• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK

(Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari,

Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

SKRIPSI

AFRISYA MEIZI H34080129

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

AFRISYA MEIZI. Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas

Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan SUHARNO).

Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan yaitu daging. Unggas merupakan salah satu hewan penghasil daging. Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam sektor pertanian Indonesia. Salah satu jenis unggas yang terlihat perkembangan produksinya adalah itik. Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas penghasil telur dibandingkan ayam. Salah satu produsen unggas di Jawa Barat adalah CV. Usaha Unggas yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Walaupun CV. Usaha Unggas memiliki lahan peternakan dan jumlah stok yang tergolong besar, namun perusahaan ini belum dapat memenuhi jumlah permintaan pasar itik khususnya, Adanya permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini juga merintis usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri.. Perlu dilakukan kajian ulang dalam rencana ini untuk menghindari resiko yang tidak bisa dihindari. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan; 2) Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada dilakukan CV. Usaha Unggas; dan 3) Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada variabel usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang aspek-aspek pembibitan itik secara umum meliputi analisis aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan. Analisis kuantitatif meliputi analisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik. Analisis kelayakan finansial ini menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PBP), dan analisis switching value. Data yang diperoleh diolah secara manual dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel.

(3)

Penelitian ini dilakukan di CV. Usaha Unggas yang terletak di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa CV. Usaha Unggas merupakan usaha di bidang peternakan unggas yang memiliki komoditi dengan jenis yang unggul, dalam kasus ini produk yang digunakan adalah itik jenis hibrida.

Berdasarkan aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan, usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini karena bibit DOD hibrida memiliki peluang pasar yang tinggi; kondisi iklim lokasi sangat cocok untuk usaha pembibitan serta sarana dan prasarana usaha juga mendukung; organisasi serta pembagian tugas dan wewenang yang jelas sehingga memberikan kemudahan dalam koordinasi diantara karyawan; mendapat izin usaha dari kelurahan setempat; dan usaha pembibitan itik ini membawa dampak baik kepada sosial ekonomi dan lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil analisis finansial dari usaha pembibitan itik, nilai NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period yang diperoleh telah memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi. Hasil analisis kriteria kelayakan finansial CV Usaha Unggas berdasarkan dua skenario, menunjukan bahwa Skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, net B/C, dan PBP lebih menguntungkan dibandingkan dengan Skenario II. Masing-masing nilai yang diperoleh pada skenario I adalah NPV sebesar Rp 177.740.355,80, IRR: 148,34 persen, Net B/C: 6,11 dan PBP: 1,35 tahun atau setara dengan satu tahun empat bulan empat hari. Sedangkan pada skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV adalah Rp 106.989.779,57, IRR : 97,61 persen, Net B/C : 4,16 dan PBP : 2,14 tahun, atau dua tahun satu bulan 21 hari. Dengan demikian secara finansial, usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan.

Dari hasil analisis sensitivitas, nilai kepekaan skenario I dan skenario II terhadap harga pakan pur didapatkan nilai kriteria kelayakan skenario II yang lebih kecil dibandingkan nilai kriteria kelayakan pada skenario I. Hasil perbandingan tersebut menunjukan skenario II lebih peka atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga DOD maupun kenaikan biaya pakan pur.

(4)

STUDI KELAYAKAN USAHA PEMBIBITAN ITIK

(Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari,

Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

AFRISYA MEIZI H34080129

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

Nama : Afrisya Meizi NIM : H34080129

Disetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Suharno, M.Adev

NIP. 19610610 198611 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.S

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012

Afrisya Meizi H34080129

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 29 April 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Zulkifli dan Ibu Misni Elyati.

Penulis mengawali pendidikan dasar di SD Negeri 21 Padang Luar pada tahun 1996 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di MTs Negeri 1 Bukittinggi. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 3 Bukittinggi. Pada tahun yang sama, penulis berkesempatan melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian Bogor lewat jalur SNMPTN sebagai mahasiswa Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di CV. Usaha Unggas yang merupakan salah satu usaha yang bergerak dibidang pembibitan dan pembesaran unggas di Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik dari aspek non finansial dan aspek finansial, serta menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas.

Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Agustus 2012

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulisan skripsi yang berjudul “Studi Kelayakan Usaha Pembibitan Itik (Kasus: CV. Usaha Unggas, Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)” ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat kelulusan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing terima kasih atas bimbingan, motivasi dan arahannya selama penulis menyusun skripsi ini. 2. Tintin Sarianti, S.P, M.M selaku dosen penguji utama pada ujian sidang

penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Anita Primaswari Widhiani, S.P, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ferryanto William K.,S.P, M.Si sebagai dosen evaluator yang telah memberikan masukan, dan saran sebagai bekal turun lapang, serta kesediaan waktu untuk berdiskusi.

5. Bapak H. Zulkifli, S.Pd dan Ibu Hj. Misni Elyati selaku orang tua penulis atas cinta dan kasih sayang, serta doa dan dukungan, baik moral maupun material selama ini, semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 6. Vini Agra Meizi, Afif Aulia Zulmi, dan M. Farhat Zikra Zulmi sebagai

adik-adik penulis, terimakasih atas cinta dan kasih sayang serta dukungan, hiburan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama ini.

7. Bapak Mustafa dan Bapak Budi, atas izin dan kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian di CV. Usaha Unggas serta telah memberikan informasi selama penelitian.

8. Layra Nichi Sari atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil skripsi yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk perbaikan skripsi ini.

(10)

9. Sahabat-sahabatku tercinta Layra, Ria, dan Dhiska, terimakasih atas persahabatan, canda tawa, dan kesetiaan yang diberikan dalam empat tahun di IPB, semoga persahabatan kita berlanjut untuk seterusnya.

10. Teman-teman Agriminang Nezi, Jauhar, Nisa, Gebry, Diki, dan Ervan, terimakasih atas semangat dan persahabatan selama masa perkuliahan di IPB.

11. Teman-teman Kemawita, keluarga besar IPMM, teman-teman perwira 48, seluruh staf dan dosen Agribisnis Institut Pertanian Bogor, teman-teman Agribisnis khususnya angkatan 45 atas kebersamaan dan perjuangannya yang telah kita lalui, semoga rasa kekeluargaan dan kebersamaan tetap terjaga.

12. Teman-teman satu gladikarya Linda, Hartati, Andre, dan Dharma, serta teman-teman satu bimbingan Dhienar dan Liber, terimakasih untuk semangat dan sharing yang diberikan selama penyusunan skripsi ini. 13. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

membantu terselesaikannya skripsi ini.

Semoga Allah SWT mencatat dan membalas semua amal baik ini dengan balasan yang lebih baik.

Bogor, Agustus 2012

(11)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 7 1.3 Tujuan Penelitian ... 9 1.4 Manfaat Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Usaha Ternak Itik ... 12

2.1.1 Biologi Komoditi Itik ... 12

2.1.2 Output Ternak Itik ... 13

2.2 Teknis Budidaya ... 14 2.2.1 Pembibitan ... 15 2.2.2 Pemeliharaan ... 15 2.2.3 Pakan ... 15 2.3 Biaya ... 16 2.4 Penerimaan ... 16 2.5 Penelitian Terdahulu ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 20

3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 20

3.1.1 Studi Kelayakan Bisnis ... 20

3.1.2 Manfaat Studi Kelayakan Bisnis ... 23

3.1.3 Teori Biaya dan Manfaat ... 24

3.1.4 Analisis Finansial ... 25

3.1.5 Analisis Sensitivitas ... 26

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

IV. METODE PENELITIAN ... 29

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

4.2 Data dan Instrumentasi ... 29

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 29

4.4 Metode Pengolahan Data ... 30

4.5 Analisis Kelayakan Non Finansial ... 30

4.6 Analisis Kelayakan Investasi ... 34

(12)

ii

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 40

5.1 Lokasi Perusahaan ... 40

5.2 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ... 40

5.3 Visi dan Misi Perusahaan ... 42

5.4 Deskripsi Kegiatan Usaha ... 42

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL ... 44

6.1 Aspek Pasar ... 44

6.1.1 Analisis Peluang Pasar ... 44

6.1.2 Analisis Pesaing ... 45 6.1.3 Bauran Pemasaran ... 46 6.1.4 Strategi Pemasaran ... 48 6.2 Aspek Teknis ... 49 6.2.1 Lokasi Usaha ... 49 6.2.2 Luas Produksi ... 52

6.2.3 Pemilihan Jenis Teknologi dan Peralatan ... 52

6.2.4 Proses Produksi ... 52

6.2.5 Layout ... 57

6.3 Aspek Manajemen ... 59

6.4 Aspek Hukum ... 61

6.5 Aspek Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 62

6.6 Aspek Lingkungan ... 63

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL ... 65

7.1 Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) ... 65

7.1.1 Arus Kas Masuk ... 66

7.1.2 Arus Kas Keluar ... 69

7.2 Analisis Laba Rugi ... 81

7.3 Analisis Kelayakan Investasi ... 82

7.4 Analisis Kepekaan (Sensitivitas) ... 86

7.5 Analisis Harga Pokok Produksi (HPP) dan Break Even Point (BEP) ... 88

7.5.1 Harga Pokok Produksi ... 88

7.5.2 Break Even Point (BEP) ... 89

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

8.1 Kesimpulan ... 91

8.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(13)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Daging Segar per Kapita per Tahun Produk Peternakan

2009-2010 ... 1

2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 – 20011 (ton) ... 3

3. Produksi Telur Itik Tahun 2008 – 2011 (ton) ... 3

4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 – 2010 ... 4

5. Populasi Itik Tahun 2007-2011 ... 5

6. Produksi dan Kontribusi daging Ternak di kabupaten Bogor Tahun 2009-2010 ... 6

7. Padat Tebar Itik per m2 Lantai Kandang Menurut Umur ... 52

8. Produksi dan Panen DOD Tahun Pertama ... 66

9. Produksi dan Panen DOD Tahun ke-2 sampai Tahun ke-6 skenario I ... 67

10. Produksi dan Panen DOD Tahun ke-2 sampai Tahun ke-6 skenario II ... 68

11. Produksi dan Panen Itik Tahun ke-2 sampai Tahun ke-6 ... 69

12. Hasil Analisis Kriteria Kelayakan Investasi Skenario I ... 84

13. Perbandingan Hasil Kelayakan Usaha pada Dua Skenario ... 85

14. Perbandingan Hasil Analisis Sensitivitas CV. Usaha Unggas ... 86

15. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) ... 88

(14)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Grafik Ternak Unggas Tahun 2007-2011. ... 2

2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

3. Grafik Hubungan NPV dan IRR ... 35

4. DOD Hibrida ... 47

5. Periode Itik Bertelur ... 53

6. Pembuatan Jamu Herbal ... 56

7. Layout Peternakan ... 59

8. Struktur Organisasi CV. Usaha Unggas ... 61

9. Grafik Hubungan NPV dan IRR Skenario I ... 83

(15)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Rincian Penerimaan ... 96

2. Rincian Biaya Variabel Skenario I ... 97

3. Rincian Biaya Variabel Skenario II ... 98

4. Rincian Biaya Tetap ... 99

5. Rincian Biaya Investasi ... 100

6. Rincian Nilai Sisa ... 101

7. Rincian Biaya Re-investasi ... 102

8. Rincian Biaya Penyusutan ... 103

9. Proyeksi Laba Rugi Skenario I ... 104

10. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario I ... 106

11. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen ... 109

12. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen ... 110

13. Proyeksi Laba Rugi Skenario II ... 111

14. Proyeksi Arus Kas (Cash Flow) Skenario II ... 113

15. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Peningkatan Harga Pakan Pur sebesar 39 Persen ... 116

16. Proyeksi Laba Rugi dan Cash Flow Nilai Sensitivitas Penurunan Harga Jual DOD sebesar 8,3 Persen ... 117

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu aktivitas ekonomi dalam agribisnis adalah bisnis peternakan. Agribisnis bidang ini utamanya dilatarbelakangi oleh fakta bahwa kebutuhan masyarakat akan produk-produk peternakan meningkat setiap tahunnya. Peternakan sebagai penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral sangat dibutuhkan seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan gizi guna meningkatkan kualitas hidup. Salah satu produk yang dihasilkan dari peternakan adalah daging. Konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging secara umum meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1 yang menunjukkan peningkatan konsumsi daging per kapita per tahun dari tahun 2009-2010. Hasilnya mengindikasikan bahwa pengembangan agribisnis sektor ini masih dibutuhkan. Terkait dengan ide pengembangan, studi kelayakan juga dibutuhkan pada subsektor ini, untuk menjamin bahwa pengembangannya sejalan dengan pertimbangan logis aktivitas usaha.

Tabel 1. Konsumsi Daging Segar per Kapita per Tahun Produk Peternakan

2009-2010 No Komoditi Tahun (kg) R (%) 2009 2010 Non Unggas Unggas 1 Sapi 0,334 0,367 10 9,9 2 Kerbau 0,014 0,017 21 3 Kambing 0,025 0,024 -4 4 Babi 0,188 0,211 12 5 Ayam ras 3,050 3,514 15 15,7 6 Ayam kampung 0,501 0,602 20 7 Unggas lainnya 0,043 0,048 12 8 Daging Lainnya 0,043 0,032 -26 Total 4,199 4,816

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)

Secara nasional, perkembangan konsumsi berbagai jenis ternak menunjukkan peningkatan yang besar, terutama untuk ternak unggas.Berdasarkan Tabel 1 terlihat peningkatan secara signifikan terjadi pada konsumsi hewan

(17)

2 unggas yaitu lebih dari satu setengah kali lipat dibandingkan dengan hewan bukan unggas.

Perkembangan industri perunggasan merupakan salah satu penggerak dalam sektor pertanian Indonesia. Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik. Hal tersebut didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dengan harga yang relatif murah. Selain itu, produk unggas juga mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik.

Salah satu ternak unggas yang cukup populer di masyarakat adalah itik (Simanjuntak 2005). Meskipun tidak sepopuler ternak ayam, itik semakin disukai masyarakat untuk diusahakan sehingga usaha ternak itik semakin berkembang. Perkembangan usaha ternak itik dapat dilihat dari jumlah populasi itik yang cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012

Gambar 1. Grafik ternak Unggas Tahun 2007-2011

Itik mempunyai keunggulan tersendiri sebagai unggas penghasil telur dibandingkan ayam. Kelebihan dari ternak ini adalah itik lebih tahan penyakit dibandingkan dengan ayam ras sehingga pemeliharaannya mudah dan tidak mengandung banyak resiko.

2007 2008 2009 2010 2011

Ayam Ras Pedaging

(.000 ekor) 891.659 902.052 1.026.379 986.872 1.041.968 Ayam Buras (.000 ekor) 272.251 243.432 249.963 257.544 274.893 Ayam Ras Petelur (.000

ekor) 111.489 107.955 111.418 105.201 110.300 Itik (.000 ekor) 35.867 39.840 40.676 44.302 49.392 -200.000 400.000 600.000 800.000 1.000.000 1.200.000

(18)

3 Telur dan daging masih menjadi produk utama dari usaha ternak itik. Sampai saat ini telur dan daging itik banyak dimanfaatkan sebagai salah satu sumber protein karena harganya murah. Bagi masyarakat menengah ke bawah, telur dan daging itik merupakan alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan pangan. Permintaan akan itik juga mengalami peningkatan. Hal tersebut tentunya berpengaruh langsung terhadap peningkatan produksi itik. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa tingkat produksi daging dan telur itik mengalami peningkatan.

Tabel 2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 – 2011

Provinsi tahun (ton)

2007 2008 2009 2010 2011 Jawa Barat 4,093 4,987 5,131 6,183 7,430 Jawa Tengah 3,096 3,029 3,180 3,081 3,434 Jawa Timur 1,423 1,443 2,098 1,906 1,914 Banten 21,155 3,746 3,358 3,490 3,627 DKI Jakarta 3,504 3,504 2,909 2,962 3,315 Indonesia 44,105 30,980 25,782 25,999 29,180 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)

Tabel 3. Produksi Telur Itik Tahun 2008 – 20011

Provinsi tahun (ton)

2007 2008 2009 2010 2011 Jawa Barat 42,726 43,822 53,560 64,540 77,561 Jawa Tengah 29,601 25,051 40,474 34,846 35,194 Jawa Timur 17,302 17,542 25,502 25,892 26,515 Kalimantan Selatan 20,349 24,178 24,938 27,734 29,733 Sulawesi Selatan 10,186 13,261 15,129 16,610 18,945 Indonesia 207,535 200,969 236,427 245,038 265,789 Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)

(19)

4 Masih rendahnya produksi daging itik dan masih terfokusnya usaha ternak itik untuk menghasilkan telur sementara permintaan daging itik diperkirakan terus meningkat, dapat menjadi peluang bagi peternak untuk mengembangkan usaha ternak itik pedaging. Namun usaha ternak itik pedaging ini haruslah didahului dengan adanya usaha pemenuhan bahan baku dalam melakukan usaha pembesaran itik, yaitu berupa DOD (Day Old Duck). Pembibitan itik merupakan subsistem agribisnis hulu dalam usaha peternakan itik.

Tabel 4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 – 2010

No Uraian Tahun

2008 2009 2010

1 Populasi (juta ekor) 49.0 53.0 65.0

2 Daging itik lokal (ribu ton)

 Kebutuhan  Pemenuhan 13.5 13.5 13.9 13.9 14.3 14.3 3 Telur itik lokal (ribu ton)

 Kebutuhan  Pemenuhan 174.0 174.0 184.0 184.0 193.0 193.0 4 DOD itik lokal (ribu ton)

 Kekurangan kelebihan untuk daging

 Kekurangan untuk telur

 Jumlah kekurangan (7.0) (17.0) (24.0) (0.3) (7.0) (7.3) 3.1 (4.0) (0.9) 5 Jumlah Penduduk (juta jiwa) 226.8 229.4 232.0 Sumber: Ditjennak 2011

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 4, terdapat kekurangan bibit itik pada tahun 2008, namun kekurangan bibit tersebut turun pada tahun 2009 dan 2010. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaturan penggunaan populasi itik untuk penyediaan bibit (DOD). Populasi itik ini bila diatur dengan baik menggunakan prinsip-prinsip pembibitan, maka diperkirakan permintaan daging dan telur itik terpenuhi dan populasi tumbuh sesuai dengan target.

(20)

5 Mengenai penyebarannya, usaha ternak itik di Indonesia tersebar di hampir seluruh provinsi dengan sentra itik terbesar nasional berada di Provinsi Jawa Barat. Populasi itik di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 11.862.599 ekor atau sekitar 24 persen dari populasi nasional. Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat merupakan lima provinsi dengan populasi itik terbesar yang jumlahnya mencapai lebih dari 50 persen populasi nasional (Ditjennak 2012).

Tabel 5. Populasi Itik Tahun 2007-2011

Provinsi Tahun (ekor)

2007 2008 2009 2010 2011 Jawa Barat 6.534.753 7.962.095 8.191.708 9.871.091 11.862.599 Jawa tengah 4,541,807 4,530,868 4,848,263 5,006,163 5,551,814 Kalimantan Selatan 3,771,176 4,137,949 4,158,452 4,354,121 4,605,310 Jawa Timur 2,464,623 4,344,838 3,632,813 3,688,275 3,746,676 Sulawesi Barat 1,799,266 1,871,992 2,127,371 2,516,539 3,611,379 Indonesia 35,866,833 39,839,520 40,675,995 44,301,805 49,391,628

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (diolah)

Kabupaten Bogor dapat dikatakan belum menjadikan itik sebagai komoditas ternak unggulan penghasil daging meskipun berada di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sentra itik terbesar. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor (2011), produksi daging itik di Kabupaten Bogor menunjukan angka yang masih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya. Produksi daging itik di Kabupaten Bogor yang rendah menyebabkan kontribusi daging itik terhadap produksi daging Kabupaten Bogor juga rendah. Pada tahun 2009 produksi daging itik di Kabupaten Bogor sebesar 83,721 ton dengan kontribusi sebesar 0,1 persen terhadap produksi daging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2010 mengalami peningkatan produksi daging menjadi 85,462 ton namun kontribusi terhadap produksi daging Kabupaten Bogor justru turun menjadi hanya

(21)

6 0,09 persen. Jumlah produksi daging itik di Kabupaten Bogor jauh lebih rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya seperti sapi, kambing, domba, dan ayam.

Tabel 6. Produksi dan Kontribusi Daging Ternak di Kabupaten Bogor Tahun

2009 – 2010 No Jenis Daging 2009 (ton) Kontribusi (%) 2010 (ton) Kontribusi (%) R (%) 1 Sapi 11.153.409 12,75 10.790.992 11,39 -3,25 2 Kerbau 238.800 0,27 262.268 0,28 9,83 3 Kambing 796.475 0,91 869.807 0,92 9,21 4 Domba 2.700.532 3,09 3.183.134 3,36 17,87 5 Ayam Ras 71.540.084 81,81 78.340.100 82,68 9,51 6 Ayam Buras 934.193 1,07 1.220.336 1,29 30,63 7 Itik 83.721 0,10 85.462 0,09 2,08 Jumlah 87.447.214 100,00 94.752.099 100,00 8,35

Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2011 (diolah)

Produksi daging itik yang rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya mengindikasikan peternak yang mengusahakan ternak itik pedaging di Kabupaten Bogor masih rendah. Namun kondisi ini dapat menjadi peluang bagi peternak untuk melakukan usaha mulai dari pembibitan hingga pembesaran itik. Pengembangan usaha ternak itik ini cukup terbuka, baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor.

Indonesia memiliki keanekaragaman itik lokal yang mempunyai keunggulan adaptasi dan produksi tinggi1. Berdasarkan argumen di atas bisa dimengerti bahwa banyak pelaku usaha yang melihat pengembangan usaha itik sebagai bidang yang perlu dimasuki.

1

(22)

7 Sejalan dengan ide pengembangan usaha analisis kelayakan finansial menjadi bagian yang penting. Analisis kelayakan adalah upaya penilaian atas proyek yang didasarkan pada apakah proyek tersebut nantinya secara finansial menguntungkan atau tidak. Dengan diketahui layak atau tidaknya usaha tersebut maka membantu pengembangan dan perencanaan usaha di masa mendatang. Studi kelayakan finansialnya agar dapat diteliti secara ilmiah dan detail mencakup kriteria Pay Back Period (PBP), Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Break Even Point (BEP).Selain itu diperlukan pula analisis kelayakan non finansial yang akan mengkaji kelayakan usaha dari berbagai aspek seperti asper pasar, aspek teknis, aspek menajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta aspek lingkungan.

Adanya peluang bisnis usaha pembibitan itik di Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor menjadikan daya tarik investor untuk berinvestasi. Pemilik CV. Usaha Unggas adalah salah seorang yang mampu membaca peluang bisnis tersebut dengan mendirikan peternakan yang khusus memelihara unggas, dengan salah satu bisnisnya di bidang pembibitan itik. Peternakan ini terletak di Kecamatan Rumpin yang merupakan salah satu daerah sentra peternakan unggas. Dengan hadirnya usaha CV. Usaha Unggas, diharapkan tidak hanya menguntungkan bagi peternaknya sendiri, tetapi juga memiliki manfaat bagi masyarakat sekitar dan sebagai pemasukan pendapatan pemerintah daerah setempat.

1.2. Perumusan Masalah

Salah satu produsen unggas di Jawa Barat adalah CV. Usaha Unggas. CV. Usaha Unggas ini memproduksi ayam arab (ayam kampung petelur), ayam arab siap telur, DOC ayam kampung jawa, DOC ayam broiler, DOD bebek jantan dan betina mojosari, DOD bebek peking, DOD tiktok, DOD entok, pakan ternak, telur ayam kampung merah, telur ayam kampung, dll. Khusus untuk peternakan itiknya sendiri, CV. Usaha Unggas berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

CV. Usaha Unggas merupakan salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam bidang usaha pembibitan itik . Usaha pembibitan itik ini memulai prosesnya dengan pemeliharaan itik petelur. Lalu itik tersebut dikawinkan dan

(23)

8 telur yang diproduksi ditetaskan dengan menggunakan mesin tetas. Akhir dari kegiatan ini yaitu menghasilkan produk utama berupa DOD (Day Old Duck). Usaha dijalankan selama umur bisnis yang disesuaikan dengan umur ekonomis kandang yaitu selama enam tahun.

Sejarah dimulainya usaha dibidang pembibitan itik ini berawal dari adanya informasi mengenai permintaan itik yang tinggi. Permintaan daging itik di pasaran cukup tinggi, tetapi sumber pasokan daging saat ini sebagian besar merupakan itik afkir, sehingga pedagang kekurangan stok dan akhirnya memotong itik betina yang masih produktif. Belum terpenuhinya permintaan pasar untuk menyuplai itik adalah salah satu alasan pemilik memulai usaha itik. Selain peluang pasar yang besar, jumlah kompetitor juga tidak terlalu banyak pada daerah Jabodetabek.

Namun dari sisi peternakan pembesaran juga terdapat kekurangan pasokan bahan baku utama pembesaran itik, yaitu DOD. Pemilik pun mencoba merambah bisnis pembibitan DOD. Permintaan dari restoran di Jakarta mencapai 100 ekor itik per hari dari satu restoran. Dan untuk permintaan pasar, satu lapak membutuhkan 100 ekor per hari, sedangkan jumlah lapak di satu pasar jumlahnya mencapai 48 lapak. Hal ini menyebabkan pengusaha yang bergerak dibidang pembesaran itik mencari sumber bahan baku untuk itik yang akan dibesarkan. Adanya gap antara permintaan dan penawaran yang terdapat di pasar menjadikan usaha ini menjadi sebuah peluang usaha yang baik.

Sebagaimana suatu proyek atau bisnis yang dibangun dan telah menghabiskan biaya investasi yang cukup besar, CV. Usaha Unggas diharapkan dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkannya. Gambaran mengenai biaya dan manfaat dapat diketahui melalui cash flow perusahaan dari hasil studi kelayakan usaha.

Studi kelayakan usaha perlu dilakukan pada CV. Usaha Unggas baik dari aspek non finansial maupun finansial. Hal itu untuk memastikan bahwa usaha pembibitan itik layak untuk dijalankan dan mengetahui tingkat kelayakan dari usaha pembibitan itik pedaging tersebut.

Adanya permasalahan yang dihadapi seperti tidak selalu habisnya stok DOD yang ditawarkan pada saat-saat tertentu membuat CV. Usaha Unggas ini

(24)

9 juga merintis usaha pembesaran itik. Hal ini dilakukan karena jika sewaktu-waktu DOD tidak terjual, maka DOD itu akan dibesarkan sendiri.

CV. Usaha Unggas tidak terlepas dari lingkungan bisnis yang senantiasa berubah. Terdapat beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha pembesaran itik pedaging. Setidaknya peternakan dihadapkan pada adanya potensi peningkatan harga pakan pur, dan penurunan harga jual DOD. Adanya potensi perubahan dari variabel input dan output tersebut di atas dapat mempengaruhi kelayakan usaha dari aspek finansial. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis switching value untuk melihat kepekaan (sensitivitas) usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dari adanya kemungkinan perubahan-perubahan pada variabel input dan output produksi. Analisis kepekaan (sensitivitas) tepat dilakukan pada CV. Usaha Unggas mengingat peternakan ini telah lumayan lama didirikan sehingga perusahaan telah mengalami adanya perubahan harga pakan pur, dan harga bibit.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan?

2. Bagaimana kelayakan finansial usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas?

3. Bagaimana tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis kelayakan usaha pembibitan itik yang dilakukan CV. Usaha Unggas dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek

(25)

10 manajemen, aspek hukum, aspek sosial ekonomi dan budaya, serta aspek lingkungan.

2. Menganalisis kelayakan finansial usaha pembibitan itik yang akan dilakukan CV. Usaha Unggas.

3. Menganalisis tingkat kepekaan kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya dari usaha tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak investor, sebagai pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; bagi pihak kreditor, dimana dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; bagi pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; bagi pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan. Bagi mahasiswa dan kalangan akademisi, diharapkan penelitian penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai pengembangan pembibitan itik dan kelayakannya, serta dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Bagi pembaca, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi atau rujukan ketika terjun ke dunia usaha atau pemilihan bisnis dalam pengambilan keputusan.

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Studi kelayakan usaha adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu usaha dilakukan dengan menguntungkan secara terus menerus. Studi kelayakan sangat diperlukan oleh banyak kalangan, khususnya terutama bagi para investor yang selaku pemrakarsa, bank selaku pemberi kredit, dan pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dan perundang-undangan, yang tentunya kepentingan semuanya itu berbeda satu sama lainya. Investor berkepentingan dalam rangka untuk mengetahui tingkat keuntungan dari investasi, bank berkepentingan untuk mengetahui tingkat keamanan kredit yang diberikan dan kelancaran pengembaliannya, pemerintah lebih menitik-beratkan manfaat dari investasi tersebut secara makro baik bagi perekonomian, pemerataan kesempatan kerja, dan lain lain.

Beberapa alasan yang mendasar bagi kegiatan studi kelayakan adalah alasan bahwa kondisi yang akan datang dipenuhi dengan ketidakpastian, maka diperlukan pertimbangan-pertimbangan tertentu karena di dalam studi kelayakan terdapat berbagai aspek yang harus dikaji dan diteliti kelayakannya sehingga hasil daripada studi tersebut digunakan untuk memutuskan apakah sebaiknya proyek atau bisnis layak dikerjakan atau ditunda atau bahkan dibatalkan. Hal ini menunjukan bahwa dalam studi kelayakan akan melibatkan banyak tim dari berbagai ahli yang sesuai dengan bidang atau aspek masing-masing seperti ekonom, hukum, psikolog, akuntan, perekayasa teknologi dan lain sebagainya.

Studi kelayakan biasanya digolongkan menjadi dua bagian yang berdasarkan pada orientasi yang diharapkan oleh suatu perusahaan yaitu berdasarkan orientasi laba, yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan pada keuntungan yang secara ekonomis, dan orientasi tidak pada laba (social), yang dimaksud adalah studi yang menitik-beratkan suatu proyek tersebut bisa dijalankan dan dilaksanakan tanpa memikirkan nilai atau keuntungan ekonomis.

(27)

12

2.1. Usaha Ternak Itik

Saragih (1998), berpendapat bahwa dilihat dari pengusahaan, kegiatan ekonomi berbasis peternakan dapat diselenggarakan oleh dua golongan kepengusahaan, yaitu: (1) peternakan rakyat; dan (2) perusahaan peternakan. Kemudian dari tingkat komersialisasinya usaha peternakan dikelompokkan menjadi empat pola usaha yaitu: (1) usaha sampingan; (2) cabang usaha; (3) usaha pokok; dan (4) industri peternakan.

Menurut Samosir (1983), dengan kebutuhan modal yang relatif kecil, adanya pendapatan setiap hari, dan tidak adanya hambatan sosial budaya dalam pemeliharaannya, merupakan beberapa hal yang menguntungkan ternak itik dibandingkan dengan ternak besar. Sebagai sumber penghasil daging, itik sebenarnya memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan hewan ternak lainnya. Menurut Williamson dan Payne (1993), itik memiliki sifat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan karena tidak terpengaruh iklim, lebih mudah dalam perawatan karena tidak rentan terhadap penyakit, pemeliharaannya lebih organik, tidak memerlukan pakan khusus, dan modal yang diperlukan untuk membuka usaha peternakan itik pun relatif kecil.

Telur dan daging itik merupakan komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar. Kebutuhan akan telur dan daging pasar internasional sangat besar dan masih tidak seimbang dari persediaan yang ada. Hal ini dapat dilihat bahwa baru dua negara Thailand dan Malaysia yang menjadi negara pengekspor terbesar. Hingga saat ini budidaya itik masih merupakan komoditi yang menjanji untuk dikembangkan secara intensif. Di Indonesia, ternak itik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam.

2.1.1. Biologi Komoditi Itik

Menurut Suharno dan Amri (1995), itik menurut tipenya dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu: (1) itik petelur seperti Indian Runner, Khaki Campbell, Buff (Buff Orpington), dan CV 2000-INA; (2) itik pedaging seperti Peking, Rouen, Aylesbury, Muscovy, dan Cayuga; dan (3) itik ornamental (itik kesayangan/hobby) seperti East India, Call (Grey Call), Mandariun, Blue Swedish, Crested, Wood.

(28)

13 Jenis bibit unggul yang diternakkan, khususnya di Indonesia ialah jenis itik petelur seperti itik tegal, itik khaki campbell, itik alabio, itik mojosari, itik bali, itik CV 2000-INA, dan itik-itik petelur unggul lainnya yang merupakan produk dari BPT (Balai Penelitian Ternak) Ciawi, Bogor.

2.1.2. Output ternak itik

Menurut Yulidc (2011), terdapat beberapa bagian dari itik yang bisa dipasarkan, yaitu:

1. Telur Itik

Telur berwarna hijau kebiru-biruan merupakan produk utama dari peternak itik. Telur ini sebagian komoditas terbagi menjadi dua macam, yaitu telur konsumsi dan telur tetas. Sebagai barang yang dikonsumsi, telur itik banyak diperdagangkan baik dalam keadaan segar maupun olahan. Telur asin merupakan salah satu bentuk olahan dari telur itik. Sebagai telur tetas, peternak harus memelihara beberapa pejantan agar telur yang dihasilkan dapat ditetaskan.

2. Bibit Itik

Bisnis dalam peternakan itik ternyata tidak hanya terbatas pada telurnya saja. Dengan bermodalkan alat-alat penetasan (baik yang alami maupun buatan, kita dapat menjadi produsen bibit anak itik (DOD)). Harga jual bibit jauh lebih tinggi daripada harga telur itik, sekalipun itik tersebut baru saja memecahkan kulit telur penyelubung dirinya. Harga DOD bisa Rp 3.500,00 sampai Rp 6.500,00 per ekornya. Harga jual bibit umur 2 minggu menjadi lebih menggiurkan lagi karena bisa mencapai Rp 10.000,00 per ekornya.

3. Itik Dara

Menjadi produsen itik dara juga memberi suatu peluang bisnis yang menarik bagi peternak itik. Itik dara yang berumur 4-6 bulan yang siap bertelur paling banyak dicari peternak itik. Harga jual itik dara juga cukup tinggi, diawal tahun 2011 harganya mencapai Rp 35.000,00 per ekor.

(29)

14 4. Itik Pedaging

Daging itik merupakan makanan yang lezat cita rasanya jika yang memasak cukup berpengalaman. Selain itu, kandungan gizinya juga setara dengan daging ayam dan ternak lainnya. Pada penetasan itik, selalu ditemukan 50 persen jantan. Oleh karena itu, bila itik jantan yang 50 persen ini dimanfaatkan secara optimal sebagai penghasil daging, tentu akan lebih menguntungkan lagi.

5. Bulu Itik

Bulu itik yang halus bisa menjadi salah satu mata dagang ekspor yang dapat menghasilkan devisa yang cukup baik. Bulu itik juga dibutuhkan untuk campuran pakan ternak. Selain itu, bulu itik biasanya dimanfaatkan sebagai pengisi mainan anak, bantal, mantel, dan lain-lain. 6. Faeces (Kotoran)

Kotoran itik dapat mendatangkan keuntungan karena dapat digunakan sebagai pupuk. Berdasarkan analisa kimia, setiap ton kotoran itik memberi hasil 22 lbs (9,99 kg) Nitrogen (N), 29 lbs (13,17 kg) Asam Fasfat, dan 10 lbs (4,54 kg) Potash (K).2

2.2. Teknis Budidaya

Kunci keberhasilan usaha produksi ternak itik terletak pada pelaksanaan program tata laksana pemeliharaan itik sampai umur 22 minggu. Kesalahan nutrisi pada masa pertumbuhan ini bisa menyebabkan itik terlambat mencapai kedewasaan kelamin sehingga itik tidak bisa berproduksi pada umur yang diharapkan. Dalam usaha ternak itik secara intensif, ada tiga evaluasi pokok yang memiliki andil keberhasilan yakni : (1) bibit itik; karakteristik ekonominya dalam menunjang keberhasilan usaha adalah 20 persen; (2) makanan itik; dalam menunjang keberhasilan usaha mempunyai andil sebesar 30 persen; dan (3) tata laksana pemeliharaan, termasuk kandang, cara pemeliharaan dan keterampilan, memegang peranan paling besar yakni 50 persen.3

2

Yulidc. 2011. Budidaya Ternak Itik Tanpa Air. http://www.perpuskita.com [Februari 2012] 3

Eniza Saleh.2004. Pengelolaan Ternak Itik di Pekarangan Rumah. http://librari.usu.ac.id [Februari 2012]

(30)

15

2.2.1. Pembibitan

Ternak itik yang dipelihara harus benar-benar merupakan ternak unggul yang telah diuji keunggulannya dalam memproduksi hasil ternak yang diharapkan. Menurut Suharno dan Amri (1995), dalam pemilihan bibit terdapat tiga cara untuk memperoleh bibit itik yang baik adalah sebagai berikut : (1) membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya; (2) memelihara induk itik yaitu pejantan ditambah betina itik unggul untuk mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok, ayam atau mesin tetas, (3) membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas peternakan setempat. Ciri DOD yang baik adalah tidak cacat (tidak sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.

2.2.2. Pemeliharaan

Menurut Suharno dan Amri (1995), dalam pemeliharaan itik ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu: (1) sanitasi dan tindakan preventif, sanitasi kandang mutlak diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan preventif (pencegahan penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya penyakit; (2) pengontrol penyakit, dilakukan setiap saat dan secara hati-hati serta menyeluruh. Cacat dan tangani secara serius bila ada tanda-tanda kurang sehat pada itik; dan (3) pemberian pakan, pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase, yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu), dan fase layar (umur 18–27 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing fase.

2.2.3. Pakan

Pakan alternatif yang diberikan dapat terdiri dari bahan baku yang ditambah konsentrat (campuran bahan-bahan yang berkadar protein tinggi, tetapi berenergi rendah). Bahan pakan yang dapat dipilih antara lain dedak/bekatul, jagung tepung ikan, bungkil kedelai, bungkil kelapa, ampas tahu, daging kelapa/kopra, sargum, dan menir.

(31)

16

2.3. Biaya

Lipsey et al. (1995), mendefinisikan biaya atau pengeluaran adalah nilai input yang dikeluarkan untuk memproduksi output. Biaya mencakup suatu pengukuran nilai sumberdaya yang harus dikorbankan sebagai akibat dari aktivitas-aktivitas yang bertujuan mencari keuntungan. Berdasarkan volume kegiatan, biaya dibedakan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan (Boediono 1998).

Murtidjo (1999), menyatakan bahwa biaya-biaya dalam usaha ternak itik antara lain: (1) biaya tetap, terdiri dari biaya tanah (pajak usaha, pajak bumi dan bangunan, iuran koperasi, sewa, taksiran biaya penggunaan tanah milik sendiri), biaya sarana produksi tahan lama (kandang itik, peralatan kandang, kantor dan gudang, peralatan kantor dan gudang, ternak itik), biaya sarana produksi rutin bulanan (upah tenaga kerja, biaya listrik); dan (2) biaya tidak tetap, terdiri dari biaya jasa (persentase upah jasa pemasaran produksi), biaya obat-obatan dan vaksin, biaya makanan ternak dan biaya kerusakan produksi (biaya kerusakan telur dan lain-lain).

2.4. Penerimaan

Samuelsen dan Nordhaus (1996), menyatakan bahwa penerimaan adalah harga dikalikan dengan kuantitas atau total hasil penjualan. Soekartawi et al. (1986), mendefinisikan penerimaan adalah : (1) penerimaan tunai, yaitu nilai uang yang diterima dari penjualan produk; dan (2) penerimaan kotor, yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.

2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian mengenai studi kelayakan sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Namun jenis proyek yang diteliti berbeda. Andi Crhistiawan (2002), melakukan penelitian mengenai analisis kemitraan dan kelayakan finansial usaha peternakan ayam potong peternak plasma PT. Mitra Asih Abadi Purwokerto. Cakupan penelitian dalam analisis kelayakan usaha peternakan ayam potong secara finansial terbagi menjadi dua skala besar dan skala kecil. Secara finansial usaha peternakan usaha ayam potong skala besar dan

(32)

17 skala kecil layak untuk diusahakan. Pada analisis finansial skala besar diperoleh nilai NPV sebesar 323.106 juta, Net B/C 12,08 dan IRR 240,78 persen. Sedangkan analisis finansial untuk skala kecil diperoleh NPV sebesar 38.079 juta, Net B/C 3,49 dan IRR 75,03 persen. Hasil analisis payback period, usaha peternakan ayam potong skala besar dapat mengembalikan biaya investasi dalam waktu lima bulan, sedangkan skala kecil dalam waktu dua tahun enam bulan. Berdasarkan kriteria kelayakan tersebut, dimana NPV bernilai positif, Net B/C lebih besar dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku (16,5 persen), maka secara finansial usaha peternakan ayam potong skala besar dan skala kecil layak untuk diusahakan.

Laeli Komalasari (2008), meneliti tentang Kelayakan Finansial Peternakan Ayam Broiler Terpadu. Penelitian ini adalah menganalisis kelayakan finansial peternakan ayam broiler terpadu pada kapasitas 10.000 dan 25.000 ekor. Hasil analisis kelayakan finansial dan analisis switching value dapat disimpulkan bahwa peternakan ayam broiler terpadu pada skala 10.000 ekor tidak layak diusahakan. Dengan meningkatkan skala usaha menjadi 25.000 ekor maka usaha menjadi layak. Peningkatan nilai indikator kelayakan finansial dari 10.000 menjadi 25.000 ekor cukup besar. Artinya bila usaha peternakan ayam broiler dilakukan secara integrasi dengan skala usaha yang relatif besar maka usaha semakin layak secara finansial dibandingkan bila usaha peternakan ayam broiler saja.

Hasil analisis kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp 1.1481.498.164, Net B/C lebih besar dari satu yaitu 1,59 dan IRR sebesar 30,60 persen. Jangka waktu pengembalian investasi selama tiga tahun dua bulan 12 hari. Dari analisis kelayakan finansial maka peternakan ayam broiler terpadu merupakan model terbaik untuk diterapkan, dan untuk usaha tersebut diperlukan modal awal sebesar Rp 2.854.611.767. Kombinasi usaha antara pabrik pakan dan peternakan ayam broiler dengan kapasitas 25.000 ekor layak untuk diusahakan. Analisis switching value menunjukkan bahwa batas maksimum penurunan harga jual ayam broiler yang dapat membuat usaha tetap layak sebesar 11,08 persen dan kenaikan harga DOC maksimal 62,73 persen.

Indriani Ikapertiwi Kusumawardani (2010), melakukan analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Analisis data dilakukan dengan

(33)

18 menggunakan analisis kelayakan finansial (Net Present Value), Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dan Pay Back Periode serta analisis sensitivitas terhadap perubahan tingkat harga, baik tingkat harga input maupun tingkat harga output. Hasil perhitungan kelayakan finansial pada peternakan X didapatkan usaha peternakan X selama 10 tahun ke depan yaitu 2007 – 2017 menunjukkan bahwa dengan menggunakan tingkat suku bunga deposito 7,00 persen maka didapatkan nilai NPV yang positif, yaitu sebesar Rp. 752.504.929,86. Nilai BCR sebesar 1,04. Nilai IRR yang didapat dari hasil perhitungan adalah 27,58 persen dengan Pay Back Period tiga tahun delapan bulan. Berdasarkan kriteria kelayakan, dimana NPV bernilai positif, BCR lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka secara finansial usaha peternakan X layak untuk dijalankan.

Hasil sensitivitas menunjukkan bahwa usaha peternakan X rentan terhadap perubahan harga. Hasil analisis switching value peningkatan harga DOC sampai dengan 28,71 persen masih dinyatakan layak dan akan menjadi tidak layak jika kenaikan harga DOC lebih dari 28,71 persen, analisis switching value peningkatan harga pakan akan menjadikan usaha peternakan X tidak layak pada peningkatan harga pakan lebih dari 10,31 persen dan analisis switching value penurunan harga jual ayam broiler lebih dari 4,40 persen akan menyebabkan usaha peternakan X menjadi tidak layak dan mengalami kerugian.

Mulatsih et al. (2010), melakukan penelitian mengenai intensifikasi usaha peternakan itik petelur dalam rangka peningkatan pendapatan rumah tangga pinggir kota. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kelayakan usaha ternak itik secara intensif. Analisis keuntungan dilakukan pada dua kategori yaitu pemeliharaan mulai dari DOD (kategori I) dan pemeliharaan mulai dari itik dara (kategori II). Selama periode usaha 10 tahun dan dengan biaya investasi sebesar Rp 11.550.000,00 (kategori I) dan Rp 47.050.000,00 (kategori II), NPV yang diperoleh sebesar Rp 19.695.093,00 (kategori I) dan Rp 179.405.378,00 (kategori II). Nilai Net B/C pada kategori I sebesar 1,42 dan kategori II sebesar 5,94. Nilai IRR pada periode yang sama kategori I sebesar 34,76 persen dan kategori II sebesar 159 persen. Nilai Payback period pada kategori I selama dua tahun tujuh bulan dan kategori II selama 8 bulan. Secara

(34)

19 umum usaha peternakan itik tersebut layak untuk dilaksanakan dari aspek finansial. Penelitian Mulatsih et al. (2010) tidak meneliti mengenai aspek non finansial dan analisis nilai pengganti.

Penilitian yang dilakukan identik dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriani Ikapertiwi Kusumawardani (2010), mengenai analisis kelayakan finansial usaha peternakan ayam broiler. Namun peneliti juga meneliti tentang kelayakan usaha dari aspek non finansial.

Terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian terdahulu dengan topik kelayakan usaha ternak non itik misalnya ayam terutama dalam hal topik penelitian yakni kelayakan usaha ternak, mengambil kasus pada perusahaan peternakan. Selain itu, persamaan penelitian analisis kelayakan usaha pembibitan itik Pada CV. Usaha Unggas dengan keempat penelitian sebelumnya adalah adanya persamaan alat analisis untuk menentukan kelayakan non-finansial dan finansial. Alat analisis kelayakan finansial adalah NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit-Cost Rasio) dan PBP (Payback Period). Untuk aspek nilai kelayakan non-finansial digunakan pembahasan dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan.

Sedangkan perbedaan analisis kelayakan usaha pembibitan itik pada CV. Usaha Unggas dengan kelima penelitian sebelumnya yaitu, pada penelitian ini, dianalisis mengenai kelayakan pembibitan itik yang bukan merupakan sebuah proyek lagi, namun merupakan sebuah usaha yang telah dijalankan selama beberapa tahun yang berlokasi di Kampung Demplot, Desa Mekar Sari, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jadi analisis kebekaan yang dilakukan pun dilakukan karena telah terdapat pengalanan akan perubahan harga yang terjadi. Selain itu belum adanya penelitian terdahulu mengenai kelayakan usaha pada perusahaan ini. Dilihat dari waktu, tempat penelitian, dan kompleksitas permasalahannya penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu.

(35)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis

Bisnis adalah kegiatan yang dilakukan oleh individu dan sekelompok orang (organisasi) yang menciptakan nilai (create value) melalui penciptaan barang dan jasa (create of good and service) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi. Bisnis sebagai suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat (bussinessis then simply a system that produces goods and service to satisfy the needs of our society) (Huat 1990)4.

Menurut Brown dan Petrello (1976), bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat5. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba (Business is an institution which produces goods and services demanded by people). Griffin dan Ebert (1996) mengatakan, “Business is an organization that provides goods or services in order toearn provit”6. Sejalan dengan definisi tersebut, aktifitas bisnis melalui penyediaan barang dan jasa bertujuan untuk menghasilkan profit (laba). Suatu perusahaan dikatakan menghasilkan laba apabila total penerimaan pada suatu periode (Total Revenues) lebih besar dari total biaya (Total Costs) pada periode yang sama. Laba merupakan daya tarik utama untuk melakukan kegiatan bisnis, sehingga melalui laba pelaku bisnis dapat mengembangkan skala usahanya untuk meningkatkan laba yang lebih besar.

Setiap bisnis atau perusahaan berusaha mengolah bahan untuk dijadikan produk yang diperlukan oleh konsumen produk dapat berupa barang atau jasa. Tujuan perusahaan membuat produk adalah untuk mendapatkan laba, yakni imbalan yang diperoleh perusahaan dari penyediaan suatu produk bagi konsumen.

4

Novianto. 2009. Konsep dan Fungsi Bisnis. http://tris.staff.gunadarma.ac.id [Maret 2012] 5

Ahmad Buldani. 2010. Pengertian Bisnis. http://abuligious.blogspot.com [Februari 2012] 6

(36)

21 Analisis bisnis adalah suatu metode untuk menentukan pilihan berbagai penggunaan yang kompetitif dari sumberdaya-sumberdaya dengan cara sederhana. Pada dasarnya analisis bisnis adalah menaksir manfaat dan biaya suatu usaha serta merumuskannya menjadi alat ukur yang berlaku umum. Menurut Kasmir dan Jakfar (2007), Studi Kelayakan Bisnis merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan. Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan tersebut dilakukan untuk menentukan apakah usaha yang sedang atau akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Menurut Kadariah et al (1978), adapun tujuan analisis kegiatan usaha adalah: (1) menghindari keuntungan yang dicapai dari investasi suatu usaha; (2) menghindari pemborosan sumberdaya dengan tidak melaksanakan usaha yang tidak menguntungkan; (3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada, sehingga dapat dipilih alternatif usaha yang paling menguntungkan; dan (4) menentukan prioritas usaha.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), suatu usaha dapat berhasil apabila memenuhi kriteria manfaat investasi sebagai berikut: (1) manfaat ekonomis terhadap usaha itu sendiri; (2) manfaat bagi negara tempat usaha itu dilaksanakan; dan (3) manfaat sosial tersebut bagi masyarakat di sekitar tempat usaha.

Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan secara seksama untuk menentukan bagaimana manfaat yang akan diperoleh dari suatu investasi tertentu dan harus dipertimbangkan pada setiap tahap dalam perencanaan usaha dan siklus pelaksanaan. Secara umum aspek-aspek yang diteliti dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek-aspek pasar, aspek-aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek soial ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek finansial.

(37)

22 1. Aspek Pasar

Berkaitan dengan adanya peluang pasar untuk suatu produk yang akan di tawarkan oleh suatu proyek tersebut. Mencakup potensi pasar (jumlah konsumen potensial, konsumen yang mempunyai keinginan atau hasrat untuk membeli) dan perkembangan/ pertumbuhan penduduk (daya beli dan pemasaran yang menyangkut tentang strategi yang digunakan untuk meraih sebagian pasar potensial atau peluang pasar atau seberapa besar pengaruh strategi tersebut dalam meraih besarnya market share) 2. Aspek Teknis

Aspek teknis yaitu analisa yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang dan jasa. Aspek teknis memiliki pengaruh yang besar terhadap kelancaran jalannya usaha. Evaluasi ini mempelajari kebutuhan-kebutuhan teknis proyek, seperti karakteristik produk yang diusahakan, lokasi di mana proyek akan didirikan dan sarana pendukungnya, serta layout bangunan yang dipilih (Husnan dan Suwarsono 2000).

Dalam suatu usaha, hubungan aspek-aspek teknis sangat menentukan keberhasilan usaha terutama keberhasilan proses produksi. Masing-masing komponen dalam aspek teknis ini saling terkait satu sama lain dan ketidaklayakan salah satu komponen akan mengganggu proses produksi secara keseluruhan.

3. Aspek Manajemen

Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek yang harus mempertimbangkan struktur kelembagaan, pola sosial dan budaya yang ada pada suatu daerah atau negara setempat. Aspek ini meneliti sistem manajerial suatu usaha antara lain kesanggupan dan keahlian staf dalam menangani masalah proyek. Evaluasi aspek manajemen operasional bertujuan untuk menentukan secara efektif dan efisien mengenai bentuk badan usaha yang dipilih, struktur organisasi yang akan digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut dapat berjalan dengan lancar serta kebutuhan biaya gaji dan upah tenaga kerja (Umar 2005).

(38)

23 4. Aspek Hukum

Berkaitan dengan keberadaan secara legal dimana proyek akan dibangun yang meliputi ketentuan hukum yang berlaku termasuk sertifikat, akte pendirian perusahaan dari notaris setempat PT/ CV atau berbentuk badan hukum lainnya, NPWP, dan izin lainnya yang diperlukan dalam menjalankan usaha. Suatu perusahaan yang layak, perlu memenuhi persyaratan legalitas agar mempermudah hubungan ke luar perusahaan, memiliki kekuatan hukum, diakui serta terikat kebijakan hukum yang berlaku. 5. Aspek Ekonomi dan Sosial

Berkaitan dengan dampak yang diberikan kepada masyarakat karena adanya suatu proyek tersebut. Dari sudut ekonomi, apakah proyek dapat mengubah atau justru mengurangi income per capita panduduk setempat. Seperti seberapa besar tingkat pendapatan per kapita penduduk, pendapatan nasional atau upah rata-rata tenaga kerja setempat atau UMR, dll. Dari segi sosial, apakah dengan keberadaan proyek wilayah menjadi semakin ramai, lalulintas semakin lancar, adanya jalur komunikasi, penerangan listrik dan lainnya, pendidikan masyarakat setempat.

6. Aspek Finansial

Berkaitan dengan sumber dana yang akan diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana yang bersangkutan. Menurut Gittinger (1986), aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang diusulkan terhadap para peserta.

3.1.2. Manfaat Studi Kelayakan Bisnis

Manfaatnya dalam studi adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, baik persetujuan ataupun penolakan terhadap kelayakan suatu rencana bisnis yang akan direalisasikan sesuai dengan kepentingan pihak yang terkait didalamnya.

Adapun pihak-pihak yang membutuhkan laporan studi kelayakan bisnis adalah sebagai berikut: (1) pihak investor, investor adalah pemilik modal yang memiliki kepentingan langsung tentang keuntungan yang akan diperoleh serta

(39)

24 jaminan keselamatan atas modal yang ditanamkannya; (2) pihak kreditor, dari pihak ini dana bisa dipinjamkan yang pada akhirnya keputusan pemberian pinjaman dipertimbangkan setelah melakukan kajian ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat sebelumnya; (3) pihak manajemen perusahaan, sebagai pihak yang memberikan kebijakan terhadap langkah perencanaan dari studi kelayakan bisnis tersebut sebagai bentuk realisasi dari ide proyek dalam rangka meningkatkan laba perusahaan; (4) pihak pemerintah dan masyarakat, ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mempengaruhi kebijakan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung terkait prioritas pemerintah sebagai unsur pendukung rencana yang akan dijalankan; dan (5) bagi tujuan pembangunan ekonomi, sebagai analisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang akan ditimbulkan oleh proyek terhadap perekonomian nasional. Aspek-aspek yang perlu dianalisis untuk mengetahui biaya dan manfaat tersebut antar lain ditinjau dari aspek kebijakan pemerintah, distribusi nilai tambah pada seluruh masyarakat, nilai investasi per tenaga kerja, pengaruh sosial, serta analisis kemanfaatan dan beban sosial.

3.1.3. Teori Biaya dan Manfaat

Dalam menganalisis suatu usaha tujuan analisis harus disretai dengan defenisi biaya dan manfaat. Menurut Mulyadi (2001), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Biaya dapat dibedakan sebagai berikut: (1) biaya modal, yaitu pengeluaran yang akan memberikan manfaat/benefit pada periode akuntansi atau pengeluaran yang akan dapat memberikan manfaat pada periode akuntansi yang akan datang; (2) biaya operasional, yaitu kebutuhan dana yang diperlukan pada saat usaha mulai dilaksanakan; dan (3) biaya lainnya seperti pajak, bunga, dan pinjaman

Manfaat adalah sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu bisnis. Manfaat (benefit) dapat dibedakan menjadi: (1) manfaat langsung (direct benefit) yaitu manfaat yang diperoleh dari adanya kenaikan fisik dan atau dari penurunan biaya; (2) manfaat tidak langsung (indirect benefit) yaitu manfaat yang disebabkan adanya usaha tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang-orang tertentu dan masyarakat berupa adanya effect multiplier, skala ekonomi yang lebih

(40)

25 besar dan adanya perubahan produktifitas tenaga kerja disebabkan keahlian; dan (3) manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible benefit) misalnya perbaikan pendapatan, peningkatan ketahanan nasional, dan lain-lain.

3.1.4. Analisis Finansial

Menurut Husnan dan Sarwono (2000), analisis finansial adalah analisis yang digunakan untuk membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu usaha akan menguntungkan selama umur usaha. Analisis finansial terdiri dari:

1. Net Present Value (NPV)

Keuntungan netto suatu usaha adalah pendapatan bruto dikurangi jumlah biaya. Maka, NPV suatu proyek adalah selisih present value arus benefit dengan present value arus biaya. Suatu proyek dapat dinyatakan bermanfaat untuk dilaksanakan apabila NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV samadengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar social opportunity cost faktor produksi modal. Jika NPV lebih kecil dari nol, proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan dan oleh sebab itu pelaksanaannya harus ditolak (Gray, Clive, dkk. 1992).

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Rasio manfaat dan biaya atau net benefit cost (B/C ratio) adalah nilai nilai perbandingan antara jumlah present value yang bernilai positif (pembilang) dengan present value yang bemilai negatif (penyebut). Nilai net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah (Husan dan Suwarsono 2000).

3. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return adalah discount rate yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas masuk dan nilai investasi usaha atau dapat didefenisikan sebagai tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang diharapkan di masa datang. Dengan kata lain, IRR adalah discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Jika biaya modal suatu usaha lebih besar dari IRR, maka NPV

Gambar

Gambar 1. Grafik ternak Unggas Tahun 2007-2011
Tabel 2. Produksi Daging Itik Tahun 2008 – 2011
Tabel 4. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Bibit Itik Tahun 2008 – 2010
Tabel 6.   Produksi  dan  Kontribusi  Daging  Ternak  di  Kabupaten  Bogor  Tahun  2009 – 2010  No  Jenis  Daging  2009  (ton)  Kontribusi (%)  2010  (ton)  Kontribusi (%)  R   (%)  1  Sapi  11.153.409  12,75  10.790.992  11,39  -3,25  2  Kerbau  238.800
+7

Referensi

Dokumen terkait

Garis pantai Indonesia panjangnya kurang lebih 81.000 km, wilayah pesisirnya mempunyai ekosistem yang sangat beraneka ragam, antara lain hutan mangrove, terumbu karang, padang

Peaget kemampuan kognitif akan berkembang Peaget kemampuan kognitif akan berkembang jika anak berinteraksi dengan lingkungannya. Konsep tentang ruang

Korpus dari pemberitaan tersebut yaitu : berita-berita yang membahas tentang kritik tokoh lintas agama terhadap pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada surat kabar

usahanya hanya usaha simpan pinjam. Usaha Simpan Pinjam Koperasi adalah unit usaha koperasi yang bergerak di bidang usaha simpan pinjam sebagai bagian dari kegiatan

Musharakah. •   Walaubagaimanapun, dari perspektif undang-undang berdasarkan amalan standard di Malaysia, pihak yang terbabit di dalam Musharakah akan bersetuju

rRabnb.&,a'l!h!/gPiP!ru*.

Pemilihan cerita rayat Deleng Pertektekken ini berasal dari Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo dan merupakan sastra lisan masyarakat Karo.Dalam

of electrical stimulus intensity on the speed of response and efficacy of bilateral electroconvulsive therapy (ECT) in the treatment of schizophrenia.. Methods: Sixty-two patients