• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,: MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN SERTA PENGElOLAANNYA. Arie S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,: MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN SERTA PENGElOLAANNYA. Arie S."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,:

MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM

·PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN

SERTA PENGElOLAANNYA·

Arie S. Hutagalung

PenjuaLan unit-unit kondominium dalam bentuk "strata title" mulai diperkenalkan di Indonesia. Walaupun Indonesia teLah memiliki Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang RUlllah Susun, namun dalam kenyataannya masih terdapat masalah-Illasalah berkenaan dengan penjualan "strata title" yang beLum jeLas benar pengaturannya. Karangan berikut

ini mencoba menguraikan sebagian dari lllasaLah tersebut, yaitu berkenaan dengan kelllungkinan pelllilikan oleh warga negara asing, penggunaannya sebagai jaminan kredit dan pengelolaan Rumah Susun.

Pengantar

Pembangunan Condominium atau apartemen yang dalam peraturan perundang-undangan nya disebut "Rumah Susun" di Jakarta pada akhir-akhir ini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Dalam rangka pemasarannya, ·developer telah menghujani surat kabar, majalah maupun papan iklan di setiap sudut ibukota dengan iklan-iklannya yang menawan. Boleh dikatakan akhir-akhir ini tiada hari lewat tanpa iklan yang menawarkan apartemen dengan menggunakan istilah asing Strata Title yang kami yakin tidak banyak pihak yang mengetahui pengertiannya. Bahkan ada apartemen

. Disampaikan pada seminar PERKEMBANGAN TERAKHIR STRATA TITLE DAN IMPLIKASINY A PADA PENGELOLAAN KONDOMINIUM, Jakarta 1-2 Desember 1993.

(2)

yang sudah "Sold Out" dimana lokasinya masih berupa tanah kosong yang belum dibangun, dimana di atasnya masih berdiri SD Umum dan perumahan rakyat setempat yang belum dibebaskan. Bak membeli kucing dalam karung, demikian komentar beberapa pakar hukum yang ada di negara kita. Sebenarnya istilah "Strata title" tidak ada dalam kamus kepustakaan hukum di negara kita, tetapi di dalam iklan-iklan seringkali digunakan untuk menarik konsumen dalam rangka pembangunan kondominium.

Sebenarnya sistem pemilikan itu berasal dari kata Condominium, Co berarti bersama-sama, dominium berarti pemilikan. Istilah yang dipakai berbeda menurut sistem hukum dari negara yang bersangkutan, misalnya di Inggeris disebut Joint Property, di Italia menggunakan istilah condominium, sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah Strata Title. Di antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah Strata Title yang lebih memungkinkan adanya pemilikan bersama secara horisontal disamping pemilikan bersama secara vertikal.

Menurut hukum di negara bagian New South Wales, Australia, yang dimaksud dengan Strata Scheme adalah:

A Strata scheme is a legally recognised arrangement whereby a building and the land upon which it is erected is subdivided into lots or lots and common property, the lots (or units as they are commonly

cal/ed) having separate title, the transfer of which is not inherently restricted, the common property being used by the occupiers of the lots but owned by a body corporate

as

agent for the owners of the lots in specified proportions.

Walaupun di negara kita dipergunakan berbagai istilah seperti rumah susun, apartemen, flat, condominium, namun dalam bahasa hukum semuanya disebut rumah susun, karena mengacu pada UU No. 16 tahun 1985 mengenai rumah susun.

Selama ini telah beberapa kali diadakan seminar maupun lokakarya atau sarasehan mengenai rumah susun baik dari segi teknis, ekonomis, sosial maupun hukum.

Jadi sebenarnya kami mengalami kesulitan untuk mengutarakan hal-hal apa·lagi yang perlu kita perbincangkan dalam rangka pembangunan rumah susun atau condominium ini. Bertopang pada pengalaman atas ketidaktahuan pihak developer maupun konsumen mengenai yuridis praktis dalam rangka membangun rumah sus un, kami akan mencoba memberikan sedikit arahan yang kiranya dapat berguna bagi semua pihak.

(3)

Penjualan dan Pemilikan Satuan Rumah Susun (SRS)

I. Persyaratan bagi Pembeli dan Pemilik SRS

Pembicara terdahulu telah menjelaskan bahwa Hak Milik atas Satuan Rumah Susun terdiri dari:

I. Hak Milik (Perorangan) atas SRS 2. Hak Bersama atas:

a. tanah bersama b. benda bersama c. bagian bersama

Karena pemilikan SRS meliputi juga hak atas tanah bersama, maka SRS hanya dapat dimiliki oleh perorangan dan badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama yang bersangkutan.

Demikian ditegaskan dalam Pasal 8 (UURS).

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah Hak Milik (HM) hanya dapat dipunyai orang perorangan warganegara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum tertentu, yang disebut dalam PP 38 tahun 1963. Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) dapat dipunyai oleh perorangan warganegara Indonesia dan badan-badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedang Hak Pakai (HP) dapat juga dipunyai oleh orang-orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia dan badan-badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka dengan sendirinya yang boleh membeli SRS adalah perorangan dan badan-badan hukum yang memenuhi persyaratan tersebut.

Dalam UURS tidak ada ketentuan mengenai akibat pewarisan tanpa wasiat kepada orang yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilik SRS yang diterimanya sebagai warisan. Juga tidak ada ketentuan apa yang harns dilakukan pemilik SRS yang memperoleh atau berganti kewarganegaraan asing, hingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemilik SRS-nya. Kiranya dalam hal yang demikian, secara analogi, dapat diperlakukan ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal36 ayat (2) UUPA, yang mewajibkan penerima warisan dan pemilik SRS yang bersangkutan untuk mengalihkan haknya kepada pihak yang memenuhi syarat dalam waktu satu tahun sejak saat tidak dipenuhi syarat sebagai pemilik.

Masalah yuridis praktis yang ditemukan dalam pemasaran SRS ini apabila konsumennya WNA yang tinggal di Indonesia dan Badan Hukum Asing.

(4)

. Untuk meminta developer mengajukan permohonan Hak Pakai untuk tanah di atas mana RS akan dibangun adalah hal yang hampir mustahil. Hal mana disebabkan oleh karena:

a. Hak pakai dalam prakteknya hanya diberikan selama 10 tahun.

b. Hak Pakai sampai saat ini belum dapat dijadikan jaminan hutang dengan hipotik (walaupun dalam RUU Hak Tanggungan termasuk hak yang dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan).

Satu-satunya jalan keluar saat ini adalah menyewa SRS dari pihak developer langsung atau pihak konsumen yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah yang tersedia.

Dalam mencari jalan keluar dari masalah ini harus dipertanyakan 2 (dua) hal:

I. apakah iklim investasi telah menuntut adanya suatu perubahan dari persyaratan WNA atau Badan Hukum Asing dalam rangka mempunyai hak atas tanah seperti HGB di negara kita;

2. apakah dengan memperbolehkan WNA atau Badan Hukum Asing mempunyai tanah HGB tidak mempengaruhi stabilitas ekonomi dan politik di negara kita atau menciptakan penjajahan ekonomi dalam bentuk baru di negara kita.

Peranan REI dalam mempertimbangkan 2 (dua) hal tersebut di atas sangat menentukan.

Selain persyaratan materiil; persyaratan formil seperti cakap hukum (21 tahun ke atas atau kawin) dan tidak berada dalam pengampuan harus pula diperhatikan.

II. Tata Cara Penjualan/Pembelian SRS

Menurut ketentuan hukum yang berlaku. lual-Beli SRS untuk pertama kali antara penyelenggara pembangunan dan pembeli adalah perbuatan hukum pemindahan HMSRS yang bersangkutan dari penyelenggara pembangunan kepada pembeli.

Menurut Pasal 10 UURS pemindahan hak tersebut harus dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Menurut ketentuan PP 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang berwenang membuat akta tersebut adalah PPA T, yang daerah kerjanya meliputi tempat letak RS yang bersangkutan.

Akta yang dibuat oleh PPA T itu merupakan surat tanda bukti telah Nomor 1 Tahun XXiV

(5)

dilakukannya jual-beli mengenai SRS yang bersangkutan. Dengan selesainya ditandatangani akta tersebut HMSRS yang dijual itu berpindab kepada pembeli; yang menjadi pemiliknya yang baru, berikut hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Tidak mungkin dilakukan jual-beli suatu SRS tanpa mengikutsertakan hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang merupakan bagian dari HMSRS itu.

Jual beli yang telab dilakukan di hadapan PPAT tersebut diikuti dengan pendaftarannya pada Kantor Pertanaban Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan. Pendaftaran dilaksanakan dengan membubuhkan catatan mengenai jual-beli yang telah dilakukan itu pada buku tanab dan salinan buku tanab yang merupakan bagian dari sertifikat HMSRS yang bersangkutan . . Sertifikat yang sudah dibubuhi catatan pendaftaran tersebut diserahkan kepada pembeli selaku pemilik barn SRS yang bersangkutan sebagai tanda bukti pemilikannya.

Seperti halnya dalam rangka penjualan rumab di proyek-proyek perumahan biasa, lamanya proses pensertifikatan tidak memungkinkan developer menunggu masa penjualan sampai selesainya seluruh proses.

Menurut UURS, pemasaran dapat dilakukan pada saat izin layak huni sudab disetujui Pemda, hal mana sangat sulit untuk dijalankan oleh para developer. Untuk mengatasi masalab tersebut, developer dapat memulai mengadakan pengikatan dengan konsumen dengan perjanjian akan jual beli. Di negara maju untuk melindungi ,konsumen, maka pembayaran dari konsumen dimasukkan dalam "escrow account" yang tidak dapat dikeluarkan oleh developer. Untuk membantu developer, bank pemberi kredit konstruksi dapat diminta sebagai managing bank dan pembayaran dari konsumen dipergunakan untuk membayar cicilan developer kepada bank agar developer dapat menyelesaikan proyeknya dan tidak lari meninggalkan konsumen.

Dalam perjanjian jual beli tersebut developer dapat pula diminta untuk memberi kUasa pada konsumen untuk menandatangani akta jual beli.

III. Kewenangan Pemilik SRS Pemilik SRS antara lain memiliki kewenangan:

1. untuk menyewakan SRS yang dimilikinya kepada pihak lain;

2. untuk memindabkan Hak Milik SRS-nya, yang dapat dilakukan dengan jual beli, hibah, tukar-menukar ataupun dengan Ielang eksekusi. Dalam Ielang eksekusi ini tidak diperlukan akta PPA T dan untuk pendaftarannya pada Kantor Pertanahan sebagai bukti cukup diserahkan salinan berita acara lelang yang dibuat Kepala Kantor Lelang. Selain itu pemilik SRS Februan 1994

(6)

dapat memindahkan haknya dengan pewarisan. Peralihan semacam ini juga perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan dengan menyerahkan Surat Keterangan kematian pemilik SRS, Surat Wasiat/Surat penetapan Ahli Waris dan Sertifikat Hak Milik SRS;

3. atau untuk menjadikan Hak Milik SRS sebagai jarninan hutang. Pembebanan ini harus dilakukan di hadapan PPA T yang bertugas membuat aktanya. Tatacara pembebanannya akan dibahas lebih lanjut.

IV. Perubahan Hak Pemilikan Atas SRS

Dalam PP 4 tahun 1988 dijumpai ketentuan-ketentuan yang menampung akibat dari terjadinya perubahan rencana dalam pelaksanaan pembangunan beberapa bangunan RS yang direncanakan dibangun di atas satu bidang tanah. Menurut Pasal 46, pembangunannya boleh dilaksanakan secara bertahap. Artinya boleh diselesaikan bloklbangunan demi bloklbangunan, termasuk penjualan SRS-SRS yang sudah selesai penerbitan sertifikatnya. Nilai perbandingan proporsionalnya sudah ditetapkan berdasarkan perhitungan seluruh blok akan dibangun serta jumlah 3 blok, yang masing-masing SRS akan mempunyai nilai perbandingan proporsional sebesar 11300 bagian.

Sudah selesai dibangun satu blok yang terdiri atas 100 SRS dan semuanya sudah terjual. Ternyata pada tahap pembangunan berikutnya oleh penyelenggara pembangunan direncanakan diubahjumlah satuan rumah susun yang akan dibangun. Bukan sisanya yang 200, melainkan lebih atau kurang. Perubahan tersebut dengan' sendirinya akan berpengaruh pada nilai perbandingan proporsional yang telah ditetapkan semula dan yang juga sudah mendapat persetujuan PEMDA.

Perubahan tersebut harus diberitahukan sebelumnya kepada Perhimpunan Penghuni dan nilai perbandingan proporsionalnya diperhitungkan kembali.

Kalau perubahan tersebut mengakibatkan penurunan pada nilai perbandingan proporsionalnya, bahkan memerlukan persetujuan Perhimpunan Penghuni. Perubahan-perubahan nilai perbandingan proporsional tersebut wajib dimintakan pengesahan kembali pada PEMDA dan didaftarkan pada Kantor Pertanahan untuk diikuti dengan perubahanpertelaannya dalam buku tanah dan sertifikat HMSRS yang sudah diterbitkan. Yang menjadi masalah; bagaimana developer dapat mengorganisir pengembalian sertifikat HMSRS dari tangan pemilik untuk merubah pertelaan tersebut yang berarti merubah obyek yang diperjualbelikan.

Ketentuan serupa berlaku juga terhadap perubahan fisik RS, yang mengakibatkan terjadi perubahan nilai perbandingan proporsional yang sudah Nomor I Tahun XXIV

(7)

ditetapkan. Diperlukan adanya akta perubahan pemisahan, sebagai dasar untuk mengadakan perubahan pad a buku tanah dan sertifikat HMSRS yang bersangkutan.

Pemilik SRS tidak diperbolehkan mengadakan perubahan-perubahan pada SRS miliknya, yang bisa menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya. Misalnya perubahan yang dapat mengganggu kekuatan bangunan, pandangan, ketenangan dan keamanan lingkungan serta kepentingan bersama para penghuni. Demikian penjelasan PP 4 tahun 1988. Lalu apa akibatnya apabila pemilik SRS melanggar ketentuan tersebut. Kalaupun ada sanksinya; apakah sanksi yang tepat untuk pemilik SRS tersebut.

V. Perpanjangan Jangka Waktu/Pembaharuan Hak atas Tanah

Perlu diperhatikan bahwa HGB dan HP terbatas jangka waktu berlakunya. Maka sebelum jangka waktu habis, harus diajukan permohonan perl'anjangan jangka waktu atau pembaharuan hak kepada instansi BPN yang berwenang.

Dalam Pasal 50 PP 4 tahun 1988 disebutkan bahwa hapusnya hak atas tanah bersama mengakibatkan hapusnya HMSRS yang bersangkutan. Yang menjadi pertanyaan disini :

I. Siapa yang harus mengajukan permohonan perpanjangannya.

2. Apakah proses pensertifikatan harus dihitung dari mula, yaitu dibuat sertifikat induk lalu dipecah-pecah atau dipecah langsung ke atas nama pemilik SRS.

VI. Rumah Susun dan Hak Milik Satuan Rumah Susun Sebagai Jaminan Kredit

A. Arti Ketentuan UURS bagi Hukum Jaminan Indonesia

Dalam Penjelasan Umum UURS dinyatakan bahwa :

"untuk mengga/akkan usaha pembangunan rumah susun dan memudahkan pihak-pihak yang ingin memiliki SRS, UURS mengatur kemu[lgkinan untuk mempero/eh kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakim /embaga hipotik atau fidusia. "

Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur kemungkinan dijadikannya RS

(8)

dan HMSRS sebagai jaminan kredit dengan dibebani hipotik atau fidusia, tatacara pembebanannya, pember ian surat tanda buktinya, royanya dan kemungkinan eksekusinya tanpa melalui pelelangan umum.

Bagi Hukum Jaminan Indonesia, ketentuan tersebut sebagian memberikan pengukuhan 'pada tafsiran dan praktek yang berlaku sebelumnya. Sebagian merupakan ketentuan-ketentuan baru, yang akan dapat melayani kegiatan perkreditan modern secara yang lebih memuaskan, selama menunggu kelahiran Hukum Jaminan Nasional.

Biarpun dimuat dalam UURS, bukan berarti bahwa ketentuan-ketentuan tersebut tidak dapat diberlakukan juga terhadap kasus-kasus perkreditan non-rumah-susun. Memberlakukan ketentuan-ketentuan tersebut bagi kasus-kasus non-rumah-susun secara analogi, dengan penyesuaian yang diperlukan, tidak akan menimbulkan kerugian bagi siapapun. Bahkan sebaliknya akan menciptakan kepastian hukum mengenai hal-hal yang semula diragukan.

B. Rumah Susun Sebagai Jaminan Kredit

,

Dalam Pasal 12 (I) UURS dinyatakan bahwa tanah dan rumah susun

yang sudah selesai dibangun serta bend a lainnya yang merupakan satu

kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan kredit dengan dibebani:

a. Hipotik, jika tanahnya Hak Milik atau HGB

b. Fiducia, j ika tanahnya H ak Pakai atas tanah negara

Sedangkan Pasal 12 (2) UURS menyatakan bahwa tanah dimana suatu rumah susun akan dibangun beserta rumah susun yang akan dibangun dapat dibebani dengan suatu jaminan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang bersangkutan yang pember ian kreditnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.

C. SRS Sebagai Jaminan Kredit

Di sini yang dijadikan obyek pokok jaminan adalah Hak Milik SRS dan bukan tanahnya. Oleh karena itu hipotik atau fiducia yang dibebankan meliputi SRS beserta bangunan bersama, bend a bersama dan tanah bersama pemilik Hak Milik SRS. Yang menjadi masalah, developer tidak dapat menunggu penjualan sebelum sertifikat HMSRS selesai. Lalu bagaimana perlindungan bank yang bermaksud memberikan KPR kepada konsumen.

D. Tata Cara Pembebanan dan Pemilikan

(9)

Untuk sahnya pembebanan hipotik dan creditverband, harus dipenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu:

(1) Pemberian hak tanggungan harus dibuktikan dengan akta otentik (pasal 1171 KUHPerdata).

(2) Syarat spesialitas (pasal 1174 KUHPerdata). Harus disebutkan jumlah pinjamannya (pinjaman pokok ditambah bunga) secara pasti dan disebutkan penunjukan tanahnya yang dijadikan hutang secara rinei baik keterangan yuridis maupun pisik atas tanah.

(3) Syarat publisitas (pasal 1179 KUHPerdata). Pemberian hipotik harus didaftarkan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran ini terbuka untuk umum, hal ini dimaksudkan agar pihak -pihak yang berkepentingan dapat dengan mudah mengetahui adanya hipotik/creditverband yang dibebankan pada tanah yang bersangkutan.

Proses pembebanan hipotik terdiri atas 2 tahap yaitu: I. Tahap pemberian hi potik

Harus dilakukan dihadapan PPA T yang berwenang yang bertugas membuat akta pemberian hipotik. Kepada PPAT harus diserahkan surat-surat mengenai tanahnya, orangnya dan biaya pendaftaran hipotik. 2. Tahap pendaftaran hipotik

Pendaftaran hipotik dilaksanakan untuk memenuhi syarat publisitas di dalam pember ian hipotik yang merupakan syarat bagi lahirnya hak hipotik dan untuk keperluan pembuktian. Pendaftaran hipotik ini dilakukan di Kantor Pertanahan untuk dicatat pada buku tanah dan sertifikat yang bersangkutan dengan menyerahkan akta hipotik dan sertifikat tanahnya Gika yang dihipotikkan rumah susun atau tanah temp at akan dibangunnya rumah susun atau sertifikat hak milik SRS - jika ini yang dijadikan jaminan).

Kemudian Kantor Pertanahan akan membuat Buku Tanah Hipotik dan menerbitkan sertifikat hipotik yang terdiri atas:

a. salinan buku tanah hipotik, dan b. salinan akta hipotik.

Sertifikat hipotik inilah yang menjadi tanda bukti adanya hipotik. Hipotik lahir pada saat dibuatnya buku tanah hipotik. Tanggal pembuatan buku tanah ditetapkan 7 hari setelah· penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan untuk pendaftaran hipotik yang bersangkutan oleh Kantor F ebruari 1994

(10)

Pertanahan. Ketentuan ini hanya berlaku jika tanda hak yang akan dibebankan hipotik sudah bersertifikat.

E. Fiducia

Penggunaan lembaga fiducia sebagai jaminan hutang hanya dapat dibebankan atas tanah dengan status hak pakai yang diberikan oleh negara. Pemberian fiducia dilakukan dengan akta PPAT dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan untuk dicatat poada buku tanah dan sertifikat rumah susun/tanah atau hak milik SRS yang dijadikan jaminan, dengan pencatatan tersebut, maka sudah memenuhi syarat publisitas bagi kelahiran dan sahnya fiduoia.

F. Roya Partial

Menyimpang dari asas yang dimuat dalam Pasal 1163 KUHPerdata, UU

16/1985 memungkinkan diadakannya "roya partial". Dalam pemberian

hipotik dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang tersebut dapat dilakukan dengan cara angsuran, sesuai dengan tahap-tahap penjualan SRS yang selesai dibangun. Dengan pelunasan secara angsuran secesar harga satuan-satuan rumah susun tersebut, maka SRS yang harganya telah dilunasi terbebas dari hipotik yang dibebaninya. Kemudian rumah susun tersebut hanya dibebani hipotik pada bangunan yang belum terjual, untuk menjamin sisa hutang yang belum dilunasi. Proses roya partial harus didukung dengan kesiapan administrasi pertanahan di negara kita.

VII. Eksekusi Hipotik/Fidusia

Pasal1178 (I) KUH Perdata melarang untuk memperjanjikan bahwajika debitur wanprestasi, tanah yang dijadikan jaminan secara otomatis akan menjadi milik kreditur.

Eksekusi hipotik/fiducia ini harus dilakukan dengan cara penjualan tanah yang bersangkutan melalui lelang umum, tetapi karen a penjualan dengan cara seperti ini tidak selalu menghasilkan harga yang lebih tinggi, maka dalam UU 1611985 dimuka kemungkinan untuk melaksanakan penjualan di bawah tangan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dan mempercepat penjualan serta memperoleh harga. yang lebih tinggi. Penjualan dengan cara ini wajib dicantumkan dalam akta hipotik yang bersangkutan dan pelaksanaannya harus memenuhi berbagai syarat untuk melindungi kepentingan pihak ketiga, yaitu:

(11)

(l) pemberitahuan tertulis dalam 2 surat kabar atau media mass a yang beredar di daerah yang bersangkutan;

(2) pelaksanaan penjualan didahulukan setelah lewat I bulan sejak pemberitahuan;

(3) tidak ada pihak yang berkeberatan.

Bila debitur lalai, maka kreditur pemegang hiptok dapat:

a. melakukan parate eksekusi; disini penjualan lelang dilaksanakan atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, berdasarkan grosse akta hipotik yang bersangkutan.

b. melaksanakan kuasa jual {Pasal 1178 (2) KUHPerdata}; umumnya dilaksanakan dengan kerjasama debitur dan umumnya BPN tidak mau melaksanakan proses balik nama, oleh karena itu dalam praktek kemudahan ini tidak dapat dilaksanakan karena para Kepala Kantor Lelang baru bersedia melaksanakan penjualan 1elang jika ada perintah dari pengadilan.

c. melaksanakan eksekusi hipotik di bawah tangan (Pasa117 UURS); hal ini tetap memerlukan kerjasama Debitur dan tetap harus melalui gugatan dan penetapan peradilan terlebih dahulu. Oleh karena itu yang dapat dilaksanakan secara efektif saat ini adalah lembaga parate eksekusi. Dalam praktek belum terlihat masalah eksekusi tersebut di atas, akan tetapi perlu dipikirkan di kemudian hari, bila terjadi wanprestasi, apakah aparat pengadilan dan Departemen Keuangan sudah dipersiapkan.

VIII. Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun

SRS yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan

orang banyak. Penggunaan dan pengelolaan SRS ini harns diatur dan

dilakukan untuk suatu perhimpunan penghuni yang berkedudukan sebagai Badan H ukum yang memiliki tugas dan wewenang mengelola dan memelihara rumah susun beserta lingkungannya dan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib penghunian.

Dalam UU No. 16/1985 Pasal 9 (4) jo PP No. 411988 Pasal 62 (1)

(12)

disebutkan obyek pengelolaan SRS adalah:

a. Pengwasan terhadap penggunaan bangunan bersama,

b. bend a bersama

c. tanah bersama

d. pemeliharaan serta perbaikan

e. pembangunan sarana lingkungan

f. fasilitas sosial

Tugas Badan Pengelola adalah (Pasal 68 PP No. 4/l988):

a. melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan rumah susun dan

lingkungannya pada bangunan bersama, bend a bersama dan tanah

bersama;

b. mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan

bangunan bersama, bend a bersama dan tanah bersama sesuai dengan

peruntukannya;

c. secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni

disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.

Antara Badan Pengelola dan Perhimpunan Penghuni terdapat suatu

hubungan fungsional dimana mereka sarna-sarna bertanggung jawab atas

ketertiban dan keamanan dalam penggunaan rumah susun secara keseluruhan.

Masalah pengelolan RS ini adalah masalah yang terpenting, karen a dalam

sistem condominium suatu saat developer dibebaskan dari kewajiban-kewajibannya dan sarna sekali tidak ada penyerahan pada Pemda. Yang perlu dipikirkan, apakah pemilik dan penghuni SRS siap melaksanakan pengelolaan ini, mengingat:

I. masyarakat kita belum "insurance minded ";

2. "legal conscienceness" dan "legal dicipline" masih jauh dari sempurna;

3. administrasi Pemda khususnya pertanaban masih perlu ditingkatkan.

IX. Masalah-Masalah Yang Perlu Peraturan Lebih Lanjut Salah satu masalah yang penting adalah perlindungan terhadap para

konsumen pembeli rumah susun. Selama ini para developer cenderung tidak

memberikan informasi yang menyangkut hak konsumen, seperti kapan

konsumen menerima sertifikat strata yang sudah terpisah, berapa ganti rugi

(13)

yang akan diberikan kepada konsumen jika developer tidak menepati janji dan sebagainya.

Masalah yang lain adalah:

1. Pelanggaran yang dilakukan oleh para pemilik SRS yang melakukan penambahan atau perubahan fisik bangunan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya seperti mengganggu ketenangan dan keamanan lingkungan, mengganggu kekuatan bangunan dan pandangan. Untuk mengatasi masalah tersebut di atas perlu diadakan peraturan lebih

lanjut yang diharapkan dapat membantu terwujudnya tujuan

penyelenggaraan pembangunan rumah susun-rumah susun tersebut. 2. Perpanjangan HGB.

3. Pengelolaan dari RS setelah SRS terjual habis. X. Penutup

Sebagai penutup, kami hanya ingin menghimbau semua pihak developer, konsumen, bank-bank dan lembaga keuangan dan juga aparat pemerintah yang berwenang untuk menyadari bahwa condominium atau apartemen atau flat dengan sistem pemilikan HMSRS adalah lembaga yang baru yang harus ditinjau secara berhati-hati. Janganlah kita terlalu gegabah untuk menanggapi sesuatu yang baru yang pengaturannya belum lengkap, fasilitasnya belum memadai dan aparatnya belum siap. Sebaiknya segal a sesuatunya ditangani secara hati-hati dan seksama serta menguntungkan untuk semua pihak.

Sum ••

a4aa

.. arah aad9.

meaolen,

,.wa.

NSa.- maaus ••

c:::::::>

"'LAN PELAYANAN "HUllUM _ PEMMNGUNAN" _ . . PMI

Februari 1994

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini tetap memiliki tujuan yang sama dengan penelitian untuk menganalisis pengaruh intellectual capital dan mengobservasi pelaksanaan praktik corporate

Diferensiasi produk yang dilakukan Sensodyne dan tagline dari merek Sensodyne itu sendiri bahwa Sensodyne sebagai pasta gigi yang ampuh mengatasi gigi sensitif dan berbagai

Kami star pukul 08 : 30 dan saya naik motor bersama teman-teman posko yang lain ada juga teman posko saya yang 2 orang selalu bersama mulai dari berangkat sampainya

Penerapan teknik token economy dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi gerak benda Kelas III SD. Negeri

mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang sinergis dan terpadu antara perencanaan   pembangunan   nasional, propinsi, kabupaten, antar kabupaten dan desa.

Dari hasil analisis regresi linier berganda diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,001 dan uji parsial variabel Free cash flow diperoleh nilai t hitung sebesar

faktor yang paling dominan dari elemen ekuitas merek yang terdiri persepsi kualitas, kesadaran merek, asosiasi merek dan loyalitas merek terhadap keputusan konsumen dalam membeli