• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG, KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG, KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

IDENTIFIKASI ARSITEKTUR RUMAH TINGGAL

DI DESA PAKRAMAN BUGBUG, DESA BUGBUG,

KECAMATAN KARANGASEM, KABUPATEN KARANGASEM

Tim Peneliti :

1. Ir. I Nengah Lanus, MT (Ketua) NIP. 195708181986031003 2. Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya (Anggota) NIP. 195012311978121001 3. I Nyoman Susanta, ST., MErg (Anggota) NIP. 196909231995031002

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

1

HALAMAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

Judul Penelitian : Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal di Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug,

Kecamtan Karangasem, Kabupaten Karangasem

Ketua Tim Peneliti :

a. Nama Lengkap : Ir. I Nengah Lanus, MT

b. NIDN / NIP : 0018085703 / 195708181986031003 c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Nomor HP / email : (+62) 8123956956 / polanusa@plasa.com

Anggota Tim Peneliti (1):

a. Nama Lengkap : Ir. Anak Agung Gde Dharma Yadnya b. NIDN / NIP : 0031125024 / 195012311978121001 c. Jabatan Fungsional : Lektor

d. Nomor HP / email : (+62) 8123654629 / -

Anggota Tim Peneliti (2) :

a. Nama Lengkap : I Nyoman Susanta, ST., MErg b. NIDN / NIP : 0023096902 / 196909231995031002 c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

d. Nomor HP / email : (+62) 8123978858 / susanta.nyoman@yahoo.com Jangka Waktu Kegiatan : 4 bulan

Tempat Kegiatan : Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem, Bali

Biaya yang diperlukan : Rp.10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah)

Bukit Jimbaran, 3 September 2015 Menyetujui,

Ketua Jurusan Arsitektur FT-UNUD Ketua Tim Pelaksana

Ir. I Made Suarya, MT

NIP. 19561015 198601 1 001

Ir. I Nengah Lanus, MT

(3)

2 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ... HALAMAN PENGESAHAN ... 1 DAFTAR ISI ... 2 RINGKASAN ... 3 BAB I. PENDAHULUAN ... 4 1.1. Latar Belakang ... 4

1.2. Tinjauan Khusus Penelitian ... 5

1.3. Urgensi ... 5

1.4. Potensi Hasil/Luaran ... 6

BAB II. STUDI PUSTAKA ... 7

2.1. Arsitektur Tradisional Bali ... 7

2.2. Pola Tata Ruang Arsitektur Tradisional Bali ... 8

2.3. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa ... 9

2.4. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal ... 9

2.5. Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali………... …11

2.6. Pengertian Konservasi ... 12

2.7. Dasar Hukum Konservsi ... 13

2.8. Strategi dan Model Konservasi ... 14

2.9. Permasalahan Konservasi ... 15

BAB III. METODE PENELITIAN ... 16

3.1. Lokasi Penelitian ... 16

3.2. Rancangan Penelitian ... 16

3.3. Prosedur Penelitian ... 16

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 17

3.5. Teknik Analisis Data ... 17

BAB IV. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN ... 18

4.1. Biaya ... 18

4.2. Jadwal Kegiatan ... 18

Daftar Pustaka ... 19

(4)

3 RINGKASAN

Desa Pakraman Bugbug merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten Karangasem, ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya yang termasuk desa strategis kabupaten dalam rangka mendukung pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman Bugbug memiliki keunikan aktivitas adat dan tradisi yang diimplementasikan dalam tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada penataan ruang-ruang dan bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan luas sekitar 200–400 M² didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale wadah aktivitas penghuninya. Sejalan dengan waktu dan perkembangan dalam berbagai sektor pembangunan khususnya peningkatan perekonomian di Desa Pakraman Bugbug mengakibatkan perubahan-perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata pencaharian, pola hidup dan berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut selanjutnya mengubah pola pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai adat yang menjadi inti dan sumber inspirasi kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka pelestarian tata nilai adat dan tata nilai arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata, sehingga keberadaan arsitektur rumah tinggal setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan. Salah satu langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan tata bentuk, struktur, bahan dan ornamen rumah tinggal, perkembangannya serta permasalahan-permasahan yang terkait dengan tradisi adat setempat. Data-data dikompilasi dan dianalisis untuk merumuskan model rumah tinggal dari sisi arsitektur.

(5)

4 BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desa pakraman adalah satu kesatuan wilayah dengan tatanan kehidupan sosial budaya masyarakat, memiliki otoritas pengelolaan desa yang dilandasi oleh tradisi dan adat setempat. Desa pakraman di Bali berdasarkan tradisinya dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu : Desa Bali Aga atau Bali pegunungan atau Bali mula dan Desa Bali Apanaga atau Bali dataran. (Dinas PU Prop. Dati I Bali, 1989: 6; Parimin Ardi P, 1986: 16; Danker Schaareman, 1986 : 2-5).

Desa Pakraman Bugbug merupakan salah satu dari Desa Bali Aga yang ada di Kabupaten Karangasem, ditetapkan oleh pemerintah sebagai desa budaya (Desa Pakraman Perasi, Desa Pakraman Bugbug, Desa Pakraman Timbrah, Desa Pakraman Asak, Desa Pakraman Bungaya, dan lain-lain) yang termasuk desa strategis kabupaten dalam rangka mendukung pencanangan pariwisata budaya. Desa Pakraman Bugbug merupakan desa tradisional, terletak di Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem yang merupakan wilayah bagian timur pulau Bali. Berbatasan dengan desa pakraman lainnya, antara lain : disebelah timur Desa Pakraman Perasi, sebelah barat Desa Pakraman Samuh dan Bukit Gumung, sebelah utara Desa Pakraman Timbrah, Asak dan Bungaya, sebelah selatan Laut Selat lombok. Penduduk desa seluruhnya beragama Hindu, mata pencaharian utamanya adalah bertani, pekerjaan tambahannya ada yang berternak, nelayan, berdagang, pengrajin, buruh, karyawan dan pegawai pemerintah.

Desa Pakraman Bugbug memiliki keunikan aktivitas adat dan tradisi yang diimplementasikan dalam tatanan ruang dan arsitektur. Salah satu keunikannnya pada penataan ruang-ruang dan bangunan, khususnya pada penataan rumah tinggal dan area

pekarangan. Pekarangan merupakan sebidang tanah untuk fungsi rumah tinggal dengan

luas sekitar 200–400 M² didalamnya terdapat beberapa unit bangunan ataupun bale-bale wadah aktivitas penghuninya (Gelebet, 1982) dikelilingi penyengker/ pagar pembatas dengan pintu masuk berupa kori. (Susanta, 2012) Tanah pekarangan dimilki oleh desa sebagai tanah ayahan desa, dapat digunakan dan ditempati krama pengayah desa dengan keturunannya selama masih menjadi warga desa. Tanah ini tidak dapat diperjualbelikan, pemindahan hak guna pakai tanah desa ini ditentukan oleh desa atas dasar aturan dan tradisi adat. Satu bidang pekarangan umumnya dihuni oleh lebih dari satu kepala keluarga. (observasi, 2015). Perwujudan tata ruang dan bentuk rumah tinggal dan area pekarangan ini sebagai penjabaran tatanilai tradisi adat, sebagai akumulasi pengetahuan tradisi yang unik dan khas serta dilandasi oleh ajaran agama dan tradisi adat setempat.

Sejalan dengan waktu dan perkembangan dalam berbagai sektor pembangunan khususnya peningkatan perekonomian di Desa Pakraman Bugbug mengakibatkan perubahan-perubahan pada masyarakatnya dalam kebutuhan hidup, mata pencaharian, pola hidup dan berbagai aspek lainnya. Perubahan tersebut terimplementasi dalam arsitektur seperti tata ruang dan tata bangunan. Perubahan-perubahan sedemikianrupa sehingga menggeser, melemahkan bahkan menghilangkan tata nilai, tata ruang dan tata bentuk terdahulu. Perubahan tersebut selanjutnya mengubah pola pemanfaatan, aktivitas dan tatanan nilai adat yang menjadi inti dan sumber inspirasi kehidupan masyarakat setempat. Dalam rangka pelestarian tata nilai adat dan tata nilai arsitekturnya maka diperlukan upaya-upaya nyata, sehingga keberadaan arsitektur setempat dan keunikan desa pakraman dapat dipertahankan. Mengingat peranan desa pakraman yang sangat sentral dan strategis sebagai wadah utama masyarakatnya. dalam menata budaya dan tradisi adat setempat.

Salah satu langkah yang dilakukan untuk pelesatarian warisan tersebut adalah dengan mengidentifikasi arsitektur rumah tinggal. Untuk hal tersebut maka dibutuhkan pendataan

(6)

5 ruang, bentuk, struktur dan material rumah tinggal, perkembangan serta permasalahan-permasahan yang terkait dengan tradisi adat setempat. Data-data dikompilasi dan dianalisis untuk mendapatkan model identitas rumah tinggal dari yang sesuai prinsip konservasi dari sisi arsitektur dan perkembangannya

Hasil identifikasi model ini, dapat menjadi data awal dalam upaya pelestarian arsitektur lokal. Dapat pula menjadi masukan dalam proses menemukan solusi-solusi permasalahan yang terkait dengan pelestarian tata nilai adat dan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan perubahannya.

1.2 Tinjauan Khusus

Sejalan dengan waktu pembangunan di Desa Pakraman Bugbug telah mengubah arsitektur rumah tinggal dan pola-pola pemanfaatannya. Perubahan yang tidak sejalan dengan budaya dan tradisi adat dapat mengganggu kelestarian arsitektur dan tradsisi adat. Oleh karena itu maka diperlukan upaya-upaya untuk mengidentifikasi hal-hal yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

Mengidentifikasi arsitektur (Ruang, bentuk, struktur dan material) rumah tinggal 1.3. Urgensi

Bahwa budi daya manusia berhasil melahirkan karya-karya berwujud kompleks, idea-idea, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya, ataupun kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat maupun benda–benda hasil kerja manusia; yang secara makro dikatakan sebagai seluruh total dari pikiran, karya dan hasil karya makro yang tidak beraturan kepada nalurinya dan yang karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah suatu proses belajar …. (Koentjaraningrat dalam Dinas PU Prop. Dati I Bali, 1989: 1) Demikian halnya dengan pola pemikiran tradisional Bali , juga ikut mengalami perubahan dan perkembangan yang semula dilandasi oleh factor agama, kepercayaan, dan adat istiadat yang digariskan berupa aturan-aturan tradisional telah berkembang mengikuti nilai-nilai regional dan global. Perubahan bertujuan untuk memenuhi tuntutan tata ruang yang meningkat. Akibatnya arsitektur rumah tinggal akan berubah yang selanjutnya diikuti perubahan pola-pola aktivitas yang semata-mata hanya didasari oleh nilai efisiensi. Dalam hal tersebut khususnya di Desa Pakraman Bugbug diperlukan suatu bentuk pola untuk perencanaan konservasi terhadap arsitektur rumah tinggal.

Inventarisasi desa-desa tradisional yang dilakukukan oleh Dinas PU Prop. Bali tahun 1989 bersifat umum yang menyangkut pola-pola pemukiman dan rumah secara makro. Inventarisasi tersebut tidak melihat perekembangan arsitekturnya (tata ruang, bentuk, struktur dan material), sehingga usulan penelitian ini dapat diharapkan menemukan pola-pola perkembangnnya dan merumuskan strategi pelestariannya.

Danker Schaareman pada tahun 1986 seorang antropolog dalam bukunya Tatulingga : Tradition and Continuity yang meriset organisasi social dan ritual Desa Pakraman Bali Aga khususnya di Desa Pakraman Asak. Dari sisi arsitektur dan perkembangan rumah tinggal belum ada. Penelitian ini dalam kaitan arsitektur rumah tinggal dan perkembangan arsitektur rumah tinggal akan dapat melengkapi apa yang telah ditulis oleh Danker Schaareman.

Penelitian Identifikasi rumah tinggal Desa Pakraman Bugbug yang spesifik pada identitas arsitektur rumah tinggal dan perkembangnnya belum pernah dilakukan, sehingga penelitian ini dapat menjadi rintisan penelitian untuk bidang pelestarian kearifan dan arsitektur local.

(7)

6 1.4. Potensi Hasil / Luaran

Hasil penelitian ini dapat berkontribusi pada Desa Pakraman Bugbug untuk mengidentifikasi permasalahan dan strategi dalam pelestarian rumah tinggal dan tradisi desa dengan independensi dan otorinas pengelolaannya. Untuk pemerintahan khusunya kecamatan dan Kabupaten Karangasem sebagai input dan evaluasi kebijakan karena desa telah ditetapkan sebagai desa tradisional dan desa budaya sebagai desa strategis penyangga pariwisata budaya di Karangasem.

Hasil penelitian ini juga akan menjadi input bagi penyusunan database desa-desa Bali Aga milik Jurusan Arsitektur, FT-UNUD. Pihak internal UNUD dapat mengakses data ini dengan relatif lebih mudah.

Luaran penelitian akan berpeluang menjadi makalah dalam jurnal nasional terakreditasi mengingat kontribusinya yang bersifat cukup fundamental bagi perkembangan pariwisata budaya di Bali.

Selain itu, luaran penelitian akan berkontribusi dalam diseminasi seminar nasional yang akan diadakan oleh pihak Jurusan Arsitektur, FT-UNUD.

(8)

7 BAB II STUDI PUSTAKA

2.1. Arsitektur Tradisional Bali

Sebagai pemahaman awal dan penyamaan peresepsi maka akan dikemukakan terlebih dahulu tentang pengertian antara arsitektur tradisional Bali dengan arsitektur Bali. Kedua-duanya telah tumbuh dan berkembang mengisi sejarah, ruang dan waktu dari masa ke masa sebagai wujud arsitektur Bali.

Menurut I Nyoman Gelebet 1982, arsitektur tradisional Bali merupakan arsitektur yang ditumbuhkembangkan dari generasi kegenerasi berikutnya dan dibuat dengan aturan-aturan tradisional Bali baik tertulis maupun lisan serta dapat diterima oleh masyarakat Bali secara berkelanjutan karena dianggap baik dan benar.

Arsitektur Bali adalah arsitektur yang tumbuh, berkembang dan dipertahankan di Bali, dapat terdiri dari :

1. Arsitektur warisan (kuno), 2. Arsitektur Tradisional Bali

3. Arsitektur non tradisional yang bergaya arsitektur tradisional Bali

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arsitektur tradisional Bali merupakan salah satu dari arsitektur Bali, serta merupakan cikal bakal serta induk yang menginspirasi arsitektur lainnya yang ada di Bali. Arsitektur tradisonal Bali dijiwai dan dilandasi oleh ajaran Agama Hindu. Penjiwaan ini tercermin :

1. Dalam proses pembangunan tradisional,

Upacara keagamaan (sarana, mantera, rajah)

 Penentuan dimensi dan jarak (dewa-dewa Hindu)

Penentuan hari baik/dewasa ayu (Jyotisa) 2. Dalam tata ruang dan tata letak bangunan serta

Pola tri mandala dan sanga mandala (konsep Tri Loka dan dewata nawa sanga)

Pola Natah (perpaduan akasa dan pretiwi)

Orientasi hulu - teben 3. Dalam wujud bangunan

 Nama-nama ukuran yang dipilih (bhatara asih, prabu anyakra negara, sanga padu laksmi);

Simbol dan corak ragam hias (Acintya, Kala, Boma, garuda-wisnu, angsa, dll) Arsitektur tradisional Bali sebagai perwujudan ruang secara turun temurun dapat meneruskan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat sesuai dengan pandangan dan idealismenya. Karya arsitektur tradisonal Bali mencerminkan aktivitas pemiliknya, dengan demikian maka modul ruang dan bentuk yang diambil dari ukuran tubuh manusia dan aktivitas pemiliknya.

Di dalam arsitektur tradisonal Bali terkandung unsur-unsur : Peraturan tradisonal baik yang tertulis maupun lisan, ahli bangunan tradisional seperti undagi, sangging, tukang, pelukis serta sulinggih/pendeta. Ini mencerminkan kompleksitas rancangan arsitektur, kedalaman dan totalitas integrative.

Terdapat tiga klasifikasi fungsi bangunan dalam arsitektur tradisional Bali yaitu :

1. Fungsi peribadatan pada dasarnya berfungsi sebagai tempat pemujaan dan berbakti kepada Tuhan dan leluhur dalam rangka menguatkan dan memberdayakan hidup ini agar manusia dalam hidup ini menjadi lebih baik dan lebih berguana. Tempat pemujaan ini terdiri dari :

Pura Kawitan dan Sanggah sebagai media mengembangkan kerukunan dalam keluarga

Pura Kahyangan Desa sebagai media untuk mengembangkan kerukunan dalam stau territorial desa.

(9)

8

Pura Swagina sebagai media untuk mengembangkan kerukunan profesi

Pura Kahyangan Jagat sebagai media untuk mengembangnkan kerukunan regional dan universal.

2. Fungsi perumahan sebagai bangunan yang berfungsi untuk tempat hunian dengan segala aktivitas dan interaksinya agar manusia dapat mengembangkan potensi dan profesinya secara profesional dan optimal secara serasi, selaras dan seimbang. Hunian ini terdiri dari :

Griya sebagai wadah hunian untuk profesi rohaniawan/sulinggih/pendeta

Puri sebagai wadah hunian untuk pemimpin/penguasa pemerintahan

Jero sebagai wadah hunian untuk pembantu/pejabat pemerintahan

Umah sebagai wadah hunian untuk masyarakat umum seperti penggerak pertanian dan perdagangan.

3. Fungsi sosial sebagai bangunan yang berfungsi untuk melakukan aktivitas secara berkelompok/bersama dalam suatu territorial tertentu baik di tingkat lingkungan maupun desa. Bangunan ini akan lebih berfungsi sebagai fasilitas umum dan fasilitas sosial budaya bagi anggota masyarakat, jenisnya antara lain sebagai berikut :

 Bale desa berfungsi sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan di tingkat teritorial desa.

 Bale banjar berfungsi sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan di tingkat lingkungan

banjar.

 Bale teruna-teruni sebagai wadah aktivitas, kreativitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan pembinaan generasi muda.

Bale subak sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan kesejahtraan dibidang pertanian.

 Pasar sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan ekonomi kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kesejahtraan desa.

Beji sebagai wadah aktivitas dan interaksi sosial budaya dan kemasyarakatan dalam rangka mengembangkan kerukunan dan sanitasi desa.

Bale bendega difungsikan oleh nelayan

 Bale sekee/perkumpulan profesi non formal

 Dan lain-lain

2.2 Pola Tata Ruang Tradisional Bali

Tata ruang tradisional Bali menyangkut berbagai wujud ruang luar yang diungkapkan dalam suatu wilayah (palemahan) baik antar wilayah dengan wilayah serta antara bangunan dengan wilayah/ruang terbuka. Fokusnya menguraikan ruang-ruang dengan radius-radius tertentu dalam hubungannya dengan keberadaan pura/tempat pemujaaan, ruang terbuka, maupun pola pemanfaatan dalam hubungannya dengan pengembangan desa dan wilayah untuk tujuan-tujuan tertentu seperti kepariwisataan, perekonomian, pemerintahan, pertanian, penyangga, kawasan konservasi dan lain sebagainya.

Penataan pola ruang arsitektur Bali dilandasi oleh konsep-konsep dan kaidah tradisional seperti orientasi, tingggi rendah suatu tempat, dan hirarki tata nilai ruang. Orientasi kearah gunung (kaja) memiliki nilai utama, daerah dataran (tengah) memiliki nilai madya, kearah laut (kelod) memiliki, nilai nista. Secara hirarkis membentuk segmen : utama, madya,

nista. Kombinasi susunan segmen utama, madya, nista pada arah utara-selatan (kaja-kelod)

dengan arah timur-barat (kangin-kauh) akan membentuk sembilan segmen yang disebut

(10)

9 sehingga diperlukan jarak-jarak bangunan terhadap lingkungan sekitar. Jarak ini menggunakan modul dari ukuran antropometri manusia dari ajengkal, amusti, atapak,

adepa, apenimpugan apeneleng alit sampai apeneleng agung. Implementasi tata ruang

akan memperhitungkan secara cermat ruang-ruang luar sebagai ruang antara bangunan satu dengan bangunan lainnya, terutama bangunan suci yang sakral seperti : Pura Kahyangan

Jagat, Pura Kahyangan Tiga, Pura Swagina dan sebagainya.

Berdasarkan atas cakupan fungsinyanya maka tata ruang tradisional Bali yang akan dikemukakan disini dibatasi sebanyak dua jenis yaitu :

1. Tata Ruang Lingkungan Teritorial Desa

2. Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal (Pekarangan)

2.3 Tata Ruang LingkunganTeritorial Desa

Tata ruang lingkungan teritorial desa berpedoman pada konsep Tri Hita Karana yang didasarkan atas tiga arah tujuan hidup beragama menurut tradisi di Bali (Tri Para Artha :

bhakti, punia dan asih). Tiga hal tersebut membutuhkan tata ruang yang disebut dengan Parhyangan, Pawongan dan Palemahan. Konsep ini sebagai landasan operasional dalam

menata tata ruang wilayah desa yang dalam penataannya disesuaikan dengan Desa, Kala, Patra (tempat, waktu dan keadaan). Pola-pola yang umum dikembangkan untuk daerah dataran adalah pola Pempatan Agung/Catuspatha, disamping pola-pola lain seperti : pola desa Tenganan, pola desa Bugbug, pola desa Timbrah, pola desa Bugbug, serta pola linier terutama di daerah-daerah pegunungan.

STRUKTUR NILAI RUANG PALEMAHAN DAN TATA LETAK DESA

UTAMA MADYA NISTA UT A M A M A DY A M A DY A NIS T A NIS T A

Gambar 1. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa

10/12/2010 AB I, M10 6

POLA LINGKUNGAN DESA

PRINSIP TATA LETAK PADA PEKARANGAN

Persil Bangunan Tempat Suci

Arah Orientasi

PRINSIP TATA LETAK PADA WILAYAH DESA

PRINSIP TATA LETAK PADA PUSAT KOTA

PURA

PERMUKIMAN

SETRA

PRINSIP-PRINSIP TATA LETAK

PURI/PUSAT PEMERINTAHAN PASAR TAMAN BUDAYA PASAR RUANG TERBUKA HIJAU TAMAN BUDAYA TAMAN BUDAYA PASAR RUANG TERBUKA HIJAU RUANG TERBUKA HIJAU PURI/PUSAT PEMERINTAHAN PURI/PUSAT PEMERINTAHAN (Utama) (Madya) (Nista)

Gambar 2. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa

2.4 Tata Ruang Lingkungan Rumah Tinggal (Pekarangan)

Pola tata ruang pekarangan berpedoman pada konsep Sanga Mandala, “ ruang dalam alam dan alam di tengah ruang” dengan Natah sebagai ruang utama/pengikat. Membangun arsitektur meniru Alam semesta (bhuana agung) atau meniru manusia (bhuana alit). Bangunan diletakkan membentuk cluster berorientasi ke tiap-tiap natah (natah Sanggah,

(11)

10

NILAI RUANG LUAR

NATAH

SUB NATAH

RUMAH

TRADISIOAL DESA KOTA

NATAH NATAH

Gambar 3. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dan territorial desa

Konsepsi keharmonisan dengan lingkungan dapat dijabarkan atas dasar sebagai berikut : pengutamaan pemanfaatan potensi sumberdaya alam setempat, pengutamaan pemanfaatan potensi sumber daya manusia setempat dan pengutamaan penerapan potensi pola-pola fisik arsitektur setempat. Terdapat tata nilai yang mempengaruhi tata letak rumah tinggal dalam kaitannya dengan lingkungan dan fasilitas umum pada arsitektur tradisional Bali, seperti : rumah tidak langsung berada di hulu Bale Banjar/Pura/Puri serta rumah harus dibatasi dengan jalan atau tanah kosong (karang tuang)

Tata letak rumah ditentukan juga oleh stratifikasi sosial tradisonal sehingga penataan menghasilkan konfigurasi sedemikian rupa sehingga rumah sulinggih/ brahmana/ pendeta /rohaniawan terletak di hulu/bagian yang dianggap utama, rumah penguasa (raja) di tengah atau ring satu di sudut catuspatha, rumah pejabat di ring kedua dan rumah rakyat di ring ketiga

Konsistensi tata nilai ruang dan bangunan dapat diwujudkan dengan perletakan bangunan yang beragam, nilai fungsinya diserasikan dengan struktur hirarkhi nilai ruangnya, ketinggian lantai disesuaikan nilai fungsi bangunan sehingga ada keserasian antara nIlai ruang dan nIlai bangunan.

13/12/2010 AB I, M10 18 PENENTUAN ZONASI I II III IV V VI IX VIII VII I : mrajan, sumur II : mrajan, sumur,meten III : mrajan, sumur, penunggun karang IV : bale dangin V : natah, pengijeng VI : bale dauh, penunggun karang VII : kebun VIII: bale delod, dapur, jineng IX: bada, dapur, jineng, sumur UTAMA

MADYA

(KA)NISTA

Gambar 4. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dengan pola sanga mandala

10/12/2010 AB I, M10 20

Penentuan Tata Letak Bangunan

GURU GURU UMA KALA KALA SRI BRAHMA RUDRA INDRA YAMA meten bale delod bale dangin bale dauh lum-bung paon penunggun karang pengijeng

(12)

11

10/12/2010 AB I, M10 9

POLA RUMAH RAKYAT

A A B B C C D E E F F G G F E/G B H H I J H I K L M U M N U M N U = Utama M = Madya N = Nista NATAH NATAH NATAH

Gambar 6. Model pola-pola tata letak bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

2.5 Bentuk, Struktur, Bahan dan Ornamen Arsitektur Tradisional Bali Dasar-dasar ukuran dalam arsitektur tradisional Bali sebagai berikut :

Gambar 7. Dasar-dasar ukuran bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

(13)

12

Gambar 9. Dimensi tiang bangunan dan ukuran bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

Gambar 10. Struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

Gambar 11. Bentuk, struktur dan ornamen bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional

2.6 Pengertian Konservasi

Konsep konservasi atau pelestarian terdiri atas berbagai sub konsep, yaitu :

1. Proteksi adalah memberikan perlindungan-perlindungan agar suatu tempat atupun objek terhindar dari gangguan, kerusakan-kerusakan dan penghancuran,

2. Preservasi adalah sebagai pelestarian suatu tempat persis seperti keadaan aslinya tanpa perubahan, termasuk didalamnya mencegah pengahancuran.

3. Rekonstruksi adalah mengembalikan suatu tempat kepada keadaan yang semirip mungkin dengan keadaan semula, baik dengan menggunakan dengan bahan yang lama, maupun dengan menghadirkan bahan-bahan yang baru.

(14)

13 4. Restorasi bermakna sebagai usaha mrngembalikan sesuatu kepada keadaan semula tanpa melakukan tambahan-tambahan dan memasang komponen-komponen semula tanpa memasang bahan-bahan yang baru. Restorasi sering diidentikkan dengan rehabilitasi.

5. Reparasi sebagai upaya-upaya untuk melakukan perbaikan dengan upaya yang semirip mungkin dengan aslinya,

6. Adaptasi adalah mengubah tempat agar dapat digunakan untuk fungsi yang lebih sesuai, dengan menghindarkan perubahan yang drastis dan menimbulkan dampak yang seminimal mungkin. Dalam beberapa kasus dan kondisi, kegiatan adaptasi ini disetarakan dengan revitalisasi.

Masing-masing sub konsep memiliki focus dan makna tersendiri, namun secara prinsipiil ada makna dasar yang merupakan koridor setiap usaha konservasi, yakni : adanya prinsip keutuhan dan kelestarian, adanya prinsip stabilitas dalam dinamika, adanya prinsip keterbukaan terhadap wawasan, teknologi dan nilai-nilai universal dari perspektif kesejarahan, ilmu pengetahuan dan seni. Kalau dikaitkan dengan tradisi Hindu di Bali maka proses konservasi itu meliputi proses utpati (penciptaan), stithi (dipertahankan) dan pralina (ditinggalkan), arsitektur sebagai suatu ciptaan tidak dapat terlepas dari hukum itu yang disebut Tri Kona.

Cakupan pelestarian yang sudah berjalan di Indonesia hingga saat ini meliputi empat bidang besar, yaitu : Alam, Kesenian, Arkeologi dan Lingkungan Binaan. Untuk arsitektur akan tercakup dalam 2 - 3 bidang cakupan pelestarian, karena dapat mencakup seninya, arkeologi maupun arsitekturnya sebagai bagiandari lingkungan binaan.

2.7 Dasar Hukum Konservasi

Arsitektur Bali adalah satu wujud produk dari kebudyaan Bali, memiliki keunikan-keunikan yang perlu dilestarikan dengan cara melindungi dan menjaga keasliannya. Salah satu upaya pelestarian warisan budaya Bali ialah dengan mengaturnya dalam berbagai bentuk hukum, baik dalam hukum adat maupun dalam peraturan perundang-undangan. Kedua bentuk hukum ini mengandung keharusan dan larangan untuk menjadi pedoman berprilaku melestarikan produk budaya. Hukum adat terdiri atas unsur tradisi yang telah ada secara turun temurun dan unsur agama yang dianut oleh masyarakat, baik tertulis maupun tidak.

Beberapa bentuk peraturan perundang-undangan yang secara langsung maupun tidak lansung mengatur pelestarian arsitektur Bali adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 Tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 5 Th. 1992 menentukan keharusan melestarikan, memanfaatkan dan memajukan kebudayaan nasional Indonesia, serta benda alam/buatan manusia, baik yang bisa dipindahkan maupun tidak. Benda cagar budaya dikuasai oleh Negara dan dalam pengelolaannya bisa dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, kelompok, dan perorangan demi kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Dengan adanya undang-undang ini maka secara langsung seluruh lapisan masyarakat berkewajiban untuk melestarikan benda-benda cagar budaya sebagai warisan budaya bangsa.

2. Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman, pada konsiderennya menentukan bahwa desa pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang dijiwai oleh ajaran Agama Hindu dan nilai-nilai budaya yang hidup di Bali sangat besar perannya dalam bidang agama dan sosial budaya sehingga perlu diayomi, dilestarikan, dan diberdayakan. Dalam upaya pelestarian warisan budaya Bali desa pakraman berupaya untuk menjaga dan memelihara nilai-nilai adat budaya masyarakat

(15)

14 Bali terutama etika, moral, dan peradaban yang merupakan inti adat istiadat dan tradisi masyarakat Bali agar keberadannya tetap terjaga dan berlanjut. Ini berarti juga bahwa arsitektur yang teraplikasi dalam tata ruang dan bangunan sebagai wujud budaya perlu dijaga dan dilestarikan oleh desa pakraman.

2.8 Strategi dan Model Konservasi

Beberapa model dari metode pelestarian dapat dilakukan dengan melakukan konservasi, modifikasi ataupun repetisi. Konservasi dapat dilakukan dengan beberapa sub konsep/variasinya yang akan dipilh/ditetapkan modelnya setelah melakukan evaluasi dan status dari objeknya. Modifikasi dapat dilakukan dengan mengubah dan atau mengganti sebagaian kecil bangunan agar karakter bangunannya masih nampak. Repetisi dapat dilakukan dengan membuat kembali bangunan yang sama sehingga dapat dianggap “reinkarnasi”. Repetisi dilakukan untuk : sebagai “Reinkarnasi” arsitektur tradisional Bali, sebagai kebutuhan sarana untuk kegiatan sosial budaya/ keagamaan dan sebagai kebanggaan identitas/jati diri serta koleksi. Pembangunan tradisional yang baru tujuannya adalah : peningkatan kualitas fungsi, peningkatan kualitas teknis dan peningkatan kualitas estetika.

11-Dec-10 AB III, M2 4

Pola Pelestarian Arsitektur Bali

PELES-TARIAN MODEFI-KASI KONSER-VASI REPETISI IDENTIFIKASI INVENTARISASI, EVALUASI, STATUS, ADAPTASI REINKAR-NASI

FORMULASI PENGENDA-LIAN

Gambar 12. Skema model dari metode pelestarian

12/10/2010 AB III, M5 6 POLA PENGEMBANGAN EKSISTING LINGKUNGAN PURA SETRA PE- RU-MAH AN P P P P P P Jalan lingkar

Gambar 13.Model pelestarian pola lingkungan dan pengembangan

Dalam rangka menata dan merancang lingkungan baru yang dapat menampilkan karakter pola lingkungan arsitektur tradisional Bali, sebagai bagian dari pelestarian maka dapat dilakukan langkah-lankah sebagai berikut:

1. Adopsi dan modefikasi pola-pola lingkungan tradisional yang mapan; 2. Sesuaikan dengan kawasan pembangunan: perdesaan – perkotaan;

3. Akomodasikan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang dibutuhkan saat ini.

8 12/10/2010 AB III, M5

Pola Desa Bugbug

P P P P 12/10/2010 AB III, M5 10

Pola Desa Tenganan

Gambar 14. Model pelestarian pola lingkungan Desa Bugbug

Gambar 15. Model pelestarian pola lingkungan Desa Tenganan P= Parkir

(16)

15 Dalam rangka penataan pola tata ruang lingkungan rumah tinggal (pekarangan) dapat dilakukan dengan prinsip yang dapat membangun identitas prinsip-prinsip arsitektur tradisional Bali, antara lain sebagai berikut :

1. Prinsip tata ruang dan tata letak 2. Prinsip tata bangunan

3. Prinsip struktur

4. Prinsip utilitas dan ergonomi

5. Prinsip ornamen dan bahan bangunan

12/13/2010 AB III, M6 8

KARYA-KARYA BARU

Modefikasi rancangan tapak, model 1 Merajan dan pelinggih asli tradisional Bale meten dengan modefikasi ruang tidur

Bale semanggen asli tradisional Modefikasi bale

dauh

Unifikasi paon, gudang, dan garase

Gambar 16. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal (pekarangan)

12/11/2010 AB III, M6 9

Modefikasi rancangan tapak, model 2

Orang

MObil

asli Modefikasi

Gambar 17. Model modifikasi tata ruang lingkungan rumah tinggal pekarangan)

2.9 Permasalahan Konservasi

Terdapat beberapa permasalahan terkait dengan pelestarian arsitektur tradisional Bali antara lain :

1. Permasalahan umum terdapat pada pemahaman tentang konservasi, dilakukan pada apa saia, oleh siapa dan kapan jangka waktunya. Kejelasan tentang hak-hak dan tanggung jawab dari berbagai pihak yang terlibat dan terpengaruh didalamnya.

2. Permasalahan khususnya adalah kesepakatan tentang pemahaman konservasi, pedoman tata caranya, tenaga ahli, pemetaan objek dan pendanaan, skala prioritas serta dalam prakteknya masih terjadi sebaliknya yang tidak disadari/disadari banyak pihak menjadi agen pelanggaran prinsip konservasi.

(17)

16 BAB III METODA PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pakraman Bugbug Desa Bugbug Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem.

Gambar 18. Lokasi Penelitian

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunaakan rancangan sebagai berikut :

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif komparatif, dimana data-data fisik dan non fisik yang terkumpul baik itu data kepustakaan maupun lapangan. Jenis data berupa data kuantitatif maupun kwalitatif dikompilasi, selanjutnya akan dianalisa dan dikomparasikan dengan data-data acuan yang didapatkan melalui studi kepustakaan. Dari hasil analisa dan komparasi dikaji dan disimpulkan untuk mendapatkan suatu rekomendasi.

3.3 Prosedur Penelitian

Secara umum, penelitian ini akan dilaksanakan dalam lima tahapan kerja, yaitu:

1. Kajian pustaka, yang terdiri atas review literatur, baik literatur mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat, desa Bali Aga, maupun dari penelitian-penelitian serupa yang terdahulu mengenai rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.

PENDATAAN KOMPILASI DATA ANALISA DAN SINTESA KESIMPULAN REKOMENDASI

(18)

17 2. Studi awal yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum data fisik (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) maupun data non fisik perkembangan dari unit-unit bangunan pada rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.

3. Pengumpulan data primer yang berhubungan langsung dengan objek penelitian, mencakup aspek fisik dan non fisik unit-unit bangunan rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug.

4. Pengolahan dan analisis data yang bertujuan untuk menemukan identitas rumah tinggal dan hubungannya dengan perkembangan pada unit rumah tinggal.

5. Penarikan kesimpulan penelitian. 3.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yang didukung pula oleh data kuantitatif. Jenis data yang akan dikumpulkan adalah : data primer melalui teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan (dilakukan pendataan, baik berupa tabel, pemetaan, perekaman video, dan pemotretan) ; data sekunder didapatkan dengan setudi pustaka melalui review terhadap materi-materi yang relevan deangan data dan bahasan; Analisa komparatif secara deskriptif dan sintesa untuk perumusan setrategi yang dapat dikembangkan untuk dapat melestarikan arsitektur (tata letak, tata ruang dan tata bentuk) dan pola pemanfaatan rumah tinggal

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data-data awal terkait teori-teori dan reperensi yang berhubungan dengan arsitektur tradisional Bali, serta rangkaian tradisi-tradisi adat yang berhubungan dengan pemanfatan unit-unit bangunan pada rumah tinggal.

2. Observasi dengan melakukan pengamatan untuk didokumentasikan baik dengan pencatatan maupun pemotretan dengan kamera sebagai data primer.

3. Wawancara dengan undagi, tukang banten, pemangku dan tokoh adat secara terstruktur dengan mempersiapkan sejumlah daptar pertanyaan.

3.5 Teknik Analisis data

Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan cara sebagai berikut: 1. Identifikasi dan kompilasi data secara sistematik

2. Membuat tabulasi

3. Membuat analisa kualitatif dan kunatitatif 4. Manyimpulkan hasil

(19)

18 BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

Rumah tinggal di Desa Bugbug terdiri dari beberapa bangunan dengan ruang-ruangnya yang terdiri dari tiga bagian pokok yaitu : Bagian hulu/sanggah, bagian tengah/natah dan bagian teben/lebuh.

4.1 Sanggah (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)

Sanggah sebagai tempat persembahyangan (fungsi parhyangan) terdiri dari tiga bangunan antar lain ; 1) Pelinggih Kemulan, 2) Pelinggih Kembar, 3) Pelinggih Kompyang/Kawitan. Pelinggih Kemulan

Pelinggih Kemulan terletak pada sudut timur laut dari sanggah, menghadap ke selatan, tertutup pada tiga sisinya, sedangkan pada sisi selatannya terdapat pintu masuk dan dinding dengan setengah terbuka. Pelinggih Kemulan memiliki tiga rong/ruang pada sisi timur berjejer dar utara ke selatan menghadap ke barat. Pada sisi utara terdapat 9 rong, berjejer dari timur ke barat menghadap ke selatan, rong ini terbagi menjadi 2 bagian yaitu tujuh rong di sebelah timur dan dua rong disebelah baratnya. Pada Sanggah Kemulan total terdapat 12 rong yang masing-masing memiliki fungsi dan maknanya. Fungsi pelinggih ini sebagai stana Batara Hyang Guru dan Pengayatan Dewata. Pada bagian bawah rong terdapat bale-bale. Pelinggih Kemulan secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 6, lambang sineb, anjan, sunduk-sunduk dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium disisi utara dan selatan, serta dua bidang segitiga pada sisi timur dan barat, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang

(20)

19 iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi Pelinggih Kemulan. Dinding merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu.

Bagian tepas terbuat dari batuan diplester membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi selatan.

Pelinggih Kompyang/Kawitan

Pelinggih ini terletak disebelah selatan kemulan, menghadap ke barat. Pelinggih ini memiliki dua rong/ruang dan dibawahnya terdapat bale. Pelinggih ini sebagai stana leluhur/Kawitan. Secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb, sunduk-sunduk dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari empat bidang segitiga pada sisi-sisinya, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang, terdapat petaka yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk propilan. Batur merupakan struktur masip terbuat dari batu dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu, dengan tinggi 60 Cm.

Pelinggih Kembar

Pelinggih Kembar terletak disebelah barat kemulan menghadap ke selatan. Pelinggih ini memiliki dua rong/ruang dan dibawahnya terdapat bale. Pelinggih Kembar sebagai stana leluhur dan dewata terkait dengan keberadaan kembar. Pelinggih Kembar secara morfologi terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb, sunduk-sunduk dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari empat bidang segitiga pada sisi-sisinya, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari seng. Strukturnya merupakan rangka bidang, terdapat petaka yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

(21)

20 Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk propilan. Batur merupakan struktur masip terbuat dari batu dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu, dengan tinggi 45 Cm.

4.2 Natah (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)

Natah sebagai tempat aktivitas profan (fungsi pawongan), disini beberapa bangunan antara lain ; 1) Penunggun Karang, 2) Bale Daja, 3)Bale Dangin, 4) Paon, 5) Klumpu, 6) Loji, 7) Kamar Mandi dan WC.

Penunggun Karang

Penunggun Karang terletak di tengah natah pada bagian hulu menghadap ke selatan, sebagai hulunya natah. Fungsinya sebagai sebagai pelinggih stana Sang Hyang Durga Manik, bermakna sebagai sebagai simbul Predana sedangakan kemulan sebagai simbul Purusa.

Bale Daja

Bale daja terletak disebelah barat sanggah, berhulu ke utara menghadap ke selatan. Bangunan bale daja memiliki beberapa tipe yaitu meten sakaulu, meten sakaroras ataupun gunung rata saka 22. Bale daja berfungsi sebagai tempat tidur untuk orang tua dan dapat pula sebagai gedong simpen. Pada bale meten sakaulu memiliki 8 tiang berjajar memanjang timur barat. Dikelilingi tembok pada keempat sisinya, pintu masuk di bagian tengah di sisi selatan. Di dalamnya terdapat dua bale masing-masing satu bale di sisi timur dan satu bale disisi barat. Secara morfologi bale daja terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 8, lambang sineb, anjan, sunduk-sunduk dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium disisi utara dan selatan, serta dua bidang segitiga pada sisi timur dan barat membentuk kampiyah, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap dari genteng, dimana sebelumnya terbuat dari alang-alang. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi bangunan. Dinding merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 90 Cm

(22)

21 Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi selatan.

Bale Dangin

Bale dangin terletak disebelah selatan sanggah, berhulu ke timur menghadap ke barat. Bangunan bale dangin memiliki beberapa tipe yaitu bale sakanem, bale sakaulu, dan bale gede saka 12. Bale dangin berfungsi sebagai tempat upacara yadnya dan dapat sebagai tempat tidur, tempat mempersiapkan upacara dan bertamu. Pada bale dangin saka roras/bale gede memiliki 12 tiang, masing-masing berjajar 4 tiang utara selatan dan berjajar 3 tiang barat timur. Dikelilingi tembok pada ketiga sisinya yaitu disisi utara, timur dan selatan, pada sisi bagian barat terbuka. Di dalamnya terdapat dua bale masing-masing satu bale di sisi utara dan satu bale disisi selatan. Sedangkan di tengah-tengah bale, memanjang utara selatan terdapat pembatas semi permanen (knockdown), dimana pada bagian tengahnya menghadap ke barat terdapat pintu masuk ke dalam. Di luar pada bagian terbuka disisi barat terdapat dua buah bale masing-masing satu bale disisi utara dan satu bale disisi selatan yang menyatu dengan bale yang didalam. Secara morfologi bale dangin terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 12, lambang sineb, sunduk-sunduk, lenggatan dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu 21 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari empat bidang segitiga pada keempat sisi, kemiringan atap lebih dari 45°, bahan penutup atap kini terbuat dari genteng, dimana sebelumnya beratp alang-alang. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi barat dan timur. Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi Pelinggih Kemulan. Dinding merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 84 Cm.

Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi barat.

Klumpu

Bangunan Klumpu terletak pada sisi barat dengan posisi memanjang utara selatan, berhulu ke utara. Klumpu merupakan bangunan lumbung dengan 4 tiang, berfungsi untuk menyimpan hasil bumi sebagai logistik rumah tangga pada bagian atasnya. Pada bagian bawahnya difungsikan untuk akvitas sehari-hari. Secara morfologi klumpu terdiri dari tiga bagian yaitu : bagian tepas, batur dan sari. Bagian sari merupakan struktur rangka yang terbentuk dari kayu-kayu yang merupakan tiang/saka jumlahnya 4, lambang sineb, sunduk-sunduk, lenggatan dan bale sebagai pengaku. Panjang saka mengikuti filosofi dan makna tertentu yaitu dengan panjang 14 rai ditambah pengurip. Atapnya berbentuk limasan, yang terbentuk dari dua bidang trapezium disisi barat dan timur, serta dua bidang elips pada sisi selatan dan utara membentuk kampiyah, kemiringan atap lebih dari 50°, bahan penutup atap dari seng, dimana sebelumnya terbuat dari alang-alang. Strukturnya merupakan rangka bidang dengan menggunakan 2 batang tugeh disisi utara dan selatan.. Menumpu dedeleg yang memegang iga-iga/usuk. Iga-iga disatukan oleh penjepit, api-apit dan kolong, sehingga memmbentuk satu kesatuan bidang.

Bagian Batur merupakan struktur masip/titik yang menumpu saka/tiang sedangkan dindingnya merupakan struktur pondasi menerus dari bebatuan. Bagian batur berbentuk

(23)

22 propilan yang selanjutnya menopang dinding di keempat sisi bangunan. Dinding merupakan struktur masip terbuat dari batu dan bata dengan ketebalan 25 – 50 Cm. Tinggi bataran mengikuti filosofi tertentu yaitu 35 Cm

Bagian tepas terbuat dari batuan diplester kombinasi dengan batu andesit ekspose membentuk profilan. Tepas dan undag ada pada sisi timur.

Dapur, Kamar Mandi dan Loji

Merupakan bangunan yang sudah dimodifikasi baik itu struktur, material, ruang dan bentuknya. Bangunan ini berfungsi sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang belum dapat diakomodir oleh bangunan-bangunan sebelumnya. Modifikasi yang dilakukan masih memperhatikan batasan-batasan wajar sehingga secara umum masih mampu tertintegrasi dengan banguna lainnya.

4.3 Lebuh (Ruang, Bentuk, Struktur dan Material)

Lebuh merupakan area yang berfungsi profane dan mnjadi ruang transisi antara rumah dengan lingkungannya (Fungsi Palemahan). Bagian ini terdiri dari tiga bagian antara lain : 1) Kori, 2) Lebuh, dan 3) Penyengker.

Kori

Kori sebagai pintu masuk pekarangan, dipilih posisinya sehingga dianggap menguntungkan, dengan demikian diharapkan menciptakan keamanan rumah dan kelancaran aktivitas. Secara morfologi kori terbentuk dari tiga bagian bataran, pengawak dan rahab. Bataran kebawah sebagai bagian yang berhubungan dengan pondasi dan tangga, sedangkan keatas berhubungan dengan pengawak. Pada bagian pengawak terdapat beberapa bagian seperti : bolong kori, pengawaknya sendiri, panak/kampid dara, pungsed dan linggih dewata. Bolong kori/pintu/jalan kelur masuk terbuat dari kayu dengan terdiri dari ulap-ulap/dedanga/ambang atas, jajeneng/tiang pintu, telundagan/ambang bawah dan don/obag-obag/daun kori. Rahab sebagai bagian paling atas yang berfungsi untuk mengatapi kori sehingga melindunginya dari cuaca.

Struktur kori merupakan struktur masip, dimana pondasinya menggunakan sistem pondasi titik dan terbuat dari batu dan perekat semen ataupun kapur. Pengawaknya merupakan system struktur kulit, dimana pusat kekuatannya ada pada bagian luar, bahan yang digunakan batu, batu bata, citakan, batu pada, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut dapat dipasang ekspose maupun diplester dengan ornmaen-ornamen pepalihan, pepatraan

(24)

23 maupun kekarangan. Pada bagian dalam pengawak hanya merupakan bahan pengisi yang disesuaikan dapat terdiri dari tanah dan bahan lainnya. Bagian atap dapat berupa struktur rangka bidang dengan bahan kayu dan penutup alang-alang, genteng, daun kelapa dan lain-lain. Untuk sistem atap yang berstruktur masip dapat menggunakan bahan antara lain batu alam maupun bahan lain yang diplester dengan semen maupun kapur.

Lebuh

Lebuh merupakan ruang terbuka yang terletak di depan kori yang menjadi ruang transisi dari rurung/marga kedalam pekarangan maupun sebaliknya. Kori berfungsi sebagai untuk wadah aktivitas baik sacral maupun profan, dapat dimanfaatkan secara semi privat. Lebuh akan terbentuk dari struktur maupun material sederhana, karena hanya sebuah lantai. Dapat terbuat dari tanah maupun material keras seperti batu-batuan.

Penyengker

Penyengker sebagai pagar pembatas pekarangan dengan pekarangan lainnya, dengan rurung maupun marga. Penyengker mengamankan dan memberi rasa aman kepada penghuni rumah. Penyengker menggunakan struktur masip yang menerus sepanjang pagar, struktur ini terbuat dari batu, bata maupun batuan lainnya baik diekspose maupun dilapisi kulit. Pada penyengker terdapat pertemuan disudut-sudunya yang disebut dengan padu raksa. Pada pertemuan sudut dan bagian tengah dari tembok pada jarak tertentu diberikan penebalan yang disebut dengan pilar untuk memberikan penguatan dan rasa estitika, sehingga kelihatan indah dan kokoh. Pada tembok, pilar dan paduraksa terdapat hiasan dan ornamen seperti : pepalihan, peplok, penyu kambang, telaga ngembeng dan lain-lain

(25)

24 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, anatara lain sebagai berikut :

a. Ruang-ruang pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki hirarki dan tata nilai jelas seperti hulu teben dan pola natah

b. Bentuk arsitektur pada rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki hirarki dan tata nilai kepala, badan dan kaki sebagai ceriman konsep tri angga.

c. Struktur arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki struktur yang memnuhi prinsip stabilitas, kekuatan, ekonomis, fungsional dan estetis.

d. Pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki konsep penggunaan material local yang kuat.

5.2 Saran

Dari penelitian ini dapat disampaikan beberapa saran, anatara lain sebagai berikut :

a. Ruang-ruang, bentuk, struktur dan material pada arsitektur rumah tinggal di Desa Pakraman Bugbug memiliki konsep dan tata nilai jelas seperti hulu teben, pola natah, tri angga penggunaan material local dan lain-lain oleh karena itu perlu dipertahankan dan dan dapat dikembangkan.

b. Penelitian ini hanya mengamati di permukaan yang tampak, oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang holistic dan mendalam perlu upaya-upaya penelitian yang lebih intensip.

(26)

25 Daftar Pustaka

Anandakusuma, Sri Rsi. 1979. Wariga Dewasa. Denpasar: Morodadi.

Budiharjo, Eko. 1995. Architectural Conservation in Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dinas PU Prop. Dati I Bali; 1989; Perencanaan Konservasi Lingkungan Desa Tradisional

Desa Bugbug. Dati II Karangasem; Bali.

Dinas Pekerjaan Umum Daerah Tingkat I Bali. 1984. Rumusan Arsitektur Bali. Denpasar : Pemda Tk. I Bali.

Gelebet, I N. dkk.. 1982. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Denpasar: Proyek Inventarisasi Kebudayaan Daerah Kanwil Depdikbud Propinsi Bali.

Jiwa, I B N.. 1992. Kamus Bali Indonesia: Bidang Istilah Arsitektur Arsitektur Tradisional

Bali.

Denpasar: Upada Sastra

Kaler, I G. K. 1982. Butir-butir Tercecer Tentang Adat Bali, Jilid II. Denpasar: Bali Agung.

Kumpulan Materi, 2004. Program Inovatif TOT (Training of Trainer) Konservasi Warisan

Budaya Bali, Dinas Kebudayaan Pemerintah Propinsi Bali,. Denpasar.

Parimin, Ardi P. 1986. Envvironmental Hierarchy of Sacred Profane Concept in Bali. Pesta Kesenian Bali XIX, 1997. Arsitektur Masyarakat Bali dalam Berbhuana. FT Unud,

PITB Bali, IAI Bali, Inkindo Bali.

Putra, I G.M. 2009. Kumpulan Materi Arsitektur Bali. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Udayana.

Schaareman, Danker. 1986, Tatulingga : Tradition and Contuniutty, An Investigation in

Ritual and Social Organization in Bali. Basel.

Susanta, I Nyoman. 2013. Kori Sebagai Kearifan Lokal di Karangasem (Studi Kasus di

Desa Adat Perasi). Seminar Nasional Reinterpretasi Identitas Arsitektur Nusantara.

Prosseding. Udayana Press. Denpasar.

Susanta, I Nyoman., Darmayadnya, A.A. G. 2010. Pelestarian Tata Ruang Tradisional

Bali. Seminar Nasional Pola Ruang Tradisional. Departemen Pekejaan Umum.

Denpasar.

Susila Patra, I M. 1985. Hubungan Seni Bangunan Dengan Hiasan Dalam Rumah Tiggal

Adat Balai. Jakarta: PN Balai Pustaka

Tim Peneliti Pola-pola Arsitektur Tradisional Bali. 1979. Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar: Bappeda Tingkat I Bali.

Terjemahan Lontar Bidang Arsitektur

L.01.T., Darmaning Hasta Kosala (Gedong Kertya No. 361), asal Marga, Tabanan. Terjemahan I Ketut Gunarsa, Koleksi BIC Bali.

L.02.T., Hasta Bumi (Gedong Kertya No. 243), asal Abian Semal, Badung. Terjemahan I Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali.

L.03.T., Hasta Kosali (Gedong Kertya No. 231), asal Uma Abian, Marga Tabanan. Terjemahan I Ketut Gunarsa, koleksi BIC Bali

Lontar, Bhama Kertih, 2000. Denpasar : Kantor Dokumentasi Budaya Bali Propinsi Bali. Asal Matring Petak Gianyar. Terjemahan A.A. Ngr. K. Suweda.

(27)

26 Lampiran 1. Anggaran Biaya

Kegiatan penelitian ini didanai dari DIPA Jurusan Arsitektur Tahun Anggaran 2015. Total anggaran yang diajukan adalah Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Ringkasan dari anggaran yang diajukan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rencana Anggaran Biaya Kegiatan Penelitian

‘Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa Pakraman Bugbug, Desa Pertima, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem‘

No. Jenis Pengeluaran Biaya yang

Diusulkan (Rp) 1. Biaya bahan 2.250.000 2. Konsumsi 1.350.000 3. Biaya Perjalanan 1.500.000 4. Penggandaan 500.000 5. Penyelenggaraan seminar 500.000 6. Honorarium 3.900.000 JUMLAH TOTAL : 10.000.000

(28)

27 Lampiran 2. Jadwal Kegiatan

Kegiatan penelitian ini direncanakan berlangsung selama 4 bulan. Rincian dan jadwal kegiatan ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Kegiatan Penelitian

‘Identifikasi Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Bali Aga di Desa Pakraman Bugbug, Desa Bugbug, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem‘

No. Jenis Kegiatan Bulan Juni 2015 Bulan Juli 2015 Bulan Agustus 2015 Bulan Septeber 2015

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

1. Persiapan (observasi pendahuluan, pembuatan checklist pendataan, rekrutment tenaga lapangan, studi pustaka)

2. Pendataan

3. Analisa data dan pembahasan

4. Penyusunan dan penggandaan Laporan Akhir

(29)

28

Lampiran 3. Justifikasi Anggaran

A. Bahan Habis

I. ATK dan bahan habis pakai Volume Satuan Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Rp) 1. Amplop folio coklat isi 100 10 Kotak 28.000 280.000

2. Kertas HVS A4 80 gr. 10 Rim 45000 450.000

3. Lim kertas UHU 2 Bh 5.000 10.000

4. Map box file Bantek 15 Kotak 24.000 360.000

5. Potocopy 1 Ls 550.000 550.000

6. Tinta HP. Laser Jet P 1006 black 2 Bh 300.000 600.000

Jumlah A. I. 2.250.000

II. Konsumsi Volume Satuan Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

1. Konsumsi Nasi Kotak 30 Kotak 20.000 1.000.000

2. Konsumsi Snack 35 Kotak 10.000 350.000

Jumlah A. II. 1.350.000

B. Perjalanan

No Keterangan/Transportasi local Volume Satuan Harga Satuan (Rp)

Jumlah (Rp) 1. Sewa kendaraan untuk survey 3

hari

3 Ls 500.000 1.500.000

Jumlah B 1.500.000

C. Penggandaan Laporan Penelitian

No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp) 1. Penggandaan draft laporan

penelitian

10 Bh 25.000 250.000

2. Penggandaan draft final laporan penelitian

10 Bh 25.000 250.000

Jumlah C 500.000

D. Penyelenggaraan Seminar

No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

1. Snack peserta 40 Kotak 6.500 260.000

2. Penggandaan makalah seminar 40 Eks 6.000 240.000

Jumlah D 500.000

E. Honorarium

No Keterangan Volume Satuan Harga Satuan

(Rp) Jumlah (Rp) 1. Peneliti Utama 40 OJ 50.000 2.000.000 2. Peneliti Madya 76 OJ 25.000 1.900.000 Jumlah E 3.900.000

Gambar

Gambar 1. Model pola-pola tata ruang lingkungan territorial desa
Gambar 4. Model pola tata ruang lingkungan rumah tinggal dengan pola sanga mandala
Gambar 8. Dimensi tiang bangunan tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
Gambar 9. Dimensi tiang bangunan dan ukuran bale tradisional Bali atas dasar aturan tradisional
+7

Referensi

Dokumen terkait

%HUGDVDUNDQ SHWD ORNDVL LQGXVWUL ´/HPHDµ PDNDQDQ WUDGLVLRQDO 5HMDQJ DNDQ digabungkan dengan peta penyebaran domisili suku Rejang pada semua Kabupaten di Provinsi

Pihak IAB telah mereka bentuk kursus Pengurusan Pembelajaran Maya (PPM) kepada pemimpin telah mereka bentuk kursus Pengurusan Pembelajaran Maya (PPM) kepada

Langkah selanjutnya: o Konversi ER_M ke LRS o Pengujian Normalisasi Menganut Menempati Mata_Kuliah Mengikuti Dosen Golongan Mempunyai Mengajar Mahasiswa Angkatan

KONDISI SAAT INI DAN TARGET KONDISI SAAT INI DAN TARGET PELAYANAN AIR MINUM S/D 2025 PELAYANAN AIR MINUM S/D 2025 Perhitungan Kerja Roket Air Perhitungan Kerja Roket Air

Pada awal tahun rencana tahun 2008 sampai tahun 2027, nilai DS untuk overpassnya belum melampaui nilai DS maksimum untuk ruas jalan tetapi pada tahun 2028 nilai DS untuk

Sugiyono (2015, 14) mengatakan bahwa metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu,

Hasil penelitian menunjukkan KHM pada ekstrak etanol daun beluntas konsentrasi 10% dapat membunuh bakteri penyebab jerawat, Formula terbaik dari hasil pengujian terdapat

PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN MULTIREPRESENTASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP PADA POKOK BAHASAN GETARAN DAN