• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI MUKHTALIF AL-H}ADI>TH IBN QUTAYBAH (DALAM KITAB TA WI>L MUKHTALIF AL-H}ADI>TH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI MUKHTALIF AL-H}ADI>TH IBN QUTAYBAH (DALAM KITAB TA WI>L MUKHTALIF AL-H}ADI>TH)"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI

MUKHTALIF AL-H}ADI>TH

IBN QUTAYBAH

(

DALAM KITAB TA’WI>L MUKHTALIF AL-H}ADI>TH)

PROPOSAL DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

MENGIKUTI PROGRAM 5000 DOKTOR OLEH DIKTIS KEMENAG RI

Oleh

ABDUL BASID, S.Th.I, M.Th.I

PROGRAM 5000 DOKTOR

KEMENTERIAN AGAMA RI

DIREKTORAT JENERAL PENDIDIKAN ISLAM DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI ISLAM

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah Swt menurunkan al-Qur’an sebagai bukti akan kebenaran risalah Muhammad, dan juga sebagai petunjuk bagi hamba-Nya agar senantiasa taat dan mengesakan-Nya. Di dalamnya berisikan syariat-syariat agama, baik itu berupa perintah, larangan, adab, ancaman, dan kisah-kisah yang dapat diambil ibrahnya. Sebagai kitab suci umat Islam, al-Qur’an berperan sebagai rambu-rambu atau ketentuan-ketentuan dari Allah yang memiliki kebenaran mutlak, dan penukilan atau periwayatannya dilakukan secara mutawatir1 dan qath’i al-wurūd2. Namun dalam prakteknya, al-Qur’an tidak bisa berdiri sendiri dalam hal menerangkan ungkapan-ungkapan al-Qur’an yang mujmal, muthlaq, muqayyad, dan sebagainya, hanya sebagian saja yang menjelaskan secara rinci sehingga masih memerlukan penafsiran. Karena nabi Muhammad adalah pembawa al-Qur’an, wajar kiranya jika beliau -melalui hadi>thnya- menempati posisi sebagai orang yang paling berhak memberikan penafsiran dan pemahaman.

1 Proses pembelajaran al-Qur’an diberikan nabi secara langsung kepada para sahabat, kemudian menyuruh

mereka untuk menghapal, bahkan sebagian sahabat disuruh untuk menulis setiap kali mendapatkan wahyu.

2 Maksud Qath’i al-Wur

ūd atau Qath’i al-Tsubūt ialah mutlak kebenaran beritanya. Subhi Shālih, Ulūm al-Hadīts wa Musthalahuhu (Beirūt: Dār al-Ilm li al-Malāyīn, 1997 M), 151.

(3)

Selain al-Qur’an, nabi Muhammad Saw juga meninggalkan pedoman lain yaitu sunnah beliau, yang salah satu fungsinya adalah sebagai penjelas terhadap al-Qur’an, merinci hukum-hukum dalam al-Qur’an. Allah Swt berfirman :

ُرَّكَفَ تَ ي ْمُهَّلَعَلَو ْمِهْيَلِإ َلِّزُ ن اَم ِساَّنلِل َِّيَِّ بُتِل َرْكِّذلا َكْيَلِإ اَنْلَزْ نَأَو

َنو

3

Dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan,

Sunnah (hadi>th) merupakan langkah praktis dalam Islam yang dipraktekkan oleh rasul Muhammad Saw, dan kaum muslimin pun akan selalu merujuk hukum-hukum yang terdapat dalam sunnah. Dan ia akan senantiasa menjadi sumber hukum Islam disamping al-Qur’an, menjelaskan adab dan akhlak. Rasul pun berwasiat kepada ummat Islam untuk senantiasa berpedoman kepada dua sumber hukum ini, dan barangsiapa berpegang teguh kepada keduanya, maka ummat Islam akan meraih kunci kesuksesan hidup, sebagaimana sabda nabi:

)تينسو للها باتك : اهمدعب اولضت نل يِّئيش مكيف تكرت (

4 .

‚Telah kutinggalkan kepada kalian dua perkara, dan selama kalian berpegang kepada dua tersebut, maka kalian tidak akan tersesat: yaitu kitabullah dan sunnah rasulullah Saw‛.

Dengan adanya pembelajaran al-Qur’an oleh rasul kepada sahabat, maka dapat penulis dapati bahwa beliau adalah sebagai penjelas al-Qur’an sebagaimana keterangan di atas. Sudah menjadi kewajiban beliau untuk menyampaikan dan menerangkan apa maksud dari firman Allah

3 Q.S. al-Nah}l ayat 44.

4 Muhammad bin Abdullah Abu Abdullah al-H}a>kim al-Ni>sa>bu>ri, al-Mustadrak ‘Ala S}ah}i>h}ain (Beirut: Da>r

(4)

dalam al-Qur’an. Beliau juga berperan sebagai seorang uswah h}asanah, seorang figur yang patut untuk diteladani dan dicontoh, Allah Swt berfirman:

َك َوَّللا َرَكَذَو َرِخلآا َمْوَ يْلاَو َوَّللا وُجْرَ ي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِوَّللا ِلوُسَر ِفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَل

اًرِثِ

5

‚Sesungguhnya telah ada pada (diri) rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah‛.

Dan seorang rasul yang harus ditaati, Allah Swt berfirman:

َو َوَّللا اوُعيِطَأ اوُنَمآ َنيِذَّلا اَهُّ يَأ اَي

َنوُعَمْسَت ْمُتْ نَأَو ُوْنَع اْوَّلَوَ ت لاَو ُوَلوُسَر

6

‚Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)‛

Dengan urgensi hadi>th yang begitu vital, maka ummat Islam berusaha untuk memeliharanya dengan menghafal dan memahaminya –baik ketika pada masa hidup nabi dan setelah beliau wafat.

Pada masa nabi sunnah (hadi>th) belum tercacat rapi seperi sekarang ini, akan tetapi tersimpan dalam benak(ingatan) para sahabat yang kemudian diajarkan kepada generasi selanjutnya (tabiin) secara musha>fahah, dengan bertemu secara langsung antara guru dan murid, dan hanya sedikit saja yang tertulis. Hingga periode sahabat, hadi>th belum pengumpulan dan pengkodifikasian secara resmi dan pembelajarannya nyaris sama dengan periode sebelumnya. Baru pada awal abad kedua kodifikasi mulai dilakukan dan kemudian di sempurnakan oleh

5 Q.S. al-Ahza>b ayat: 21.

6 Q.S. al-Anfa>layat: 20, selain ayat di atas banyak sekali ayat al-Qur’an yang berisikan untuk mentaati

(5)

ulama hadi>th pada abad ketiga dan keempat, berbeda dengan al-Qur’an yang dijaga oleh Allah

(

َنوُظِفاََلَ ُوَل اَّنِإَو َرْكِّذلا اَنْلَّزَ ن ُنَْنَ اَّن

ِإ

)7telah dihafal dan ditulis sejak munculnya Islam8, bahkan sudah dibukukan pada masa Umar bin Khat}t}ab. Sampai saat ini upaya pelestarian hadi>th masih terus dilakukan, diantara usaha tersebut adalah upaya digitalisasi kitab-kitab hadi>th, maktabah al-sha>milah, kutub tis’ah adalah contoh bentuk modernisasi pembelajaran hadi>th agar ummat Islam mudah untuk mengakses dan mempelajarinya.

Upaya pelestarian hadi>th ini sangatlah perlu, mengingat begitu gencarnya serangan musuh-musuh Islam, yaitu kelompok ingkar sunnah, orientalis dan serbagainya yang senantiasa berusaha untuk merendahkan ummat Islam agar mereka ragu dan berpaling dari agama mereka, yaitu dengan mencari celah dari keberadaan al-Qur’an maupun sunnah, ketika kesulitan mencari kekurangan dari pada al-Qur’an, maka berpalinglah pada sunnah dengan mencari celanya, mulai memalsukannya, melemahkan hadi>th-hadi>th yang shah{i>h{, mencela para perawi yang thiqa>h. Akan tetapi usaha mereka selalu saja kandas di hadapan ulama hadi>th yang senantiasa membela dan mempertahankannya. 9

Tragisnya, kaum orientalis menuduh bahwa ulama fiqih memalsukan hadi>th untuk mendukung madzhabnya, bahkan ada yang menuduh bahwa hadi>th adalah hukum yang hanya berlaku pada masa hidup nabi saja, dan menjadi hukum yang tak berguna untuk masa sekarang. Pemikiran ini masuk ke berbagai negara-negara Islam secara terorganisir. Di India muncul jamaah yang menyerukan peniadaan ih}tija>j dengan sunnah, memproklamirkan diri dengan

7 Q. S. Al-Hajr ayat 9.

8 Lihat Must}afa al-A’z}ami, Dira>sa>t fi al-H}adi>th al-Nabawi wa Ta>ri>kh Tadwi>nih (Beirut: alMaktabah

al-Islami, 1400 H), 76-71.

9 Lihat Muhammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, al-Sunnah Qabl al-Tadwi>n (Kairo: Umm al-Qura li al-Taba’ah wa

(6)

sebutan ahl al-Qur’a>n, mereka menulis kitab dan risa>lah untuk mendukung dan menyebarkan pemikirannya.10

Penting bagi ummat Islam untuk dapat memahami sumber ajaran Islam (baca: al-Qur’an dan hadi>th), karena keduanya memiliki peranan penting dalam kehidupan ummat Islam, yang mana dari keduanya ajaran Islam diambil dan dijadikan pedoman, walaupun secara penafsiran dan aplikasinya sering timbul perbedaan.11

Peletakan dasar-dasar ilmu keislaman telah dilakukan ulama-ulama terdahulu, dan kewajiban ummat Islam sekarang ini yaitu dengan mempelajari dan mengembangkan khazanah Islam yang ada. Dalam memahami al-Qur’an terdapat perangkat-perangkat yang sekiranya perlu untuk dikuasai dan dimiliki oleh seseorang yang ingin menafsirkan al-Qur’an, yaitu ulum al-Qura>n. Begitu pula dalam memahami hadi>th nabi, terdapat beberapa perangkat yang sudah disusun oleh para ulama hadi>th, yaitu ulum al-h}adi>th.

Dalam rangka memahami dan melakukan penelitian terhadap hadi>th, seringkali peneliti atau pembaca bersinggungan dengan ilmu al-jarh} wa al-ta’di>l, ma’a>ni al-hadi>th, dan ilmu-ilmu lainnya. Akan tetapi ketika berusaha untuk memahami hadi>th, terkadang terdapat hadi>th-hadi>th yang saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya.

Contoh hadi>th yang mukhtalif, larangan buang hajat menghadap ke arah kiblat :

10 Ibid. 4.

11 Dalam Al Qur’an dapat kita lihat begitu banyak corak penafsiran, metode-metode, serta kecenderungan

yang dipakai oleh penafsir sehingga mencapai hasil akhir yang berbeda antar satu penafsir dengan penafsir yang lain. Begitu juga terhadap Hadi>th, satu matan Hadi>th bisa menghasilkan kesimpulan serta pemahaman yang berbeda, karena perbedaan metode, pendekatan dan sudut pandang.

(7)

ُمُكُدَحَأ ىَتَأ اَذِإ : ملسو ويلع للها ىلص ِللها ُلوُسَر َلاَق : َلاَق ِّيِراَصْنَلأا َبوُّيَأ ِبَِأ ْنَع

َلاَف َطِئاَغْلا

.اوُبِّرَغ ْوَأ ، اوُقِّرَش ُهَرْهَظ اَِّلَِّوُ ي َلاَو ، َةَلْ بِقْلا ِلِبْقَ تْسَي

12

‚Apabila kamu sekalian membuang hajat, maka janganlah menghadap ke kiblat dan jangan membelakanginya, baik buang air kecil maupun buang air besar‛.\

Nabi pernah membuang hajat dengan menghadap ke Baitul Maqdis:

ِلِبْقَ تْسَت َلاَف َكِتَجاَح ىَلَع َتْدَعَ ق اَذِإ َنوُلوُقَ ي اًساَن َّنِإ ُلوُقَ ي ناَك ُوَّنَأ َرَمُع ِنْب ِللها ِدْبَع ْنَع

َلاَو ، َةَلْ بِقْلا

َل َرَمُع ُنْب ِللها ُدْبَع َلاَقَ ف ِسِدْقَمْلا َتْيَ ب

للها ىلص ِللها َلوُسَر ُتْيَأَرَ ف اَنَل ٍتْيَ ب ِرْهَظ ىَلَع اًمْوَ ي ُتْيَقَ تْرا ِدَق

.ِوِتَجاَِلَ ِسِدْقَمْلا َتْيَ ب ًلاِبْقَ تْسُم ِْيَِّ تَنِبَل ىَلَع ملسو ويلع

13

‚Pada suatu hari, sungguh saya telah naik (musuh) ke rumah kami (tempat tinggal Hafsah, istri nabi), maka saya melihat nabi saw. di atas dua batang kayu (tempat jongkok buang hajat) untuk buang hajat dengan menghadap ke arah Bait al-Maqdis‛

Hadi>th tersebut di atas bila diteliti maka tampak kontroversi, hadi>th yang dikutip pertama berisi larangan buang hajat menghadap ke arah kiblat ataupun membelakanginya, sedang hadi>th yang dikutip berikutnya menyatakan bahwa nabi pernah membuang hajat dengan menghadap ke Baitul Maqdis, yang berarti membelakangi kiblat.

Untuk itu perlu sekiranya untuk tidak dikesampingkan ilmu mukhtalif al-hadi>th sebagai metode untuk menyelesaikan hadi>th-hadi>th yang secara lahiriyah tampak bertentangan. Ulama hadi>th telah menetapkan kaedah-kaedah dalam usaha untuk menyelesaikan hadi>th-hadi>th yang bertentangan ini, Mah}mu>d al-T}ah}a>n dalam kitab Taysi}r Must}alah} al-H}adi>th mengemukakan beberapa langkah sebagai berikut : al-jam’u, al-na>sikh, al-tarji>h}, dan al-tawaquf.14

12 Muhammad bin Isma>i>l bin Ibra>hi>m al-Mughi>rah al-Bukhari, al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h} (Kairo: da>r al-Sha’b, 1407

H), 49.

13 Ibid, 48.

14 Mah}mu>d al-T}ah}a>n, Taysi>r Mus}t}olah} al-H}adi>th (Iskandariyah: Markaz al-Huda li al-Dira>sah, 1405 H),

(8)

Mengingat pentingnya kedudukan sunah dalam al-Tashri>‘ al-Isla>mi yaitu sebagai sumber hukum disamping al-Qur’an, sebagai penjelas dan pendukung terhadap hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an, dirasa perlu untuk mengetahui bagaimana memahami hadi>th secara proporsional, karena pada hakikatnya tidak ada pertentangan dalam hadi>th-hadi>th yang shahih. Akan tetapi terjadi karena di antara hadi>th-hadi>th nabi ada yang nasakh, yang tarjih, dan juga karena kebijaksanaan Rasulullah dalam mengeluarkan hadits sesuai dengan situasi dan kondisi.

B. Identifikasi Masalah

Dalam membahas hadi>th-hadi>th yang tampak bertentangan, perlu dipahami dengan tepat sehingga diperoleh pemahaman yang tepat dan proporsional. Problem yang ada dalam Hadi>th tersebut adalah, secara tekstual hadi>th seringkali dijumpai dalam kitab-kitab hadi>th bertentangan antara yang satu dan lainnya, sehingga seringkali ummat Islam bingung dan keliru dalam menyikapi dalil-dalil yang kontradiksi tersebut.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa untuk mengidentifikasi hadi>th-hadi>th yang tampak mukhtalif sangat perlu mengadakan sebuah kajian khusus yaitu kajian mukhtalif al-hadi>th. Meskipun kajian seperti ini cukup rumit, akan tetapi ulama-ulama pendahulu kita telah berhasil membuat sarana yang dapat dikembangkan dan dijadikan acuan untuk menyelesaikan hal ini, sehingga hadi>th-hadi>th yang tampak bertentangan dapat diketahui solusinya dapat digunakan sebagai hujjah dan dapat diamalkan.

Mengingat permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu minim dan kurang populernya pengetahuan tentang ilmu mukhtalaf al-hadi>th, ditambah dengan pengetahuan hadi>th yang sepotong-potong, sehingga seringkali terjadi perbedaan bahkan kesalahan dalam mengambil

(9)

istinba>t} yang berakibat pada kekeliruan dalam memahami hadi>th nabi. Sehinga dirasa perlu mengadakan penelitian dalam metode mukhtalif al-hadi>th.

Sehubungan dengan banyaknya ulama Hadi>th yang membahas masalah ini, akhirnya peneliti cenderung mengadakan spesifikasi kajian terhadap ‚Metodologi mukhtalif al-hadi>th Ibn Qutaybah dalam kitabnya Ta’wi>l Mukhtalif al-Hadi>th‛, yaitu salah satu karya beliau yang menghimpun beberapa hadi>th yang mukhtalif.

C. Batasan Masalah

Melihat begitu luasnya cakupan dari bahasan hadi>th khususnya mengenai ilmu mukhtalif al-h}adi>th, maka pada penelitian ini hanya membahas masalah seputar ilmu mukhtalif al-h}adi>th, dan analisa terhadap konsep yang digunakan Ibn Qutaybah dalam menanggapi hadi>th-hadi>th yang tampak bertentangan.

D. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas dapat diketahui bahwa hadi>th tersebut perlu pemahaman yang lebih tepat, sehingga dirumuskan beberapa permasalahan dari penelitian Hadi>th tersebut sebagai berikut :

(10)

2. Sejak kapan dan apa urgensi ilmu mukhtalif al-h}adi>th? 3. Apa kriteria mukhtalif al-h}adi>th menurut Ibn al-Qutaybah?

4. Bagaimana metode dan ta’wi>l Ibn Qutaybah dalam menyelesaikan hadi>th-hadi>th yang dituduhkan bertentangan?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ditekankan pada pengungkapan mengenai ruang lingkup dan kegiatan yang akan dilaksanakan dan dirujukkan kepada masalah yang dirumuskan. Adapun tujuan dari penelian ini adalah :

1. Mengetahui pengertian mukhtalif al-h}adi>th menurut Ibn Qutaybah. 2. Mengetahui sejak kapan dan apa urgensi ilmu mukhtalif al-h}adi>th.

3. Mengetahui kriteria Ibn Qutaybah dalam mengklasifikasikan hadi>th yang mukhtalif . 4. Mengetahui bagaimana metode mukhtalif al-h}adi>th Ibn al-Qutaybah dalam

mengidentifikasi hadi>th-hadi>th yang tampak bertentangan.

F. Kegunaan Penelitian

Dalam setiap penelian ilmiah tentunya terdapat kegunaan yang mana sangat diharapkan dalam penyusunannua baik secara langsung maupun tidak langsung, adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Menambah khazanah keilmuan bagi semua kalangan khususnya dalam bidang Hadi>th. 2. Memberikan pemahaman yang tepat terhadap hadi>th, khususnya terhadap hadi>th-hadi>th

(11)

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini dimaksudkan sebagai salah satu kebutuhan ilmiah untuk memberikan kejelasan tentang informasi yang digunakan melalui khazanah pustaka, yang relevan dengan tema yang terkait.

Diantara literatur yang ditemukan oleh penulis yang berhubungan dengan tema diatas adalah kitab Ta’wi>l Mukhtalif al-Hadi>th karangan Ibn Qutaybah, dalam buku ini dibahas beberapa Hadi>th yang tampak bertentangan. Tidak hanya bertentangan antara hadi>th dengan hadi>th lainnya saja, tetapi juga yang bertentangan dengan al-Qur’an, logika, dan ijma’.

Kitab yang ditulis oleh Usamah Bin Abdullah Khayya>t}, beliau adalah seorang dosen di jurusan al-Qur’a>n dan al-sunnah Universitas Umm al-Qura> dan seorang Imam Masjid al-Hara>m. Nama kitabnya adalah mukhtalif al-h}adi>th bayn al-muh}addithi>n wa al-fuqaha>’. Kitab ini berisikan tentang pengertian dan teori seputar ilmu mukhtalif al-H}adi>th berikut dengan pendapat-pendapat ulama hadi>th dan hadi>th mengenai masalah tersebut.

Berikutnya adalah kitab Mukhtalif al-H}adi>th Bayn al-Fuqaha>’ wa al-Muh}addithi>n yang ditulis oleh Na>fiz H}usain H}amma>d, beliu mengajar sebagai dosen di Gaza. Kitab ini kandungan isinya mirip dengan kitab sebelumnya yang dikarang oleh Usamah Bin Abdullah Khayya>t, akan tetapi diantara keduanya saling melengkapi.

Yusuf Qardawi juga memaparkan tentang masalah ini dalam kitabnya kayf nata’a>mal ma’a al-sunnah al-nabawiyah, meskipun kitab ini tidak menjelaskan secara khusus mengenai pembahasan mukhtalaf al-h}adi>th akan tetapi kitab ini cukup bagus melihat bagaimana beliau

(12)

menjelaskan kedudukan hadi>th dalam al-tashri> al-isla>mi, menjelaskan bagaimana menyikapi hadi>th dhai>f, menjelaskan langkah-langkah agar dapat memahami hadi>th dengan baik dan proporsional yang di dalamnya juga mencakup pembahasan mukhtalif al-h}adi>th, dan lain sebagainya.

Kajian terhadap masalah hadi>th tersebut, juga terdapat dalam berbagai kitab-kitab ulum al-h}adi>h seperti kitab Us}u>l H}adi>th, Ulu>muh wa Must}ala>h}uh karya Muhammad ‘Ajja>j al-Khati>b, dan kitab Taysi>r Mus}t}alah al-H}adi>th karya Mah}mu>d al-T}ah}a>n. Akan tetapi penjelasan tersebut hanya berupa pengenalan dan ringkasan yang singkat.

Buku-buku di atas sebenarnya belum cukup memadai, walaupun masing-masing saling melengkapi, namun sejauh penelusuran dari berbagai literatur, belum terdapat karya tulis yang khusus membahas metodologi mukhtalif al-h}adi>th Ibn Qutaybah. Hal tersebutlah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang membahas metodologi beliau dalam menyikapi hadi>th-hadi>th yang tampak bertentangan. Dengan demikian judul penelitian ini adalah ‚Metodologi Mukhtalif Hadi>th Ibn Qutaybah Dalam Kitab Ta’wi>l Mukhtalif al-H}adi>th‛.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan Library Research (penelitian pustaka), Dalam penelitian ini, Secara garis besar dibagi dalam dua tahap, yaitu pengumpulan data dan pengelolaan data. Dengan demikian, semua sumber data diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan ini, baik buku-buku klasik maupun buku-buku kontemporer, kemudian dalam mengelola data tersebut penulis menggunakan metode analisis secara sistimatis, faktual, dan

(13)

akurat dengan mengemukakan contoh-contoh hadi>th mukhtalif dalam kitab ta’wi>l mukhtalif al-h}adi>th. Dan dalam penelitian penyusunan karya ilmiah ini penulis mengacu kepada Buku Pedoman Penulisan Makalah, Proposal, Tesis, dan Desertasi yang diterbitkan Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2011.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan penelitian ini dijabarkan dalam empat bab. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub pembahasan. Adapun pembahasan tersebut adalah:

Bab I Pendahuluan. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang latar belakang penulisan penelitian, kemudian rumusan pokok permasalahan yang berhubungan dengan metodologi mukhtalif al-h}adi>th Ibn Qutaybah dalam kitab ta’wi>l mukhtalif al-h}adi>th dan akan ditemukan jawabannya dalam penelitian yang akan dijabarkan dalam sub pembahasan. Demikian pula menjelaskan tentang tujuan dan metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini.

Setelah itu dilanjutkan dengan pembahasan bab II tentang teori tentang mukhtalif al-h}adi>th, pembentukan dan perkembangan ilmu mukhtalif al-h}adi>th. Pembahasan ini sangat urgen karena erat kaitannya dengan obyek penelitian. Pada bab ini dijelaskan tentang definisi mukhtalif al-h}adi>th. Demikian pula dijelaskan tentang mukhtalif al-h}adi>th pada masa Rasulullah Saw dan masa sahabat serta perkembangannya setelah masa setelahnya.

Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pada bab III tentang metode mukhtalif al-h}adi>th Ibn Qutaybah dalam kitab ta’wi>l mukhtalif al-al-h}adi>th. Pada bab ini dijelaskan tentang Biografi Ibn Qutaybah untuk mengenal tentang pribadi dan keintelektualan beliau. Demikian

(14)

pula mengungkapkan metodologi beliau dalam menyingkap hadi>th-hadi>th yang tampak bertentangan. Pada bab ini, juga disebutkan secara singkat tentang profil kitab ta’wi>l mukhtalif al-h}adi>th dan kreteria Ibn Qutaybah dalam usahanya memahami hadi>th yang tampak bertentangan dalam kitab tersebut.

Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan bab IV sebagai penutup dengan menyebutkan analisa dan beberapa kesimpulan penelitian serta kritik dan saran tentang hasil dari penelitian ini.

Daftar Kepustakaan

‘Azli (al), Muhammad Abdul Aziz, Mifta>h} al-Sunnah. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, tanpa tahun)

A’z}ami(al), Must}afa, Dira>sa>t fi al-H}adi>th al-Nabawi wa Ta>ri>kh Tadwi>nih (Beirut: al-Maktabah al-Islami, 1400 H)

(15)

---, Manhaj al-Naqd ‘Inda al-Muhaddithi>n (Riya>dh: Maktabah al-Kauthar, 1410 H)

Abbas , Hasjim, Kritik Matan Hadi>th (Yogyakarta: Teras, 2004)

Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’ani al-Hadi>th (Yogyakarta : Idea Press, 2008), hal 87. Azi>z (al), Amir Abd, Dira>sa>t fi> ’Ulu>m al-Qur'an (Amman: Da>r al-Furqa>n, 1983)

Bukhari(al) Muhammad bin Isma>i>l bin Ibra>hi>m al-Mughi>rah, Ja>mi’ S}ah}i>h} (Kairo: da>r al-Sha’b, 1407 H)

Dainu>ri (al), Abdullah Bin Muslim bin Qutaybah, Ta’wi>l Mukhtalif H}adi>th (Beirut: Da>r al-Fikr, 1415 H)

H}amma>d, Na>fiz H}usain, Mukhtalif al-H}adi>th Bayn al-Fuqaha>’ wa al-Muh}addithi>n (Gaza: Da>r al-Wafa>’, 1414 H)

H}anafi (al), Rid}o al-di>n Muhammad bin Ibra>him al-H}albi, Qafw Athar fi Safwah Ulu>m al-Athar (Tt: Maktabah al-Mat}bu>a>t al-Isla>miyyah, 1408 H)

H}asan (al), Ali bin Muhammad al-Ama>di Abu>, Al-Ih}ka>m fi Us}u>l Ah}ka>m (Beirut: Da>r al-Kutub al-Arabi, 1404 H)

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Bani_abbasiyah. diakses pada tanggal 10 juni 2013.

Ibn Khayya>t, Usa>mah bin Abdullah }, Mukhtalif H}adi>th Bayn Muh}addithi>n wa al-Us}u>liyyi>n wa al-Fuqaha>’ (Riya>d}: Da>r al-Fad}i>lah, 1421 H)

Ibn Rushd, Abu al-Wali>d Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad, Bida>yat al-Mujatahid wa Niha>yat al-Muqtas}ad (Semarang: Toha Putra, tth)

Ibra>hi>m Madku>r, al-Mu'jam al-Wasi>t} (Kairo: Maktabath al-Shuru>q al-Dauliyyath: 2004) Isma>’i>l, Muh}ammad Bakr, Dira>sat fi> ‘Ulu>m al-Qur’an (t.tp.: Da>r al-Mana>r, 1991)

Jarjani (al), Ali Muhammad, Kita>b al-Ta’ri>fa>t (Beirut: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyyah, 1988), Khalla>f, ‘Abdul Wahha>b, ‘Ilmu Us}u>l al-Fiqh. (Kairo: Maktabah al-Da’wah al-Isla>miyyah. Tt) Khat}i>b (al), Muhammad ‘Ajja>j, al-Sunnah Qabl al-Tadwi>n (Kairo: Umm al-Qura li al-Taba’ah

(16)

---, Us}u>l al-Hadi>th Ulumuhu Wa Musht}alahuh, (Beirut; Darul Fikr, 1983)

Khayya>t} (al), Usa>mah bin Abdullah, Mukhtalif al-H}adi>th Bayn al-Muh}addithi>n wa al-Us}u>liyyi>n wa al-Fuqaha>’(Riya>dh: Da>r al-FadI>lah, 1421 H)

Khudriy, Muhammad, Ta>ri>khu al-Umam al-Isla>miyyah, (Mesir: Mat}ba’ah al-Intiqa>mah,1354 H) Mis}ri> (al, )Muh}ammad bin Mukrim bin Manz}u>r al-Afri>qi>, Lisa>n al-’Arab, (Beirut: Da>r S{a>dir, t.t) Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997)

Nawawi (al), Abu Zakaria Yahya bin sharf mara, al-Minha>j sharh s}ah}i>h} Muslim bin al-H}ajja>j (Beiru>t: da>r al-Ih}ya>’ al-Tura>th al-Arabi, 1392H)

Ni>sa>bu>ri(al) Muhammad bin Abdullah Abu Abdullah al-H}a>kim, al-Mustadrak ‘Ala S}ah}i>h}ain (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990)

---, Ma’rifat ‘Ulum al-Hadi>th, (Madinah: Maktabah al-Ilmiyah, 1977)

Ni>sa>bu>ri(al), Abu H}asan Bin Muslim bin H}ajja>j bin Muslim, S}ah}i>h} Muslim (Beirut: Da>r al-Afa>q al-Jadi>dah, tth)

Perpustakaan Nasional RI, ‚Ibn Qutaybah‛ Ensiklopedia Islam, Volume 1. Ed. Nina M Armando (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005)

Qat}t}a>n (al), Manna>’ Kholi>l, Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qura>n. (Beirut: Manshu>ra>t al-‘As}r al-H}adi>th. Tth)

Qazwini, Muhammad bin Yazi>d Abu> Abdullah, Sunan Ibn Majah (Beirut: Da>r al-Fikr, t.th) Sajistani (al), Abu Daud Sulaiman bin al-Ash’at}, Sunan Abi Daud (Beirut: Da>r al-Kutub)

Sakhawi (al), Shams al-Di>n Muhammad bin Abd al-Rah}ma>n, Fath} al-Mughi>th Sharh} Alfiyah al-H}adi>th (Libanon: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403H)

Sālih, Subhi, Ulūm al-Hadīts wa Musthalahuhu (Beirūt: Dār al-Ilm li al-Malāyīn, 1997)

Shaiba>ni (al), Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah, Musnad al-Ima>m Ah}mad bin Hanbal (Kairo: Mu’assasah al-Qurt}u>bah)

(17)

Siba>’i (al), Must}afa, al-Sunnah wa Maka>natuha fi al-Tashri>’ (t.t: Da>r alWara>q, 2000)

Silmi(al), Muhammad bin Isa Abu Isa al-Tirmidhi, al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h} Sunan al-Tirmidhi (Beirut: Da>r Ih}ya>’ al-Turath al-‘Arabi, t.th)

Suyu>t}i> (al), Jala>luddi>n, al-Itqa>n fi> ‘Ulu>mi al-Qura>n Jilid II. (Beirut: Da>r al-Fikr. 2008),

---, Tadrib al-Rawi Syarah Taqrib al-Nawawi, (Kairo: Darul Hadits, 2004) T}abari (al), Muhammad bin Jari>r, Ja>mi’ Baya>n Fi Ta’wi>l Qur’a>n (Tt: Mu’assasah

al-Risa>lah, 2000)\

T}ah}a>n (al), Mah}mu>d, Taysi>r Mus}t}olah} al-H}adi>th (Iskandariyah: Markaz al-Huda li al-Dira>sah, 1405 H)

T}ah}a>n(al) Abdullah bin Muslim bin Qutaybah, ditahqi>q oleh Muhammad Abd al-Rah}i>m, Ta’wi>l Mukhtalf al-H}adi>th (Beiru>t, Libanon: Da>r al-Fikr, 1415 H)

Turmusi (al), Mahfud, Manhaj Dzawi al-Nazhar Syarah Manzhumat ‘ilmi al-Atsar, (Surabaya: Haramain, tth)

Zahwu , Muhammad Abu, H}adi<th wa Muh}addithu>n (Riya>d: Mamlakah Ara>biyyah al-Su’u>diyyah, 1404 H)

Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, (Yogayakarta: Teras,2009)

Zuhad, Metode Pamahaman Hadi>th Mukhtalaf Dan Asbab al-Wurud, (Semarang: Rasail Media Group, 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Begitu banyak konflik yang terjadi akibat adanya pembangunan pengembangan kawasan tepi pantai ini, yaitu karena banyaknya kepentingan dari setiap aspek- aspek yang

Tidak semua atom dapat digunakan sebagai atom akseptor atau atom donor, ada beberapa persyaratan: (1) mempunyai ukuran atom yang hampir sama dengan atom murni

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia- Nya, sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul : Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Terung

Sehingga memungkinkan suatu router akan meneruskan suatu paket dengan hanya melihat label yang melekat pada paket tersebut, sehingga tidak perlu lagi melihat alamat

Mengerjakan tugas secara mandiri diluar jam online dengan detail tahapan yang sudah diinstruksikan oleh guru (terlampir).

From the description over, it is clear that you need to read this publication The Annotated Malay Archipelago By Alfred Russel Wallace We give the on-line publication qualified

B1 Yoma Sofwan lancang Bangun Sistem lnformasi Akademik Mahasiswa Menggunakan SMS Gateway Berbasis ']HP dan MySQL Pada Program Sludi Teknik lnformalika Politeknik

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang disiplin Pegawai Negeri Sipil memuat kewajiban, larangan, dan hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada Pegawai Negeri