Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas
di Lumajang dan Malang
Gerry Anggian Gunawan1, I Gede Agus Widyadana2, Herry Christian Palit3
Abstract: Pisang Mas (Musa acuminata colla) is one of important commodities in East Java.
Previous study showed that there are two different supply chain models at Lumajang and at Malang. In these paper, we combine different supply chain models and considers the effect of price on customer demand. This model is simulated using Vensim PLE software. The result shows that demand is affected by price change. This model is sensitive to price with percentage of 12,4% in retail and 13,04% in traditional market.
Keywords: Supply chain management, dynamic system, simulation, Musa Acuminata cola,
Vensim PLE
Pendahuluan
Aliran suatu produk mulai produsen hingga kon-sumen pada saat ini dituntut untuk lebih cepat dalam pendistribusian, memiliki kualitas produk lebih baik, serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan pendistribusian barang yang baik melalui struktur rantai pasok yang baik pula. Perancangan jaringan rantai pasok dapat dilakukan untuk semua komoditas, termasuk buah pisang Mas (Musa acuminata colla).
Pisang Mas termasuk ke dalam komoditas fresh
fruits and vegetables atau buah segar merupkan
produk yang menuntut kesegaran hingga ke tangan
end customer. Menurut Setiawan, dkk [4], rantai
pasok buah segar perlu ditangani secara khusus dalam pendistribusiannya karena termasuk ke dalam fresh product yang rentan terjadi kerusakan. Ray [2] menyatakan bahwa pendistribusian produk buah segar atau sayuran memiliki resiko kerusakan yang dampaknya akan ditanggung oleh pihak
retailer atau tahap akhir dalam jaringan rantai
pasok. Produk yang berupa fresh product berpeluang mengalami penurunan kualitas dalam setiap tahap dalam jaringan rantai pasok
Jalur rantai pasok pisang Mas di Jawa Timur terbagi menjadi 2 jalur, yaitu berasal dari Lumajang dan Malang (Sanada, dkk [3]). Jalur rantai pasok pisang Mas yang pertama yaitu dimulai dari petani dan jalur rantai pasok berikutnya yaitu berasal dari perkebunan besar.
1,2,3 Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri,
Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Pisang Mas yang diproduksi oleh petani berlokasi di Lumajang, sedangkan perkebunan besar yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XII berlokasi di Malang, Jawa Timur. Hasil dari penelitian tersebut yaitu kedua model rantai pasok memberikan dampak yang berbeda terhadap setiap pelaku bisnis di masing-masing jalur rantai pasok. Perbandingan untuk kedua model rantai pasok pisang Mas di Jawa Timur dapat dilihat dari
performance yang dihasilkan, yang meliputi
pendapatan penjualan, lost sales, oversupply dan prosentase ketersediaan produk.
Hasil penelitian Sanada, dkk [3] mengenai model rantai pasok pisang Mas sebelumnya, menyatakan bahwa petani di Lumajang lebih baik dalam hal pendapatan penjualan, lost sales dan tingkat ketersediaan. Hasil produksi perkebunan besar di Malang tidak sebaik rantai pasok petani Lumajang karena pasokan yang dimiliki perkebunan lebih rendah dari pasokan pisang Mas dari Lumajang. Penelitian tersebut juga diasumsikan bahwa harga beli end customer/masyarakat independen terhadap jumlah permintaan terhadap pisang Mas, yang artinya harga beli berapapun jumlahnya tidak akan mempengaruhi jumlah permintaan.
Penelitian ini akan menggabungkan dua model rantai pasok pisang Mas sebelumya menjadi satu model baru. Model rantai pasok gabungan pisang Mas yang akan dibuat juga memperhitungkan variabel harga beli masyarakat terhadap kuantitas permintaan pisang Mas. Simulasi rantai pasok pada penelitian ini menggunakan software Vensim PLE yang merupakan simulator untuk sistem dinamis. Model rantai pasok yang dihasilkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja setiap pelaku bisnis maupun secara kaseluruhan. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui
bagaimana sensitivitas harga jual terhadap jumlah permintaan pisang Mas. Penggambaran model rantai pasok ini terbatas pada wilayah Lumajang, Malang, dan Surabaya.
Metode Penelitian
Pembahasan mengenai langkah-langkah dalam penyelesaian permasalahan serta metode apa saja yang digunakan pada penelitian ini dijabarkan dalam bab metode penelitian. Pengembagan model rantai pasok pisang Mas ini diawali dengan mempelajari model dan causal loop yang telah ada sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan penyu-sunan causal loop baru untuk mempermudah pembuatan model rantai pasok pisang Mas.
Penelitian dilanjutkan dengan membangun model rantai pasok berdasarkan causal loop yang telah dirancang sebelumnya. Causal loop ini merupakan pengembangan dari studi yang dilakukan sebelum-nya mengenai pisang Mas. Langkah yang terakhir setelah menyusun model rantai pasok yaitu meng-analisa hasil simulasi dan menarik kesimpulan.
Sistem Dinamis dan Causal Loop
Menurut Daellenbach & McNickle [1], sistem dinamis merupakan kondisi di mana perilaku dari sistem berubah-ubah secara kontinu/berkelanjutan dalam suatu waktu tertentu. Penggambaran sistem dinamis melalui bentuk diagram dapat dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram untuk mengetahui perilaku dari suatu sistem yang kompleks. Causal loop diagram menggambarkan hubungan sebab akibat dari beberapa aspek, entiti, maupun variabel. Hubungan yang terjadi antar 2 entiti semisal A dan B saling berpengaruh dan merubah nilai dari salah satu entiti, maka diberi penghubung anak panah.
Sistem dinamis dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Setiawan, [4]). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram dan pendekatan kuantitatif dilakukan melalui simulasi dengan bantuan komputer. Simulasi dalam riset operasi digunakan untuk mengeksplor perilaku dinamis dari operasi yang kompleks (Daellenbach & McNickle [1]).
Penyusunan Model dengan VENSIM PLE
Aktivitas yang dilakukan setelah memahami model dan causal loop pada tahap sebelumnya yaitu pembuatan model rantai pasok pisang Mas gabungan dari jalur petani dan perkebunan besar. Jalur rantai pasok pisang mas yang berasal dari petani akan digabungkan dengan jalur rantai pasok
pisang mas dari perkebunan besar sehingga terben-tuk 1 jaringan rantai pasok yang saling terkait.
Hasil dan Pembahasan
Bab hasil dan pembahasan berisi analisa model rantai pasok yang dibangun beserta output yang dihasilkan dari simulasi sistem dinamis. Berikut merupakan perancangan model rantai pasok pisang Mas di Lumajang dan Malang.
Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas
Causal loop diagram ditandai dengan adanya tanda
“+” dan “–“ untuk 2 variabel yang saling terhubung. Tanda “+” menggambarkan hubungan yang ber-dampak positif jika salah satu variabel ditingkatkan nilainya dan sebaliknya akan berdampak negatif jika salah satu variabel ditingkatkan nilainya.
Causal loop model rantai pasok pisang Mas
Lumajang dan Malang dapat dilihat pada Gambar 1.
Pelaku bisnis yang terlibat dalam di dalam rantai pasok secara keseluruhan meliputi petani di Lumajang dan perkebunan di Malang, distributor, pasar yang terdiri dari retail, grosir buah, serta pedagang buah eceran. Perusahaan yang berperan sebagai distributor yaitu PT Sewu Segar Nusantara atau dikenal dengan PT SSN. Pemilihan Retail yang dipilih sebagai tempat untuk memasarkan pisang Mas kepada end customer yaitu PT Carrefour. Adanya mekanisme effecot of price and demand pada penelitian ini membutuhkan lebih dari 1 retail di samping PT Carrefour sebagai pembanding harga jual pisang Mas kepada end customer. Pasar selain
retail yang dijadikan sebagai penjual pisang ke end customer yaitu grosir buah (toko buah) dan pengecer
(pedagang buah di pasar tradisional). Performansi atau kinerja yang diukur dari rantai pasok, dimodelkan dengan variabel respon yang meliputi pendapatan penjualan, lost sales, oversupply serta ketersediaan terhadap pada setiap pelaku bisnis.
Input Data
Data yang digunakan dalam model mengacu pada studi pisang Mas sebelumnya dan juga hasil wawancara serta data sekunder yang berasal dari SUSENAS (Survey Sosial dan Ekonomi Nasional). Jumlah permintaan konsumen Surabaya terhadap buah pisang untuk setiap minggu yaitu sebesar 12.230 kg hingga 13.000 kg (SUSENAS, [5]). Permintaan masyarakat Surabaya terhadap pisang ini akan ditampung ke dalam dummy retail setelah
Lost sales perkebunan Ketersediaan perkebunan Reject rate perkebunan Profit margin perkebunan Selling price perkebunan Oversupply perkebunan hasil panen perkebunan Biaya produksi
per kg pendapatan penjualan
perkebunan kapasitas produksiperkebunan Pendapatan penjualan distributor Buying price distributor supply ke distributor demand riil distributor
ke perkebunan
selling price
distributor profit margin distributor reject rate
distributor
tingkat oversupply distributor supply dari distributor yang
dapat dipenuhi untuk pasar
tingkat persediaan siap kirim
tingkat persediaan belum siap kirim ketersediaan
distributor
lost sales distributor ukuran order minimum
pasar ke pemasok
buying price pasar
profit margin pasar demand riil pasar ke
distributor
pendapatan penjualan pasar
selling price pasar supply ke pasar
oversupply pasar
lost sales pasar supply pasar ke
konsumen tingkat persediaan
pasar
ketersediaan pasar demand riil pasar
reject rate pasar retail, grosir &
pengecer Distributor (PT SSN) Perkebunan besar - -+ + + -+ + -+
Petani dan kelompok tani,
Demand riil pedagang pengumpul ke kelompok
tani
supply ke distributor dari kel. tani
pendapatan penjualan ke kelompok tani Selling price kelompok tani Ketersediaan kelompok tani lost sales kelompok tani Buying price kelompok tani Profit margin kelompok tani
Demand riil kelompok tani ke petani
profit margin
petani selling price petani
lost sales petani penjualan petanipendapatan
biaya produksi pisang per kg
pendapatan petani dari pasar lokal Ketersediaan
petani kelompok taniSupply ke hasil panen
supply ke pasar
lokal reject rate petani + + + -+ + + -+ + + + + -+ -+ + -+ + + -+ + + -+ -+ -+ -+ + + + + + + +
Demand riil distributor ke kelompok tani + -+ + + -+ + + + + -+ + + + + + + + + + + + + + -+ -+ + +
Gambar 1. Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas Lumajang dan Malang
Ketersediaan Retail Surabaya Akumulasi ketersediaan distributor Akum. lost sales distributor
Lost sales retail Surabaya Oversupply retail Surabaya Pendapatan penjualan retail Surabaya Ketersediaan grosir Surabaya Lost sales grosir Surabaya Ketersediaan pengecer Surabaya Oversupply pengecer Surabaya Pendapatan penjualan pengecer Surabaya Pendapatan penjualan grosir Surabaya
Lost sales pengecer Surabaya Oversupply grosir Surabaya Pendapatan penjualan distributor Akum. oversupply distributor Pendapatan penjualan kelompok tani Ketersediaan kelompok tani Akum. ketersediaan petani Lost sales kelompok tani
Akum. lost sales petani Pendapatan penjualan petani <Time> ketersediaan retail ketersediaan distributor pendapatan retail lost sales retail
Oversupply retail Ketersediaan pengecer Oversupply pengecer Lost sales pengecer Pendapatan pengecer Pendapatan grosir Oversupply grosir Lost sales grosir Ketersediaan grosir Oversupply distributor Pendapatan distributor
Lost sales distributor
Pendapatan kel. Tani
Lost sales kel. Tani
Pendapatan petani
Lost sales petani Ketersediaan petani Ketersediaan kel. Tani Pendapatan penjualan perkebunan Ketersediaan Perkebunan Lost sales perkebunan Oversupply perkebunan Ketersediaan kebun Pendapatan kebun
Lost sales kebun
Oversupply kebun Demand riil retail
Surabaya
Supply retail Surabaya ke konsumen
Persediaan retail Surabaya
Supply distributor untuk retail Surabaya
Selling price retail Surabaya
Profit margin retail Surabaya
Demand riil retail ke distributor
Ukuran order minimum pasar Surabaya
Buying price retail Surabaya Persediaan pengecer Surabaya Supply pengecer Surabaya ke konsumen Demand riil pengecer Surabaya Selling price pengecer Surabaya Buying price pengecer Surabaya Profit margin
pengecer Surabaya Profit margin grosir
Surabaya Selling price grosir
Surabaya Supply grosir Surabaya ke pengecer Surabaya Demand riil grosir
Surabaya
Persediaan grosir Surabaya
Supply distributor untuk grosir Surabaya
Profit margin distributor untuk grosir Demand riil pasar ke
distributor
Demand riil grosir ke distributor
Reject rate grosir Surabaya
Buying price grosir Surabaya Profit margin distributor untuk retail selling price distributor untuk retail
Selling price distributor untuk grosir
Buying price distributor dari kelompok tani Supply dari distributor
yang dipenuhi Persediaan distributor siap kirimReject rate
distributor Persediaan distributor
belum siap kirim
Supply distributor ke grosir Lost sales distributor
terhadap retail
Lost sales distributor terhadap grosir
Demand riil distributor dan APP Seroja ke kelompok
tani
Selling price kelompok tani kelompok taniProfit margin
buying price kelompok tani Profit margin petani Konstanta harga petani Selling price petani
Supply dari kelompok tani ke distributor dan APP Seroja
Demand riil kelompok tani ke petani
Supply dari petani ke kelompok tani Konstanta hasil
panen petani
Hasil panen petani Biaya produksi per
kg petani
Supply ke pasar lokal Reject rate hasil
panen Pendapatan petani dari
penjualan ke pasar lokal Selling price petani
ke pasar lokal Profit margin petani
ke pasar lokal
Reject rate pengecer Surabaya
Reject rate retail Surabaya Konstanta harga perkebunan Profit margin perkebunan Selling price perkebunan Konstanta hasil panen perkebunan Biaya produksi per
kg kebun Hasil panen
perkebunan siap kirim Reject rate
Hasil panen perkebunan Demand riil distributor
ke perkebunan Supply dari perkebunan ke distributor Supply distributor ke retail <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> <Time> Harga lelang minimum Buying price distributor dari lelang perkebunan
Penawaran harga lelang dari distributor
Buying Price Distributor Demand riil retail ke
APP Seroja
Supply dari APP Seroja ke retail
Ketersediaan APP Seroja
Oversupply APP Seroja Lost sales APP
Seroja
Pendapatan penjualan APP Seroja
Ketersediaan APP
Oversupply APP Lost sales APP
Pendapatan APP <Time>
<Time>
<Time>
<Time> Selling price APP Seroja
Profit margin APP Seroja
Buying price APP Seroja Persediaan APP
Seroja Reject rate processing
Demand riil retail Selling price trigger
Selling price change Demand elasticity Effect demand price Demand riil pengecer
Selling price trigger pengecer
Demand elasticity pengecer
Effect price demand pengecer Selling price change
pengecer
Overupply petani Oversupply
Kel. tani Oversupply kelompk tani Oversupply Petani <Time> <Time> Pisang tak terserap petani Pisang tak terserap kel.tani
Pisnag tak terserap perkebunan
Reject rate kel. tani
Ketersediaan Retail
Surabaya 0 0 Lost sales retail Surabaya 0 0 Oversupply retail Surabaya 0 0 Pendapatan penjualan retail Surabaya 0 0 <Time> ketersediaan retail 0 0 pendapatan retail 0 0 lost sales retail 0 0
Oversupply retail 0 0 Demand riil retail
Surabaya 0 0
Supply retail Surabaya ke konsumen 0 0
Persediaan retail Surabaya 0 0
Supply distributor untuk retail Surabaya 0 0
Selling price retail Surabaya 0 0
Profit margin retail Surabaya 0 0
Buying price retail Surabaya 0 0 Reject rate retail
Surabaya 0 0
<Time>
<Time>
<Time> Demand riil retail
0 0 Selling price trigger 0 0 Selling price change 0 0 Demand elasticity 0 0 Effect demand price 0 0 Pisang tak terserap retail
dikurangi dengan permintaan retail PT Carrefour di model rantai pasok. Jumlah permintaan pisang yang tertampung di dummy retail yaitu berkisar antara 9.430 kg hingga 9.500 kg per minggu untuk memenuhi jumlah konsumsi pisang masyarakat Surabaya. Data untuk input model dapat dilihat pada Tabel 1 hingga Tabel 3.
Tabel 1. Hasil Panen dan Demand Rill Perkebunan
dan Petani
Variabel Jenis Distribusi
Input Distribusi (kg) Hasil panen Distribusi
uniform Nilai minimum: 1.000 Nilai maksimum: 2.000 Demand riil retail Surabaya Distribusi uniform Nilai minimum: 2.800 Nilai maksimum: 3.500 Demand riil pengecer Surabaya Distribusi uniform Nilai minimum: 1.200 Nilai maksimum: 1.500 Hasil panen petani Distribusi
uniform Nilai minimum: 7.700 Nilai maksimum: 8.800
Demand riil retail dummy
Distribusi
uniform Nilai minimum: 9.430 Nilai maksimum: 9.500
Tabel 2. Reject Rate Rantai Pasok Variabel Jenis Distribusi Input Distribusi Reject rate perkebunan Distribusi uniform Nilai minimum: 0,8% Nilai maksimum: 1,2% Reject rate
distributor Distribusi uniform
Nilai minimum: 1% Nilai maksimum: 3% Reject rate retail Distribusi uniform Nilai minimum: 2% Nilai maksimum: 3% Reject rate
grosir Distribusi uniform Nilai minimum: 5% Nilai maksimum: 7% Reject rate
pengecer Distribusi uniform
Nilai minimum: 5% Nilai maksimum: 7% Reject rate petani Distribusi uniform Nilai minimum: 3% Nilai maksimum: 5% Reject rate
processing Distribusi uniform Nilai minimum: 1% Nilai maksimum: 3%
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai
Pasok
Variabel Input Simulasi
Biaya produksi per kg Rp 1.375,00
Profit margin perkebunan 300%
Profit margin distributor untuk retail
100%
Profit margin distributor untuk
grosir
80% Biaya produksi per kg petani Rp 1.250,00
Profit margin petani ke pasar lokal 50%
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai
Pasok (Sambungan)
Variabel Input Simulasi
Profit margin petani 200%
Profit margin kelompok tani 20%
Profit margin APP Seroja 20%
Profit margin retail Distribusi uniform Nilai minimum: 3% Nilai maksimum: 5% Profit margin grosir Distribusi
uniform Nilai minimum: 18% Nilai maksimum: 22%
Profit margin
pengecer
Distribusi
uniform Nilai minimum: 18% Nilai maksimum: 22%
Reject rate pada Tabel 2 merupakan variabel yang
bersifat keputusan, sehingga besarnya reject rate berbeda-beda dan ditentukan oleh kebijakan pelaku bisnis terkait. Data distribusi reject rate dari seluruh rantai pasok pada Tabel 2 menunjukkan perbedaan yang menandakan bahwa keputusan setiap pelaku bisnis mematok reject rate memang murni keputu-san sendiri. Tabel 3 menunjukkan biaya produksi dari setiap produsen dan profit margin yang ditentukan oleh setiap pelaku bisnis. Distribusi yang digunakan yaitu uniform karena informasi yang didaptkan dari narasumber terbatas pada nilai maksimum dan minimum.
Pengembangan Model
Model rantai pasok pisang Mas ini telah
digabung-kan antara 2 produsenpisang Mas di Lumajang dan
Malang dan juga telah ditambahkan pelaku bisnis baru dalam rantai pasok, yaitu APP Seroja sebagai distributor. Alur pendistribusian rantai pasok ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur Distribusi Pisang Mas Kombinasi
Lumajang dan Malang
Model rantai pasok pisang Mas yang telah dibangun berdasarkan causal loop yang telah dibuat, dapat dilihat pada Gambar 2. Pelaku bisnis yang terlibat di dalam rantai pasok pisang Mas memiliki perbeda-an dibperbeda-andingkperbeda-an model rperbeda-antai pasok pisperbeda-ang Mas
yang pernah digambarkan pada penelitian sebelum-nya. Adanya APP Seroja dalam rantai pasok, menja-dikan distributor PT SSN memiliki pesaing baru dalam hal pendistribusian pisang Mas.
Perancangan model rantai pasok 1 ini menghubung-kan APP Seroja selaku distributor ke retail langsung di daerah Surabaya. Pembagian supply dari kelom-pok tani dibagi menjadi 2, yaitu ke APP Seroja dan ke distributor PT SSN. Proporsi pembagian supply pisang mas yaitu dilakukan sebanyak 2 truk yang masing-masing berbobot 4,4 ton untuk pengiriman pisang Mas ke PT SSN dan APP Seroja setiap minggunya.
Perancangan model rantai pasok pisang Mas ini juga menggunakan mekanisme perubahan harga terhadap permintaan, sehingga dapat mengetahui seberapa besar perubahan kinerja rantai pasok jika harga jual dan demand berubah. Model ini menggu-nakan dummy retail untuk menampung jumlah permintaan pisang Mas Surabaya.
Hasil Simulasi
Hasil dari simulasi dijabarkan sesuai dengan para-meter pengukuran kinerja yang terdiri dari pen-dapatan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Keuntungan terbesar pada pendapatan penjualan yang dihasilkan dari perancangan model ini didapatkan oleh distributor PT SSN yang diikuti oleh petani dengan keuntungan terbesar kedua yang dihasilkan. Keuntungan besar yang dihasilkan oleh distributor ini disebabkan oleh profit margin yang ditetapkan lebih besar daripada profit margin yang ditetapkan oleh APP Seroja. Profit margin yang diterapkan oleh distributor yaitu sebesar 80% untuk penjualan kepada grosir dan 100% kepada retail, sementara APP Seroja mematok profit margin 20%. Gambar 4 menunjukkan perbandingan pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku bisnis. Petani dan PT SSN memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan semua pelaku bisnis yang terlibat.
Gambar 4. Pendapatan Penjualan Rantai Pasok
Pisang Mas
Lost sales yang dihasilkan setiap pelaku bisnis dapat
dilihat pada Gambar 5. PT SSN dan petani adalah pelaku bisnis yang memiliki kerugian terbesar akibat tidak dapat memenuhi semua permintaan yang ada. Petani dan PT SSN memiliki jumlah pasokan yang lebih kecil dari permintaan yang diterima, sehingga mengalami kerugian. Solusi untuk kedua pelaku bisnis ini yaitu menambah jumlah pasokan yang berasal dari pelaku bisnis sebelumnya.
Gambar 5. Lost Sales Rantai Pasok Pisang Mas
Gambar 6. Oversupply Rantai Pasok Pisang Mas
Kinerja rantai pasok pisang Mas jika dilihat dari sisi
oversupply, didapatkan bahwa grosir dan APP seroja
yang mengalami oversupply terbesar jika dibanding-kan pelaku bisnis yan lain. Hal ini dikarenadibanding-kan kedua pelaku bisnis tersebut memiliki supply yang besar dan juga reject rate yang tinggi. Reject rate yang tinggi ini ada untuk mengakomodasi banyak-nya pisang Mas yang rusak atau matang sebelum waktunya sehingga tidak dapat dijual ke end
customer. Oversupply dapat dilihat pada Gambar 6.
Parameter pengukuran yang terakhir dari simulasi rantai pasok pisang Mas yang dijalankan yaitu tingkat ketersediaan. Tingkat ketersediaan dapat dilihat pada Gambar 7. Perkebunan memiliki rata-rata ketersediaan pisang Mas yang terkecil, sebesar 48,8%. Ketersediaan yang berada di bawah 50% ini terjadi karena pasokan di perkebunan lebih kecil daripada permintaan yang diterimanya. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan perkebunan di Malang terhadap pisang Mas masih kurang. Tingkat ketersediaan pelaku bisnis lain dikatakan cukup baik karena mendekati 100%.
Dari keseluruhan kinerja rantai pasok pisang Mas, dapat dilihat bahwa pelaku bisnis yang paling besar keuntungannya yaitu distributor PT SSN, sedang-kan pelaku bisnis yang paling sedikit menderita kerugian akibat lost sales yaitu grosir. Oversupply terkecil dari keseluruhan rantai pasok yaitu perkebunan karena memiliki tingkat supply yang rendah dan juga reject rate paling rendah jika dibandingkan dengan reject rate pelaku bisnis lain. Model rantai pasok pisang Mas yang dirancang ini, didapatkan bahwa hanya perkebunan PTPN XII di Malang saja yang memiliki rata-rata tingkat keter-sediaan paling rendah dan berada di bawah 50%. Solusi yang dapat diterapkan untuk perkebunan yaitu mengurangi permintaan atau membatasi permintaan hingga pasokan yang dimiliki bertam-bah, mengingat perkebunan PTPN XII baru 2 tahun merintis usaha. Rekapitulasi kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi Kinerja Rantai Pasok Pisang
Mas Pelaku Bisnis Parameter Pengukuran Pendapatan Penjualan (Rp) Lost Sales (Rp) Oversupply (Rp) Keter-sediaan (%) Petani 3.353.630.000 942.442.000 123.916.000 0,779381 Kelompok Tani 902.948.000 286.096.000 23.770.100 0,75939 Perkebunan 321.584.000 337.524.000 2.905.760 0,487908 APP Seroja 746.461.000 14.326.500 322.750.000 0,981169 Dist. PT SSN 4.695.760.000 1.067.880.000 119.747.000 1 Grosir 137.838.000 9.352.990 364.886.000 0,936457 Pengecer 152.602.000 21.864.200 10.778.000 0,87468 Retail 973.139.000 20.590.800 20.590.800 0,979279 Supply Chain 11.283.962.00 0 2.700.076.490 989.343.660 0,849783 Pengujian Sensitivitas
Model rantai pasok ini memiliki tingkat harga jual awal di retail yaitu sebesar Rp 16.750,00 dan harga jual di tingkat pengecer yaitu sebesar Rp 15.000,00. Konfigurasi harga sedemikian rupa telah
mengha-silkan supply pisang yang terserap di tahap petani dan kelompok tani. Tingkat serapan berubah men-jadi tidak terserap di petani dan kelompok tani ketika perubahan harga jual di retail dinaikkan menjadi Rp 19.125,00 dan harga jual pengecer menjadi Rp 17.250,00. Prosentase perubahan harga di retail yaitu sebesar 12,42% dan 13,04% untuk perubahan harga di pengecer guna mencapai peru-bahan kondisi serapan pisang. Peruperu-bahan harga ini juga berdampak pada perubahan permintaan di
retail dan pengecer. Perubahan permintaan dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perubahan Permintaan Sebelum dan
Sesudah Harga Dinaikkan
Selected Variables 4,000 3,000 2,000 1,000 0 0 4 8 12 16 20 24 28 32 36 4044 48 52 Time (Week) K g/ W ee k
Demand riil pengecer Surabaya : run1 Demand riil retail Surabaya : run1
Selected Variables 4,000 3,000 2,000 1,000 0 0 4 8 12162024 283236 404448 52 Time (Week) K g/ W ee k
Demand riil pengecer Surabaya : run1 Demand riil retail Surabaya : run1
Hal yang sebaliknya juga dilakukan terhadap perke-bunan, di mana harga diubah untuk mengubah status pisang menjadi tidak terserap dari kondisi awalnya yang terserap. Hasil yang didapatkan setelah merubah harga jual di retail sebesar Rp 90.000,00 dan pengecer sebesar Rp 80.000,00 per kg tetap tidak mengubah kondisi pisang di perkebunan akibat demand yang masih lebih tinggi dari supply perkebunan. Upaya peningkatan harga tersebut bertujuan untuk mengurangi demand, sehingga dapat merubah tingkat serapan pisang di tahap produsen.
Simpulan
Model yang dirancang pada penelitian ini merupa-kan penggabungan jalur rantai pasok pisang Mas di Lumajang dan Malang serta penambahan APP Seroja sebagai distributor. Parameter pengukuran kinerja rantai pasok yaitu pendapatan penjualan,
lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Pengukuran
terhadap tingkat serapan pisang juga ditambahkan dalam simulasi, namun hanya ada di tahap produ-sen pisang untuk mengetahui tingkat serapan pisang setelah proses pemanenan.
Pisang Mas pada petani, kelompok tani, dan perkebunan terserap seluruhnya oleh pasar. Hasil pengujian sensitivitas perubahan harga jual terha-dap permintaan yaitu permintaan akan berubah seiring peningkatan atau penurunan harga jual. Pe-ningkatan permintaan dipicu oleh penurunan harga jual dan sebaliknya. Kebijakan pemilihan model yang paling optimal ditentukan oleh kepentingan dari setiap pelaku bisnis. Hal ini dikarenakan hasil
rantai pasok keseluruhan merupakan akumulasi dari pengukuran kinerja dalam model tersebut.
Daftar Pustaka
1. McNickle, Donald C. & Daellenbach, Hans G. 2005. Management Science: Decision Making
Through System Thinking. New York: Palgrave
Macmillan.
2. Ray, Rajesh. 2010. Supply Chain
Management for Retailing. New Delhi: Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited.
3. Sanada, Wilson, Widyadana, Gede Agus, & Palit, Herry Christian. Pengembangan Model
Rantai Pasok Pisang Mas di Jawa Timur.
Jurnal Titra Vol. 2, No. 1 (Januari 2014): 17-24. 4. Setiawan, Thea Callista, Tjondrokusumo, Garry,
Suseno, Valencia, Christnawan, Dandy Lonata, Purnomo, Monica, Budiman, Fenny Suryanita. 2013 Rantai Pasok Buah Pepaya di Jawa
Timur. Unpublished research, Universitas
Kristen Petra, Surabaya.
5. Survey Sosial Ekonomi dan Nasional. 2010.
Tingkat Konsumsi Pisang di Jawa Timur.
Retrieved June 27, 2014 From Badan Pusat Statistik Jawa Timur.