• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Hukum Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Hukum Perdata"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum perdata adalah salah satu macam dari dua jenis hukum yang ada di Indonesia. Salah satu cara bagaimana masyarakat luas bisa mengetahui hukum hukum di Indonesia adalah dengan kita membuat sebuah tulisan yang berhubungan dengan hukum dan mensebarluaskan ke media internet yang mudah di akses oleh masyarakat luas.

Ada beberapa jenis hukum di Indonesia. Pengertian hukum sendiri adalah sebuah peraturan-peraturan atau kaedah yang tertulis maupun secara lisan. Namun di Indonesia hukum yang diterapkan adalah hukum secara terlulis.

Hukum di Indonesia sangat berpengaruh terhadap masalah-masalah di negara Indonesia sendiri, tanpa adanya hukum di Indonesia, negara Indonesia bisa menjadi negara yang sangat tidak ada aturan nya. Oleh karena itu, hukum di Indonesia di buat peraturan-peraturan untuk menciptakan suatu kedamaian dan untuk mencegah adanya perselisihan yang biasa disebut dengan hukum.

B. Tujuan

Tujuan saya menulis makalah ini adalah supaya masyarakat luas bisa mengenal, memahami dan mempelajari hukum-hukum di Indonesia yang dimana saya menjelaskan tentang salah satu contoh hukum di Indonesia yaitu Hukum perdata.

(2)

C. Rumusan Masalah

Dari sebuah judul diatas yaitu “Hukum Perdata di Indonesia” masalah yang dibahas adalah pengertian dari Hukum Perdata tersebut, berlakunya hukum Perdata di Indonesia, pemahaman tentang hukum dan sumber-sumber hukum perdata.

D. Manfaat

Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah, teman-teman dan masyarakat luas bisa tahu tentang hukum di Indonesia bagaimana hukum Indonesia di terapkan dan dijalankan. Selain itu, masyarakat bisa memberikan masukan atau pendapat bagi hukum-hukum yang ada di Indonesia.

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Hukum Perdata

Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Perancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi „Corpus Juris Civilis‟yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Perancis dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Perancis menguasai Belanda (1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis (1813)

Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.

Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu :

 BW [atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata-Belanda).

 WvK [atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang]

Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan terjemahan dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Perancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

(4)

B. Pengertian Hukum Perdata

Secara umum Hukum Perdata adalah Hukum yang mengatur hubungan antara orang perorangan di dalam masyarakat.

Secara umum, pengertian hukum perdata lebih sering diidentikkan dengan kebalikan dari pengertian hukum pidana. Maksudnya jika hukum pidana mengatur hubungan antara masyarakat dengan negara atau yang berkaitan dengan hukum publik, justru pengertian hukum perdata adalah sebaliknya yakni mengatur hubungan antara subyek hukum dalam masyarakat dan yang berkaitan dengan hukum privat. Hukum privat adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan dalam masyarakat.

Hukum perdata dapat dibagi menjadi hukum perdata materil dan hukum perdata formil. Hukum perdata materil berkaitan dengan muatan atau materi yang diatur dalam hukum perdata itu sendiri, sedangkan hukum perdata formil adalah hukum yang berkaitan dengan proses perdata atau segala ketentuan yang mengatur mengenai bagaimana pelaksanaan penegakan hukum perdata itu sendiri, seperti melakukan gugatan di pengadilan. Hukum perdata formil juga dikenal dengan sebutan hukum acara perdata.

C. Ruang Lingkup Hukum Perdata

1. Hukum Perdata Dalam Arti Luas

Hukum Perdata dalam arti luas pada hakekatnya meliputi semua hukum privat meteriil, yaitu segala hukum pokok (hukum materiil) yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan, termasuk hukum yang tertera dalam KUHPerdata (BW), KUHD, serta yang diatur dalam sejumlah peraturan (undang-undang) lainnya, seperti mengenai koperasi, perniagaan, kepailitan, dll.

(5)

2. Hukum Perdata Dalam Arti Sempit

Hukum Perdata dalam arti sempit, adakalanya diartikan sebagai lawan dari hukum dagang. Hukum perdata dalam arti sempit ialah hukum perdata sebagaimana terdapat di dalam KUHPerdata. Jadi hukum perdata tertulis sebagaimana diatur di dalam KUHPerdata merupakan Hukum Perdata dalam arti sempit. Sedangkan Hukum Perdata dalam arti luas termasuk di dalamnya Hukum Perdata yang terdapat dalam KUHPerdata dan Hukum Dagang yang terdapat dalam KUHD.

Hukum Perdata juga meliputi Hukum Acara Perdata, yaitu ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang cara seseorang mendapatkan keadilan di muka hakim berdasarkan Hukum Perdata, mengatur mengenai bagaimana aturan menjalankan gugutan terhadap seseorang, kekuasaan pengadilan mana yang berwenang untuk menjalankan gugatan dan lain sebagainya. Hukum Perdata juga terdapat di dalam Undang-Undang Hak Cipta, UU Tentang Merk dan Paten, keseluruhannya termasuk dalam Hukum Perdata dalam arti luas.

D. Hukum Perdata Materiil dan Hukum Perdata Formil

1. Hukum Perdata Materiil

Hukum Perdata Materiil adalah segala ketentuan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang dalam hubungannya terhadap orang lain dalam masyarakat. Hukum Perdata materiil ialah aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban perdata seseorang. Dengan kata lain bahwa Hukum Perdata materiil mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subyek hukum, yang pengaturannya terdapat di dalam KUHPerdata, KUHD dsb.

(6)

2. Hukum Perdata Formil

Hukum Perdata Formil adalah segala ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang cara seseorang mendapatkan hak/keadilan berdasarkan Hukum Perdata materiil. Cara untuk mendapatkan keadilan di muka hakim lazim disebut Hukum Acara Perdata. Hukum Perdata Formil merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana tatacara seseorang menuntut haknya apabila dirugikan oleh orang lain, mengatur menurut cara mana pemenuhan

hak materiil dapat dijamin. Hukum Perdata Formil bermaksud

mempertahankan hukum perdata materiil, karena Hukum Perdata formil berfungsi menerapkan Hukum Perdata materiil.

Hukum Perdata formil, misalnya Hukum Acara Perdata, terdapat dalam Reglement Indonesia yang Diperbaharui (R.I.B).

E. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia

Hukum Perdata di Indonesia bersifat berbhineka atau bersifat pluralistik, baik secara etnis maupun secara yuridis. Secara etnis dikatakan bersifat pluralistis atau berbhineka karena hukum- hukum yang berlaku bagi penduduk Indonesia, berbeda-beda dari masyarakat adat yang satu dengan masyarakat adat yang lainnya. Keadaan tersebut ditambah dengan diberlakukannya Politik Hukum Belanda di Hindia Belanda yang merupakan Landasan Politik Hukum Belanda atas tata hukum di Hindia Belanda.

Pasal 131 IS, secara garis besar menentukan hal-hal sebagai berikut :

1. Hukum Perdata dan Hukum Dagang (begitu juga Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Pidana) harus diletakkan dalam kitab undang-undang, yaitu dikodifikasi.

2. Untuk golongan Eropa dianut (dicontoh) perundang-undangan yang berlaku di Negeri Belanda (Asas Konkordansi).

(7)

3. Untuk golongan Indonesia Asli dan Timur Asing (Cina, Arab, dsb), jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendaki, hukum Eropa dapat dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun dengan perubahan-perubahan dan juga diperbolehkan untuk membuat suatu peraturan baru bersama, untuk selainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di kalangan mereka dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakat mereka.

4. Orang Indonesia asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan golongan Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk golongan Eropa. Penundukkan diri ini boleh dilakukan secara umum atau secara hanya mengenai perbuatan tertentu saja.

5. Sebelum hukum untuk golongan Indonesia Asli ditulis dalam undang-undang, bagi mereka akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu hukum adat.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka secara garis besar dapat ditarik beberapa pokok pemikiran mengenai politik hukum Belanda yang meletakkan tatanan hukum di Hindia Belanda sebagai berikut:

1. Hukum Perdata dan Hukum Dagang dll, dibuat dalam Kitab Undang-Undang yaitu DIKODIFIKASIKAN dan untuk Gol. Eropa diberlakukan ASAS KONKORDANSI, yaitu hukum yang beralku di Belanda diberlakukan bagi golongan Eropa di Hindia Belanda;

2. Penduduk Hindia Belanda dibagi dalam golongan-golongan penduduk dan bagi mereka berlaku sistem hukum yang berbeda-beda (pasal 131 jo 163 I.S); 3. Penggolongan penduduk dan sistem hukum yang berlaku adalah sbb:

(8)

2) Golongan Timur Asing Cina : KUHPerdata dan KUHD diberlakukan bagi mereka dan sejak tahun 1925, bagi mereka berlaku semua hukum privat yang berlaku bagi Golongan Eropa, kecuali peraturan yang mengenai Catatan Sipil. Dimana bagi mereka berlaku Lembaga tersendiri dan peraturan tersendiri, yaitu dalam bagian IIS. 1917 : 129.

3) Golongan Timur Asing lainnya (Arab, India, dll), diberlakukan KUHPerdata dan KUHD, kecuali hukum kekeluargaan dan Hukum Waris tetap berlaku hukum mereka sendiri. Dalam bidang Hukum Waris, bagian mengenai pembuatan wasiat berlaku juga bagi mereka.

4) Golongan Indonesia Asli : diberlakukan Hukum Adat.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka pada zaman Hindia Belanda telah ada beberapa peraturan perundang-perundangan yang dinyatakan berlaku bagi golongan Indonesia, misalnya :

1. S. 1879 No. 256, secara garis besar menentukan bahwa perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan, seperti pasal 1601 – 1603 lama dari KUHPerdata dinyatakan berlaku bagi golongan Indonesia asli;

2. S.1939 No.49, menyatakan berlaku bagi golongan Indonesia beberapa pasal KUHD, yaitu sebagian besar dari hukum laut;

3. S.1933 No. 74 mengenai Ordonansi Perkawinan Indonesia Kristen;

Disamping ada peraturan yang secara khusus dibuat bagi golongan Indonesia, ada pula peraturan yang berlaku bagi semua golongan penduduk (semua warganegara), misalnya :

1. S. 1933 No. 108 : Peraturan Umum tentang Koperasi;

2. S. 1938 No. 523 : Ordonansi Woeker (Lintah Darat);

(9)

F. Kasus Hukum Perdata

Kasus hukum perdata dan kasus hukum pidana adalah dua hal yang

berbeda dalam hukum demikian pula cara penegakannya. Pemahaman yang keliru terhadap kasus hukum perdata akan membuat kita mengambil langkah yang keliru pula dalam upaya penyelesaiannya. Dalam artikel sebelumnya kami telah menguraikan contoh kasus hukum pidana agar dapat dibedakan dengan kasus hukum perdata.

Oleh karena dalam kasus hukum perdata sengketa terjadi antara subyek hukum, maka penyelesaian kasus hukum perdata lebih bersifat elastis. Dikatakan elastis karena penyelesaian kasus hukum perdata dapat diwujudkan apabila terjadi kesepakatan antara para pihak yang bersengketa. Meskipun hukum telah mengatur ketentuan yang jelas mengenai hak dan kewajiban subyek hukum serta prosedur penyelesaian kasus hukum perdata melalui hukum acara perdata atau hukum perdata formil, namun prosedur tersebut dapat dihentikan oleh para pihak bila telah ada kesepakatan untuk menghentikan sengketa.

Hal tersebut tentu saja berbeda dengan kasus hukum pidana. Dimana proses hukum bagi tersangka dalam kasus hukum pidana harus tetap berjalan meskipun telah dimaafkan oleh pihak korban. Hal ini disebabkan hukum pidana termasuk dalam bagian hukum publik yang mengatur antara hubungan seseorang atau badan hukum dengan negara atau kepentingan umum.

Contoh Kasus :

1. Tono digugat oleh seorang gadis yaitu Paulina untuk membayar ganti rugi atas pembelian gaun baru dan tas serta kerugian immaterial (gengsi jatuh karena sudah cerita ke teman- temannya) karena Tono telah mengingkari janji mengajak nonton pertunjukan tahun baru di pantai Marina. Bagaimana penyelesaian kasus ini menurut anda selaku kuasa hukum Paulina ?

(10)

Paulina tidak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan karena tidak memenuhi syarat materiil gugatan yaitu gugatan yang diajukan Paulina tidak beralasan dan tidak berdasarkan hukum. Perselisihan yang terjadi bukanlah melanggar hak yang pantas pada syarat materiil untuk mengajukan gugatan. Selain itu tidak terdapat ketentuan hukum perdata yang dilanggar, diabaikan dan tidak dipenuhi.

2. Tono (Kendal) menggugat Paulina (Demak) di Pengadilan Negeri Semarang dengan dasar Paulina belum membayar utangnya sebesar Rp.100.000.000,- dengan jaminan tanah HM. No.31 Semarang. Saudara adalah hakimnya bagaimana sikap saudara jika Paulina mengajukan eksepsi bahwa PN. Semarang tidak berwenang memeriksa perkara? Apa alasannya? Dan sebut dasar hukumnya?

Jawaban :

Eksepsi adalah tangkisan yang tidak mengenai pokok perkara, namun jika berhasil dapat menyudahi pemeriksaan perkara. Eksepsi diterima bahwa PN Semarang tidak berwenang untuk memeriksa perkara. Pengadilan yang berwenang untuk memeriksa perkara adalah PN Demak sebagai domisili tergugat berdasarkan pasal 118 (1) HIR.

3. Mahkamah Agung dikatakan sebagai Pengadilan Kasasi bukan sebagai Pengadilan Tingkat III, mengapa demikian?

Jawaban :

Pertanyaan ini berkaitan dengan tingkatan pengadilan,maksudnya tingkat pengadilan dari pengadilan-pengadilan yang berada dalam satu lingkungan peradilan, misalnya dalam lingkungan peradilan umum, tingkat pengadilan yang ada didalamnya adalah:

(11)

 Pengadilan negeri sebagai pengadilan tingkat pertama, atau hakim sehari-hari.

 Pengadilan tinggi sebagai pengadilan tingkat kedua, atau hakim banding;

 Mahkamah Agung sebagai pengadilan tingkat kasasi, atau hakim kasasi.

Mahkamah Agung bukan pengadilan tingkat ketiga karena Mahkamah Agung tidak memeriksa ulang perkara (tidak melakukan pemeriksaan ulang atas fakta) melainkan pemeriksaan terhadap penerapan hukum. 4. Saudara adalah ketua majelis hakim yang mendapat tugas untuk memeriksa

perkara perdata No.14/Pdt.G/2006/PN Smg. Pada hari sidang pertama, hari ini, Tergugat tidak datang demikian juga kuasa hukumnya. Tindakan apa saja yang dapat saudara lakukan?

Jawaban :

Berdasarkan pasal 125 (1) HIR, Putusan verstek kalau tergugat tidak menghadap.

Gugatan diputus dengan verstek yaitu diputus diluar hadirnya tergugat, karena tergugat tidak datang dalam sidang meskipun ia telah dipanggil dengan patut. Mengingat suatu panggilan yang oleh jurusita disampaikan melalui kepala desa (lurah) termasuk dalam kategori panggilan patut (pasal 390 HIR), maka bagi seorang hakim akan lebih bijaksana bilamana sebelum menjauhkan putusan verstek memperhatikan cara panggilan dilakukan. Bilamana oleh hakim diketahui bahwa panggilan tidak disampaikan kepada tergugat sendiri namun disampaikan melalui kapala desa/lurah, maka seyogyanya hakim menunda persidangan dan memerintahkan dilakukan panggilan ulang, dengan pesan supaya panggilan diusahakan disampaikan kapada tegugat sendiri. 5. Pada tanggal 16 April 2008, yang merupakan siding kedua dalam perkara

perdata No.35/Pdt.G/2007/PN.Smg setelah penundaan sidang tanggal 09 April 2008, hakim menjatuhkan putusan meskipun Kurniawan sebagai salah

(12)

satu tergugat, disamping Hartowo dan Subagio. Merasa tidak puas, pada tanggal 23 April 2008 Kurniawan mengajukan verzet atas putusan tersebut. Menurut saudara sudah benarkah tindakan Kurniawan?

Jawaban :

Saudara Kurniawan tidak dapat mengajukan verzet, putusan ini berarti sebagai putusan akhir (vonnis) bagi pihak yang tidak hadir berlaku sebagai putusan contradictoir (bukan putusan vestek). Dengan demikian maka bagi tergugat yang tidak hadir jika ingin mengajukan upaya hukum melawan putusan tersebut tidaklah dengan mengajukan verzet, melainkan banding.

(13)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum Perdata di Indonesia bersifat berbhineka atau bersifat pluralistik, baik secara etnis maupun secara yuridis. Oleh karena dalam kasus hukum perdata sengketa terjadi antara subyek hukum, maka penyelesaian kasus hukum perdata lebih bersifat elastis. Dikatakan elastis karena penyelesaian kasus hukum perdata dapat diwujudkan apabila terjadi kesepakatan antara para pihak yang bersengketa.

B. Saran

Demikianlah makalah yang saya buat mudah – mudahan apa yang saya paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semuanya untuk lebih mengenal tentang hokum perdata di Indonesia. Kami menyadari apa yang kami paparkan dalam makalah ini tentu masih belum sesuai apa yang di harapkan dengan ini saya berharap masukan yang lebih banyak lagi dari Dosen pembimbing dan teman – teman semua.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata http://statushukum.com/pengertian-hukum-perdata.html http://ayobelajarhukum.blogspot.com/2011/11/hukum-perdata.html http://statushukum.com/kasus-hukum-perdata.html http://annisayuliandari.wordpress.com/2013/04/26/hukum-perdata/

(15)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata‟ala, karena berkat rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan dan menyusun sebuah makalah yang berjudul Hukum Perdata Indonesia.

Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak dan narasumber yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi sempurnanya makalah ini.

Semoga makalah ini memberi informasi bagi teman-teman semua dan masyarakat yang membaca, dan juga bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Semarang, 11 Desember 2013

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maslah ... 1

B. Tujuan ... 1

C. Rumusan Masalah ... 2

D. Manfaat ... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Hukum Perdata ... 3

B. Pengertian Hukum Perdata ... 4

C. Ruang Lingkup Hukum Perdata ... 4

D. Hukum Perdata Materiil Dan Hukum Perdata Formil ... 5

E. Keadaan Hukum Perdata Di Indonesia ... 6

F. Kasus Hukum Perdata ... 9

BAB II PENUTUP A. Kesimpulan ... 13

B. Saran ... 13 DAFTAR PUSTAKA

(17)

MAKALAH

HUKUM PERDATA DI INDONESIA

Disusun Oleh :

Nama : TAUFIK ADHI PRASETYO

NPM : 1310037420106413742010553

Fakultas : Hukum

UNIVERSITAS TUJUH BELAS AGUSTUS 1945

2013

(18)

Referensi

Dokumen terkait

dalam kehidupan koperasi yang merupakan jati diri atau ciri khas koperasi. Koperasi sekolah merupakan koperasi yang didirikan di lingkungan sekolah yang

Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kurs Rp/US$ sebelum kenaikan BBM 1 Oktober 2005 dan sesudah kenaikan harga BBM 1 Oktober 20051. Nilai kurs

Penggunaan Media Pembelajaran Alat Peraga terhadap Hasil Belajar Matematika Materi Kubus dan Balok pada Siswa Kelas VIII MTs Negeri Aryojeding. Pengaruh ( Contextual

Berfikir mensyaratkan adanya pengetahuan ( Knowledge ) atau sesuatu yang diketahui agar pencapaian pengetahuan baru lainnya dapat berproses dengan benar, sekarang apa

Alat tulis merupakan kebutuhan yang mendasar bagi mahasiswa. Dewasa ini gadget merajalela ke masyarakat terutama dikalangan mahasiswa. Gadget sangat dibutuhkan

5 pabrik memproduksi susu sereal dari Surakarta, Bandung, Medan, Jakarta dan Surabaya akan mendistribusikan produk tersebut ke 3 pasar di kota

Mencermati hubungan kausalitas tersebut, dapat diintrepretasikan bahwa harga minyak goreng sawit di pasar dunia tidak dipengaruhi secara signifikan oleh harga

bahwa sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, pembangunan.. angkutan massal di daerah Provinsi DKI Jakarta