wasting.9 Apabila lebih besar dari -2SD dan kurang dari -1SD maka disebut risiko wasting.

Identifikasi wasting dapat diketahui dengan mengukur lingkar lengan.9 Cara termudah untuk mengukur lingkar lengan adalah dengan menggunakan setrip Shakir, X-ray film, atau meteran MUAC (mid upper arm circumference) yang dapat mengukur lingkar lengan anak-anak dari umur 1 hingga 12 tahun.10

(4)

Stunting adalah suatu malnutrisi kronik yang mengacu kepada anak-anak dengan tinggi di bawah garis (cut off) minimum namun dengan kondisi berat terhadap tinggi yang proporsional. Selama dua dekade terakhir, terjadi penurunan yang konsisten pada kasus stunting. Pada tahun 1980, 41% anak-anak yang berumur di bawah 5 tahun memiliki beberapa tingkat retardasi pertumbuhan dan pada tahun 2005, prevalensi stunting turun menjadi 32% walaupun masih meninggalkan 192 juta anak-anak dengan pertumbuhan yang tidak adekuat.9 Pengukuran stunting dilakukan dengan cara mengukur tinggi badan dan umur subjek yang kemudian setelah didapatkan nilai Z, dapat dibandingkan dengan standar yang ada.

Anak-anak yang menderita stunting akan memiliki tingkat intelegensi yang rendah ketika dewasa5, gangguan fungsional atau pertumbuhan (misal, tinggi dan berat badan yang kecil)17, dan gangguan kemampuan kerja (produktivitas).3,6,9 Selain itu, stunting juga meningkatkan risiko obstetrik pada wanita.3,6,9

Stunting dan wasting merupakan suatu bentuk malnutrisi yang umumnya terjadi pada saat anak-anak baik karena asupan makanan yang buruk, tingkat ekonomi rendah, maupun pengaruh penyakit infeksi. Kedua masalah malnutrisi ini ternyata saling berhubungan satu dengan yang lainnya walaupun prevalensi terbesar kasus stunting terjadi pada anak-anak berumur 24 hingga 36 bulan sedangkan wasting pada umur 12 hingga 24 bulan.8

Kedua masalah nutrisi ini, berdasarkan suatu penelitian, saling berhubungan sebab akibat. Anak-anak dengan kasus wasting umumnya diawali dengan malnutrisi kronik terlebih dahulu yaitu stunting.9

Metode Penelitian

Pada penelitian ini, rancangan studi yang digunakan adalah observasional cross-sectional yang dilakukan pada anak-anak berumur 3 hingga 9 tahun di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta. Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 1 Januari 2011 hingga Februari 2012. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19 Januari 2011.

Data subjek dilakukan dengan wawancara, pengukuran tinggi badan,dan berat badan. Wawancara dilakukan dengan bertanya seputar biodata subjek (nama, tanggal lahir, usia) kepada subjek atau orangtua subjek. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan mengukur tinggi badan subjek yang berdiri tegak, tumit menempel di dinding, dan kepala lurus ke depan. Sedangkan berat badan diukur dengan timbang SECA. Masing-masing pengukuran dilakukan dua kali dan diambil rata-ratanya.

(5)

Sebelum dilakukan pengambilan data, orangtua subjek diberikan penjelasan mengenai pengukuran yang akan dilakukan peneliti berupa pengukuran tinggi dan berat badan serta diberikan informed consent sebagai bentuk persetujuan mengikuti penelitian ini. Selain itu, subjek juga akan ditanyakan mengenai biodata yang meliputi nama, usia, dan tanggal lahir. Data yang diperoleh dicatat di formulir data.

Data yang meliputi nama, tanggal lahir, tanggal pemeriksaan, tinggi badan dan berat badan, dikumpulkan dan dicatat di formulir data. Kemudian, setelah semua data terkumpul, data diperiksa ulang untuk melihat terdapatnya kejanggalan atau kesalahan penulisan. Setelah diedit, akan dilakukan coding untuk mengategorikan subjek yang mengalami risiko wasting atau risiko stunting. Kemudian, data di-entry dan dianalisis dengan SPSS version 11.5. Digunakan pula Epi Info version 3.5.1 untuk mengetahui nilai Z dari tinggi badan terhadap usia dan berat badan terhadap tinggi. Uji statistik yang digunakan adalah uji Fisher.

Hasil dan Pembahasan

Total subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi berjumlah 55 orang. Tetapi setelah dilakukan pengolahan dengan menggunakan SPSS version 11.5 dan Epi Info version 3.5.1 diketahui bahwa terdapat 5 orang yang memenuhi kriteria drop out atau data kurang lengkap sehingga total subjek yang dapat digunakan adalah 50 orang.

Sebaran Subjek, Risiko Wasting, dan Risiko Stunting

Berikut sebaran subjek berdasarkan usia, jenis kelamin, risiko wasting, dan risiko stunting.

(6)

Tabel 1. Sebaran subjek berdasarkan usia, jenis kelamin, risiko wasting, dan risiko stunting Karakteristik n % Usia 3-6 43 86 7-9 7 14 Jenis Kelamin Laki-laki 28 56 Perempuan 22 44 Risiko Wasting Ya 6 12 Tidak 44 88 Risiko Stunting Ya 4 8 Tidak 46 92

Berdasarkan penelitian di atas, diketahui bahwa sebaran subjek berdasarkan usia, mayoritas pada anak usia 3-6 tahun. Sedangkan menurut data sensus penduduk di Indonesia pada tahun 2005, usia 5-9 tahun lebih banyak dibandingkan dengan 0-4 tahun.19 Berdasarkan jenis kelamin, sebaran mayoritas pada laki-laki. Sebaran ini sesuai dengan sensus penduduk Indonesia pada tahun 2005.19

Prevalensi risiko stunting di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, sebesar 8%. Sedangkan prevalensi risiko wasting sebesar 12%. Apabila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010, prevalensi risiko stunting di daerah Condet kurang dari prevalensi di DKI Jakarta yang berjumlah 26,6%. Tetapi berbeda dengan prevalensi risiko wasting yang lebih besar dibandingkan dengan prevalensi secara keseluruhan di DKI Jakarta yang berjumlah 11,3%. Prevalensi risiko wasting tersebut, berdasarkan WHO, termasuk dalam presentase yang dianggap serius karena berada di antara 10 hingga 14,9%.

Prevalensi risiko stunting yang lebih kecil dan prevalensi risiko wasting yang lebih besar di Pesantren Tapak Sunan merupakan hal yang berlawanan dengan prevalensi pada kondisi keadaan tempat tinggal yang sama. Hal yang mungkin terjadi adalah keadaan genetik ibu yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak. Seperti yang telah dijelaskan, berdasarkan penelitian di Maluku, tinggi badan ibu (genetik) memiliki pengaruh terhadap risiko terjadinya stunting. Sedangkan pada kasus wasting, hal yang mungkin terjadi adalah asupan makanan

(7)

yang kurang baik atau sehat apabila melihat kondisi sekitar Pesantren dengan kebersihan makanan kaki lima yang tidak terjamin.

Sebaran Risiko Wasting berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin

Dari seluruh subjek, prevalensi risiko wasting di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta, berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Prevalensi risiko wasting berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia

Variabel Risiko Wasting Normal

n % n % Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 5 1 17,86 4,54 23 21 82,14 95,46 Kelompok Usia 3-6 7-9 5 1 11,63 14,29 38 6 88,37 85,71

Tabel di atas menunjukkan prevalensi risiko wasting pada laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Hal ini sesuai dengan data WHO dan RisKesDas yang mengemukakan bahwa prevalensi wasting pada balita laki-laki lebih besar dibandingkan balita perempuan. Berdasarkan usia, prevalensi tertinggi risiko wasting pada anak-anak berusia 7 hingga 9 tahun. Berdasarkan penelitian lain, dikemukakan bahwa antara anak-anak berusia 3-12 tahun, prevalensi wasting tertinggi berada pada anak usia 6-11 tahun.

Prevalensi Hubungan Risiko Wasting dan Risiko Stunting

Setelah mengetahui prevalensi masing-masing dari risiko stunting dan risiko wasting, berikut adalah prevalensi hubungan antara risiko stunting dan risiko wasting.

(8)

Tabel 3. Prevalensi hubungan antara risiko wasting dan risiko stunting

Risiko Wasting Normal Nilai p

Risiko Stunting 0 4 (8,0)

1

Normal 6 (12,0) 40 (80,0)

Dari tabel di atas, diketahui bahwa tidak terdapat subjek yang mengalami risiko stunting dan risiko wasting secara bersamaan. Nilai p pada tabel sebesar 1 yaitu berada di atas 0,05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara risiko stunting dan risiko wasting. Tidak adanya perbedaan terjadi akibat tidak diawali dengan stunting terlebih dahulu tetapi kemungkinan didahului oleh penyakit akut seperti diare atau infeksi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa di Pesantren Tapak Sunan, Condet, Jakarta:

1. Sebaran subjek berdasarkan usia, pada usia 3-6 tahun 43 orang dan pada usia 7-9 tahun, 7orang; sedangkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki berjumlah 28 orang dan perempuan, 22 orang;

2. Prevalensi risiko wasting sebesar 12% dan risiko stunting sebesar 8%; 3. Tidak terdapat hubungan antara risiko wasting dengan risiko stunting (p=1).

Saran

Berdasarkan penelitian di atas, disarankan bahwa subjek, keluarga, dan pengelola Pondok Pesantren diberikan edukasi mengenai wasting dan stunting; subjek dan keluarga melakukan pencegahan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan sekitar, mengonsumsi makanan yang seimbang, dan mengikuti 4 program Posyandu (program malnutrisi protein-kalori, program iron-anemia, program defisiensi vitamin A, dan program defisiensi iodin); serta dilakukan penelitian lebih lanjut (misal, pemeriksaan feses) untuk mengetahui penyebab pasti dari wasting sehingga dapat dilakukan penanganan yang tepat pada subjek.

(9)

1. Prentice AM, Gershwin ME, Schaible UE, Keusch GT, Victora CG, Gordon JI. New challenges in studying nutrition-disease interactions in the developing world. The Journal of Clinical Investigation 2008; 118: 1322-9.

2. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. 2010.

3. UNICEF. Indonesia sets target to improve child nutrition. 2010; [Disitasi pada tanggal 13 Desember 2011]; [1 halaman]. Dapat diakses di: http://www.unicef.org /indonesia/media_12591.html.

4. Grantham-McGregor S, Cheung YB, Cueto S, Glewwe P, Richter L, Strupp B, et al. Developmental potential in the first 5 years for children in developing countries. PubMed Central 2007; 369: 60-70.

5. Julia M. Adoption of the WHO child growth standards to classify Indonesia children under 2 years of age according to nutrition status: Stronger indication for nutritional intervention. Food and Nutrition Bulletin 2009; 30: 254-60.

6. Ramli, Agho KE, Inder KJ, Bowe SJ, Jacobs J, Dibley MJ. Prevalence and risk factors for stunting and severe stunting among under-fives in North Maluku province of Indonesia. BMC Pediatrics 2009; 9: 1-10.

7. Anwar F, Khomsan A, Sukandar D, Riyadi H, Mudjajanto ES. High participation in the Posyandu nutrition program improved children nutritional status. Nutr Res Pract 2010; 4: 208-14.

8. Choudhary P. Nutrition in children in developing countries. New Delhi: BI Publications; 1994.

9. Duggan C, Watkins JB, Walker WA. Nutrition in pediatrics: basic science, clinical apllications. 4th ed. India: International Print-O-Pac; 2008.

10. UNESCO. Feeding young children: Healthy food. 2010; [Disitasi pada tanggal 16 Januari 2012]. Diunduh dari: http://www.unesco.org/education /educprog/ste/ pdf_files/health/feeding.pdf.

11. Harris NS, Crawford PB, Yangzom Y, Pinzo L, Gyaltsen P, Hudes M. Nutritional and health status of Tibetan children living at high altitudes. N Engl J Med. 2001; 344; 341-7.

(10)

12. Mupfasoni D, Karibushi B, Koukounari A, Ruberanziza E, Kaberuka T, Kramer MH, et al. Polyparasite helminth infections and their association to anaemia and undernutrition in Northern Rwanda. PubMed Central. 2009; 3: 1-10.

13. Ramachandran P, Gopalan HS. Undernutrition & risk of infections in preschool children. Indian J Med Res 2009; 130: 579-83.

14. Chotard S, Mason JB, Oliphant NP, Mebrahtu S, Hailey P. Fluctuations in wasting in vulnerable child populations in the Greater Horn of Africa. Food and Nutrition Bulletin 2010; 31: 219-34.

15. Mason JB, Chotard S, Cercone E, Dieterich M, Oliphant NP, Mebrahtu S, Hailey P. Identifying priorities for emergency intervention from child wasting and mortality estimates in vulnerable areas of the Horn of Africa. Food and Nutrition Bulletin 2010; 31: 234-48.

16. Shang Y, Tang L, Zhou S, Chen Y, Yang Y, Lin S. Stunting and soil-transmitted-helminth infections among school-age pupils in rural areas of southern China. Parasites & Vectors 2010; 3: 1-6.

17. Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell R, Richter L, et al. Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. Lancet 2008; 371: 340-57.

18. WHO. Child Malnutrition. 2010; [Disitasi pada tanggal 13 Desember 2011]. Diunduh dari: http://apps.who.int/ghodata/?vid=160#%29

19. Badan Pusat Statistik. Jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin: survei antar sensus. 2005; [Disitasi pada tanggal 7 Februari 2012]. Diunduh dari: www.kotalayakanak.org/dokumen/laporankha/lampiran /KHA3dan4.pdf

Gambar

Tabel 1. Sebaran subjek berdasarkan usia, jenis kelamin, risiko wasting, dan risiko stunting  Karakteristik  n  %  Usia  3-6  43  86  7-9  7  14  Jenis Kelamin  Laki-laki  28  56  Perempuan  22  44  Risiko Wasting  Ya  6  12  Tidak  44  88  Risiko Stunting
Tabel 2. Prevalensi risiko wasting berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia
Tabel 3. Prevalensi hubungan antara risiko wasting dan risiko stunting

Referensi

Dokumen terkait

Sumber daya manusia yang berada didalamnya mendapatkan beban pekerjaan yang lebih dari biasanya, lebih dari instansi lain yang sebagian besar bertugas hanya sebagai Satuan Kerja

Jika bentuk primer pelaporan informasi segmen perusahaan ialah segmen geografis yang didasarkan pada lokasi aset dan lokasi pelanggannya berbeda dengan lokasi asetnya, maka

Inhibitor daun teh dan inhibitor daun jambu dapat menghambat laju korosi lebih baik karena inhibitor tersebut memiliki daya rekat pada permukaan material yang lebih baik dibanding

Sebagai tugas Dinas Sosial dan Tenaga Kerja melaksanakan sebagai urusan rumah tangga daerah di bidang sosial dan tenaga kerja dalam rangka kewenangan

Hal ini berarti semakin tinggi jumlah sumber informasi maka semakin pendek jarak yang diperlukan oleh petani karet untuk menghubungi aktor lain dalam jaringan komunikasi. Beragamnya

Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia

Dari pengujian didapatkan hasil bahwa sensor DS18B20 merupakan sensor suhu udara yang memiliki ketelitian yang paling tinggi dibandingkan dengan LM35, DHT11, DHT22

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa banyak kriteria kinerja, maka peneliti menggunakan kriteria kinerja menurut Suyadi Prawirosentono yang meliputi: efektifitas,