• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Landasan Teori. Keuangan daerah menurut Mamesah (dalam buku Halim, 2012:25) dapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Landasan Teori. Keuangan daerah menurut Mamesah (dalam buku Halim, 2012:25) dapat"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keuangan daerah

a. Pengertian keuangan daerah

Keuangan daerah menurut Mamesah (dalam buku Halim, 2012:25) dapat diartikan sebagai segala hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu yang baik berupa uang dan barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki atau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku. Sedangkan menurut PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 keuangan daerah didefinisikan sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Dalam pengertian keuangan daerah dikutip dari kedua peraturan tersebut, keuangan daerah melingkupi:

1) Hak daerah untuk melakukan pemungutan terhadap pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman.

2) Kewajiban daerah untuk mengadakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan kepada pihak ketiga.

3) Penerimaan daerah. 4) Pengeluaran daerah.

(2)

commit to user

5) Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah.

6) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dan atau kepentingan umum.

Dari pengertian dan ruang lingkup keuangan daerah diatas Halim (2012:25) menjelaskan bahwa semua hak adalah hak daerah untuk mendapatkan penerimaan daerah Sedangkan semua kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat.

b. Pengelolaan keuangan daerah

Pengelolaan keuangan daerah merupakan manajemen dalam mengatur hak dan kewajiban daerah (Halim, 2012:29). Pengelolaan keuangan daerah Menurut Permendagri No.13 Tahun 2006 adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dari definisi di atas, menurut Mahmudi (2007:14) pengelolaan keuangan daerah mempunyai siklus yang meliputi tahapan-tahapan perencanaan, pelaksanaan atau implementasi, tahap pelaporan dan evaluasi kinerja. Tahapan perencanaan, pelaksanaan atau implementasi, pelaporan dan evaluasi kinerja tersebut dijalankan dan dikelola oleh organisasi pengelola keuangan daerah.

(3)

commit to user c. Organisasi pengelolaan keuangan daerah

Menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006 sebagaimana dirubah terakhir dengan Permendagri nomor 59 tahun 2007, organisasi pengelolaan keuangan daerah terdiri dari:

1) Pemegang kekuasaan pengelola keuangan yakni kepala daerah selaku kepala Pemerintah Daerah

2) Koordinator pengelolaan keuangan daerah, dijabat oleh Sekretaris Daerah.

3) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dijabat oleh Kepala Badan Pengelolaan Keuangan (aset) daerah atau biro atau bagian keuangan PPKD ini juga melaksanakan fungsi sebagai bendahara umum.

4) Pejabat pengguna anggaran atau pengguna barang daerah, dijabat oleh kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Pada setiap SKPD terdapat:

i. Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran

ii. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan

iii. Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD

iv. Bendahara Pengeluaran SKPD

v. Bendahara Penerimaan SKPD yang juga mengelola pendapatan

daerah.

2. Anggaran pendapatan dan belanja daerah

a. Anggaran

(4)

commit to user

mendapatkan pengertian anggaran yang lebih jelas dan tepat, di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian anggaran dan konsep anggaran dalam sektor publik. Bagdigen (2001) berpendapat bahwa anggaran merupakan alat utama organisasi untuk mendefinisikan tujuan organisasi dan mengubah informasi-informasi yang dibutuhkan ke dalam angka. Anggaran menurut Anthoni and Govinda Rajan (2009:73) merupakan alat penting untuk perencanaan dan pengendalian jangka pendek yang efektif dalam organisasi. Anggaran juga dianggap sebagai pernyataan resmi manajemen tentang harapan mengenai pendapatan, biaya dan transaksi keuangan lain dalam jangka waktu tertentu untuk organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002:61) anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Menurut Harun (2009:100) anggaran merupakan perencanaan resmi atas aktivitas atau tindakan yang dinyatakan dalam nilai uang (monetary term).

Dalam perspektif sektor publik, Harun (2009:100) menyatakan bahwa anggaran merupakan pernyataan kuantitatif dari perencanaan unit-unit kerja pemerintah, yang dinyatakan dalam bentuk fisik atau keuangan maupun keduanya. Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa anggaran merupakan cara menterjemahkan tujuan dan strategi operasional suatu organisasi dan pernyataan jangka pendek secara kuantitatif. Freeman (dalam Nordiawan dkk 2007:19) menyatakan bahwa anggaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh organisasi publik untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya pada kebutuhan-kebutuhan yang tidak terbatas. Dari pengertian diatas terungkap peran strategis

(5)

commit to user

anggaran dalam mengelola kekayaan suatu organisasi. Anggaran sektor publik juga bisa diterjemahkan sebagai rencana kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk proyeksi perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter (Mardiasmo 2002:62). Dengan demikian anggaran pada sektor publik berperan untuk membatasi belanja agar sesuai dengan tujuan dan rencana penyusunannya (Anessi-Pessina and Sicilia,2012). Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas maka penulis menyimpulkan anggaran pada sektor publik merupakan rencana biaya yang terinci dan sistematis yang meliputi seluruh kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Mardiasmo (2002:63) anggaran sektor publik merupakan upaya pemerintah untuk menentukan tingkat kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu anggaran mempunyai beberapa fungsi diantaranya, yaitu, sebagai alat perencanaan yang merumuskan tujuan dan sasaran kebijakan agar sesuai visi dan misi organisasi, alat pengendalian yang menyajikan rencana detil atas pendapatan dan belanja agar dapat dipertanggungjawabkan, dan sebagai alat kebijakan fiskal untuk menstabilkan dan mendorong perekonomian negara maupun daerah.

b. Pendapatan daerah

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 mendefinisikan pendapatan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Dalam

(6)

commit to user

Permendagri nomor 13 Tahun 2006 pendapatan daerah didefinisikan sebagai perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Secara umum, Mahmudi (2007:121) menyatakan bahwa pendapatan dapat dipahami sebagai hak pemerintah daerah yang menambah kekayaan bersih yang terjadi sebagai akibat transaksi masa lalu.

c. Belanja daerah

Belanja merupakan pengeluaran suatu organisasi untuk menggerakkan operasional organisasi dan untuk memperoleh atau menambah aset. Mabel Walker (dalam Julia Becket, 2002:27) berpendapat bahwa belanja pemerintah daerah harus mengekspresikan keinginan, kebutuhan, harapan dan kebiasaan masyarakat. Artinya bahwa pemerintah harus mempertimbangkan prioritas kebutuhan masyarakat dalam mengalokasikan belanja daerahnya.

Sedangkan belanja daerah menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006 didefinisikan sebagai perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, belanja daerah diartikan sebagai pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.

(7)

commit to user d. Belanja modal

Belanja modal adalah penegeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi misalnya belanja tanah, belanja modal bangunan fisik, dan belanja aset lainnya. Belanja modal tidak bersifat rutin dan memberikan manfaat jangka menegah dan panjang, sehingga akan mempengaruhi neraca pemerintah daerah dalam hal aset daerah.

Untuk daerah dengan tingkat pendapatan rendah, pemerintah cenderung berorientasi mengalokasikan anggaran pada belanja modal sebagai bagian dari investasi modal. Untuk daerah dengan tingkat penghasilan tinggi, biasanya telah memiliki aset modal yang mencukupi. Biasanya proporsi belanja modal terhadap total belanja daerah antara 5 – 20 %.

3. Perubahan anggaran

Penyusunan anggaran daerah merupakan proses tahunan yang dimulai sejak tahun berjalan namun digunakan untuk tahun berikutnya. Eksekutif yang dipimpin oleh Kepala Daerah yang terpilih proses pemilukada melalui tim anggaran yang diketuai oleh Sekretaris Daerah memproyeksikan besaran pendapatan yang akan diperoleh tahun mendatang dan sesuai mekanisme peraturan yang berlaku mengumpulkan usulan estimasi belanja dari unit-unit kerja berupa program kegiatan.

Perubahan anggaran daerah di Indonesia, tertuang dalam Perubahan Anggaran Pendapatan dan Daerah yang mekanismenya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman

(8)

commit to user

Pengelolaan Keuangan Daerah. Karena penyusunan anggaran untuk setiap tahun tersebut sudah dimulai dipersiapkan pada bulan Juli setiap tahunnya, maka ketidakpastian kondisi saat APBD dilaksanakan menyebabkan perlu dilakukan perubahan atau penyesuaian.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah itu sendiri sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi dari Sekretaris Daerah. Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian wewenang dan tangung jawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan dalam pelaksanaan anggaran daerah (check and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, maka dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan masyarakat. Karena itu, perubahan APBD seharusnya dilakukan demi kepentingan masyarakat yang selaku pemangku kepentingan dan pemegang kekuasaan. Dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tersebut, sudah diatur dasar dan alasan diperbolehkannya perubahan anggaran. Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama antara

(9)

commit to user

DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan. Dalam Permendagri 13 Tahun 2006 Pasal 154 disebutkan bahwa seandainya selama tahun berjalan perlu diadakan perbaikan atau penyesuaian terhadap alokasi anggaran, maka perubahan APBD masih dimungkinkan terutama apabila:

1) Terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan umum anggaran (KUA);

2) Terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran

anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

3) Ditemui keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun

sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan; 4) Keadaan darurat; dan

5) Keadaan luar biasa.

4. Otonomi daerah

Menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 5, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi daerah adalah hak yang dimiliki daerah untuk mengatur dan mengurus rakyatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi rakyat, sesuai undang-undang yang berlaku (Halim, 2008). Menurut Suparmoko (2002) otonomi daerah

(10)

commit to user

adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat daerah tersebut menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi rakyat. Otonomi daerah adalah hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri dengan menghormati peraturan perundangan yang berlaku. Artinya daerah diberikan kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus kepentingan daerah itu sendiri sesuai dengan undang-undang yang berlaku (Nurcholis, 2007).

Tujuan otonomi daerah menurut Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, serta mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. Dampak positif dari otonomi menurut Ga’i et al. (2010) antara lain:

1) Otonomi memungkinkan terlaksananya bottom up planning secara

signifikan.

2) Otonomi daerah mengikis rantai birokrasi yang dirasakan menghambat pelayanan kepada masyarakat.

3) Otonomi juga akan dapat memberdayakan partisipasi masyarakat yang lebih besar dalam pembangunan sehingga pembangunan akan berjalan sesuai dengan kebutuhan di daerahnya.

(11)

commit to user a. Desentralisasi fiskal

Menurut Faridi (2011) desentralisasi fiskal merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah menetapkan wewenang atau mendelegasikan kekuasaan pada aktivitas ekonomi dalam suatu daerah. Di dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom, untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Sidik (2002) desentralisasi adalah alat untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.

Desentralisasi memiliki dua dimensi yaitu dimensi vertikal yaitu antara kekuasaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan dimensi horizontal yaitu

antara kekuasaan masing-masing pemerintah daerah (Stansel, 2005).

Desentralisasi fiskal diukur menggunakan ukuran relatif dari biaya dan pendapatan dari pemerintah daerah dan pendapatan dari pemerintah pusat (Zhang and Zou, 1998).

b. Kepala daerah incumbent

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah incumbent sama dengan petahana yaitu seorang yang sedang memegang jabatan yang ikut pemilihan agar dipilih kembali pada jabatan itu. Incumbent biasanya digunakan dalam hal pemilihan umum, dimana terjadi persaingan antara incumbent dan non incumbent.

(12)

commit to user

Keunggulan kekuasaan yang dimiliki incumbent memberikan keuntungan bagi

incumbent dalam pengalokasian sumber daya. Sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menyatakan bahwa kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mempunyai

kewenangan, salah satunya adalah menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, incumbent berpeluang besar untuk memanfaatkan pos-pos belanja pada APBD untuk dapat menambah pendapatan daerah maupun untuk keuntungan pribadinya.

5. Kinerja keuangan pemerintah

Menurut Bastian (2006), kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran ,tujuan, misi, dan visi organisasi. Secara umum, kinerja merupakan prestasi yang

dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu. Dalam mengukur

keberhasilan/kegagalan suatu organisasi, seluruh aktivitas organisasi tersebut harus dapat dicatat dan diukur. Pengukuran ini tidak hanya dilakukan pada input

(masukan) program, tetapi juga pada keluaran manfaat dari program tersebut. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi

(13)

commit to user

kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya. Tujuan penilaian kinerja di sektor publik (Mahmudi (2007) dalam Halim, 2007):

1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

3) Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan Keputusan

5) Memotivasi Pegawai

6) Menciptakan Akuntabilitas Publik.

a. Analisis kinerja keuangan pemerintah daerah

Analisis keuangan menurut Halim (2002) merupakan sebuah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Sedangkan pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah menegaskan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan tugas kewenangan menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib melaporkan pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemda dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan

(14)

commit to user

analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2007)

b. Jenis-jenis rasio keuangan

Menurut Mahmudi (2007:128-130), beberapa rasio keuangan yang bisa digunakan untuk melakukan analisis terhadap laporan keuangan pemerintah di daerah adalah sebagai berikut:

1) Rasio kemandirian

Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara

membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan propinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemandirian keuangan didaerahnya. 2) Rasio ketergantungan keuangan daerah

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh pemerintah daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar pula tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan atau pemerintah propinsi.

3) Rasio aktivitas

Rasio aktivitas menggambarkan bagaimana pemerintah daerah dalam memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal.

(15)

commit to user i. Rasio pengelolaan belanja

Rasio pengelolaan belanja menunjukan bahwa kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki ekuitas antara periode yang positif yaitu belanja yang dilakukan tidak lebih besar dari total pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini menunjukan adanya surplus atau defisit anggaran. Surplus atau defisit yaitu selisih lebih/ kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan.

ii. Rasio belanja modal

Perbandingan antara total belanja modal dengan total belanja daerah. Rasio ini menginformasikan kepada pembaca laporan keuangan mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk belanja modal. Belanja modal adalah belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk mendapatkan aset yang mendatangkan manfaat ekonomi di masa yang akan datang. Rasio belanja modal

akan digunakan dalam pengukuran kinerja kepala daerah incumbent

dan non incumbent pada penelitian kali ini.

c. Manfaat analisis rasio keuangan

Menurut Warsidi dan Bambang dalam Fahmi (2007:45), analisis rasio keuangan merupakan instrumen analisis prestasi perusahaan yang menjelaskan berbagai hubungan dan indikator keuangan yang ditujukan untuk menujukkan perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi masa lalu dan membantu

(16)

commit to user

menggambarkan trend pola perubahan tersebut, untuk menujukkan risiko dan peluang yang melekat pada perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Fahmi (2007:47), rasio keuangan memiliki manfaat, sebagai berikut:

1) analisis rasio keuangan sangat bermanfaaat untuk dijadikan sebagai alat untuk menilai kinerja dan prestasi perusahaan;

2) analisis rasio ekuangan saangat bermanfaat bagi pihak manajemen sebagai rujukan untuk membuat perencanaan;

3) analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kondisi suatu perusahaan dari perspektif keuangan;

4) analisis rasio keuangan bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan untuk memperkirakan potensi resiko yang akan dihadapi dikaitkan dengan adanya jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan pengembalian pokok pinjaman; dan

5) analisis rasio keuangan dapat dijadikan sebagai penilaian bagi pihak

stakeholder organisasi.

B. Penelitian Terdahulu

Teori politik yang bermakna sebagai kajian sistematis tentang segala kegiatan dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan telah berkembang dalam rentang waktu lama. Salah satu yang jelas terjadi dalam kehidupan saat ini adalah berlakunya sistem demokrasi yang berarti kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat. Dalam perkembangannya di Indonesia, pemilihan pemimpin secara

(17)

commit to user

langsung adalah salah satu pelaksanaan sistem demokrasi. Masyarakat memilih langsung pemimpin mulai dari kepala daerah, baik kabupaten maupun kota, gubernur, dan presiden. Pemilihan kepala daerah secara langsung telah dilakukan sejak tahun 2005. Pemilihan kepala daerah di Indonesia karena proses pelaksanaan demokrasi yang harus dibiayai secara khusus, mulai dari pendaftaran, pengadaan barang dan jasa untuk pencoblosan, serta kampanye yang dilakukan partai politik dan calon kepala daerah.

Penelitian yang dilakukan Casal, Gomes and Liste (2013) tentang kondisi keuangan dan partai politik pada pemerintah daerah di Spanyol menemukan bukti empiris bahwa kebijakan alokasi keuangan daerah dipengaruhi oleh kondisi keuangan sebelumnya. Partai politik ataupun kepala daerah yang berkuasa tetap akan menggunakan informasi keuangan tahun sebelumnya dalam menentukan kebijakan keuangan daerahnya. Untuk pemerintah dengan dukungan suara rendah, kecenderungan belanja infrastrukturnya tinggi. Penelitian ini tidak menemukan hubungan anatara kebijakan keuangan pemerintah daerah dengan partai politik yang berkuasa, baik itu partai progresif maupun konservatif.

Sementara itu, penelitian tentang kemungkinan pemilihan umum mempreferensikan kebijakan keuangan dengan terpilihnya pemimpin baru, serta berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah pemerintah daerah melakukan perubahan terkait kebijakan dalam alokasi anggaran pemerintah daerah pernah dilakukan oleh Brender and Drazen (2013). Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa pergantian pemimpin tidak memiliki efek jangka pendek yang signifikan pada komposisi belanja. Selama jangka menengah perubahan

(18)

commit to user

kepemimpinan terkait perubahan besar dalam komposisi belanja, hanya terjadi di negara maju. Perubahan besar pada pola anggaran dalam hubungannya dengan pemilu hanya terjadi di negara dengan demokrasi yang sudah maju. Hubungan langsung antara pemilih dengan kebijakan anggaran tidak ditemukan.

Brender and Drazen (2013) juga menemukan bahwa pemilihan umum memberikan kesempatan untuk menilai kerja incumbent. Incumbent memiliki kesempatan untuk melakukan perubahan kebijakan menjelang pemilu berikutnya. Dalam penelitian sebelumnya, Drazen, and Eslava (2010) kepala daerah

incumbent bisa mempanguruhi pemilih untuk periode kepemimpinan berikutnya

dengan merubah pola anggaran keuangan. Kebijakan yang dilakukan mungkin dikatakan sebagai manipulasi oportunistik yang berpengaruh terhadap kesediaan pemilih untuk kembali mendukung incumbent. Khemani (2004) dalam Drazen, and Eslava (2010) menemukan tentang adanya investasi publik di negara bagian di India yang mengalami peningkatan menjelang dilakukannya pemilihan umum. Di akhir penelitian ditemukan bahwa masyarakat cenderung tidak setuju apabila terdapat defisit yang besar pada saat awal kepemimpinan. Masyarakat juga mendukung kebijakan pengeluaran pemerintah untuk belanja modal seperti pembangunan infrastruktur jalan raya, bangunan irigasi, bangunan sarana dan prasarana lainnya.

Penelitian tentang kebijakan anggaran dalam hubungannya dengan pemilihan umum di Indonesia pernah dilakukan oleh Bambang Suharnoko Sjahrir, Krisztina Kis-Katos, Günther G. Schulze (2013). Penelitian ini mengulas bukti empiris yang banyak bahwa pada negara dengan tingat demokrasi yang

(19)

commit to user

masih muda cenderung menggunakan politik siklus anggaran. Penelitian ini menjelaskan bahwa di Indonesia dilaksanakan dua model pengambilan kebijakan secara demokratis, yaitu langsung dan tidak langsung. Untuk pelaksanaan pemilihan kepala daerah, dilakukan langsung oleh pemilih dalam hal ini masyarakat. Sedangkan untuk menentukan calon pasangan kepala daerah melalui sistem tidak langsung melalui legislatif. Dan untuk menentukan kebijakan anggaran pemerintah, dilakukan secara tidak langsung, meskipun proses awalnya menggunakan penjaringan aspirasi masyarakat dan musyawarah perencanaan pembangunan. Proses akhir penentuan alokasi anggaran dilakukan melalui mekanisme pembahasan anatara eksekutif dengan legislatif. Dengan demikian, calaon pasangan kepala daerah akan memberikan insentif kepada legislatif untuk mempengaruhi kebijakan penerapan anggaran. Termasuk apabila pada periode kedua, incumbent akan menggunakan kekuasaan pelaksanaan anggaran, hanya dilakukan pemberian insentif kepada legislatif. Sedangkan untuk masyarakat, dilakukan dengan mengalokasikan anggaran daerah untuk program-program yang berorientasi pelayanan masyarakat. Kedua pola ini mengindikasikan bahwa pemilih (masyarakat) atau pendukung (partai pendukung) perlu dibujuk untuk

memberikan dukungannya kepada incumbent.

Perubahan anggaran, bagi para pelaksana pemerintahan daerah, merupakan suatu hal yang memang harus dilakukan. Bagi mereka, anggaran harus mempunyai fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Item-item anggaran yang mengalami perubahan pada umumnya meliputi pendapatan dan belanja. Sebagaimana studi yang dilakukan oleh Dougherty, Klase, and Song

(20)

commit to user

(2003) di kota-kota di negara Bagian West Virginia. Dougherty, et al (2003) melakukan studi eksplorasi terhadap anggaran lima belas kota di West Virginia untuk mengetahui besaran perubahan anggaran, item-item anggaran yang mengalami perubahan, dan berapa kali anggaran daerah tersebut berubah. Dengan menggunakan faktor kebutuhan manajerial (manajerial necessity) yang dikemukan oleh Forrester and Mullins (1992) sebagai faktor pendorong perubahan anggaran, penelitian yang dilakukan Dougherty,at al.(2003) memaparkan perubahan anggaran belanja menurut penggunaannya. Dari hasil studi tersebut terungkap bahwa perubahan anggaran (budget adjusment) cenderung lebih besar dari anggaran awal. Sedangkan selisih antara realisasi dan anggaran perubahan menunjukan selisih yang tidak signifikan. Demikian juga dengan perubahan-perubahan pada kelompok belanja yang besarannya berbeda-beda polanya. Meskipun demikian, perubahan anggaran belanja tersebut ternyata memberi kesempatan bagi daerah-daerah di West Virginia tersebut untuk menciptakan surplus pendapatan. Karena, dengan perubahan anggaran pada tahun anggaran berjalan akan memberi kesempatan bagi aparat pemerintah daerah mengatur belanja daerahnya tidak melebihi alokasi, bahkan kurang dari yang sudah ditetapkan di awal tahun. Kondisi tersbut disebabkan mereka bisa mengurangi alokasi belanja apabila pendapatan daerah tidak mencukupi, atau menambah alokasi belanja karena kenaikan pendapatan daerah. Untuk melengkapi penjelasan tentang perubahan tersebut dilakukan wawancara dengan para pegawai pemerintah kota tersebut. Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa, inisiatif perubahan sebagian besar berasal kepala departemen keuangan, manager pada

(21)

commit to user

departemen, pimpinan daerah, anggota dewan dan walikota. Alasan perubahan anggaran tersebut diantaranya adalah karena adanya dana transfer dari negara federal. Transfer dana dari pemerintah federal diberikan pada awal tahun ketika anggaran tahunan sudah ditetapkan. Adapun perubahan anggaran pada belanja disebabkan permintaan dari departemen karena adanya kebutuhan yang belum mendapatkan anggaran.

Keberadaan perubahan anggaran juga terdapat pada pemerintah daerah di Italia, sebagaimana yang ditunjukkan Anessi-Pessina,et al (2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perubahan anggaran sebagian besar disebabkan karena meningkatnya pendapatan dan belanja yang dipengaruhi oleh faktor-faktor diantaranya politik, kondisi organisasi, kondisi keuangan daerah dan lingkungan sosial ekonomi. Penelitian tersebut, bahkan menyimpulkan bahwa perubahan anggaran pada tahun anggaran berjalan bisa menghindari slack karena pemerintah daerah mempunyai kesempatan menyesuaikan alokasi dan realisasi anggaran dengan kondisi daerah pada saat itu anggaran berjalan.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berpendapat bahwa perubahan anggaran merupakan hal yang wajar dan suatu kebutuhan bagi organisasi pemerintah daerah, Cornia, et al., (2004) justru menganggap bahwa perubahan anggaran merupakan hambatan bagi efisiensi dan kelayakan operasional pemerintahan, karena fungsi kontrol lembaga legislatif dalam perubahan anggaran dianggap lemah. Hal ini disebabkan karena perubahan anggaran, pada umumnya, merupakan inisiatif dari eksekutif dan bersifat teknis. Selain itu, karena perubahan hanya menyentuh pada kelompok belanja atau pendapatan, maka kurang

(22)

commit to user

mempertimbangkan hal-hal yang mungkin berpengaruh pada capaian target kinerja.

C. Kerangka Pikir

Proses keuangan daerah adalah proses perencanaan sampai dengan evaluasi yang telah ditentukan jangka waktu penyusunannya. Salah satu hal penting dalam anggaran adalah bahwa anggaran tahun depan sudah harus dibuat dan disahkan tahun ini. Di satu sisi, pemerintah daerah melaksanakan anggaran yang telah disusun, disisi lain harus menyusun anggaran tahun yang akan datang. Proses ini bertambah sulit ketika kompetensi sumber daya yang terlibat masih terbatas. Hal ini berpengaruh pada kualitas APBD yang disusun pemerintah daerah. Konsekuensi dari keadaan ini adalah adanya perubahan anggaran atau revisi yang telah diatur dalam Permendagri 13 tahun 2006. Faktanya, dalam satu periode tahun anggaran berjalan, mulai bulan Januari sampai dengan bulan Juli, pelaksanaan kegiatan tidak intensif, sedangkan setelah bulan Juli sampai dengan Desember akan terjadi pelaksanaan kegiatan menumpuk dan sangat banyak jumlahnya. Revisi APBD ditetapkan dan dilaksanakan kurang lebih bulan Oktober. Dengan sisa waktu tinggal tiga bulan, akan sangat berat apabila kegiatan yang akan dilaksanakan adalah belanja modal bersifat pembangunan fisik seperti pembangunan gedung yang membutuhkan waktu lama. Dengan kenyataan yang terjadi, perubahan APBD hanya bersifat administratf, tidak substantif. APBD menjadi satu hal yang sangat keramat, sehingga mengkaji APBD menjadi satu hal yang penting untuk dilakukan.

(23)

commit to user

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Proses penganggaran dimulai dengan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 13 Tahun 2006. RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajibam daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaanya. Setelah RKPD ditetapkan, Pemerintah Daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Kepala Daerah menyusun KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Rancangan KUA memuat proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yng mendasarnya. Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). KUA dan PPAS yang telah disepakati oleh Kepala Daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan bersama, yang akan menjadi pedoman Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD. Kemudian, berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD disusun Rancangan APBD. Lee and Plummer (2007) berpendapat bahwa sektor publik mendorong realisasi anggaran semaksimal mungkin, bahkan apabila diperhitungkan adanya pelampauan belanja dalam tahun berjalan maka dapat dilakukan perubahan anggaran. Ini berbeda dengan sektor privat dimana mereka sangat membatasi

(24)

commit to user

pengeluaran perusahaan. Realisasi belanja dalam sektor publik memang bisa dianggap sebagai ukuran kinerja keuangan pemerintah.

Perubahan APBD juga bisa disebabkan oleh keadaan yang menyebabkan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja. Perubahan APBD dapat juga berlaku apabila karena suatu keadaan dimana sisa lebih penghitungan anggaran tahun sebelumnya harus dilakukan dalam tahun berjalan. Kemudian, perubahan yang dilakukan karena adanya keadaan darurat dan keadaan luar biasa. Selanjutnya Kepala Daerah menyusun Kebijakan Umum serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Perubahan APBD untuk disepakati bersama DPRD. Berdasarkan kesepakatan tersebut, SKPD menyusun RKA-SKPD yang memuat perubahan baik pada alokasi belanja atau perkiraan pendapatan. Dari RKA perubahan, disusun rancangan Perubahan APBD untuk disampaikan kepada DPRD. Rancangan Perubahan APBD harus dilampiri dengan Laporan keuangan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Perubahan anggaran dalam sistem pengelolaan keuangan daerah memberi kesempatan pemerintah daerah untuk melakukan perubahan APBD sekali dalam setahun. Dengan demikian, secara sederhana perubahan APBD merupakan upaya pemerintah daerah menyesuaikan penganggaran daerahnya dengan perkembangan terkini.

Proses pelaksanaan APBD dan perubahannya harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dalam bentuk laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan daerah disajikan untuk para pemangku kepentingan guna membantu mengambil keputusan sosial, politik dan ekonomi sehingga keputusan yang diambil bisa lebih

(25)

commit to user

berkualitas (Mahmudi, 2007:1). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya keuangan. Selain itu, laporan keuangan memberi informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran, jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan, juga informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatan dan mencukupi kebutuhan kasnya. Disamping itu, laporan keuangan juga menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman. Menurut Sistem Akuntansi Pemerintah, komponen laporan pokok terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL), Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas (LAK), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, Kepala Daerah (Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan

kesejahteraan yang maksimal bagi kepentingan masyarakat. Periode

(26)

commit to user

menyejahterakan masyarakat. Bahkan, ketika terpilih kembali, tugas

menyejahterakan masyarakat tetap menjadi prioritas kepemimpinan. Karena itu, perubahan APBD seharusnya dilakukan demi kepentingan masyarakat selaku pemangku kepentingan dan pemegang kekuasaan. Dalam penelitian ini, kinerja keuangan pemerintah daerah di Jawa Timur , baik belanja modal maupun revisi anggaran akan dikaji dari sudut pandang kepeimpinan kepala daerah incumbent

maupun non incumbent selama kurun waktu 2009-2013.

D. Pengembangan Hipotesis

Untuk mengetahui politik anggaran yang dilakukan oleh kepala daerah

incumbent, dilakukan dengan membandingkan kebijakan anggaran antara periode

pertama dan kedua masa jabatan incumbent, dan dilakukan perbandingan pula antara kebijakan anggaran antara kepala daerah incumbent dan non incumbent. Selanjutnya, berdasarkan perumusan masalah dikembangkan hipotesis sebagai berikut :

1) H1a : terdapat perbedaan alokasi belanja modal pada kepala daerah

incumbent periode satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah menjabat

H1b : terdapat perbedaan alokasi belanja modal pada kepala daerah

incumbent periode dua tahun sebelum dan dua tahun sesudah menjabat

2) H2a : terdapat perbedaan revisi belanja total pada kepala daerah

incumbent periode satu tahun sebelum dan satu tahun sesudah menjabat

H2b : terdapat perbedaan revisi belanja total pada kepala daerah

(27)

commit to user

3) H3 : terdapat perbedaan alokasi belanja modal antara kepala daerah

incumbent dan nonincumbent periode satu tahun sesudah menjabat

4) H4 : terdapat perbedaan revisi belanja total antara kepala daerah

Referensi

Dokumen terkait

DARUSSALAM 1990.. Us£he untuk r.cneiptalwn kebersihan ling lwngan hidup. p ortisipDSi semua wa.rgn o8.syera!tat un - tuk nendukung pro~rem tersebut. Penelitian lni

Karena yang akan diteliti dalam Skripsi ini adalah kondisi psikologis tokoh utama Arisa Morishige yang dihubungkan dengan kondisi kejiwaan, maka metode atau pendekatan utama

Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya rumput laut jenis Sargassum crassifolium dan Gracilaria coronopifolia dapat berpotensi sebagai sumber

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi HPMC K4M – amilum kulit pisang agung dan konsentrasi natrium bikarbonat terhadap mutu fisik tablet dan

Disamping itu faktor-faktor internal dan eksternal yang akan digunakan dalam penelitian ini sudah cukup mewakili sebagian besar faktor-faktor yang mempengaruhi

Dapat dilihat bahwa dalam gambar fluktuasi rata-rata return saham harian tersebut, rata-rata return negatif terjadi pada hari Senin sebesar -0.00154 yang

Bank Indonesia (BI) mencatat nilai cadangan devisa Indonesia pada akhir April sebesar USD123,2 miliar, naik dari posisi di akhir Maret sebesar USD121,8 miliar.. Posisi cadangan

yaitu pertama Metode Biaya Terkecil (  Least Cost Metho  Least Cost Method  d  ) adalah sebuah metode ) adalah sebuah metode untuk menyusun table awal dengan cara