• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK PADA PEMELIHARAAN BENIH IKAN NIL A (Oreochromis niloticus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK PADA PEMELIHARAAN BENIH IKAN NIL A (Oreochromis niloticus)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PROBIOTIK PADA PEMELIHARAAN

BENIH IKAN NIL A (Oreochromis niloticus)

Lies Setijaningsih, Nunak Nafiqoh, dan Estu Nugroho

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor 16154 E-mail: liessetijaningsih@yahoo.com ABSTRAK

Penelitian pemeliharaan benih ikan nila dengan penambahan probiotik dilakukan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor tahun 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan bakteri probiotik terhadap perbaikan media air budidaya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan. Wadah yang digunakan adalah bak beton ukuran 1 m x 1 m x 0,8 m. Ikan uji menggunakan nila BEST dengan bobot awal (2,42-2,78 g) dan ikan nila yang dikembangkan para pembudidaya (2,58-2,7 g). Frekuensi pemberian probiotik adalah setiap hari, tiga hari, dan enam hari, dengan pemberian dosis 1 mL/100 L. Parameter yang diamati meliputi: panjang total, bobot, sintasan, kualitas air, dan identifikasi jenis plankton. Analisis kuantitatif indeks biologi plankton meliputi perhitungan keragaman, keseragaman dan dominansi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan analisis statistik menggunakan pengujian LSD. Hasil penelitian terhadap benih ikan nila BEST menunjukkan bahwa perlakuan B memberikan pertambahan bobot (6,66 ± 1,244) dan panjang (4,00 ± 0,283) yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada perlakuan C. Untuk ikan nila dari pembudidaya menunjukkan pertambahan bobot 3,32 ± 0,909 dan panjang 2,76 ± 1,104. Indeks biologi untuk dominansi perlakuan B pada bak pemeliharaan ikan nila BEST dan nila dari petani (B) berturut-turut adalah 0,2519 dan 0,4731; sedangkan nilai keseragaman (B) sebesar 0,2843 dan 0,1967 dan untuk nilai keanekaragam (B) sebesar 0,7504 dan 0,6333. Perlakuan B menunjukkan pertambahan panjang dan bobot lebih baik dibanding dengan dua perlakuan lainnya.

KATA KUNCI: produksi, sintasan, indeks biologi

PENDAHULUAN

Kegiatan budidaya yang bersifat intensif sangat penting dilakukan untuk meningkatkan produksi, namun dalam budidaya ikan sistem ini banyak menimbulkan masalah, terutama untuk mengatasi permasalahan kualitas air dan kesehatan ikan. Dalam kegiatan budidaya intensif banyak sekali input yang masuk dalam lingkungan budidaya, terutama pemberian pakan yang berlebihan dan buangan sisa metabolisme ikan. Hal ini mengakibatkan pengendalian komunitas mikroba berada pada kondisi optimum pada suatu sistem budidaya intensif menjadi sulit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan komunitas mikrobial ini adalah faktor-faktor deterministic dan sthocastic dari tiap-tiap lingkungan budidaya yang berbeda (Verschuere et al., 2000).

Faktor-faktor deterministic ini akan mempengaruhi perkembangan mikroba dalam suatu sistem budidaya, seperti suhu, oksigen, dan jumlah serta kualitas pakan yang diberikan. Kombinasi dari faktor-faktor lingkungan ini akan membentuk suatu habitat terbatas yang akan menyeleksi relung mikroba yang mampu untuk hidup dan berpoliferasi. Perkembangan dari komunitas mikroba dalam sistem budidaya ini juga akan terpengaruh oleh faktor-faktor sthocastic, yaitu kesempatan yang dimiliki oleh suatu organisme untuk berada dalam waktu dan saat yang tepat untuk masuk dan berpoliferasi pada suatu lingkungan yang mendukung (Moriarty, 1999). Menurut Verschuere et al. (2000), mekanisme kerja probiotik meliputi; produksi senyawa inhibitor, kompetisi untuk senyawa atau sumber energi yang tersedia, kompetisi untuk pelekatan, peningkatan respons imun, perbaikan kualitas air, interaksi dengan fitoplankton, sumber makro dan mikro nutrien, dan kontribusi enzim untuk pencernaan.

Sekarang ini sudah banyak pihak yang merasa perlu untuk mengembangkan suatu kontrol biologis berkaitan dengan munculnya degradasi kualitas perairan dan penyakit yang menjadi hambatan utama

(2)

dalam kegiatan budidaya. Selain itu, munculnya strain-strain bakteri resisten antibiotik dan peraturan yang membatasi penggunaan antibiotik juga perlu dipertimbangkan untuk mencari alternatif solusi dalam mengatasi masalah ini. Efektivitas dari penggunaan probiotik ini akan meningkat seiring dengan kemampuan bertahan hidup dan poliferasi probion tersebut pada lingkungan tempatnya diintroduksikan. Hal tersebut menyebabkan ketidaksesuaian kondisi lingkungan untuk hidup bakteri. Munculnya beragam produk probiotik yang diproduksi secara massal menjadikan perlu untuk dilakukan ujicoba mengenai efektivitasnya.

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan bakteri probiotik untuk memperbaiki kualitas air media budidaya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian pemeliharaan benih ikan dengan penambahan probiotik dilakukan di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor pada bulan Desember 2009 sampai dengan Januari 2011, dengan ukuran bak beton 1 cm x 1 cm x 80 cm. Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan nila yang dibeli dari pembudidaya dan nila BEST dengan ukuran panjang 5-5,8 cm. Pesiapan kolam meliputi pengeringan kolam, dilakukan selama 3 hari, kemudian dilakukan pengisian air. Frekuensi pemberian probiotik merupakan perlakuan kegiatan penelitian ini, yaitu tiap hari, tiga hari, dan enam hari dengan dosis pemberian 1 mL/100 L. Jumlah pakan pelet yang diberikan sebesar 3% dari bobot biomassa per hari. Sampling dilakukan dengan selang waktu 10 hari dengan 4 kali pengambilan contoh air dan ikan. Parameter yang diamati setiap 10 hari sekali meliputi: pertambahan panjang total dan bobot benih, sintasan, dan parameter fisika kimia air (suhu, DO, pH, dan amonia).

Pengambilan contoh air untuk pengamatan plankton diambil sebanyak 5 liter disaring menggunakan plankton net hingga menjadi 5 mL, kemudian diawetkan dengan larutan lugol (1%) (APHA, 2005). Pada tiap titik pengambilan, contoh air 5 liter disaring menggunakan plankton net hingga menjadi 5 mL, kemudian diawetkan dengan larutan lugol (1%) (APHA, 2005). Identifikasi jenis plankton dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop yang berpedoman pada Newel & Newel (1977) dan metode kelimpahan berdasarkan Sedwick Rafter Counting Cell (APHA, 2005). Untuk mengetahui kekayaan dan kestabilan plankton dilakukan analisis kuantitatif indeks biologi plankton meliputi perhitungan keragaman, keseragaman dan dominansi dari Basmi (2005).

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Analisis statistik dengan oneway ANOVA dan pengujian dengan LSD menggunakan pro-gram statistik MiniTAB. Pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, sintasan, dan indeks biologi dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut:

Pertumbuhan bobot mutlak

ÄW = pertumbuhan bobot mutlak Wt = bobot ikan pada hari ke-60 Wo = bobot ikan pada awal penelitian

Laju pertumbuhan spesifik

SGR = laju pertumbuhan spesifik (% bobon badan/hari) Wt = bobot ikan pada akhir penelitian (g)

Wo = bobot ikan pada awal penelitian (g) t = waktu penelitian (hari)

Wo Wt W  100% x Wo)/t In Wt (Ln SGR

(3)

Sintasan

SR = sintasan (%)

Nt = jumlah populasi pada akhir penelitian (ekor) No = jumlah populasi pada awal penelitian (ekor)

Indeks dominansi D = indeks dominansi pi = kelimpahan relatif Keseragaman E = keseragaman H’ = keanekaragaman N = banyaknya jenis

HASIL DAN BAHASAN

Hasil penelitian terhadap benih ikan nila yang dibeli dari pembudidaya dan benih nila BEST, menunjukkan bahwa pada perlakuan B memberikan pertambahan bobot yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan C (Tabel 1), demikian halnya dengan pertambahan panjang tersaji pada Tabel 2.

Pada parameter pertambahan bobot dan pertambahan panjang, perlakuan B menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibanding perlakuan C, tetapi tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan perlakuan A. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bakteri dalam kandungan probiotik tidak dapat bertahan tanpa pemberian yang berkelanjutan. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil yang sama yaitu adanya penurunan jumlah bakteri pada inangnya setelah hari ketiga sehingga berpengaruh pada penurunan fungsi bakteri sebagai stimulator pertumbuhan (Nafiqoh & Chang, 2010). Selanjutnya Vieira (2008) menyebutkan bahwa kolonisasi bakteri probiotik dalam organ pencernaan tidak hanya dipengaruhi oleh penambahan bakteri probiotik, tetapi juga dipengaruhi oleh kemampuan bakteri tersebut untuk dapat bertahan dalam kondisi lingkungan saat itu.

100% x Nt/No SR

 (pi)2 D n /LN H' E A B C

Nila Bobot awal (cm) 2,60±0,457 2,58±0,492 2,70±0,529 Bobot akhir (cm) 5,72±0,968 5,9 0±1,042 4,26±0,586 Pertumbuhan bobot mutlak (cm) 3,12±1,292 3,32±0,909 1,56±0,114 Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) 1,98±0,769 1,99±0,566 1,44±0,329 Nila BEST Bobot awal (cm) 2,42±0,337 2,46±0,399 2,78±0,382 Bobot akhir (cm) 8,64±0,793 9,12±1,431 6,28±0,996 Pertumbuhan bobot mutlak (cm) 6,22±0,664 6,66±1,244 3,50±0,870 Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) 3,19±0,294 3,28±0,371 2,03±0,376

Perlakuan  

Parameter Komoditas

(4)

Penurunan jumlah bakteri dalam waktu tertentu dipengaruhi oleh faktor siklus hidup bakteri. Reproduksi bakteri melewati beberapa tahapan yaitu Lag Phase (tahap penyesuaian), Exponential Phase (tahap pertumbuhan). Stationary Phase (tahap pertumbuhan statis), dan Death Phase (tahap kematian). Waktu yang dibutuhkan untuk bereproduksi berbeda untuk tiap jenis bakteri. Untuk jenis Lactobacillus bakteri akan mengalami fase kematian setelah hari ketiga saat dikultur dalam skala laboratorium.

Adanya penambahan bobot pada ikan uji yang diberi perlakuan probiotik telah sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya. Suzer (2008) mengaplikasikan Lactobacillus sp. sebagai bakteri probiotik pada seabrem (Sparus aurata) dan mendapatkan hasil bahwa larva yang menerima perlakuan bakteri probiotik menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dibanding larva yang tidak menerima perlakuan sebagai kontrol. Untuk komoditas lain seperti udang, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan bakteri probiotik dapat meningkatkan performa pertumbuhan bahkan performa sintasan dibandingkan dengan kontrol (Rengpipat et al., 1998; Wang, 2007; Zhou et al., 2009).

Penambahan bakteri probiotik dipercaya mampu memperbaiki penyerapan nutrisi oleh pencernaan. Hal ini disebabkan oleh adanya enzim yang diproduksi oleh bakteri probiotik yang mampu membantu pemecahan bahan nutrien seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Jenis bakteri probiotik dari kelompok Bacillus memang diketahui dapat mensekresi beberapa enzim meskipun tidak diketahui dengan pasti jenis enzim yang disekresikan (Moriarty, 1998). Pada percobaan in vitro, bakteri dari kelompok Bacillus dilaporkan mampu menunjukkan adanya aktivitas enzim amylase dan protease (Deeseenthum et al., 2007). Sedangkan pada percobaan in vivo belum dapat dipisahkan antara aktivitas enzim dari penambahan bakteri probiotik dan aktivitas enzim yang berasal dari hewan uji. Zieai-Nejad (2006) menyebutkan bahwa aktivitas enzimatik yang dihasilkan oleh bakteri probiotik bernilai sangat kecil, tetapi keberadaan bakteri probiotik mampu merangsang hewan uji untuk memproduksi enzim lebih banyak.

Selain sebagai perangsang pertumbuhan, tujuan lain dari aplikasi bakteri probiotik adalah untuk meningkatkan respons kekebalan dari hewan uji. Aplikasi probiotik pada udang putih (Litopenaeus vannamei) oleh Balcázar et al. (2007) menunjukkan bahwa kematian total pada kelompok yang menerima perlakuan bakteri probiotik lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol saat diuji tantang dengan menggunakan bakteri pathogen Vibrio parahaemolyticus.

Ikan trout (Oncorhynus mykiss) yang diberi perlakuan bakteri probiotik mampu menunjukkan respons imun yang lebih baik dibanding dengan kontrol. Dan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) menunjukkan respons imun saat bakteri probiotik diberikan. Meskipun aksi bakteri probiotik untuk meningkatkan respons imun masih belum dibahas secara detail tetapi hasil percobaan menunjukkan adanya reaksi positif untuk meningkatkan respons imun pada ikan teleostei (Panighari et al., 2004; Kim & Austin, 2006; Salinas et al., 2006; Aly et al., 2008). Selain meningkatnya respons imun sebagai penyebab meningkatnya nilai sintasan, bakteri yang diberikan mampu membentuk kolonisasi dalam

A B C

Nila Panjang awal (cm) 5,48±0,356 5,24±0,288 5,30±0,332 Panjang akhir (cm) 7,72±0,412 8,00±0,906 9,08±0,759 Pertambahan panjang mutlak (cm) 2,24±0,680 2,76±1,104 3,78±0,661 Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) 0,54±0,266 1,05±0,377 1,34±0,194 Nila BEST Panjang awal (cm) 5,34±0,321 5,26±0,167 5,42±0,259 Panjang akhir (cm) 7,78±0,558 8,65±0,493 8,50±0,436 Pertambahan panjang mutlak cm) 3,96±0,317 4,00±0,283 3,08±0,526 Laju pertumbuhan spesifik (% bobot badan/hari) 0,53±0,151 1,36±0,157 1,18±0,116

Perlakuan  

Komoditas Parameter

(5)

hewan uji, sehingga dapat menekan jumlah bakteri patogen dalam tubuh hewan uji (Gullian et al., 2003).

Adanya penambahan jenis plankton yang terkandung dalam air, dapat mengidentifikasikan bahwa kondisi perairan sedang mengalami perbaikan kualitas. Penambahan bakteri probiotik dari jenis Basillus sp. dibuktikan mampu menstabilkan pH, nitrogen inorganik terlarut (DIN), dan fosfat, serta meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam perairan (Wang, 2005). Selanjutnya Ma et al. (2009) mengisolasi bakteri dari perairan dan mendapatkan jenis bakteri Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus hilgardii dapat menurunkan kadar NH4+, NO

2

", dan NO 3

" saat digunakan pada skala laboratorium.

Lakshmanan & Soundarapandian (2008), membuktikan bahwa penambahan bakteri probiotik dapat menurunkan kadar nitrat, nitrit, dan fosfat serta mampu menumbuhkan chlorophyll sebagai makanan alami ikan. Pengamatan jenis plankton pada bak ikan nila yang dikembangkan pembudidaya dan bak nila BEST diperoleh 4 kelas dari kelompok fitoplankton dan 3 kelas dari kelompok zooplankton, sedangkan pada akhir pengamatan diperoleh 6 kelas dari kelompok fitoplankton dan dari kelompok zooplankton tetap 3 kelas. Selama pemeliharaan ikan, diperoleh urutan fitoplankton dengan kepadatan tertinggi, yaitu Clorophyceae (12 genus), Bacillariophycea (8 genus), Cyanophycea (4 genus), Desmideaceae (2 genus), Dinophyceae, dan Euglenophycea (masing-masing hanya ditemukan 1 genus). Untuk zooplankton urutan kepadatan tertinggi dari kelas Rotifera (4 genus), Protozoa, dan Cladocera (2 genus), serta Copepoda (1 genus).

Hasil perhitungan analisis kuantitatif indeks biologi pada nilai dominansi tercantum pada Gambar 1. Nilai dominansi pada pemeliharaan benih ikan yang dikembangkan dari pembudidaya dan benih ikan nila BEST pada perlakuan A dan B menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan C. Dominansi fitoplankton yang ditemukan dalam kelas Clorophyceae adalah Coelastrum sp., Oedogonium sp., Pediastrum sp., dan Scebedesmus sp. Di kelas Bacillariophyceae genus yang dominan adalah Navicula sp., Pinnularia sp., dan Synedra sp. Selain faktor jenis ikan, frekuensi pemberian probiotik juga merupakan faktor pembeda keberadaan jenis plankton sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan resistensi benih, apalagi kondisi perubahan iklim yang fluktuatif. Namun demikian rata-rata nilai dominansi berada dalam kisaran yang mendukung usaha budidaya yang produktif.

Jenis fitoplankton dari semua perlakuan menunjukkan nilai keseragaman di bawah E < 0,75 (Gambar 2), yang berarti nilai keseragamannya rendah. Menurut Ali (1994), jika E < 0,75; menunjukkan kepadatan kelas tidak merata. Kepadatan tidak merata ditemukan pada semua perlakuan, terutama dalam kelas Desmidiaceae, Dinophyceae, dan Euglenophyceae. Pengamatan plankton pada pemeliharaan ikan nilem juga ditemukan pada kelas Euglenophyceae dalam jumlah kecil (Setijaningsih et al., 2010; Winarlin et al., 2011).

Nilai indeks keanekaragaman yang tersaji pada Gambar 3, menunjukkan bahwa keberadaan fitoplankton pada media air kolam pemeliharaan ikan nila yang dikembangkan petani dan ikan nila BEST memiliki kestabilan yang baik untuk kegiatan budidaya (H > 0,5).

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 0,21 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27 A B C In d ek s d o m in an si (C )

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 0,36 0,38 0,4 0,42 0,44 0,46 0,48 0,5 A B C In d ek s d o m in an si (C )

(6)

Sintasan ikan nila dari pembudidaya dan ikan nila BEST pada perlakuan B lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C (Gambar 4). Berdasarkan statistik dengan uji t diperoleh bahwa ada perbedaan yang nyata antara sintasan ikan dengan perbedaan perlakuan (P<0,05). Hal tersebut erat kaitannya dengan kualitas air selama penelitian. Kualitas air yang buruk berpengaruh terhadap sintasan. Kualitas air yang berpengaruh terhadap sintasan antara lain nitrit, nitrat, amonia, oksigen terlarut, pH, dan suhu (Benlu & Ksal, 2005; Abbas, 2006). Ghosh et al. (2005; 2006) dan Modal et al. (2007) mencatat bahwa pertumbuhan dan sintasan ikan carp India (Labeo Rohita, Hamilton, 1822) memberikan respons lebih baik jika diberikan pakan yang mengalami proses fermentasi dengan Baccillus circullan, yaitu mikroba yang diisolasi dari sistem pencernaan ikan.

KUALITAS AIR

Pertambahan bobot dan sintasan yang tinggi diperoleh karena media air pemeliharaan menyediakan lingkungan yang layak untuk pertumbuhan ikan. Beberapa parameter kualitas air yang berpengaruh langsung pada ikan antara lain suhu, amonia (NH3), oksigen (O2), dan derajat keasaman (pH). Pada budidaya intensif perubahan kualitas air dapat terjadi lebih cepat akibat pemberian pakan yang tinggi, akibatnya akumulasi bahan organik seperti sisa pakan dan hasil metabolisme ikan akan makin meningkat.

Selama penelitian konsentrasi amonia pada pemeliharaan ikan nila yang dibeli dari pembudidaya berkisar antara 0,035 mg/L sampai 0,314 mg/L dan ikan nila BEST berkisar antara 0,018 mg/L sampai 0,374 mg/L. Kondisi tersebut masih dapat ditoleransi oleh ikan, karena menurut Wedemeyer (2001), kadar amonia sebaiknya berkisar < 0,1 mg/L. Jika mengacu dari ketentuan peraturan tentang kualitas air untuk budidaya ikan, maka kisaran parameter yang diamati masih berada pada kondisi yang optimal atau masih memenuhi nilai ambang batas baku mutu.

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 0,175 0,18 0,185 0,19 0,195 0,2 A B C In d ek s ke se ra g am an (E )

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 0,22 0,23 0,24 0,25 0,26 0,27 0,28 0,29 A B C In d ek s ke se ra g am an (E )

Gambar 2. Nilai indeks keseragaman

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 A B C In d ek s ke an ek ar ag am an (H )

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 0,74 0,745 0,75 0,755 0,76 0,765 0,77 A B C In d ek s ke an ek ar ag am an (H )

(7)

Penambahan bahan aditif dengan selang waktu tiga hari pada pemeliharaan ikan nila dari petani dan ikan nila BEST, konsentrasi amoniak pada perlakuan B, cenderung menurun. Adanya bakteri Pantola sp. pada bahan adiktif ternyata mampu mengikat unsur nitrogen dalam bentuk amoniak. Selain itu, juga terdapat bakteri Bacillus sp. yang salah satu fungsinya adalah untuk mempercepat penguraian dari hasil metabolisme ikan dan sisa pakan.

Selama masa penelitian, rentang suhu pada bak pemeliharan ikan nila dari petani 27,5-29,2 sedangkan pada bak ikan nila BEST antara 27,5-28,5; di mana rentang suhu ini sangat berpengaruh pada pertumbuhan ikan. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan kecil adalah antara 27,5°C-32,5°C. Hargreaves & Tucker (2004) menyatakan bahwa pemeliharaan ikan di atas suhu 27,5°C dapat mencegah terjadinya inveksi penyakit bakteri. Namun pada suhu 35°C pertumbuhan akan berlangsung lambat dan akan terjadi deformasi pada suhu yang lebih tinggi lagi.

Konsentrasi oksigen terlarut pada pemeliharaan ikan nila yang dibeli dari pembudidaya berkisar antara 3,40 mg/L sampai 5,15 mg/L dan pada ikan nila BEST berkisar antara 4,08 mg/L sampai 6,45 mg/L. Kondisi tersebut berada pada kondisi optimum untuk pemeliharaan ikan. Pillay (1993) menyatakan konsentrasi oksigen terlarut untuk pemeliharaan ikan sebaiknya tidak kurang dari 3 mg/ L.

Kisaran nilai pH yang relatif baik (7,0-8,4) selama penelitian berlangsung merupakan faktor pendukung keberadaan fitoplankton. Menurut Chamberlain (1988), fluktuasi pH pada media air sesuai dengan kegiatan fotosintesis dan pernafasan yang sedang terjadi. Nilai pH media air pemeliharaan pada kedua jenis ikan dan tiga perlakuan diperoleh dengan kisaran antara 7-8. Adapun kisaran pH yang baik untuk pertumbuhan ikan berdasarkan PP/82/01 adalah antara 6 sampai 9.

KESIMPULAN

- Pemberian probiotik secara kontinu maksimal tiap tiga hari terbukti lebih efektif dibandingkan dengan pemberian sebanyak tiap enam hari. Didukung oleh data pertambahan bobot dan panjang yang ebih baik.

- Jenis fitoplankton dari semua perlakuan umur tebar menunjukkan nilai keseragaman di bawah (E < 0,75), yang berarti nilai keseragamannya rendah. Di dukung oleh data jenis-jenis fitoplankton yang ditemukan, maka hasil yang didapat dari penelitian ini bahwa keberadaan plankton di kolam merupakan sumber pakan alami untuk ikan nila.

A = 1 hari; B = 3 hari; C = 6 hari 68 70 72 74 76 78 80 82 84 86 88 A B C A B C Si n ta sa n (% )

(8)

DAFTAR ACUAN

Aly, S.M., Ahmed, Y.A.G., Ghareeb, A.A.A., & Mohamed, M.F. 2008. Studies on Bacillus subtilis and Lactobacillus acidophilus as potential probiotics, on the immune response and resistance of Tilapia nilotica (Oreochromis niloticus) to challenge infections. Fish and Shellfish Immunology, 25: 128-136.

Balca´zar, J.L., Rojas-Luna, T., & Cunningham, D.P. 2007. Effect of the addition of four potential probiotic strains on the survival of pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei) following immersion challenge with Vibrio parahaemolyticus. J. Invertebrate Pathology, 96: 147-150.

Deeseenthum, S., Leelavatcaharamas, V., & Brooks, J.D. 2007. Effect of feeding Bacillus sp. as probiotic bacteria on growth of giant fresh water prawn (Macrobrachium renbergii de Man). Pak. J. Biol.Sci., 10(9): 1,481-1,485.

Gullian, M., Thompson, F., & Rodriguez, J. 2003. Selection of probiotic bacteria and study of their immunostimulatory effect in Penaeus vannamei. Aquaculture, 233: 1-14.

Kim, D.H. & Austin, B. 2006. Innate immune responses in rainbow trout (Oncorhynchus mykiss, Walbaum) induced by probiotics. Fish & Shellfish Immunology, 21: 513-524.

Lakshmanan, R. & Soundarapandian, P. 2008. Effect of Commercial Probiotik on Large Scale Culture of Black Tiger Shrimp Penaeus monodon (Fabricius). Research J. of Microbiology, 3(3): 198-203.

Ma, C.W., Cho, Y.S., & Oh, K.H. 2009. Removal of pathogenic bacteria and nitrogens by Lactobacillus spp. JK-8 and JK-11. Aquaculture, 287: 266-270.

Moriarty, D.J.W. 1998. Control of luminous Vibrio species in penaeid aquaculture ponds. Aquaculture, 164: 351-358.

Moriarty, D.J.W. 1999. Microbial Biosystem: New Frontiers. In: Bell, C.R., Brylinsky, M., & Johnson, G.P. (Eds.). Proceeding of the 8th International Symposium on Microbial Ecology. Canada.

Nafiqoh, N. & Chang, P.S. 2010. The effect of feeding Lactobacillus for growth, protease activity and colonization in digestive system of Litopenaeus vannamei. National Kaohsiung Marine University. Panigrahi, A., Kiron, V., Kobayashi, T., Puangkaew, J., Satoh, S., & Sugita, H. 2004. Immune responses

in rainbow trout Oncorhynchus mykiss induced by a potential probiotic bacteria Lactobacillus rhamnosus JCM 1136. Veterinary Immunology and Immunopathology, 102: 379–388.

Rengpipat, S., Phianphak, W., Piyatiratitivorakul, S., & Menasveta, P. 1998. Effect of a probiotic bacterium on black tiger shrimp Penaeus monodon survival and growth. Aquaculture, 167: 301-313.

Salinas, I.P., Díaz-Rosales, A., Cuesta, J., Meseguer, M., Chabrillón, M., Ángel Moriñigob, M., & Esteban, Á. 2006. Effect of heat-inactivated fish and non-fish derived probiotics on the innate immune parameters of a teleost fish (Sparus aurata L.). Veterinary Immunology and Immunopathology, 111: 279-286.

Verschuere, L.R., Sorgeloos G., Vetr, P., & Straete, W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. Microbiologi and molecular biology reviews, 655-671.

Vieira, F.N., Neto, C.C.B., Mouriño, J.L.P., Jatoba, A., Ramirez, C., Martins, M.L., Barracco, M.A.A., & Vinatea, L.A. 2008. Time-related action of Lactobacillus plantarum in the bacterial microbiota of shrimp digestive tract and its action as immunostimulant. Pesq. Agropec. Bras., Brasília, 43(6): 763-769.

Wang, Y.B., Xu, Z.R., & Xia, M.S. 2005. The effectiveness of commercial probiotics in northern white shrimp Penaeus vannamei ponds. Fish. Sci., 75: 1036-104.

Wang, Y.B. 2007. Effect Of Probiotics On Growth Performance And Digestive Enzyme Activity Of The Shrimp Penaeus vannamei. Aquaculture, 269: 259-264.

Xu-xia Zhou, Yan-bo Wang, & Wei-fen Li. 2009. Effect of probiotic on larvae shrimp (Penaeus vannamei) based on water quality, survival rate and digestive enzyme activities. Aquaculture, 287: 349–353. Ziaei-Nejad et al. 2006. The Effect Of Bacillus spp. Bacteria Used As Probiotics On Digestive Enzyme Activity, Survival And Growth In The Indian White Shrimp Fenneropenaeus indicus. Aquaculture, 252: 516-524.

Gambar

Tabel  1. Pertumbuhan  bobot  benih  ikan
Tabel  2. Pertambahan  panjang  benih  ikan
Gambar  1. Nilai  indeks  dominansi
Gambar  3. Nilai  indeks  keanekaragaman
+2

Referensi

Dokumen terkait

penyalahgunaan Airsoft Gun di wilayah hukum Polrestabes Makassar, namun hampir semuanya tidak diproses hukum karena setelah dilakukan gelar perkara baik secara

a. Wawancara terhadap guru bidang studi bahasa Inggris di SMALB SLBN – A Bandung untuk mengetahui tingkat kemampuan penggunaan tenses awal siswa tunanetra SMALB SLBN – A

Berdasarkan hasil uji parsial pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai signifikansi untuk variabel komitmen organisasi sebesar 0,006, karena nilai signifikansi hitung lebih kecil dari

Hasil penelitian ini menunjukkan variabel leverage berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan ukuran dewan komisaris, ukuran

Lembar observasi dapat dilihat setiap tindakan yaitu (a) mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran, (b) proses pembelajaran yang berkaitan dengan reaksi dan

Mengkaji penggunaan kurikulum, sistem peperiksaan, kemudahan pengajaran, pengajaran, dan pembelajaran program akademik diploma kejuruteraan elektrik politeknik yang ditawarkan

Penelitian ini menggunakan pupuk organik cair rebung bambu jenis bambu tali terfermentasi ragi tempe yang diharapkan dapat meninjau karakteristik buah dan biji serta

Di dalam analisis stabilitas menara ini dihadapi kesulitan dalam mencoba-coba lebar fondasi sampai memenuhi kriteria desain. Rongga-rongga yang terdapat di dalam menara