• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Petani dalam menjalankan usahanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III. KERANGKA PEMIKIRAN. Petani dalam menjalankan usahanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

3.1. Sumber-Sumber Risiko

Petani dalam menjalankan usahanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikontrol (internal) maupun faktor-faktor di luar kontrol petani (eksternal), menyebabkan petani dihadapkan pada risiko atau ketidak pastian usaha. Sebagai akibat dari struktur pertanian yang ada di negara-negara berkembang, risiko usahatani lebih banyak terkonsentrasi di pihak individu petani kecil (Barry, 1984). Secara empiris petani secara individu sulit melakukan konsolidasi kelembagaan dan aksi kolektif dalam pemasaran hasil menempatkan petani sebagai penerima harga (price taker). Kombinasi dari berbagai faktor yang mengandung risiko produksi dan ketidakpastian ini menempatkan petani pada posisi sulit untuk memperbaiki tingkat efisiensi dan kesejahteraannya (Zavaleta et al., 1984).

Beberapa sumber risiko yang sering dihadapi oleh petani adalah risiko produksi, risiko harga, risiko kelembagaan, risiko kebijakan dan risiko finansial (Ellis, 1988; Harwood et al., 1999; Moschini dan Henneesy, 1999; Fariyanti, 2008). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sonka dan Patrick (1984) mengemukakan paling tidak terdapat lima sumber utama risiko usaha di sektor pertanian, yaitu : (1) Risiko produksi atau teknis, (2) Risiko pasar atau harga, (3) Risiko tekologi, (4) Risiko legal atau sosial, dan (5) Risiko karena kesalahan manusia. Dari beberapa sumber risiko tersebut, ternyata risiko yang paling utama dihadapi rumah tangga petani adalah risiko produksi dan risiko harga (Patrick et al., 1985; Wik et al., 1998; serta Fariyanti, 2008). Jenis risiko produksi adalah

▸ Baca selengkapnya: sajian makanan yang menarik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

(2)

jenis risiko yang digunakan dalam analisis-analisis dalam fungsi produksi yang memasukkan unsur risiko. Sedangkan risiko harga seringkali dilakukan analisis regresi secara terpisah. Dengan demikian, risiko produksi dan harga dapat menimbulkan variabilitas kelayakan usaha serta kinerja sistem usahatani yang dijalankan petani.

3.2. Penilaian Risiko Usaha Pertanian

Penilaian risiko bisnis dilakukan dengan mengukur nilai penyimpangan yang terjadi. Menurut (Anderson et al., 1977; Elton dan Gruber, 1995; dan Fariyanti, 2008) terdapat beberapa ukuran risiko di antaranya adalah nilai varian (variance), standar deviasi (standard deviation), dan koefisien variasi (coefficient variation). Secara praktis pengukuran varian dari penghasilan (return) merupakan penjumlahan selisih kuadrat dari return dengan ekspektasi return dikalikan dengan peluang dari setiap kejadian (Elton dan Gruber, 1995). Sedangkan standar deviasi dapat diukur dari akar kuadrat dari nilai varian. Sementara itu, koefisien variasi dapat diukur dari rasio standar deviasi dengan return yang diharapkan (expected return) dari suatu aset. Penghasilan (return) yang diperoleh dapat berupa pendapatan, produksi atau harga. Koefisien variasi menunjukkan variabilitas return dan biasanya dihitung sebagai nilai persentase. Jika data penghasilan yang diharapkan (expected return) tidak tersedia dapat digunakan nilai rata-rata return.

Pelaku bisnis termasuk petani harus berhati-hati dalam menggunakan varian dan standar deviasi untuk meperbandingkan risiko, karena keduanya

(3)

bersifat absolut dan tidak mempertimbangkan risiko dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan. Untuk membandingkan aset dengan return yang diharapkan, pelaku bisnis atau petani dapat menggunakan koefisien variasi. Nilai koefisien variasi merupakan ukuran yang sangat tepat bagi petani sebagai pengambil keputusan dalam memilih salah satu alternatif dari beberapa kegiatan usaha untuk setiap return yang diperoleh. Dengan menggunakan ukuran koefisien variasi, perbandingan di antara kegiatan usaha sudah dilakukan dengan ukuran yang sama, yaitu risiko untuk setiap return.

3.3. Perilaku Petani dalam Menghadapi Risiko

Petani kecil (peasant) adalah orang yang berkedudukan atau bertempat tinggal di pedesaan (Wolf, 1985). Selanjutnya, Reifeld (1982) memberikan definisi yang lebih lengkap yaitu orang-orang desa yang mengendalikan dan mengolah tanah untuk menyambung hidupnya, dengan satu sistem ekonomi yang menggunakan teknologi, ketrampilan, sistem pembagian kerja secara sederhana, hubungan dengan pasar yang sangat terbatas, alat produksi dikuasai dan diorganissasikan secara non-kapitalistik, dan skala produksi yang kecil. Petani kecil identik dengan usahatani berskala rumah tangga dan belum mengarah ke usaha komersial, dan tidak berani mengambil risiko produksi (Scott, 1993). Berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, Popkin (1986) mengemukakan meskipun petani kecil adalah miskin, akan tetapi masih dijumpai petani yang mempunyai kapasitas dan kemudian melakukan tindakan-tindakan investasi yang

(4)

berisiko. Pendapat ini akan mendapat pembuktian empiris untuk usahatani komoditas pertanian yang tergolong komoditas bernilai ekonomi tinggi.

Sikap petani sebagai pembuat keputusan dalam menghadapi risiko produksi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut: (Robinson dan Barry, 1987; Fariyanti, 2008): pertama, pembuat keputusan yang menghindari risiko produksi (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan (utilitas). Kedua, pembuat keputusan yang berani menghadapi risiko produksi (risk taker). Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. Ketiga, pembuat keputusan yang netral terhadap risiko produksi (risk neutral). Jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan.

Ellis (1988) dalam bukunya “Peasant Economics” menyatakan bahwa perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi dikategorikan menjadi tiga, yaitu menolak risiko (risk averse), netral risiko (risk neutral), dan mengambil risiko (risk taker). Penjelasan tentang teori utilitas pilihan dengan memasukkan unsur risiko berkaitan dengan perilaku petani terhadap risiko diperlihatkan dalam Gambar 5.

(5)

Ellis (1988) mengungkapkan bahwa respon terhadap risiko produksi didasarkan pada kekuatan kepercayaan personal atas peluang terjadinya suatu kejadian dan evaluasi personal atas potensi konsekuensi yang menyertainya. Konsep tersebut konsisten dengan konsep maksimisasi utilitas personal di mana individu senantiasa memaksimumkan kesejahteraannya terhadap tujuan obyektif personal. Asumsinya adalah preferensi antar berbagai alternatif pilihan yang disebut sebagai Certainty Equivalent (CE). Asumsi tersebut memungkinkan alternatif yang berisiko tinggi dan yang tidak diletakkan dalam skala preferensi personal pengambil keputusan (petani).

I1 IB IE IA I2 U(I2) E(U) U(I1) B B C E A D

Gambar 5. Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Risiko Menolak Risiko Mengambil Risiko Netral Risiko Pendapatan I Ut ilit a s (U) Sumber : Ellis, 1988

(6)

Beberapa definisi dan posisi pengambilan keputusan yang dapat diturunkan dari gambar di atas adalah sebagai berikut (Ellis, 1988; Ellis, 2003) : 1. DC menunjukkan hubungan linier antara utilitas dan pendapatan yang

memiliki kemiringan (slope) positif. Artinya jika pendapatan individu meningkat maka akan meningkatkan utilitas individu.

2. I1 dan I2 adalah dua tingkat pendapatan individu yang berisiko dengan

probabilitas yang berbeda (P1=0.6 dan P2=0.4).

3. Kepuasan yang diharapkan (expected utility) : E(U) = P1.U(I1) + P2.U(I2)

merupakan penjumlahan utilitas yang diperoleh dari pendapatan I1dan I2.

4. Nilai uang yang diharapkan (expected money value) : EMV = P1.I1+ P2.I2

merupakan gambaran dari pendapatan rata-rata yang diduga dibandingkan dengan yang diharapkan.

5. Bersikap menolak risiko produksi (risk averse) : IA< EMV di mana fungsi

utilitas di atas DEC yang menunjukkan Diminishing Marginal Utility of Income. EMV-IA adalah jaminan yang digunakan oleh individu untuk

membayar suatu kepastian.

6. Bersikap netral terhadap risiko produksi (risk neutral) : petani bersikap indeferent antara IEdan EMV dan utilitas U(IE) sama dengan E(U) di mana

utilitas pendapatan tertentu dari IE sama dengan utilitas yang diharapkan

(expected utility) dari dua pendapatan yang tidak pasti yang merupakan garis DC.

7. Berani mengambil risiko produksi (risk taker) : petani mengambil peluang untuk memperoleh pendapatan tertinggi yaitu pada I1, meskipun peluang

(7)

untuk memiliki kondisi yang buruk sebesar 0.4. IB – EMV merupakan

pendapatan yang tersedia untuk membayar perkiraan peluang (opportunity gamble).

3.4. Keterkaitan Perilaku Risiko Produksi dengan Alokasi Input dan Keuntungan

Kesediaan petani sebagai pengambil keputusan untuk memilih atau berperilaku terhadap risiko produksi, pada dasarnya akan tergantung pada sifat pembawaan psikis dan kepuasan (utilitas) yang diterima petani dari hasil keluaran. Faktor-faktor tersebut akan menentukan perilaku dan strategi petani dalam menghadapi risiko produksi. Perbedaan perilaku petani dalam menghadapi risiko produksi akan mempengaruhi keputusan mereka dalam mengalokasikan input-input produksi yang digunakan. Selanjutnya alokasi input-input yang digunakan akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan produktivitas yang dicapai oleh petani. Menurut Ellis (1988), pada analisis risiko produksi terdapat dua pendekatan yang berbeda terhadap probabilitas subyektif, yaitu:

1. Perlakuan probabilitas risiko produksi sebagai varian dari rata-rata yang diharapkan atas munculnya kejadian-kejadian yang tidak pasti. Varian merupakan konsep statistik yang mengukur deviasi rata-rata dari suatu kumpulan angka dari rata-ratanya. Dalam pendekatan produksi pertanian risiko produksi dipandang sebagai probabilitas terjadinya kejadian-kejadian yang menyebabkan fluktuasi pendapatan petani yaitu di atas atau di bawah rata-rata pendapatan yang diharapkan (average expected income).

(8)

2. Pendekatan kedua memperlakukan risiko produksi sebagai probabilitas bencana. Pendekatan ini menggunakan perspektif yang sama dengan perusahaan asuransi dalam analisis risiko. Situasi dan perilaku rumah tangga petani dalam pendekatan ini difokuskan untuk menghindarkan risiko produksi atau bencana daripada tujuan-tujuan maksimasi keuntungan di bawah kondisi ketidakpastian.

Pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang paling rawan terhadap dampak negatif perubahan perilaku iklim (McCarl et al., 2001; Yohe and Tol, 2002; Stern et al., 2006). Meningkatnya insiden dan intensitas banjir dan atau kekeringan menyebabkan terjadinya ekskalasi kerusakan tanaman. Seiring terjadinya perubahan iklim (kebanjiran, kekeringan, serangan OPT, dan salinitas), diperkirakan risiko produksi dan ketidakpastian dalam usahatani meningkat, terlebih untuk komoditas cabai merah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Dengan demikian, secara langsung maupun tidak langsung areal tanaman yang terancam gagal panen atau penurunan produktivitas meningkat.

Implikasi analisis risiko produksi dalam model neoklasik yang mengilustrasikan tentang keputusan produksi di bawah risiko dijelaskan oleh Ellis (1988) dan dapat disimak pada Gambar 6. Dalam gambar tersebut diilustrasikan tiga respon yang berbeda dari output terhadap satu input variabel yaitu pupuk nitrogen dalam terminologi nilai (value terms), sehingga dapat diperoleh keuntungan dan kerugian. Gambar tersebut dibangun untuk mengeksplorasi pendekatan varian pendapatan dan penolakan risiko. Risiko produksi dapat diilustrasikan sebagai ketidak pastian berkenaan dengan perubahan

(9)

perilaku iklim (cuaca) dengan dua kejadian yaitu cuaca baik dan buruk yang dapat dilihat dari hubungan pola curah hujan dengan kebutuhan tanaman akan air. Dalam gambar tersebut petani memperkirakan tiga tahun cuaca baik dan dua tahun cuaca buruk untuk lima tahun tanam, dengan probabilitas untuk musim baik adalah 0.6 dan musim buruk adalah 0.4. Dengan demikian harapan terhadap nilai produk total (Total Value Product) dapat diformulasikan E(TVP) = 0.6 (TVP1) +

0.4 (TVP2) = 1.

Keterangan :

TVP1 = Respon nilai produk total (total value product) terhadap peningkatan

tingkat penggunaan nitrogen pada tahun tanam dengan iklim baik. TVP2 = Respon nilai produk total (total value product) terhadap peningkatan

tingkat penggunaan nitrogen pada tahun tanam dengan iklim buruk. TFC TVP2 x1 xE x2 0 a f c b i g j d e

Gambar 6. Keputusan Produksi di bawah Risiko Input Pupuk X T o ta l Nila i P ro d u k ( Rp ) TVP1 h E (TVP) Sumber : Ellis, 1988

(10)

E(TVP) = Nilai produk total yang diharapkan (expected total value product) berdasarkan pandangan subyektif petani mengenai perilaku musim. TFC = Biaya faktor total (Total Factor Cost) yang menggambarkan garis biaya total.

Bentuk kurva mencerminkan dampak kondisi iklim pada respon output atas kebutuhan pupuk nitrogen. Adapun Total Factor Cost (TFC) merupakan garis biaya total (Total Cost Line) yang menunjukkan bagaimana biaya produksi total meningkat seiring dengan bertambahnya pembelian iput pupuk N. Dampak risiko produksi pada penghitungan efisiensi dapat dilihat pada tiga alternatif posisi operasi x1, xE, dan x2 yang masing-masing rasional secara alokatif, tergantung

pada preferensi subyektif petani.

Keputusan produksi di bawah risiko dengan pendekatan varian pendapatan dikemukakan oleh (Ellis, 1988 dan Ellis, 2003) :

1. Pemakian input x1. Pemakian input x1 yang efisien dengan efisiensi alokatif

adalah TVP1 memberikan keuntungan terbesar pada ab yang mungkin dicapai

jika cuaca baik; jika ternyata cuaca buruk, nilai kerugian yang ditanggung sebesar bj. Petani yang beroperasi di titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang berani mengambil risiko produksi (risk taker), sebab petani sebagai pengambil keputusan tetap mengambil peluang operasi pada X1

meskipun secara subyektif kalkulasinya menyatakan probabilitasnya 0.6. 2. Pemakaian input x2. Penggunaan input x2 konsisten dengan efisiensi alokatif

pada TVP2. Pada kondisi ini jika cuaca baik petani memperoleh keuntungan

(11)

sebesar de. Petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai petani menolak risiko produksi (risk averse).

3. Pemakain input xE. Kondisi ini konsisten dengan efisiensi alokatif yang

berimbang pada dua probabilitas kejadian iklim. Pada TVP1 keuntungan

yang diperoleh sebesar fh (lebih kecil dari ab) dan pada TVP2 kerugian yang

ditanggung sebesar hi (lebih kecil dari bj). Petani yang beroperasi pada titik ini dapat digolongkan sebagai petani yang netral terhadap risiko produksi (risk neutral).

3.5. Model Stokastik Frontier dan Perilaku Risiko

Kumbhakar (2002) telah menjelaskan sebuah model yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak input terhadap produk rata-rata (average product), dampak alokasi jumlah input (input bundle) terhadap risiko produksi, efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dan perilaku seorang produsen atau petani dalam menghadapi risiko produksi. Bentuk fungsional model Kumbhakar dapat ditulis sebagai berikut:

x;

 

g x;

q

 

x; u...(20) f yii i i dimana : yi = produk rata-rata

xi = jenis input yang digunakan

f(x;) = fungsi produk rata-rata g(x;) = fungsi risiko produksi q(x;) = fungsi inefisiensi teknis

= Error term yang menunjukkan ketidakpastian produksi yang diasumsikan i.i.d (0,2)

(12)

u = menunjukkan inefisiensi teknis dengan asumsi i.i.d (0,u2) dan u >0.

Efisiensi teknis (TE) didefinisikan sebagai (Kumbakhar, 2002) :

1 .

 

 

1. 0 , ,      i i i i i i x f x q u u x y E u x y E

TE Sedangkan inefisiensi teknis (TI) adalah

rasio potensial output yang hilang yaitu E(yixi, u=0) dikurangi E(yixi, u=q(xi) .u)

terhadap ouput potensial yang bisa dihasilkan E(yx, u=0), maka inefisiensi teknis

dapat dirumuskan sebagai berikut: . ) ( ) ( . i i x f x g u

TI  Sehingga TE = 1 – TI. Untuk

mendefinisikan TE dan TI yang diharapkan digunakan output yang diharapkan yang tergantung pada u, sehingga ketidakpastian produksi () tidak mempengaruhi ukuran efisiensi. Hal ini penting karena ketidakpastian produksi itu diluar kontrol petani sehingga tidak seharusnya dilibatkan ke dalam ukuran efisiensi.

Rasionalitas merupakan asumsi yang dipakai untuk perilaku dasar dari pengambil keputusan (produsen) dan memiliki peranan penting dalam penelitian mengenai pilihan keputusan individu. Cara umum yang dipakai dalam penelitian perilaku petani adalah maksimasi keuntungan. Intrepetasi alternatif mengenai istilah rasionalitas adalah produsen diasumsikan memaksimumkan utilitas yang diharapkan yaitu utilitas dari keuntungan yang diharapkan atau E [ u(∏)]. Dalam hal ini u (.) adalah fungsi utilitas yang diasumsikan bersifat kontinyu, dan ∏ merupakan fungsi keuntungan yang dapat diturunkan dan dinormalisasikan oleh harga output. Bentuk persamaannya adalah ∏ = y – w.x – C dimana w adalah harga dari input-input variabel relatif terhadap harga output, dan C adalah pendapatan dari sumber lain. Ketidakpastian keuntungan berasal dari

(13)

ketidakpastian produksi () dan inefisiesi teknis (u). Turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap input dapat dijelaskan sebagai berikut :

) 21 ..( ... ... ... ... ... ... ... ) ( ' . ) ( ' . ) ( 'j xi wj gj xi qj xi j f   di mana : ) ( ) ( ' j i j x x f f    , j i j x x g g    ( ) ' , j i j x x q q    ( ) ' , )) ( ' ( ) ) ( ' (    u E u E dan )) ( ' ( ) ) ( ' (    u E u u E

, jerror term yang ditambahkan kepada fungsi turunan pertama dan menunjukkan inefisiensi alokatif dikaitkan dengan input ke j.

) ( ) ( ' j j x x f f  

 diartikan sebagai rata-rata perubahan dari output sebagai akibat dari

perubahan satu unit input variabel (xj). Untuk mengartikan

j j x x g g    ( ) ' harus

dipertimbangkan fungsi varian. Tambahan risiko produksi didefinisikan sebagai berikut :

) ( ' ). ( . 2 0 x g x g x u y Var j j    

. Hasilnya bisa positip bisa negatip tergantung pada

tanda g'j(x). Dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Input variabel (xj)

meningkatkan risiko produksi jika g'j(x)memiliki tanda positip, (2) Input variabel (xj) menurunkan risiko produksi jika g'j(x)memiliki tanda negatip, dan

(3) Input variabel (xj) tidak meningkatkan atau menurunkan risiko produksi jika )

(

' x

(14)

Sementara itu j x x q j q    ( )

' diartikan sebagai perubahan inefisiensi sebagai

akibat dari perubahan satu satuan input variabel (xj). Dengan ketentuan sebagai

berikut : (1) Input variabel (xj) meningkatkan inefisiensi teknis jika )

(

' x

q j memiliki tanda positip, (2) input variabel (xj) menurukan inefisiensi teknis

jika q'j(x)memiliki tanda negatip, dan (3) input variabel (xj) tidak meningkatkan

atau menurunkan inefisiensi teknis jika q'j(x)=0.

Pilihan risiko produksi yang dilakukan oleh petani dapat ditangkap oleh  dan  yang ada dalam persamaan (21). Dua fungsi tersebut dapat dijumlahkan untuk mendapatkan ukuran pilihan risiko produksi, dengan kriteria sebagai berikut : (1) Jika = 0 dan=0 maka petani bersifat netral terhadap risiko produksi, (2) Jika petani berada dalam efisiensi penuh (u=0) maka perilaku risiko produksi produsen ditentukan oleh , dan (3) Jika petani bersifat menghindari risiko produksi maka  < 0, disisi lain  akan menjadi positif jika petani itu bersifat menghindari terhadap risiko produksi (risk averter) karena dampak kenaikan u terhadap profit adalah lawan dari kenaikan ketitak pastian produksi () ketika positif, dan (4) Jika petani berperilaku berani mengambil risiko produksi (risk taker) nilai > 0 dan nilai juga positif.

Dari persamaan (21) dapat diketahui bahwa alokasi input diakibatkan oleh adanya inefisiensi teknis dan risiko produksi (melalui dan). Dengan demikian mengabaikan inefisiensi teknis dengan mengasumsikan bahwa u=0 untuk semua produsen akan memberikan informasi yang salah tentang perilaku pilihan risiko produksi petani. Konsekuensinya nilai-nilai yang diprediksi menjadi tidak valid.

(15)

Sementara itu mengabaikan risiko produksi dengan mengasumsikan bahwa g(x) adalah konstan akan mengakibatkan kesalahan dalam mengestimasi inefisiensi teknis.

Estimasi model efisiensi dengan memasukkan unsur risiko produksi Kumbakhar dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maksimum Likelihood (MLE). Asumsi yang digunakan adalah : galat acak (error term) menyebar secara normal yaitu  i.i.d. N(0,1), serta u i.i.d. N(0,2u), di mana u 0, danbersifat independen terhadap u. Jika persamaan (20) ditulis dalam bentuk lain:

x;

 

g x;

q

x;

u. f yii i i ) ( ) ( i i i f x g x y   dimana [h(xi).u] dan ) ( ) ( ) ( i i i x g x q x h

Tahapan yang harus dilakukan untuk mengestimasi persamaan (20) adalah : tahap pertama, mengestimasi parameter yang terdapat dalam f(x;),

) ; (x

g , q(x;)dan inefisiensi teknis. Prosedur yang harus dilakukan meliputi (Kumbhakar, 2000) yang dijuga diacu oleh Fauziyah (2010) :

1. Menurunkan probability density function (pdf) dari  atau f()seperti terlihat dalam persamaan berikut :

) 22 ...( ... ... ... ... . 2 1 exp . ) ( . . 1 2 ) ( 2 2                i i i i u i i i x h f

di mana i2 1h2(xi).u2 dan  fungsi distribusi kumulatif variabel(.)

(16)

2. Fungsi Likelihood merupakan produk dari probability density function (pdf) dan transformasi Jacobian yaitu transformasi dari  kei yi dengan

mengganti  dengani yi, ) ( ) ( ( i i i i x g x f y   ) ) 23 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ) ( 1 1 f J L i n i    

3. Maksimisasi fungsi likelihood untuk mendapatkan parameter dari f(x;),

) ; (x

g , q(x;)dan u2. Hasil estimasi itu bisa digunakan untuk mencari ukuran inefisiensi teknis dengan menggunakan rumusan Jondrow et al. (1982) : ) 24 ....( ... ... ... ... ... ... ... / ( / ( / 0 0 0 0 0 0 0                u di mana0/0 

.u.hi(xi)

/i dan 02 

u2.hi2(xi)

/i2.

Semua parameter dalam persamaan (24) diganti oleh estimasinya dan

 diganti oleh fungsi

) ( ) ( i i i i x g x f y    .

Tahap kedua, mengestimasi parameter-parameter dalam  dan . Dengan prosedur sebagai berikut (Kumbakhar, 2002) :

1. Menggunakan First Order Condition (F.O.C) yang ada dalam persamaan (21) di mana dandisubtitusi dengan menggunakan persamaan berikut:

) 25 ....( ... ... ... ) )( ( ) ( . 2 / 1 ). ( . 1 ( ). ( ). ( . ) ( . 2 2 2 2              a b x f x g DR a x f AR a x f x g DR x g AR i i i i i i

(17)

) 26 ....( ... ) )( ( ) ( . 2 / 1 ). ( . 1 3 )( ( ). ( . 2 / 1 ) ).( ( . 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2                  a b x f x g DR a x f AR a b a c x f a x g DR b a x f AR a i i i i i i di mana :

a = E(u) , b2 = E (u-a)2 , c = E (u-a)3,

Kemudian nilai AR dalam persamaan di atas diganti dengan persamaan berikut : ) 27 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ... 1 0    AR

di mana   f(xi)wxiC. Nilai AR tergantung pada tanda  .1 Penghindar risiko produksi absolut konstan jika  =0, menurun jika1  <01 dan meningkat jika  >0. Jika persamaan (22), (24), (25) dan (26)1 dipadatkan maka dapat ditulis sebagai berikut :

F(x,w,p)= dimana : F(x,w,p)= {F1(.)...Fj(.)} dan={1...j}maka ) 28 ...( ... ... ... ... ) ( . ) ( . ). ( (.) 'j i j 'j i 'j i j j f x w g x q x F   

2. Dengan menambahkan asumsi N(0,) maka fungsi likelihood-nya adalah : ) 29 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ) ( 2 2 f data J L

Di mana : f()merupakan join pdf dari  yang diturunkan dengan asumsi mengikuti distribusi normal. J2 adalah transformasi Jacobian dari

(18)

3. Memaksimumkan likelihood yang ada dalam persamaan (29) memberikan estimasi parameter-parameter yang ada dalam  dan . Nilainya tergantung pada estimasi dari f(x;), g(x;), q(x;)dan u2 yang diperoleh dari tahap 1.

4. Menggunakan parameter-parameter yang ditemukan pada tahap 1 dan 2 untuk mencari inefisiensi alokatif yang diperoleh dengan meggunakan persamaan sebagai berikut :

) 30 ...( ... ) ( . ) 1 ).( ( . 2 / 1 ). ( . . 1 ( 3 ).( ( 2 / 1 ) )( ( . ) ( . 1 )( ( . 2 / 1 ). ( . 1 ). ( . ) ( . ) ( ' 2 2 2 3 2 2 2 2 ' 2 2 2 2 ' j i j i i i i i j i i i i j i j x g b a x g DR a x g p AR a b a c a x DRg a b x g AR a x g b a x g DR a x g AR a x g DR x g AR w x f                                

3.6. Model Pengukuran Risiko Harga

Terdapat dua risiko utama yang dihadapi petani dalam usahatani yaitu risiko produksi atau produktivitas dan risiko pasar atau risiko harga. Pada saat mau melakukan penanaman petani menghadapi harga-harga input yang sudah diketahui, tetapi untuk harga output, petani belum secara pasti mengetahuinya. Hal tersebut merefleksikan bahwa petani menghadapi risiko harga produk (Patrick et al., 1985; Fariyanti, 2008). Dalam kaitan perilaku petani dalam menghadapi risiko tersebut, apabila risiko tersebut didekati dari sisi harga output, dalam hal ini besaran koefisien variasi (CV) harga bulanan di lokasi penelitian dan atau data primer petani dapat digunakan.

Dalam menganalisis risiko harga output digunakan fungsi utilitas kuadratik seperti yang dikemukakan oleh Debertin (1986) dan telah digunakan

(19)

oleh Hartoyo et al., (2004). Model fungsi utilitas kuadratik dapat diformulasikan dalam bentuk persamaan matematik sebagai berikut :

U(p) = p+ bp2...(31) Di mana U(p) adalah output dan p adalah harga output. Jika probabilitas risiko terdistribusi secara normal maka U(p) dapat dijelaskan sebagai fungsi nilai yang diharapkan seperti berikut :

U(p) = E(p) + bE(p2)...(32) Nilai yang diharapkan dari variabel yang dikuadratkan adalah sama dengan varian dari variabel ditambah kuadrat dari nilai yang diharapkan :

E(p2) =2 + [E(p)]2 ...(33) Dengan mensubtitusi persamaan (33) ke dalam persamaan (32) akan diperoleh ekspektasi fungsi utilitas sebagai berikut :

U(p) = E(p) + b[E(p)]2 + b2 ...(34) Jika U(p) konstan, dU(p) adalah 0, maka derivasi total dari persamaan (34) adalah:

dU(p) = dE(p) + 2bE(p)dE(p) +bd2 0 = (1+2bE(p))dE(p) + bd2

(1+2bE(p))dE(p) = - bd2

dE(p)/ d2 = - b/(1+2bE(p))...(35) Penyebut [1 + 2bE(p)] akan selalu positif, karena b merupakan parameter estimasi dari harga output, yang mengandung arti bahwa kenaikan nilai harapan harga output akan meningkatkan utilitas petani yang diproksi dari pendapatan atau keuntungan. Bentuk dari kurva indiferen tergantung pada nilai b. Jika b=0 artinya

(20)

petani netral terhadap risiko harga jika b bernilai positif, petani yang berani mengambil risiko harga, jika b negatif maka petani lebih suka menghindari risiko harga.

3.7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Teknis Salah satu hipotesis tentang rumah tangga petani gurem adalah hipotesis Schultz (1964) yang menyatakan bahwa keluarga petani gurem adalah “poor but efficient”. Selanjutnya Schultz menyatakan bahwa peningkatan produktivitas pertanian tidak terbatas pada alokasi sumberdaya pertanian tradisional saja, tetapi harus diikuti dengan perubahan teknologi, investasi di bidang penelitian, penggunaan input baru, serta penyuluhan dan pendidikan.

Pendapat yang mengatakan bahwa petani gurem efisien dikaitkan pada motivasi individu untuk memaksimumkan keuntungan. Jika asusmsi tersebut diterima, maka pengambilan keputusan petani cabai merah mencakup aspek-aspek berikut: (a) Jenis tanaman cabai merah apa yang akan diusahakan, (b) Seberapa luas komoditas cabai merah akan ditanam, (c) Musim tanam apa yang akan dipilih untuk komoditas cabai merah, (d) Pada jenis lahan apa akan ditanam cabai merah, (e) Metode atau cara berproduksi seperti apa yang akan dipilih untuk digunakan untuk usahatani tanaman cabai merah, (f) Kapan akan dijual, dalam bentuk apa dan ke mana hasil produksi cabai merah akan dipasarkan.

Tingkat keuntungan maksimum yang dicapai petani berkaitan erat dengan efisiensi produksi usahatani. Proses produksi tidak efisien karena dua hal berikut (Ellis, 2003; Sumaryanto et al., 2003): (1) Karena secara teknis tidak efisien, hal

(21)

ini terjadi karena ketidakberhasilan petani mewujudkan produktivitas maksimal, artinya per unit paket masukan (input bundle) pada teknologi tersedia tidak dapat menghasilkan produksi maksimal; dan (2) secara alokatif tidak efisien karena pada tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum disebabkan karena produk penerimaan marginal (marginal revenue product) tidak sama dengan biaya marginal (marginal cost) masukan yang digunakan. Dalam praktek sehari-hari orientasi para petani dalam suatu wilayah dan ekosistem yang relatif homogen pada teknologi yang ada cenderung mengejar efisiensi teknis melalui upaya memaksimalkan produktivitas.

Dalam pembahasan perilaku petani gurem untuk memaksimalkan keuntungan (Ellis, 2003) menyimpulkan upaya pencapaian petani gurem yang efisien sulit diwujudkan, namun pemikiran mengenai maksimasi keuntungan yang terbatas sangat berarti untuk menunjukkan bahwa petani gurem pada dasarnya juga melakukan usahatani dengan menggunakan perhitungan ekonomi.

Secara empiris walaupun petani telah memiliki pengalaman panjang dalam berusahatani, namun petani tidak selalu dapat mencapai tingkat efisiensi teknis tertinggi. Hal ini disebabkan hasil yang dicapai pada dasarnya merupakan resultante bekerjanya demikian banyak faktor, baik yang dapat dikendalikan (internal) dan faktor yang tidak dapat dikendalikannya (eksternal) oleh petani (Sumaryanto et al., 2003). Faktor-faktor internal berkaitan erat dengan keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial petani dalam kegiatan usahatani. Tercakup dalam gugus faktor ini adalah luas penguasaan lahan, tingkat penguasaan teknologi budidaya, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

(22)

pengalaman, umur, rasio ketergantungan, serta kemampuan petani mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usahataninya sehingga pengambilan keputusan yang dilakukannya tepat. Faktor ekternal yang berada di luar kendali petani mencakup perubahan iklim, serangan hama dan penyakit, bencana alam, harga, infrastruktur, dan sebagainya.

Keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya cabai merah tercermin dalam aplikasi teknologi usahatani. Masukan apa saja yang digunakan, berapa banyak, waktu penggunaan, dan dengan metode atau cara berproduksi seperti apa merupakan unsur-unsur pokok yang tercakup dalam aplikasi teknologi tersebut. Pada akhirnya, keterampilan teknis dan kapabilitas manajerial akan tercermin dari keluaran yang diperoleh ketika hasil tanamannya sudah dipanen. Jika produksi yang diperoleh mendekati potensi maksimum dari suatu aplikasi teknologi yang terbaik (the best practiced) di suatu ekosistem pada wilayah tetentu, maka dapat dikatakan bahwa petani tersebut telah menjalankan sebagai kultivator tanaman yang diusahakan dengan efisiensi yang tinggi.

Varabel-variabel yang diduga mempengaruhi efisiensi produksi usahatani cabai merah terdiri atas : luas lahan usahatani, input benih, pupuk kimia (Urea, ZA, SP-36, KCL), pupuk organik, pestisida, jumlah tenaga kerja yang digunakan (Sukiyono, 2005). Selain faktor-faktor tersebut (Prajnanta, 2002) juga menambahkan faktor jumlah penggunakan kapur pertanian, pupuk komposit NPK maupun mikro (Pupuk Pelengkap Cair/PPC; Zat Perangsang Tumbuh/ZPT), penggunaan fungisida, herbisida, bakterisida, perekat atau perata; serta penggunaan bahan dan alat.

(23)

3.8. Variabel Sosial Ekonomi Determinan Inefisiensi Teknis

Isu inefisiensi pada dasarnya timbul dari anggapan bahwa petani dalam usahataninya berperilaku rasional, tujuan petani adalah memaksimumkan keuntungan. Inefisiensi dapat diinterpretasikan sebagai suatu titik atau tahapan di mana tujuan dari pelaku eknomi belum secara penuh dimaksimalkan (Adiyoga dan Soetiarso, 1999). Dengan demikian, dalam kondisi inefisiensi masih terdapat ruang untuk meningkatkan produktivitas melalui penurunan tingkat inefisiensi teknis.

Petani dalam menjalankan okupasinya mempunyai dua fungsi sekaligus, yaitu sebagai kultivator (tukang tani) dan sebagai manajer usahatani (Slamet, 2008). Fungsi yang pertama, petani sebagai tukang tani bertanggung jawab akan kehidupan tanaman yang diusahakan. Fungsi yang kedua, petani sebagai manager usahatani bertanggung jawab dalam memanfaatkan segala aset dan sumberdaya yang dimiliki dalam rangka memaksimumkan keuntungannya. Sebagai manager usahatani berperan dalam mengambil keputusan berkaitan dengan usahataninya, merencanakan usahatani yang akan dilakukan, melaksanakan kegiatan usahatani, dan memasarkan hasil usahataninya. Mutu keputusan yang diambil petani baik sebelum mulai usahatani maupun sesudah kegiatan usahatani dilakukan sangat penting dalam menentukan efisien tidaknya usahatani yang akan dijalankan.

Chen et al. (2003) di dalam hipotesanya mengestimasi beberapa determinan penyebab terjadinya inefisiensi teknis produksi gandum di China, antara lain: pertama adalah sumberdaya manusia, petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi ternyata lebih efisien di dalam berproduksi. Cheng

(24)

(1998) menemukan bahwa tingkat pendidikan yang dienyam kepala keluarga (KK) rumah tangga berdampak positif terhadap output yang dihasilkan. Kedua adalah petugas desa, peran petugas desa sangat besar dalam kemampuannya mengakses sarana produksi dan kewenangan yang dimiliki di dalam mendistribusikan input yang disubsidi. Ketiga adalah pasar, harga yang tebentuk di pasar merupakan insentif bagi petani untuk mengusahakan komoditas tertentu, terlebih lagi jika ada jaminan dari pemerintah baik dalam bentuk kebijakan harga dasar maupun bentuk kebijakan harga lainnya. Keempat pola penguasaan lahan, kelembagaan penguasaan lahan (milik, sewa, dan sakap) turut mempengaruhi keputusan petani didalam mengalokasikan input produksinya.

Wilson et al. (1998) mengungkapkan hasil estimasi beberapa determinan penyebab terjadinya inefisiensi teknis dalam usahatani kentang di Inggris, antara lain : (1) Pengalaman petani mengusahakan komoditas kentang, (2) Keikutsertaan petani dalam kelembagaan koperasi, (3) Rotasi tanaman kentang dengan tanaman serealia, (4) Proporsi lahan usahatani kentang yang beririgasi, (5) Adanya tempat atau gudang untuk penyimpanan sebelum dilakukan penjualan, (6) Jenis benih atau bibit yang digunakan atau tercatat/tersertifikasi tidaknya bibit yang digunakan, dan (7) Skala pengusahaan komoditas kentang. Determinan utama inefisiensi teknis adalah proporsi luas usahatani kentang yang menggunakan irigasi, keikutsertaan dalam kelembagaan koperasi, serta pola rotasi tanaman yang melibatkan tanaman serealia.

Selanjutnya Sukiyono et al., 2005 menunjukkan beberapa determinan penyebab terjadinya inefisiensi teknis di dalam usahatani cabai merah di

(25)

Kecamatan Selupu, Rejang Lebong mencakup : umur petani, pendidikan petani, pengalaman berusahatani petani, dan luas lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendidikan sangat menentukan efisien tidaknya usahatani cabai merah. Pendidikan sebagai proksi dari masukan manajemen, di mana tingkat pendidikan petani akan berpengaruh pada kualitas dalam pengambilan keputusan-keputusan penting dan kompleks dalam usahatani cabai merah yang bersifat berisiko tinggi (high risk) dan keuntungan tinggi (high profit). Peubah umur dan pengalaman petani tidak berpengaruh nyata dan bertanda negatif, sedangkan peubah luas area cabai merah meskipun mempunyai tanda seperti yang diharapkan, namun secara statistik peubah ini bukan merupakan faktor penting yang menentukan tingkat efisiensi teknik.

Berdasarkan tinjauan teoritis dan kajian empiris maka beberapa faktor yang mempengaruhi inefisiensi usahatani cabai merah, antara lain adalah: umur petani, pendidikan, pengalaman bertani, pangsa jumlah anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga, keanggotaan dalam kelembagaan kelompok tani, pendapatan dan pangsa pendapatan usahatani cabai merah terhadap total pendapatan rumah tangga, rotasi tanaman dan sistem usahatani, akses terhadap pasar input, akses terhadap pasar output, dan akses terhadap berbagai sumber kredit, dan pertanian kontrak (contract farming). Kerangka alur fikir secara teoritik dan kerangka operasional studi efisiensi produksi dan perilaku petani terhadap risiko produksi cabai merah di Jawa Tengah dapat disimak pada Gambar 7.

(26)

Perilaku Risiko Produksi Petani Tingkat Inefisiensi Teknis Alokasi Penggunaan Input Efisiensi dan Produktivitas Cabai Merah Sumber-sumber Risiko Produksi Penilaian Risiko Produksi Petani Risiko Produksi Strategi Kebijakan : 1. Meningkatkan Produkstivitas 2. Meningkatkan Efisiensi 3. Manajemen Risiko Produksi

Gambar 7. Kerangka Alur Pikir Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Produksi Cabai Merah di Jawa Tengah

Sumber-sumber Inefisiensi

(27)

3.9. Hipotesis

1. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi secara positif terhadap peningkatan produktivitas cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur,

pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK.

2. Tingkat efisiensi teknis (TE), efisiensi alokatif (AE), dan efisiensi ekonomi (EE) petani cabai merah besar dan cabai merah keriting sudah cukup tinggi (> 0.50), mengingat lokasi penelitian adalah merupakan daerah sentra produksi dan komoditas cabai merah tergolong komoditas komersial.

3. Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi secara positif terhadap inefisiensi teknis usahatani cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah : benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC/ZPT, pupuk organik, kapur,

pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK.

4. Faktor-faktor sosial ekonomi yang diduga dapat menurunkan inefisiensi teknis cabai merah besar dan cabai merah keriting adalah : total lahan garapan, rasio lahan yang ditanami cabai merah terhadap total lahan garapan, pendapatan total rumah tangga, rasio pendapatan cabai merah terhadap total pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, rasio anggota rumah tangga usia kerja terhadap total anggota rumah tangga. Sementara itu, umur kepala keluarga (KK) petani diduga berpengaruh meningkatkan inefisisensi teknis cabai merah.

5. Faktor produksi yang diduga bersifat meningkatkan risiko produktivitas adalah benih, pupuk N, pupuk P2O5, pupuk K2O, PPC, ZPT, pupuk organik.

(28)

Sementara itu faktor produksi yang diduga menurunkan risiko produktivitas adalah pestisida/fungisida, serta TKDK dan TKLK.

6. Petani yang berperilaku berani menghadapi risiko produktivitas akan cenderung mengalokasikan input produksi semakin tinggi, sehingga produktivitas yang dicapai lebih tinggi. Sebaliknya, petani yang berperilaku menghindari risiko produktivitas cenderung mengalokasikan input produksi lebih rendah, sehingga produktivitas yang dicapai lebih rendah.

7. Petani cabai merah berdasarkan pengalamannya telah melakukan strategi manajemen risiko produksi atau produktivitas baik yang bersifat ex-ante (antisipatif), interaktif (responsif), maupun ex-post (adaptif) terhadap risiko usatani yang mungkin dihadapinya.

Gambar

Gambar 5.  Teori Utilitas Pilihan dengan Memasukkan Unsur Risiko
Gambar 6.  Keputusan Produksi di bawah Risiko
Gambar 7. Kerangka Alur Pikir Efisiensi Produksi dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Produksi Cabai Merah di Jawa Tengah

Referensi

Dokumen terkait

Selama 33 hari penulis melakukan kerja praktek di Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman, penulis mempunyai dua tugas utama yaitu melakukan kegiatan Pengisian

diterima, yang artinya, tidak ada perkembangan kontribusi masing-masing jenis pajak terhadap pajak daerah; (2) Hasil penghitungan LSD (Least Significance Difference)

Data yang digunakan adalah data kurs harian yang berupa time series untuk nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat terhitung sejak

Dari hasil studi pendahuluan dalam penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dan guru bersama–sama merumuskan permasalahan yang dirasakan didalam kelas. Guru

Bagi Mahasiswa Prodi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Saran peneliti adalah agar mahasiswa penyusun skripsi angkatan 2014 tetap

Meskipun jawaban ini kuat, namun tidak sekuat jawaban (B). Jawaban ini bagus, karena memberitahukan kepada sang pewawancara bahwa Anda memiliki kemampuan yang kuat untuk

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulisan tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh kualitas jasa Pelayanan Terhadap Tingkat