• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN REGRESI DATA PANEL PENGARUH KESETARAAN GENDER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI RIAU PERIODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN REGRESI DATA PANEL PENGARUH KESETARAAN GENDER TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI PROVINSI RIAU PERIODE"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI DATA PANEL PENGARUH

KESETARAAN GENDER TERHADAP PERTUMBUHAN

EKONOMI DI PROVINSI RIAU PERIODE 2011-2015

(Application Of Panel Data Regression Impact Of Gender Equality On Economic Growth In

Riau Province 2011-2015)

Sutri Vininda

1

, Lia Yuliana

2

Politeknik Statistika STIS1 Politeknik Statistika STIS 2

Jalan Otto Iskandardinata No. 64C, Jakarta Timur 13330 E-mail: 16.9440@stis.ac.id

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator mengevaluasi kinerja perekonomian suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi diimplementasikan dalam tujuan ke-8 Sustainable Development Goals/SDGs yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua. Selama periode 2011-2015 pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami penurunan, dimana Pulau Sumatra memiliki pertumbuhan terendah terutama di Provinsi Riau. Pertumbuhan ekonomi diperoleh dari faktor produksi yang dimiliki suatu wilayah. Adanya perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan perbedaan produktivitas antar pekerja, sehingga dalam mengkaji pertumbuhan ekonomi perlu memasukkan kesetaraan gender dalam ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara umum pertumbuhan ekonomi dan kesetaraan gender serta mengetahui pengaruh kesetaran gender terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau selama periode 2011-2015 dengan menggunakan analisis deskriptif dan regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan kondisi kesetaraan gender di bidang teknologi dan ketenagakerjaan mengalami peningkatan sedangkan kondisi kesetaraan gender di bidang pendidikan mengalami penurunan. Hasil regresi data panel menunjukkan bahwa rasio mengakses internet, rasio jam kerja, dan rasio upah signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan rasio RLS tidak signifikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kata kunci: kesetaraan gender, pertumbuhan ekonomi, regresi data panel

ABSTRACT

Economic growth is one indicator to evaluate the economic performance of a region. Economic growth is implemented in the 8th goal of the Sustainable Development Goals / SDGs, which is to support inclusive and sustainable economic growth, a full and productive workforce and decent work for all. During the 2011-2015 period, economic growth in Indonesia decreased, where Sumatra Island had the lowest growth, especially in Riau Province. Economic growth is obtained from production factors owned by a region. The existence of sex differences can lead to differences in productivity between workers, so in assessing economic growth it is necessary to include gender equality in the economy. This study aims to describe in general economic growth and gender equality and to determine the effect of gender equality on economic growth in Riau Province during the 2011-2015 period using descriptive analysis and panel data regression. The results showed that conditions of gender equality in the field of technology and labor had increased while conditions for gender equality in the field of education had decreased. The panel data regression results show that the ratio of accessing the internet, the ratio of working hours, and the ratio of wages have a significant positive effect on economic growth, while the MYS ratio hasn’t significant positive effect on

economic growth.

Keywords: gender equality, economic growth, panel data regression

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi menggambarkan laju aktivitas perekonomian pada suatu wilayah. Aktivitas perekonomian dilakukan sebuah negara untuk memproduksi barang dan jasa dengan tujuan memenuhi kebutuhan penduduk. Setiap negara berusaha mencapai pertumbuhan ekonomi

(2)

berkelanjutan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh negara tersebut. Menurut Kuznet dalam Todaro dan Smith (2004), untuk mencapai pertumbuhan ekonomi diperlukan adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusi dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan diimplementasikan dalam tujuan ke-8 Sustainable Development Goals/SDGs yaitu mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, tenaga kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua, salah satu target pada tujuan ini ialah memelihara pertumbuhan ekonomi per kapita sesuai dengan situasi nasional dan, khususnya, setidaknya mempertahankan 7 persen pertumbuhan produk domestik bruto pertahunnya di negara kurang berkembang.

Selama periode 2011-2015, pertumbuhan ekonomi di Indonesia mengalami penurunan dari 6,16 persen menjadi 4,79 persen. Pola pertumbuhan ekonomi antarpulau besar di Indonesia mengalami disparitas. Pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi, Jawa dan Bali, Nusa tenggara cenderung lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia, sedangkan pertumbuhan ekonomi di Sumatra, Kalimantan dan Maluku, Papua cenderung lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pulau Sumatra memiliki pertumbuhan ekonomi terendah dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 3,91 – 6,33 persen, sebagian besar provinsi di Pulau ini memiliki pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen, kecuali Provinsi Riau dan Provinsi Aceh. Provinsi Riau mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dari 5,57 persen ditahun 2011 menjadi 0,22 persen di tahun 2015 (BPS, 2019).

Perbedaan pertumbuhan ekonomi antarpulau diakibatkan perbedaan faktor produksi yang dimiliki setiap provinsi. Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah produksi berupa modal, tenaga kerja dan teknologi (Todaro dan Smith,2003). Pada faktor tenaga kerja, produktivitas tenaga kerja dipengaruhi jenis kelamin yang melekat pada manusia. Junaidi (2008) dalam menjelaskan kesetaraan gender dapat digunakan teori neo-klasik. Pada teori ini menerangkan adanya pembagian seksual dengan menekankan pada perbedaan seksual dalam berbagai variabel yang mempengaruhi produktivitas pekerja. Perbedaan ini meliputi pendidikan, keterampilan, lamanya jam kerja, tanggung jawab rumah tangga, serta kekuatan fisik. Hal ini didasarkan asumsi bahwa dalam persaingan antar pekerja, pekerja akan memperoleh upah sebesar marginal product yang dihasilkan.

Selain itu, adanya asumsi bahwa keluarga mengalokasikan sumber daya secara rasional yang mengakibatkan anggota rumah tangga laki-laki memperoleh investasi modal manusia lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini menyebabkan perempuan memperoleh pendapatan dari produktivitas yang lebih rendah dari laki-laki disebabkan investasi human capital yang lebih rendah. dari anggota keluarga laki-laki. Dengan investasi modal manusia pada perempuan lebih rendah mengakibatkan tingkat produktivitas tenaga kerja perempuan lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki (Anker dan Hein, 1986). Semakin tinggi produktivitas tenaga kerja akan menyebabkan tingginya upah dan begitu pula sebaliknya, ketika produktivitas tenaga kerja perempuan lebih rendah dari produktivitas tenaga kerja laki-laki maka upah yang di hasilkan tenaga kerja perempuan lebih rendah dari dari upah yang di hasilkan tenaga kerja laki-laki. (Reimer&Schroder,2006).

Menurut BPS, pada tahun 2015 capaian pendidikan di Indonesia menunjukkan perempuan memperoleh pendidikan lebih rendah dari laki-laki, hal ini terlihat dari rata-rata lama sekolah/RLS penduduk usia 25 tahun keatas, RLS perempuan hanya 7,35 tahun sedangkan RLS laki-laki 8,35 tahun. Di sisi produktivitas capaian perempuan juga lebih rendah dari laki-laki, hal ini telihat dari upah/gaji yang diterima perempuan hanya 1,68 juta Rupiah sedangkan laki-laki menerima upah sebesar 1,94 juta Rupiah. Jika dilihat dari capaian rata-rata jam kerja kerja penduduk perempuan (dalam seminggu) hanya 37,44 jam sedangkan rata-rata jam kerja penduduk laki-laki 42,48 jam, hal ini menunjukkan rata-rata jam kerja perempuan lebih rendah dari laki-laki.

Adanya fenomena perbedaan tingkat pendidikan, upah dan jam kerja antara laki-laki dan perempuan menujukan belum terwujud kesetaraan gender. Menurut United States Agency for International Development/USAID, kesetaraan gender adalah kondisi diberikan kesempatan baik pada perempuan maupun laki-laki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak sebagai manusia, secara sosial mempunyai benda, kesempatan, sumber daya dan menikmati manfaat dari hasil pembangunan. Kesetaraan gender lebih dari sekadar masalah moral, hal ini menjadi salah

(3)

datu masalah ekonomi yang vital. Bagi perekonomian global untuk mencapai potensinya, kita perlu menciptakan kondisi di mana semua wanita dapat mencapai potensinya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi (Maurice Obstfeld, 2017). Kerugian saat kesetaraan gender belum tercapai tidak hanya akan membuat perempuan mengalami limitasi, tetapi juga membawa kerugian pada negara. Potensi produksi output berupa barang dan jasa bisa lebih tinggi dengan kemaksimalan pembangunan modal manusia pada perempuan, jika hal ini tidak dimaksimalkan akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu negara tidak maksimal dan memperlambat kesejahteraan. Menurut ILO (2017), di seluruh dunia mengalami pertumbuhan produktivitas dan laju pembangunan manusia mela mbat, sehingga partisipasi penuh dan efektif perempuan dalam tenaga kerja sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Sitorus (2013) menyatakan semakin berkurang kesetaraan gender (Rasio IPG/IPM) akan memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya didorong oleh peningkatan kemampuan dasar (kesehatan, pendidikan dan pendapatan perkapita) penduduk laki-laki tetapi juga penduduk perempuan. Widiyati, dkk (2019) menyatakan semakin tinggi PDRB per kapita maka semakin rendah kesenjangan upah gender suatu negara. Harahap (2014) menyimpulkan bahwa rasio angka harapan hidup perempuan dan laki-laki dan rasio rata-rata lama sekolah perempuan dan laki-laki berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah, sedangkan rasio tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan dan laki-laki memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Beberapa indikator digunakan untuk menggambarkan kesetaraan gender di suatu wilayah, salah satunya adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG). Menurut BPS proses penghitungan IPG menggunakan dimensi dan variabel yang sama seperti Indeks Pembangunan Manusia(IPM) yaitu dimensi pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Apabila IPG bernilai lebih kecil dari 100, menunjukkan capaian perempuan di bidang pembangunan lebih kecil dari capaian laki-laki, ketika IPG bernilai sama dengan 100 menunjukkan capaian perempuan di bidang pembangunan sama dengan capaian laki-laki, dan saat IPG bernilai lebih besar dari 100, menunjukkan capaian perempuan di bidang pembangunan lebih besar dari capaian laki-laki. Provinsi Riau memiliki nilai IPG paling rendah dibandingkan provinsi lainnya di Pulau Sumatra, dengan nilai IPG di Provinsi Riau sebesar 85,74 - 87,75 persen. Hal ini mengindikasikan kondisi kesetaraan gender pada aspek pembangunan manusia Provinsi Riau terendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Sumatra.

Berdasarkan uraian diatas kondisi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau yang mengalami penurunan dan belum terwujudnya kesetaraan gender membuat peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh kesetaraan gender terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau. Dalam penelitian ini aspek kesetaran gender dilihat dari faktor produksi yang dicakup oleh kesetaraan gender dalam ekonomi seperti rasio mengakses internet perempuan terhadap laki-laki, rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki, rasio jam kerja perempuan terhadap laki-laki, dan rasio upah perempuan terhadap laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum pertumbuhan ekonomi dan kesetaraan gender serta mengetahui pengaruh kesetaran gender terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau selama periode 2011-2015.

METODE

Penelitian ini menggunakan data panel dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau selama periode 2011-2015. Variabel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Sumber data dan variabel-variabel yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Variabel dan sumber data.

No. Nama Variabel Jenis Variabel Sumber Data

(1) (2) (3) (4)

1. Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) harga konstan

(4)

2. Rasio Mengakses internet perempuan terhadap laki-laki

Independen Pengolahan SUSENAS Kor 2011-2015 3. Rasio rata-rata lama sekolah (RLS)

perempuan terhadap laki-laki

Independen Publikasi “Indikator Pembangunan

Manusia dan Gender Provinsi Riau

Tahun 2015 ” 4. Rasio rata-rata upah/gaji perempuan

terhadap laki-laki

Independen Pengolahan SAKERNAS 2011-2015 5. Rasio jam kerja perempuan terhadap

laki-laki

Independen Pengolahan SAKERNAS 2011-2015

Metode analisis pada penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis inferensia. Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat gambaran umum variabel dependen dan variabel independen menggunakan grafik. Di bagian analisis inferensia akan menggunakan regresi data panel untuk mengkaji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen pada penelitian ini pertumbuhan ekonomi didekati dengan PRDB atas harga konstan. Spesifikasi model yang digunakan sebagai berikut:

+ ………. (1)

Keterangan:

= logaritma natural PDRB atas harga konstan

= rasio persentase mengkases internet penduduk perempuan terhadap laki-laki = rasio rata-rata lama (RLS) sekolah perempuan terhadap laki-laki

= rasio rata-rata jam kerja perempuan terhadap laki-laki = rasio rata-rata upah/gaji perempuan terhadap laki-laki = koefisien regresi

= intersep

= komponen error

i = individu, meliputi 12 kab/kota di Provinsi Riau t = periode, sebanyak 5 tahun meliputi 2011-2015

Tahapan analisis regresi data panel dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pemilihan model terbaik melalui uji Chow, Uji Hausman dan uji BP LM

2. Apabila model yang terpilih CEM dan FEM lakukan pengujian struktur matriks varians-kovarians residual melalui uji LM dan uji Uji

3. Pengujian asusmsi klasik, jika menggunakan metode OLS asumsi yang harus dipenuhi yaitu normalitas, homoskedastis, nonmultikolinieritas dan nonautokorelasi. Apabila menggunakan metode GLS atau FGLS asumsi yang harus dipenuhi hanya normalitas dan nonmultikolinieritas. 4. Pengujian keberartian model menggunakan koefisien determinasi, uji simultan (Uji F) dan Uji

Parsial (uji t)

5. Interpretasi hasil estimasi model

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Produk Domestik Regional Bruto di Provinsi Riau

Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan nilai tambah bruto barang dan jasa yang didapatkan dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah regional dalam suatu periode tertentu tanpa melihat kepemilikan faktor produksi dimiliki oleh residen atau nonresiden. PDRB dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau pada periode 2011-2015 ditunjukkan oleh Gambar 1. dibawah ini. Nilai PDRB di Provinsi Riau tampak mengalami kenaikan selama periode 2011-2015.

(5)

Akan tetapi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau cenderung mengalami perlambatan di periode tersebut dari 5,57 persen di tahun 2011 melambat menjadi 0,22 persen di tahun 2015. Meskipun mengalami perlambatan, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau sempat mengalami kenaikan di tahun 2014, yang semula pertumbuhan ekonomi sebesar 2,48 persen di tahun 2013 meningkat menjadi 2,71 persen ditahun 2014.

Gambar 1. PDRB dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau Periode 2011-2015

Pada tahun 2012 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau dikarenakan krisis keuangan yang melanda negara-negara di Benua Eropa dan Amerika, gejolak ekonomi mempengaruhi harga minyak mentah dan harga CPO di pasar internasional dan berimbas pada kinerja ekonomi di Provinsi Riau yang memiliki kontribusi terbesar dari kategori pertambangan dan penggalian. Pada tahun 2015, anjloknya harga minyak mentah dunia sekitar 33 USD/barrel dan buruknya kondisi kabut asap yang melanda Provinsi Riau dan sebagian besar Pulau Sumatra menyebabkan perekonomian Provinsi Riau semakin tertekan di angka pertumbuhan ekonomi sebesar 0,22 persen.

Berdasarkan rata-rata PDRB selama periode 2011-2015 di kabupaten/kota Provinsi Riau, Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang memiliki nilai PDRB tertinggi, sementara Kabupaten Kepulauan Merantih menjadi wilayah dengan nilai PDRB terendah. Kabupaten Bengkalis merupakan kabupaten yang memiliki PDRB tertinggi di Provinsi Riau dengan PDRB sebesar Rp.87.897,6 miliyar, kondisi perekonomian di Kabupaten Bengkalis dihasilkan dari pertambangan dan penggalian, industri pengolahan dan pertanian. Kabupaten Bengkalis merupakan wilayah dengan penghasilan minyak bumi terbesar di Provinsi Riau. Hal ini membawa kabupaten Bengkalis memiliki share PDRB terbesar di Provinsi Riau dari tahun ke tahun (BPS). Kabupaten Kepulauan Merantih menjadi wilayah yang memiliki PDRB terendah di Provinsi Riau dengan PDRB sebesar Rp.10.282,5 Miliyar, kondisi perekonomian di Kabupaten Kepualan Merantih didominasi oleh sektor pertanian, penggalian dan pertambangan, serta industri pengolaan.

Gambaran Umum Kesetaran Gender di Bidang Tekonologi, Pendidikan dan Ketenagaan Kerja di Provinsi Riau

(6)

Provinsi Riau periode 2011-2015 Provinsi Riau periode 2011-2015

Kesetaraan gender di bidang teknologi diwakili oleh rasio persentase mengakses internet perempuan terhadap laki-laki ditunjukkan oleh Gambar 2, dari tahun 2011 hingga 2015 kondisi kesetaan gender dibagian akses internet belum tercapai, hal ini ditunjukkan dengan nilai rasio persentase mengakses internet perempuan terhadap laki-laki bernilai kurang dari 100. Hal ini sejalan dengan penelitian Jane E.Fountain (2000) yang menyatakan bahwa peran serta perempuan di bidang TIK masih cukup rendah dibandingkan laki-laki. Meskipun belum terjadi kesetaan gender dibagian akses internet, kondisi kesetaraan gender di bidang teknologi semakin membaik. Hal ini ditunjukkan oleh rasio persentase penduduk perempuan terhadap laki-laki yang mengakses internet tampak mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, dengan rasio sebesar 74,9 persen ditahun 2011 naik menjadi 87,8 persen di tahun 2015. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wedo (2018), penelitian tersebut mengatakan persentase penduduk yang mengakses internet di Indonesia mengalami kenaikan selama periode 2011-2015.

Kesetaraan gender di bidang pendidikan diwakili oleh rasio RLS perempuan terhadap laki-laki. Berdasarkan Gambar 3. dari tahun ke tahun tampak dengan nilai rasio RLS perempuan terhadap laki-laki yang bernilai kurang dari 100 persen. Kondisi ini menggambarkan RLS perempuan selalu lebih rendah dibandingkan RLS laki-laki, yang berarti belum tercapai kondisi kesetaraan dalam mengakses pendidikan antar perempuan dan laki-laki. Rasio RLS perempuan terhadap laki-laki cenderung mengalami penurunan dari 92,63 persen di tahun 2011 menjadi 91,81 persen di tahun 2015. Hal ini menunjukkan kesetaraan gender dalam mengakses pendidikan mengalami penurunan dari tahun 2011 hingga 2015. Menurut kepala dinas pendidikan Provinsi Riau, Kamsol (2015) menyatakan penyebab penurunan pendidikan dan rasio kesetaraan gender yaitu masih adanya permasalah pendidikan di Provinsi Riau seperti kekurangan guru, kurangnya kualitas guru terlihat dari hasil uji kompetensi guru dibawah target, dan letak lokasi sekolah yang tidak strategis dengan letak pemukiman penduduk.

Gambar 4. Rasio Upah/Gaji Provinsi Riau periode Gambar 5. Rasio Rata-rata jam kerja Provinsi Riau

2011-2015 periode 2011-2015

Kesetaraan gender di bidang tenaga kerja diwakili oleh rasio upah/gaji perempuan terhadap laki-laki dan rasio rata-rata jam kerja perempuan terhadap laki-laki. Berdasarkan Gambar 4. dari tahun ke tahun tampak dengan nilai rasio upah/gaji perempuan terhadap laki-laki dan rasio rata-rata jam kerja perempuan terhadap laki-laki yang bernilai kurang dari 100 persen. Kondisi ini menggambarkan upah/gaji dan rata-rata jam kerja perempuan selalu lebih rendah dibandingkan upah/gaji dan rata-rata jam kerja laki-laki, yang berarti belum tercapai kondisi kesetaraan di bidang tenaga kerja antar perempuan dan laki-laki. Meskipun masih belum tercapainya kesetaraan gender dalam rata-rata jam kerja, kesetaraan gender dalam rata-rata jam kerja mengalami perbaikan dari tahun 2011 hingga 2015. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya kenaikan rasio rata-rata jam kerja perempuan terhadap laki-laki dari 39,35 persen di tahun 2011 menjadi 42,88 persen di tahun 2015.

Disisi rata-rata upah/gaji ditunjukkan Gambar 5, meskipun belum terjadi kesetaraan gender dalam rata-rata upah/gaji, kondisi kesetaraan gender dalam rata-rata upah/gaji cenderung membaik dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan dengan nilai oleh rasio upah/gaji perempuan

(7)

terhadap laki-laki tampak mengalami kenaikan dari 28,06 persen di tahun 2011 menjadi 29,72 persen di tahun 2015. Kesetaraan gender semakin membaik dengan adanya kebijakan pemerintah untuk mengatasi diskriminasi gender di tempat kerja dengan adanya konvensi ILO No. 100 tentang Pengupahan Yang Sama yang mengatur tentang larangan diskriminasi terhadap pekerjaan yang sama berdasarkan gender. Hal ini bersesuaian dengan UUD 1945 pasal 28D ayat (2) dimana semua orang berhak bekerja dan memperoleh upah dan perlakuan yang adil.

Pengaruh Kesetaraan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Riau Periode 2011-2015

Tahapan awal yang dilakukan yaitu memilih model terbaik dari commom effect model (CEM), fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM) dengan menggunakan uji chow, uji hausman dan uji BP-LM. Pada penelitian ini didapatkan model terbaik berupa fixed effect model (FEM). Berikut adalah table nilai p-value hasil pengujian dalam menentuan model terbaik.

Tabel 2. Hasil uji chow dan uji hausman.

Pengujian p-value Keputusan Kesimpulan

Uji Chow 0,0000 Tolak FEM lebih baik dari CEM Uji Hausman 0,0001 Tolak FEM lebih baik dari REM Sumber: Pengolahan Data

Ketika model terbaik adalah FEM maka sebeleum dilakukan estimasi perlu diuji struktur varians kovarians residual serta ada atau tidaknya cross sectional correlation. Hal ini dilakukan untuk memilih metode estimasi yang tepat untuk model FEM. Untuk menguji struktur varians kovarians residual menggunakan uji LM dan untuk menguji keberadaan cross section correlation menggunakan uji . Hasil pengujian LM menunjukkan model FEM memiliki struktur varians-kovarians antar individu bersifat heteroskedastis, hal ini menunjukkan bahwa antar kabupaten/kota terdapat variasi yang berbeda. Hasil pengujian menunjukkan terdapat cross sectional correlation, hal ini menunjukkan bahwa antar kabupaten/kota terdapat korelasi atau saling berhubungan. Dengan model FEM memiliki struktur varians-kovarians antar individu bersifat heteroskedastis dan terdapat cross sectional correlation, maka metode yang digunakan pada model ini ialah metode feasible generalized least square (FGLS) dengan cross section weight serta cross section seemingly unrelate regression (SUR).

Pengujian normalitas residual pada penelitian ini menggunakan uji Jarque bera. Hasil pengujian menunjukkan statistik hitung Jaruqe bera yang diperoleh sebesar 3,1101 dengan p-value sebesar 0,2111, statistik tabel yang digunakan sebagai pembanding yaitu dengan nilai sebesar 5,99914. berdasarkan hasil pengujian dapat diambil keputusan gagal tolak , sehingga dapat disimpulkan dengan tingkat signifikasi 0,05, residual berdistribusi normal. Pengujian non-multikolinieritas menggunakan variance inflation factor (VIF). Dengan menggunakan VIF, suatu model dikatakan melanggar asumsi non-multikolinieritas apabila nilai VIF lebih besar dari 10. Hasil pengujian VIF ditunjukkan tabel dibawah ini. Berdasarkan nilai VIF setiap variabel didalam model lebih kecil dari 10, hal ini menunjukkan hasil estimasi model memenuhi asumsi non-multikolinieritas.

Tabel 3. Nilai VIF setiap variabel.

Variable VIF Variable VIF

RRLS 1,719712 RINT 1,882170

RUPAH 1,337863 RJAM 1,712723

Sumber: Pengolahan data

(8)

Hasil estimasi menggunakan model fixed effect model dengan metode estimasi FGLS dengan cross section weight ditunjukan pada Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4 Hasil uji t dan uji F

Variable Koefisien p-value

C 10,82217* 33,0309* 1,6802 0,000000 RINT 0,002521* 3,267426* 0,001054 RRLS -0,009800 -2,903350 0,997121 RJAM 0,002781** 1,470922** 0,074217 RUPAH 0,003056* 1,941484* 0,029315

Ringkasan Statistik Uji F

F-Hitung 895,225 p-value (F-hitung) 0,00000

Sumber : Pengolahan data

*) signifikan pada taraf signifikasi 5 persen **) signifikan pada taraf signifikasi 10 persen

Hasil pengujian menujukan statistik hitung uji f sebesar 895,225 dengan p-value sebesar 0,0000, statistik tabel yang digunakan sebagai pembanding yaitu dengan nilai sebesar 1,87. Berdasarkan hasil pengujian > dapat diambil keputusan gagal tolak , sehingga dapat disimpulkan dengan tingkat signifikasi 5 persen minimal terdapat satu variabel independen yang berpengaruh terhadap PDRB kabupaten/kota di Provinsi Riau. Hasil uji t menunjukkan dengan tingkat signifikasi 5 persen rasio mengakses internet perempuan terhadap laki-laki dan variabel rasio upah perempuan terhadap laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB atas harga konstan. Dengan tingkat signifikasi 10 persen rasio rata-rata jam kerja perempuan terhadap laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB atas harga konstan. Rasio RLS perempuan terhadap laki-laki tidak signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB atas harga konstan. Persamaan yang diperoleh sebagai berikut.

………(2)

Keterangan:

*) signifikan pada taraf signifikasi 5 persen **) signifikan pada taraf signifikasi 10 persen

= efek individu ke-i

= logaritma natural PDRB atas harga konstan

= rasio persentase mengakses internet penduduk perempuan terhadap laki-laki = rasio rata-rata lama (RLS) sekolah perempuan terhadap laki-laki

= rasio jam kerja perempuan terhadap laki-laki = rasio upah perempuan terhadap laki-laki

Rasio persentase mengakses internet penduduk perempuan terhadap penduduk laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB. Berdasarkan tabel 8, setiap kenaikan 1 persen rasio persentase mengakses internet perempuan terhadap laki-laki akan meningkatkan pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Riau sebesar 0,2521 persen pada periode 2011-2015, dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai konstan. Dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan

(9)

kesetaraan gender di bagian mengakses internet akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat. Kondisi ini sejalan dengan gambaran umum PDRB di Provinsi Riau yang cenderung meningkat seiring dengan peningkatan rasio persentase mengakses internet perempuan terhadap laki-laki. Selain itu, hasil penelitian ini didukung oleh oleh penelitian yang dilakukan oleh Wedo (2018) dimana peningkatan persentase mengakses internet secara signifikan berpengaruh positif meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indoesia pada periode 2011-2015.

Rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki tidak signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB. Berdasarkan koefisien regresi yang di peroleh, terlihat rasio RLS memiliki hubungan yang negatif dengan PDRB, hasil ini digambarkan oleh kondisi umum rasio RLS dan PDRB, dimana pada periode 2011-2015 kecenderungan PDRB di Provinsi Riau meningkat namum kecenderungan rasio RLS tampak menurun, sehingga menghasilkan hubungan negatif antara PDRB dan rasio rata-rata lama sekolah. Menurut Kamsol (2015) menyatakan penyebab penurunan pendidikan dan rasio kesetaraan gender yaitu masih adanya permasalah pendidikan di Provinsi Riau seperti kekurangan guru, kurangnya kualitas guru terlihat dari hasil uji kompetensi guru dibawah target, dan letak lokasi sekolah yang tidak strategis dengan letak pemukiman penduduk. Penelitian ini didukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Diayu (2019) dimana rasio rata-rata lama sekolah signifikan berpengaruh negatif dan terhadap PDRB perkapita atas harga konstan.

Pengaruh rasio jumlah jam kerja perempuan terhadap laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB. Setiap kenaikan 1 persen rasio jam kerja perempuan terhadap laki-laki akan meningkatkan pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di provinsi Riau sebesar 0,2781 persen, dengan asumsi variabel independen lainnya konstan. Dapat disimpulkan bahwa kesetaraan gender pada jumlah jam kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kondisi ini sejalan dengan keadaan PDRB di Provinsi Riau yang terus meningkat seiring dengan meningkatkan rasio jumlah jam kerja perempuan terhadap laki-laki. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Klasmen (2009), yang menyatakan bahwa rasio aktivitas ekonomi perempuan terhadap laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB atas harga konstan.

Rasio rata-rata upah/gaji perempuan terhadap penduduk laki-laki signifikan berpengaruh positif terhadap PDRB. Setiap kenaikan 1 persen rasio rata- rata upah/gaji perempuan terhadap laki-laki akan meningkatkan pertumbuhan PDRB kabupaten/kota di Provinsi Riau sebesar 0,3056 persen pada periode 2011-2015, dengan asumsi variabel independen lainnya bernilai konstan. Dapat disimpulkan bahwa setiap kenaikan kesetaraan gender pada aspek upah/gaji akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi meningkat. Hal ini bersesuai dengan penelitian Haas (2006) dimana kesetaraan gender dalam upah/gaji dapat berdampak tidak hanya pada perempuan tetapi bagi anak-anaknya juga, hal ini dikarenakan perempuan cenderung menggunakan pendapatannya secara adil untuk anak perempuan dan laki-laki sehingga memungkinkan anak-anak memperoleh keuntungan dan kesempatan yang sama. Hal ini dapat berujung pada kesetaraan gender dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.

Ketika fixed effect model terpilih menjadi model terbaik maka terdapat efek individu masing-masing kabupaten/kota yang berpengaruh terhadap PDRB. Kabupaten Bengkalis memiliki efek individu terbesar yaitu, 1,053435. Hal ini menujukan ketika nilai rasio persentase akses internet penduduk perempuan terhadap laki-laki, rasio rata-rata lama sekolah, rasio jam kerja, dan rasio rata-rata upah/gaji sama untuk semua kabupaten/kota di Provinsi Riau, maka PDRB Kabupaten Bengkalis lebih besar 2,867 miliar Rupiah daripada rata-rata. Disisi lain Kabupaten Kepulauan Meranti memiliki efek individu terkecil yaitu, -1,12988, hal ini berarti PDRB Kabupaten Kepulauan Meranti lebih kecil 0,3233 miliar Rupiah daripada rata-rata. Hal ini sejalan dengan kondisi Kabupaten Bengkalis menjadi wilayah yang memiliki nilai PDRB tertinggi, sementara Kabupaten Kepulauan Merantih menjadi wilayah dengan nilai PDRB terendah.

(10)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan seperti di bawah ini:

1. Secara umum PDRB di Provinsi Riau mengalami kenaikan selama periode 2011-2015 akan tetapi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau mengalami perlambatan. Kondisi kesetaraan gender dalam bidang pendidikan, teknologi dan tenaga kerja belum tercapai di Provinsi Riau. Kesetaraan gender di bidang teknologi dan tenaga kerja mengalami kenaikan hal ini di tunjukkan oleh rasio mengakses internet perempuan terhadap laki-laki, rasio upah perempuan terhadap laki-laki, dan rasio jam kerja perempuan terhadap laki-laki mengalami kenaikan selama periode penelitian. Sedangkan kesetaraan gender di bidang pendidikan mengalami penurunan hal ini di tunjukkan oleh rasio rata-rata lama sekolah perempuan terhadap laki-laki mengalami penurunan.

2.

Setiap kenaikan rasio mengakses internet perempuan terhadap laki-laki, rasio upah perempuan terhadap laki-laki, dan rasio jam kerja perempuan terhadap laki-laki akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau periode 2011-2015. Sedangkan setiap kenaikan rasio RLS perempuan terhadap laki-laki akan menurunkan pertumbuhan ekonomi di Provini Riau tahun 2011-2015.

DAFTAR PUSTAKA

Anker, R. & C. Hein. (1986). “Introduction and overview: Sex inequalities in urban employment in the third

world”. New York: International Labour Organization.

Badan Pusat Statistik. (2016a). “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Riau Menurut Lapangan Usaha

2011-2015”. Pekanbaru : BPS.

. (2016b). “Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Se-Provinsi Riau Menurut Lapangan Usaha 2011-2015”. Pekanbaru : BPS.

. (2017). “Indikator Pembangunan Manusia dan Gender Provinsi Riau Tahun 2017”. Pekanbaru :

BPS.

Diayu, U. (2019). “Analisis Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan PDRB Per Kapita Di Indonesia Tahun 2010-2017” Skripsi Politeknik Statistika STIS, Jakarta. 190 hlm.

Greene, W.H. (2003). Econometric Analysis 5th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Gujarati, D.N. & Porter, D.C. (2009). Basic Econometrics 5th Edition. New york : The McGraw-Hills Companies

Haas, S. 2006. Economic Development and the Gender Wage Gap. The Park Place Economist: Vol 14, 49-55.

Harahap, R (2014). “Analisis Pengaruh Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi

Jawa Tengah”. Skripsi Universitas Diponegoro, Semarang. 115 hlm.

Junaidi. 2008). Kajian Teoritis Mengenai Ketimpangan Gender.

https://junaidichaniago.wordpress.com/2008/05/13/kajian-teoritis-mengenai-ketimpangan-genderkajian-teoritis-mengenai-ketimpangan-gender/. [16 Juli 2020]

Klasen, S. & Lamanna. (2009). The Impact of Gender Inequality in Education and Employment on Economic Growth: New Evidence for a Panel of Countries. Feminist Economist, 15(3), 91-132.

KPPPA (2016). Statistik Gender Tematik-Potret Ketimpangan Gender dalam ekonomi. Jakarta : CV. Lintas Katulistiwa

Reimer, D., & Schroder, J. 2006. Tracing the gender wage gap: Income differences between male and female university graduates in Germany. Zeitschrift für ArbeitsmarktForschung: Vol. 39, 235-253 Sitorus, A.V.Y. (2013). Dampak Ketimpangan Gender Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Tesis

Institut Pertanian Bogor, Bogor. 175 hlm.

Todaro, M. & Smith. (2003). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi ke-7. Jakarta: Erlangga.

Widiyawati, dkk (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kesenjangan Upah Gender. Proceeding PESAT. Bandung.

Wedo, W. (2018). Pengaruh Tingkat Penetrasi Internet Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Di Indonesia. Skripsi Politeknik Statistika STIS, Jakarta. 107 hlm.

(11)

Gambar

Tabel 1. Variabel dan sumber data.
Gambar 1. PDRB dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau Periode 2011-2015
Gambar 4. Rasio Upah/Gaji Provinsi Riau periode        Gambar 5. Rasio Rata-rata jam kerja Provinsi Riau

Referensi

Dokumen terkait

Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri (self assessment), penilaian “teman sejawat” (peer assessment) oleh peserta didik, dan

penelitian mengenai Pengelolaan Fasilitas Objek Wisata Aka Barayun Lembah Harau Berbasis Masyarakat di Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu, untuk lebih. meningkatkan lagi

Dalam rangka Dies Natalis Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada ke-47, Panitia menyelenggarakan Simposium Nasional Penelitian dan Pengembangan Peternakan Tropik Tahun

Ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik bidan dalam pemberian magnesium sulfat (MgSO4) pra rujukan pada preeklampsiadi Kabupaten Pekalongan dengan arah

digunakan dalam desain sistem ini untuk mendapatkan informasi dan melakukan pertukaran informasi melalui web portal yang dilakukan oleh customer , sekaligus

Dalam sistem akuntansi secara manual, media yang digunakan untuk merekam pertama kali data transaksi keuangan adalah formulir yang dibuat dari kertas.. Dalam

Salah satu materi dalam trigonometri adalah menggambar grafik fungsi trigonometri. Untuk melihat hubungan ini dapat memanfaatkan fasilitas slider yang ada di

Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Indra Kurnia, menyatakan bahwa skripsi dengan judul : ANALISIS PENGARUH BOPO, Equity to Total Assets (EAR) Ratio , Loan to Assets