• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK TOPIKAL DAN VASELIN ALBUM UNTUK MENCEGAH INFEKSI PADA LUKA SUPERFISIAL PASCA TINDAKAN BEDAH LISTRIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK TOPIKAL DAN VASELIN ALBUM UNTUK MENCEGAH INFEKSI PADA LUKA SUPERFISIAL PASCA TINDAKAN BEDAH LISTRIK"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Artikel Asli

EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK TOPIKAL DAN VASELIN ALBUM

UNTUK MENCEGAH INFEKSI PADA LUKA SUPERFISIAL PASCA

TINDAKAN BEDAH LISTRIK

Ni Luh Putu Pitawati, Irma Bernadette, Retno Widowati Soebaryo

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Indonesia/RSUPN dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

ABSTRAK

Antibiotik topikal profilaksis masih sering digunakan pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik untuk keratosis seboroik (KS) dan fibroma mole (FM). Penelitian ini ingin mengetahui apakah antibiotik topikal masih diperlukan untuk mencegah infeksi pada jenis luka tersebut.

Penelitian ini membandingkan efektivitas antibiotik topikal dengan vaselin album untuk mencegah infeksi pada luka superfisial pasca bedah listrik lesi KS dan FM secara uji klinis acak buta ganda, dilakukan di Divisi Tumor dan Bedah Kulit Poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM. Pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik lesi KS dan FM di wajah atau leher yang berdiameter 1-3 mm, dioleskan salep natrium fusidat pada salah satu sisi dan vaselin album pada sisi kontralateral. Salep dioleskan 2 kali sehari, selama 7 hari berturut-turut. Penilaian luka dilakukan pada hari tindakan bedah listrik (hari ke-0), hari ke-3, 7, dan 14 pasca tindakan bedah listrik. Infeksi ditegakkan berdasarkan temuan adanya pus di luka.

Penelitian ini dilakukan pada 60 pasien laki-laki dan perempuan dengan rentang usia 20-60 tahun. Infeksi luka pasca tindakan bedah listrik tidak ditemukan pada kedua perlakuan, sehingga disimpulkan bahwa antibiotik topikal dan vaselin album menunjukkan efektivitas yang sama untuk mencegah infeksi pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik untuk KS dan FM yang berdiameter 1-3 mm.

Penggunaan antibiotik topikal tidak diperlukan untuk mencegah infeksi pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik, khususnya pada lesi KS dan FM yang berdiameter 1-3 mm.

Kata kunci: Antibiotik topikal, vaselin album, efektivitas, infeksi, luka superfisial, bedah listrik.

ABSTRACT

Superficial cutaneous wounds caused by electrosurgery (ES) held on seborrheic keratosis (SK) and fibroma molle (FM) lesions are frequently treated with topical antibiotic ointments. The aim of this study is to evaluate the necessity of antibiotics ointments in preventing wound infection.

A randomized double-blind clinical trial was conducted at the dermatovenereology outpatient clinic of dr. Cipto Mangunkusumo hospital, Jakarta, to evaluate the effectiveness of topical antibiotic ointments and vaseline album in preventing superficial wound infection caused by electro surgery held on SK and FM lesions with diameter of 1-3 mm located at both sides of face or neck. Each wound after electro surgery was treated 2 times daily for 7 days with sodium fusidate ointment on one side and vaseline album contralaterally. Evaluation were done on day 0, 3, 7, and 14. Infection was confirmed based on purulent exudate in the wound.

Sixty patients male and female, with age range between 20-60 years were recruited. There were no wound infection was noted on both modalities, meaning that vaseline album was comparable to topical antibiotic ointment in preventing the occurrence of superficial wound infection after electro surgery held on SK and FM lesions with diameter of 1-3 mm.

The used of antibiotic ointment may not really necessary to prevent superficial wound infection, especially in SK and FM lesions with diameter of 1-3 mm after electro surgery.

Key words: Topical antibiotic, vaseline album, effectiveness, infection, superficial wound, electrosurgery. Korespondensi:

Jl. Diponegoro 71 Jakarta Pusat Telp. 021-31935383

(2)

115 PENDAHULUAN

Perawatan luka yang baik sangat penting untuk penyembuhan dan pencegahan infeksi pada pasien rawat jalan yang menjalani tindakan bedah.1 Pengolesan salep

antibiotik atau vaselin album sebelum luka ditutup atau diulang setiap hari hingga kunjungan berikutnya merupakan metode perawatan luka yang paling sering digunakan.1,2

Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas penggunaan salep antibiotik tidak berbeda bermakna dengan vaselin album untuk mencegah infeksi dan mempercepat kesembuhan pada luka superfisial pasca tindakan bedah.3-6 Di Indonesia, saat ini belum ada

pedoman pemberian antibiotik topikal pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik. Sementara penggunaan antibiotik yang berlebihan harus dihindari, karena dapat menimbulkan resistensi kuman dan menambah pengeluaran biaya bagi pasien. Di Divisi Tumor dan Bedah Kulit poliklinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin (IKKK) FKUI/RSCM, salep natrium fusidat paling sering digunakan sebagai profilaksis untuk luka superfisial pasca tindakan bedah listrik. Salep natrium fusidat dipilih karena bersifat sebagai antistafilokokus.1 Hal ini sesuai dengan penyebab

infeksi luka operasi (ILO) tersering, yaitu

Staphylococcus aureus.7

Dalam penelitian ini dinilai efektivitas pemberian salep natrium fusidat dibandingkan dengan vaselin album terhadap kejadian infeksi pada luka superfisial pasca tindakan bedah listrik terhadap keratosis seboroik (KS) dan fibroma mole (FM) di wajah dan leher. Lesi KS dan FM yang dipilih berukuran antara 1-3 mm, sejumlah 3 lesi masing-masing di sisi kanan dan kiri wajah atau leher, pada pasien dengan rentang usia antara 20-60 tahun. Pada usia di atas 60 tahun, proses penyembuhan luka berlangsung lebih lambat terkait proses penuaan serta penyakit degeneratif yang dapat menyertai usia lanjut.8

BAHAN DAN CARA KERJA

Penelitian ini merupakan uji klinis acak buta ganda pada pasien tumor jinak kulit superfisial (KS dan FM) pasca bedah listrik. Tujuan penelitian untuk membandingkan efektivitas salep antibiotik natrium fusidat terhadap vaselin album dalam mencegah infeksi luka superfisial pasca tindakan bedah listrik.

Penelitian dilakukan di Divisi Tumor dan Bedah kulit IKKK FKUI/RSCM, Jakarta. Seluruh subjek penelitian (SP) dicatat identitas, diagnosis, dan identifikasi lesi. Tindakan bedah listrik dilakukan pada lesi KS atau FM, masing-masing 3 lesi di sisi kanan dan sisi kiri pada regio yang sama, yaitu wajah atau leher. Kemudian luka diolesi salep natrium fusidat pada salah satu sisi dan vaselin album di sisi lainnya oleh petugas, sesuai alokasi random yang telah ditentukan pada awal penelitian. Selama rawat jalan, SP diminta untuk mengikuti petunjuk perawatan luka dan melanjutkan pengolesan salep 2 kali sehari, selama 7 hari berturut-turut. Penilaian luka dilakukan segera pasca tindakan bedah listrik. Kunjungan ulang pada hari ke-3, 7, dan 14 untuk memantau timbulnya pus, krusta kuning kehijauan, eritema, atau krusta coklat kehitaman. Dokumentasi menggunakan kamera digital dilakukan selama penilaian luka. Infeksi pada luka ditetapkan berdasarkan temuan pus dan krusta kuning kehijauan (berasal dari pus). Bila ditemukan pus, akan dilakukan pemeriksaan kultur dan resistensi pus.

Penelitian ini telah lulus kaji etik dan setiap SP telah diberi penjelasan sebelum menandatangani persetujuan tertulis. Data dikumpulkan dan dicatat dalam status penelitian. Kemudian dilakukan proses

editing, coding, dan diolah secara statistik menggunakan program SPSS 11.5. Pengujian kemaknaan statistik pada kedua kelompok berpasangan dilakukan dengan uji McNemar, dan dinyatakan berbeda bermakna bila p< 0,05.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan penghitungan statistik, besar sampel minimal sebanyak 60 orang yang dilakukan tindakan bedah listrik masing-masing terhadap 3 lesi di sisi kanan dan sisi kiri pada regio yang sama. Semua SP menyelesaikan penelitian sesuai waktu yang telah ditentukan.

Berikut adalah foto luka salah satu SP pasca tindakan bedah listrik yang dilakukan di Divisi Tumor dan Bedah Kulit, poliklinik IKKK FKUI/RSCM, tahun 2012, pada penilaian hari ke-0, 3, 7, dan 14.

(3)

Gambar 1. Lesi keratosis seboroik di wajah pasca tindakan bedah listrik. Penilalain (A) sisi yang dioleskan salap antibiotik dan (B) sisi yang dioleskan vaselin album.

Hasil penelitian diuraikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1. Sebaran subjek penelitian menurut karakteristik klinis lesi yang dilakukan tindakan bedah listrik, di Divisi Tumor dan Bedah Kulit, FKUI/RSCM, tahun 2012 (N=60)

Karakteristik klinis lesi yang di bedah listrik Jumlah (n) Persentase (%) Lokasi lesi Wajah Leher 31 29 51,7 48,3 Jenis lesi Keratosis seboroik Fibroma mole 49 11 81,7 18,3 Diameter lesi/luka 1-2 mm 2-3 mm 1-3 mm 33 19 8 55,0 31,7 13,3

Keterangan: N: jumlah SP; n: jumlah SP sesuai karakteristik klinis lesi yang dilakukan tindakan bedah listrik; mm: mili meter

Tabel 2. Sebaran subjek penelitian pasca tindakan bedah listrik di Divisi Tumor dan Bedah Kulit poliklinik IKKK FKUI/RSCM, tahun 2012, menurut temuan eritema, krusta coklat kehitaman, krusta kuning kehijauan, dan pus pada hari ke-3, 7, dan 14 serta jenis obat (N=60)

____________________________________________________________________________________

Penilaian luka Salep antibiotik Vaselin album

Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14 n ( %) n (%) n (%) n (%) n (%) n ( %)

_________________________________________________________________________________________________________ Eritema

Ada 22 (36,7) 1 (1,7) 0 ( 0 ) 22 (36,7) 1 (1,7) 0 ( 0 )

Tidak ada 38 (63,3) 59 (58,3) 60 (100) 38 (63,3) 59 (58,3) 60 (100)

Krusta coklat kehitaman

Ada 34 (56,7) 15 (25) 0 ( 0 ) 34 (56,7) 15 (25) 0 ( 0 )

Tidak ada 26 (43,3) 45 (75) 60 (100) 26 (43,3) 45 (75) 60 (100)

Krusta kuning kehijauan

Ada 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) Tidak ada 60 (100) 60 (100) 60 (100) 60 (100) 60 (100) 60 (100) Pus Ada 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) 0 ( 0) 0 ( 0 ) 0 ( 0 ) Tidak ada 60 (100) 60 (100) 60 (100) 60 (100) 60 (100) 60 (100) _________________________________________________________________________________________________________ Keterangan : N: jumlah SP, n: jumlah SP sesuai pemantauan luka serta jenis obat

(4)

117 DISKUSI PENELITIAN

Sebaran SP terdiri atas 48 perempuan (80%) dan 12 laki-laki (20%), dengan rentang usia antara 27-59 tahun (rerata usia 47,2 tahun, simpang baku 7,4). Kelompok usia terbanyak adalah 50-59 tahun (45%).

Sebagian besar SP didiagnosis KS dengan jumlah lesi minimal 6 pada wajah atau leher, yaitu masing-masing 3 di sisi kanan dan kiri. Berdasarkan penelitian Kwon dkk. (2003), lesi KS banyak ditemukan pada rentang usia 40-70 tahun dan jumlah lesi bertambah banyak seiring dengan pertambahan usia.9

Lokasi lesi tersering ditemukan di wajah, hal ini terkait dengan tujuan pasien mengangkat/menghilangkan lesi untuk alasan kosmetik. Lesi yang ditemukan pada SP terbanyak berukuran antara 1-2 mm (55.0%). Diameter lesi pada penelitian dipilih antara 1-3 mm, berdasarkan hasil pengamatan pasien dengan KS dan FM di Divisi Tumor dan Bedah Kulit poliklinik IKKK FKUI/RSCM yang berusia kurang dari 60 tahun, sebagian besar dengan lesi bediameter antara 1-3 mm. Hal ini sesuai dengan penelitian Gill dkk. (2000), bahwa ukuran lesi KS bertambah besar seiring pertambahan usia.10 Penilaian luka hari ke-0

Pada semua SP, ukuran luka yang terbentuk pasca tindakan dengan bedah listrik sesuai dengan ukuran lesi sebelumnya. Sebanyak 31 SP (51,7%) mengalami eritema pada kulit tepi luka pasca tindakan bedah listrik, ditemukan sama pada kedua sisi. Hal ini dapat terjadi sebagai efek pengolesan anestesi lokal yang digunakan pada penelitian ini, yaitu eutectic mixture of local anesthetics cream (krim EMLA® 5%)

yang terdiri atas campuranlidokain2,5% dan prilokain 2,5%. Pasca pengolesan EMLA dapat terjadi efek berupa kepucatan pada kulit, kemudian diikuti oleh kemerahan yang bersifat sementara.11,12 Beberapa

kepustakaan menyebutkan eritema sebagai salah satu efek samping penggunaan krim EMLA® 5%, selain

pruritus, rasa terbakar, edema, dan purpura.11-13 Penilaian luka hari ke-3

Penilaian luka hari ke-3 tidak ditemukan pus dan krusta kuning kehijauan pada seluruh SP. Hal ini menunjukkan tidak ditemukan kejadian infeksi pada seluruh luka. Eritema tepi luka ditemukan pada 22 SP (36,7%), sama pada kedua sisi. Kejadian eritema pada beberapa SP merupakan bagian dari proses penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi yang berlangsung sejak luka terbentuk hingga 24-48 jam, dan pada beberapa kasus dapat bertahan selama 2 minggu.14

Sebagian besar kejadian eritema ditemukan pada luka di leher (31,7 %), hal ini dapat disebabkan karena gesekan/friksi kerah pakaian terhadap luka. Namun, diperlukan penelusuran lebih lanjut untuk membuktikannya. Uji statistik menunjukkan tidak

terdapat perbedaan bermakna kejadian eritema pada luka yang mendapat salep antibiotik maupun vaselin album, (uji McNemar p=1,000).

Kejadian krusta coklat kehitaman ditemukan sama banyak (56,7%), baik pada sisi yang mendapat salep antibiotik maupun vaselin album (uji McNemar p=1,000). Hal ini terkait dengan proses reepitelisasi pada fase penyembuhan luka yang sudah mulai terjadi pada 24-48 jam pasca terjadinya luka.15

Penilaian hari ke-7 dan 14

Pus dan krusta kuning kehijauan tidak ditemukan pada luka saat pemantauan hari ke-7. Eritema pada tepi luka hanya ditemukan pada 1 SP dengan luka di leher, sama pada kedua perlakuan. Namun, pada pemeriksaan klinis, eritema yang ditemukan menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan saat penilaian hari ke-3. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik kejadian eritema pada luka yang mendapat salep antibiotik maupun vaselin album (Uji McNemar, p=1,000). Krusta coklat kehitaman pada luka ditemukan pada 15 SP, sama pada kedua perlakuan. Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian krusta coklat kehitaman pada luka yang dioleskan salep antibiotik dan vaselin album (Uji McNemar, p=1,000). Pada penilaian luka hari ke-14, seluruh luka telah menutup sempurna.

Pada penelitian ini, tidak ditemukan kejadian infeksi dan perbedaan kesembuhan, antara luka yang mendapat salep natrium fusidat dan vaselin album. Tidak ditemukan infeksi di luka pasca tindakan bedah listrik pada semua SP, karena KS dan FM termasuk jenis lesi kulit yang terletak superfisial. Secara histopatologik kelainan lesi KS dan FM terbatas pada epidermis, sehingga saat diangkat menggunakan bedah listrik akan menimbulkan luka superfisial. Pada penelitian yang membandingkan penggunaan salep mupirosin dengan vaselin album pada luka pasca bedah listrik lesi veruka plana di wajah, disimpulkan pemberian antibiotik topikal tidak lebih efektif untuk mencegah infeksi dibandingkan dengan vaselin album.5

Dixon dkk. (2006) membandingkan tiga perlakuan pada luka pasca tindakan eksisi lesi superfisial, yaitu penggunaan salep mupirosin, vaselin album steril, dan tanpa obat. Peneliti menyimpulkan pengolesan salep mupirosin sebelum penutupan oklusif luka pasca bedah eksisi tidak memberikan keuntungan bagi pasien.4 Hasil penelitian ini sesuai dengan

kesimpulan pada penelitian Dixon dkk. Walaupun penelitian Dixon dilakukan pada tindakan bedah eksisi, kedua prosedur sama-sama menghasilkan luka superfisial.

(5)

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ditemukan kejadian infeksi pada seluruh hari penilaian, baik pada luka yang mendapat salep antibiotik maupun vaselin album. Semua luka sembuh pada hari ke-14. Berdasarkan penelitian ini, pemberian salep natrium fusidat tidak terbukti lebih efektif dibandingkan dengan vaselin album untuk mencegah infeksi. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik topikal profilaksis tidak diperlukan untuk luka superfisial berdiameter 1-3 mm pasca tindakan bedah listrik. Hal ini akan menghindari penggunaan antibiotik yang berlebihan, sehingga mencegah resistensi kuman dan mengurangi pengeluaran biaya berobat bagi pasien. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada lesi superfisial yang berukuran lebih besar atau lesi tumor jinak kulit lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sheth VM, Weitzul S. Postoperative topical antimicrobial use. Dermatitis. 2008; 19: 181-9. 2. Trookman NS, Rizer RL, Weber T. Treatment of

minor wounds from dermatologic procedures: a comparison of three topical wound care ointments using a laser wound model. J Am Acad Dermatol. 2011; 64: S8-15.

3. Smack DP, Harrington AC, Dunn C, Howard RS, Szkutnik AJ, Krivda SJ, dkk. Infection and allergy incidence in ambulatory surgery patients using white petrolatum vs bacitrasin ointment. JAMA. 1996; 276: 972-7.

4. Dixon AJ, Dixon MP, Dixon JB. Randomized clinical trial of the effect of applying ointment to surgical wound before occlusive dressing. Br J Surg. 2006; 93: 937- 43.

5. Anonim. Use of mupirocin for prevention of infection after electrosurgical removal of veruca plana on the face [Disitasi 16 Oktober 2011]:

Tersedia di:

http:/www.degree- essays.com/essays/nursingessays/mupirocin-prevention-infection.php.

6. Campbell RM, Perlis CP, Fisher E, Gloster Jr HM. Gentamicin ointment versus petrolatum for management of auricular wounds. Dermatol Surg. 2005; 31: 664-9.

7. Messingham MJ, Arpey CJ. Update on the use of antibiotics in cutaneous surgery. Dermatol Surg. 2005;31:1064-78.

8. Guo S, DiPietro LA. Factors affecting wound healing. J Dent Res. 2010; 89: 219-29.

9. Kwon OH, Hwang EJ, Bae JH, Park HE, Lee JC, Youn JI, dkk. Seborrheic keratosis in the Korean males: causative role of sunlight. Photodermatol Photoimmunol Photomed. 2003; 19: 73-80.

10. Gill D, Dorevitch A, Marks R. The prevalence of seborrheic keratosis in people aged 15-30 years. Arch Dermatol. 2000; 136: 759-62.

11. Friedman PM, Mafong EA, Friedman ES, Geronemus RG . Topical anesthetics update: EMLA and beyond. Dermatol Surg. 2001; 27: 1019-26.

12. Tadicheria S, Berman B. Percutaneous dermal drug delivery for local pain control. Ther Clin Risk Manag. 2006; 2: 99-113.

13. Anonim. EMLA® CREAM. 2006. [Disitasi: 28

November 2012]. Tersedia di:

http://www.drugs.com/pro/emla.html

14. Li J, Chen J, Kirsner R. Pathophysiology of acute wound healing. Clin Dermatol. 2007; 25: 9-18. 15. Monaco JL, Lawrence WT. Acute wound healing

Gambar

Gambar 1. Lesi keratosis seboroik di wajah pasca tindakan bedah listrik. Penilalain (A) sisi yang dioleskan salap  antibiotik dan (B) sisi yang dioleskan vaselin album

Referensi

Dokumen terkait

Laporan akhir yang berjudul “Perencanaan Bangunan Gedung Dekanat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Inderalaya ” ini disusun guna melengkapi dan

Menu-menu yang dibuat pada website ini yaitu Halaman Home, Pulau Lombok, Jadwal Penerbangan, Kota Mataram, Pantai Senggigi,Pulau Gilis, Pulau Gili Trawangan, Pulau Meno, Pulau Gili

Program aplikasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 2005 yang merupakan pengembangan terbaru visual basic.Net dari Microsoft Corporation yang

Meny usun Anggaran Dasar (AD) dan atau Anggaran Rumah Tangga (ART) Pembentukan koperasi dilakukan melalui pengesahan akte pendirian dengan mencantumkan Anggaran Dasar

Untuk mengatur kegiatan gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal sebagai tindaklanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, di

Hipertensi merupakan salah satu factor resiko utamanya penyebaba terjadinya penyakit jantung. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa

Penelitian ini bertujuan Mendeskripsikan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran IPA materi energi dan penggunaanya dengan diterapkannya model Quantum Teaching dengan