• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KETINGGIAN DATARAN TERHADAP TATALAKSANA PEMELIHARAAN DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN ADY FENDY USMAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH KETINGGIAN DATARAN TERHADAP TATALAKSANA PEMELIHARAAN DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN ADY FENDY USMAWAN"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETINGGIAN DATARAN TERHADAP

TATALAKSANA PEMELIHARAAN DAN PRODUKSI

SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN

ADY FENDY USMAWAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ketinggian Dataran terhadap Tatalaksana Pemeliharaan dan Produksi Susu Sapi Perah Friesian Holstein adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2017 Ady Fendy Usmawan

(4)

ABSTRAK

ADY FENDY USMAWAN. Pengaruh Ketinggian Dataran terhadap Tatalaksana Pemeliharaan dan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein. Dibimbing oleh AFTON ATABANY dan ANNEKE ANGGRAENI.

Kebutuhan susu nasional meningkat setiap tahun. Susu yang diproduksi di dalam negeri sebagian besar adalah dari usaha sapi perah, sehingga usaha peternakan sapi perah perlu ditingkatkan. Potensi pengembangan usaha peternakan sapi perah di dataran sedang sangat besar, maka penelitian ini untuk mengkaji perbandingan produktivitas sapi perah yang dipelihara di dataran tinggi dan dataran sedang. Penelitian dilakukan di Balitnak Ciawi dengan ketinggian 450-500 m dpl dan BPT-SP HMT Cikole dengan ketinggian 1 200 m dpl yang berlangsung pada bulan September-November 2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian Holstein, dengan kisaran bulan laktasi 1-5 dan periode laktasi 2. Prosedur penelitian yang dilakukan adalah identifikasi lingkungan, identifikasi manajeman pemeliharaan pencatatan produksi susu dan analisis data. Rataan suhu di Ciawi 28.5±1.07 0C dengan rataan kelembaban 60.99±8.27% sedangkan di Cikole rataan suhu sebesar 28.0±1.06 0C dengan rataan kelembaban 49.60±8.29. Manajemen pemeliharaan dinilai dengan Good dairy farming practice di Ciawi mendapat nilai 84.20% dan di Cikole 92.86%. Produksi susu di Cikole lebih banyak dari Ciawi, puncak produksi di Cikole 17.00 Liter sedangkan di Ciawi 12.79 Liter. Dataran Cikole memiliki suhu lingkungannya lebih nyaman untuk sapi perah Friesian Holstein berproduksi dan manajemen pemeliharaan di Cikole yang lebih baik daripada di Ciawi sehingga berpengaruh terhadap produksi susu.

Kata kunci: ketinggian, produksi, sapi FH, GDFP

ABSTRACT

ADY FENDY USMAWAN The Effect of Altitude Plain of the Management of Maintenance and Milk Production of FH Dairy Cow. Supervised by AFTON ATABANY and ANNEKE ANGGRAENI.

The National milk demand has been increasing every year. Milk which produced by local producer most of them are coming from dairy cow producer, therefore dairy farm are required to be increased. Developing potential of dairy farm in a low altitude had a very big potential, so needs to do a study more about the comparison the productivity dairy cow which raises in a low and high altitude. The research was located in Balitnak Ciawi with altitude 450-500 m asl and BBPT-SP HMT Cikole with altitude 1 200 m asl which started from September until November 2015. This research used the dairy cow of Friesian Holstein lactation, which approximately the lactation month is 1-5 and the lactation period is 2. The first procedure of the research was identification the environment, after that the management of how to record of the milk production and the data analysis.

(5)

Moreover, the environment indicate the temperature in Ciawi in the amount of 28.5±1.07 0C with average humidity 60.99±8.27%. Whereas, in Cikole the temperature average is 28.0±1.06 0C with an average humidity 49.60±8.29%. Caring management of dairy cow include the reproduction until the hygiene of the cows, the management identification valued with Good dairy farming practice Ciawi got grade 84.20% and in Cikole 94.86%. The production milk in Cikole is greater than in Ciawi, the top production in Cikole in amount of 17 Liters, instead of that in Ciawi 12.79 Liter. Eventually, the milk production in Cikole is bigger than in Ciawi in a reason of Cikole has a comfortable environment for the dairy cow Friesian Holstein to produce and the care management in Cikole is more efficient rather than in Ciawi, therefore it affect the production of the milk.

(6)

PENGARUH KETINGGIAN DATARAN TERHADAP

TATALAKSANA PEMELIHARAAN DAN PRODUKSI

SUSU SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN

ADY FENDY USMAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Ketinggian Dataran terhadap Tatalaksana Pemeliharaan dan Produksi Sapi Perah Friesian Holstein

Nama : Ady Fendy Usmawan

NIM : D14120035

Disetujui oleh

Dr Ir Afton Atabany, MSi Pembimbing I

Ir Anneke Anggraeni, MSi PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Irma Isnafia Arief, SPt , MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb. alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas rahmat dan segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi dan Ibu Ir Anneke Angraeni, MSi PhD selaku pembimbing, Bapak Bramada Winiar Putra, SPt MSi selaku dosen pembahas seminar proposal, Bapak Sigid Prabowo, SPt MSc dan Ibu Dr Sri Suharti, SPt Msi selaku dosen penguji skripsi, Ibu Elmi Mariana yang telah banyak memberi saran selama penelitian dan Bapak Dr Ir Rudy Priyanto selaku pembimbing akademik atas segala motivasi, saran dan bimbingan yang telah diberikan. Terimakasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua (Bapak M. Ridlwan dan Ibu Mukholifah) saudara (Lucky Firdaus Ivan Ansori) serta seluruh keluarga yang telah mendukung penulis dari awal masuk kuliah sampai menyelesaikan program sarjana. Terima kasih penulis ucapkan kepada HISMAG (Himpunan Siswa Mahasiswa Godog), FORMALA IPB (Forum Mahasiswa Lamongan) yang telah mempercayakan kepada penulis sebagai ketua umum, serta teman-teman IPTP 49 IPB. Penulis mengucapkan banyak terimakasih atas segala motivasi, kebersamaan yang telah dijalani selama penulis melaksanakan perkuliahan di IPB.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan penulis beasiswa bidik misi untuk menjalani perkuliahan di IPB. Beasiswa tersebut sangat berguna bagi penulis untuk melangsungkan perkuliahan di IPB.

Bogor, Februari 2017 Ady Fendy Usmawan

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2 Alat 2 Prosedur 2 Identifikasi Lingkungan 2 Produksi Susu 2 Manajemen Pemeliharaan 2

Pengambilan Data Produktivitas 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Kondisi Lingkungan Penelitian 3

Keadaan Umum Sapi Perah 3

Manajemen Pemeliharaan 4

Suhu ,THI dan Kelembaban Udara 5

Perbandingan Komposisi Ransum 7

Penampilan Produktivitas Susu Ternak Sapi Perah FH 8

SIMPULAN DAN SARAN 9

DAFTAR PUSTAKA 9

LAMPIRAN 10

(10)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan rekapitulasi nilai peternakan berdasarkan kajian

GDFP di Balitnak Ciawi dan BBPT-SP HMT Cikole 4

2 Suhu, kelembaban dan nilai THI pada ketinggian tempat

yang berbeda 5

3 Pebandingan komposisi ransum 7

4 Penampilan produktivitas susu ternak sapi perah FH 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek pembibitan dan

reproduksi 11 2 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek manajemen pakan

dan air minum 12

3 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek pengelolaan 13

4 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek kandang dan peralatan 15

5 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek kesehatan ternak 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan susu nasional meningkat setiap tahun. Susu yang diproduksi di dalam negeri sebagian besar adalah dari usaha sapi perah. Tahun 2015 populasi sapi perah di kabupaten Bandung, Jawa Barat menurun menjadi 33 643 ekor yang diikuti peningkatan produksi susu sebanyak 70 942 421 L tahun-1. Tatalaksana pemeliharaan sapi perah meliputi manajemen reproduksi, pakan dan air, pengelolaan, kandang dan peralatan dan kesehatan hewan. Sapi perah di Indonesia umumnya dipelihara di dataran sedang (200-700 m dpl) sampai tinggi (>700 m dpl) tetapi ada juga usaha sapi perah di dataran rendah (<200 m dpl). Manajemen pemeliharaan sapi perah di dataran sedang perlu di usahakan. Potensi peternakan sapi perah di dataran sedang secara fisik lebih luas tapi secara spesifik memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan dataran tinggi.

Peluang untuk pengembangan usaha sapi perah di dataran sedang dapat dilakukan apabila beberapa kendala yang menghambatnya dapat ditanggulangi. Kendala dalam pengembangan usaha sapi perah adalah faktor suhu udara dan kelembaban. Sapi perah FH mempunyai sifat peka terhadap perubahan iklim mikro yang dapat mempengaruhi produksi dan pelepasan panas pada tubuh sapi. Suhu udara yang relatif panas dengan kelembaban udara yang relatif rendah umumnya berdampak negatif terhadap kemampuan produksi sapi perah (Esmay dan Dixon 1986; Phillip 2001). Kondisi lingkungan yang tidak nyaman untuk sapi perah akan mengalami cekaman sehingga mengalami penurunan produksi dan kualitas susu (Purwanto et al. 1993; Nardone et al. 2010) yang disebabkan penggunaan energi tambahan untuk meningkatkan pembuangan panas melalui penguapan melalui kulit dan pernapasan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa tatalaksana pemeliharaan dan produksi susu sapi perah friesian holstein pada dataran sedang Ciawi dan dataran tinggi Cikole. Data produktivitas selanjutnya dapat digunakan sebagai informasi untuk penentuan manajemen pemeliharaan sapi perah Friesian Holstein pada dataran sedang dan dataran tinggi yang dapat memberikan masukan untuk perbaikan manajemen lingkungan dan pemeliharaan sapi perah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencakup mencakup identifikasi lingkungan mikro di dataran sedang dan dataran tinggi, tatalaksana pemeliharaan dan produksi susu, serta analisis perbandingan produksi susu sapi perah FH antara dataran sedang dan dataran tinggi.

(12)

2 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian berlangsung selama tiga bulan, yaitu dari bulan September-November 2015. Waktu pengambilan data didasarkan pada kondisi musim berdasarkan data BMKG. Penelitian dilakukan Balitnak Ciawi dengan ketinggian 450-500 m dpl dan BPT-SP HMT Cikole yang memiliki ketinggian antara 1 200 m dpl. Peternakan yang digunakan adalah stasiun penelitian ternak di Balitnak Ciawi dan BPT-SP HMT Cikole.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah Friesian Holstein laktasi, dengan kisaran bulan laktasi 1-5 dan periode laktasi 2 dengan jumlah 15 ekor di Balitnak Ciawi dan 19 ekor di BPT-SP HMT Cikole. Sapi perah yang digunakan adalah sapi perah dari balai penelitian ternak Ciawi dan Cikole yang di pelihara secara intensif. Data sekunder yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) tahun 2015.

Alat

Alat yang digunakan meliputi milk can, buku catatan dan alat tulis, mesin perah, termometer dan timbangan.

Prosedur Identifikasi Kondisi Lingkungan

Pengamatan kondisi lingkungan meliputi ketinggian tempat, topografi dan kondisi mikro klimat yang terdiri atas suhu udara, kelembaban, dan THI di lokasi penelitian. Data mikroklimat didapat dengan mengukur dan menghitung unsur cuaca setiap 2 jam sekali dari pukul 08.00 sampai 16.00 WIB. Suhu dan kelembaban udara diukur dengan alat termometer bola basah dan bola kering. THI dicari dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Yousef (1987).

TH = DBT + 0.36 WBT+41.2

Keterangan:

DBT = Dry Bulb Temperatur/suhu termometer bola kering (0C); dan WBT = Wet Bulb Temperatur/suhu termometer bola basah (0C).

Produksi Susu

Mencatat produksi susu sapi FH yang dipelihara di dataran sedang (Balitnak Ciawi) dilakukan jam 05.00 WIB dan jam 14.30 WIB dan dataran tinggi (BPT SP- HMT Cikole) dilakukan pada jam 05.00 WIB dan jam 17.00 WIB. Manajemen Pemeliharaan

Manajemen pemeliharaan akan di evaluasi atau dinilai berdasarkan Good Dairy Farming Practice (GDFP) Ditjennak 1983. GDFP adalah tata laksana

(13)

3 peternakan sapi perah yang meliputi segala aktivitas teknis pemeliharaan sehari-hari yang meliputi aspek reproduksi, cara dan sistem pemberian pakan, sanitasi, serta pencegahan dan pengobatan penyakit.

Analisa Data

Analisis data menggunakan uji T (Walpole 1995) independent test dengan rumus sebagai berikut :

t

̅̅̅̅ ̅̅̅̅ √( ) ( ) Keterangan : a : Ciawi b : Cikole

Xa : Rataan data produksi susu Ciawi Xb : Rataan data produksi susu Cikole Sa : Standar deviasi data produksi susu Ciawi Sb : Standar deviasi data produksi susu Cikole na : Banyaknya sampel data produksi susu Ciawi nb : Banyaknya sampel data produksi susu Cikole

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lingkungan Penelitian

Balai penelitian ternak (Balitnak) Ciawi terletak di Jl. Veteran III, Ciawi Bogor Jawa Barat. Balitnak Ciawi menempati areal seluas sekitar 23 Ha di Desa Banjar Waru, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, pada ketinggian 450-500 m dpl. Balai Pengembangan Ternak Sapi Perah dan Hijauan Makanan Ternak (BPT-SP HMT) Cikole Lembang Kabupaten Bandung yang memiliki jarak 22 km di sebelah utara kota Bandung, 4 km dari Ibukota Kecamatan Lembang. Memiliki ketingian 1 200 m dpl dengan jenis tanah andosol.

Keadaan Umum Sapi Perah

Sapi yang digunakan dalam penelitian adalah sapi Friesian Holstein (FH) dengan ratan bobot badan bobot badan 418 kg untuk sapi di Balitnak Ciawi. Sapi perah yang dipelihara di Balitnak Ciawi pada awalnya didatangkan dari Australia dan keturunan sapi tersebut sudah beradaptasi dengan lingkungan di Balitnak Ciawi. Sapi- sapi perah yang digunakan penelitian berumur lebih dari 2 tahun dan periode laktasi 2 dengan bulan laktasi 1-5.

Sapi perah di BPT-SP HMT Cikole digunakan dalam penelitian mempunyai rataan bobot badan sekitar 484 kg. Secara keseluruhan sapi-sapi yang digunakan dalam penelitian dalam kondisi sehat dan tidak mengalami gangguan kesehatan sehingga aman untuk digunakan dalam penelitian dari awal sampai

(14)

4 akhir penelitian. Sapi perah di BPT-SP HMT Cikole sebagian berasal dari Australia.

Sapi Friesian Holstein adalah sapi yang berasal dari Belanda. Menurut Sudono et al., (2003) sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan dengan sapi perah lainnya, disamping itu kadar lemak susunya rendah. Bobot badan ideal betina dewasa mencapai 682 kg dan jantan dewasa bisa mencapai 1 000 kg. Produksi rata-rata di Indonesia 10 L ekor-1 atau kurang lebih 3 050 kg laktasi-1. Bangsa sapi perah FH baik diternakkan di daerah dengan ketinggian antara 750-1 250 m diatas permukaaan laut, dengan temperatur antara 15-26oC dan kelembaban diatas 55% (Prihatin 2008). Potensi produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi faktor genetik, lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan (Karnaen dan Arifin 2009). Faktor genetik yang berpengaruh adalah bangsa ternak, sedangkan faktor lingkungan antara lain pakan, iklim, ketinggian tempat, bobot badan, penyakit, kebuntingan dan jarak beranak, bulan laktasi serta paritas (Epaphras et al. 2009). Bobot badan sapi perah pada saat laktasi perlu di perhatikan, bobot badan standar untuk sapi perah holstein untuk betina adalah 650 kg dan untuk pejantan bobotnya adalah 700-900 kg (Syarief dan Sumoprastowo 1985).

Manajemen Pemeliharaan

Manajemen pemeliharaan sapi perah meliputi bibit dan reproduksi, manajemen pakan dan air minum, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan pemeliharaan kesehatan, pada pembahasan manajemen pemeliharaan sapi perah, ada faktor-faktor yang perlu dilihat dari manajemen pemeliharaan dari tempat penelitian Balinak Ciawi dan BBPT-SP HMT Cikole. Manajemen pemeliharaan dievaluasi berdasarkan Good Dairy Farming Practices (GDFP) (Ditjennak 1983) untuk penerapannya di kedua tempat, hasil evaluasi GDFP disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan rekapitulasi nilai peternakan berdasarkan kajian GDFP di Balitnak Ciawi dan BPT-SP HMT Cikole

Aspek Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole

Nilai GDFP Nilai GDFP

Bibit dan reproduksi 71.42% 86.71%

Manajemen pakan dan air

minum 85.71% 92.86%

Pengelolaan 88.89% 97.22%

Kandang dan peralatan 91.67% 95.83%

Kesehatan hewan 83.33% 91.67%

Rataan 84.20% 92.86%

Manajemen pemeliharaan di kedua tempat berdasarkan penilaian GDFP, Balitnak Ciawi penerapan GDFP mencapai 84.20% dan di BPT-SP HMT Cikole 92.86%. Penerapan GDFP mempunya nilai yang hampir sama dari beberapa aspek. Inseminasi buatan dilakukan di kedua tempat, cara inseminasi buatan dapat menekan biaya pemeliharaan sapi, menghindari penyakit yang disebabkan oleh kontak kelamin dan kemungkinan keberhasilan kebuntingan lebih tinggi

(15)

5 (Sudono et al. 2003). Manajemen pakan dan air sudah bagus yang sesuai dengan keadaan fisiologi ternak. Siregar (2001) menyatakan bahwa pemberian pakan berupa hijauan dan konsentrat akan meningkatkan konsumsi zat-zat gizi yang berdampak pada peningkatan kemampuan produksi susu apabila potensi genetiknya masih memungkinkan.

Manajemen pengelolaan mempunyai nilai GDFP nya sedikit berbeda, lebih besar daerah Cikole dengan nilai 97.22%. Balai pada kedua tempat sudah memperhatikan sanitasi untuk menjaga kualitas susu karena berhubungan dengan kualitas dan kuantitas susu yang dihasilkan. Penanganan pasca panen yang dilakukan peternak di kedua tempat sesuai hasil pengamatan adalah benar dan baik. Manajemen kandang dan peralatan di kedua tempat sudah bagus, peralatan kandang lengkap dan memadai, bangunan kandang sudah memenuhi syarat seperti terpisah dari rumah. Kandang harus memberikan rasa nyaman bagi ternak dan pemiliknya, ventilasi yang cukup untuk pergantian udara, mudah dibersihkan, dan tidak ada genangan air (Ernawati 2000).

Suhu dan Kelembaban Udara

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di peroleh data suhu, kelembaban dan THI. Rata-rata suhu pada dataran sedang 28.64±0.57 0C kelembaban rata-rata didataran sedang 61.12±2.36% dan THI di dataran sedang 78.09±0.46. Dataran tinggi rata-rata suhu mencapai 27.98±0.46 0C, rata-rata kelembaban mencapai 50.22±4.96 % dan nilai rata-rata THI sebesar 76.44±0.42.

Tabel 2. Suhu, kelembaban dan nilai THI pada ketinggian tempat yang berbeda

Variabel Waktu (WIB) Lokasi

Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole Suhu (0C) 08.00 23.10± 0.88a 25.40± 0.70b 10.00 27.30± 0.68a 28.40± 1.08b 12.00 30.30± 0.82 29.90± 0.74 14.00 31.50± 0.85a 29.70± 0.68b 16.00 31.00± 1.70a 26.50± 1.08b Rata-rata 28.64± 0.57a 27.98± 0.46b Kelembaban (%) 08.00 78.93± 5.94a 55.96± 3.97b 10.00 63.36±12.41a 51.36± 6.60b 12.00 54.02± 5.36a 44.11± 6.14b 14.00 51.45± 6.03a 41.57± 7.21b 16.00 57.19±11.60 58.1 ±12.11 Rata-rata 61.12± 2.36a 50.22± 4.96b THI 08.00 71.64±0.96a 73.37±1.04b 10.00 76.91±1.40 77.09±1.05 12.00 79.74±0.94 78.52±0.86 14.00 81.12±0.79a 78.20±0.63b 16.00 80.55±1.67a 75.08±1.06b Rataan 78.09±0.46a 76.44±0.42b

Keterangan: angka disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)

(16)

6

Suhu maksimal di dataran sedang terjadi pada siang hari jam 14.00 WIB sedangkan di dataran tinggi suhu maksimal terjadi pada jam 12.00 WIB. Suhu jam 08.00 di Cikole 25.7±1.34 sedangkan di Balitnak Ciawi 23.1±0.88 suhu di Cikole lebih besar dikarenakan sudut datangnya sinar matahari lebih dahulu masuk ke kandang pada pagi hari daripada di Balitnak Ciawi dan dipengaruhi juga oleh iklim mikro berdasarkan BMKG (2015) bahwa pengukuran suhu Cikole dilakukan pada bulan Oktober 2015 dengan suhu rataan 21.3 0C sedangkan di Balitnak Ciawi pengukuran dilakukan pada bulan Septermber 2015 dengan ratan suhu 21.5 0C.

Kelembaban di dataran tinggi lebih tinggi dibanding dataran sedang, dengan nilai hal ini 49.60±8.29% masih normal untuk sapi perah berproduksi optimal. Berdasarkan uji T diperoleh data lokasi dataran tinggi dan dataran rendah menunjukkan adanya perbedaan nyata suhu dan kelembaban. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bayong (2004) bahwa keadaan iklim suatu daerah berhubungan erat dengan ketinggian tempat yang merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup ternak. Setiap kenaikan ketinggian tempat di atas permukaan laut memperlihatkan terjadinya penurunan suhu, curah hujan tinggi disertai peningkatan kelembaban udara. Ternak memerlukan suhu lingkungan dan kelembaban udara yang optimal untuk kehidupan dan berproduksi. Berman (2005) melaporkan bahwa sapi perah menunjukkan penampilan produksi terbaik pada suhu 18ºC dengan kelembaban 55%. Suhu dan kelembaban udara di dataran rendah melebihi kondisi kenyamanan yang dibutuhkan untuk penampilan hidup dan produksi ternak, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya cekaman atau stres panas pada tubuh ternak (Kadzere et al. 2002).

Berdasarkan data suhu dan kelembaban didua lokasi ketinggian tempat yang berbeda dapat dihitung nilai THI seperti yang tertera pada Tabel 2. Hubungan besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut THI dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kenyamanan atau cekaman yang dialami tubuh ternak. Rata-rata perhitungan nilai THI di dataran sedang 77.99±1.15 dan di dataran tinggi 76.42±1.22, berdasarkan uji T THI di dataran sedang dan tinggi menunjukan perbedaan nyata. Neil (2008) melaporkan bahwa sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka ternak akan mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89) dan stres berat (90 ≤ THI ≤ 97). Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi dataran tinggi dan sedang menunjukkan bahwa nilai THI diatas 72 menandakan bahwa ternak mengalami stres atau cekaman panas. Cekaman yang terjadi di dataran sedang maupun dataran tinggi dipengaruhi lingkungan. Stres panas dapat mempengaruhi produktifitas ternak.

Perbandingan Komposisi Ransum

Perbandingan pakan hijauan dan konsentrat yang diberikan pada ternak sapi perah FH berbeda pada dataran sedang dan dataran tinggi, hal itu untuk mendukung pertumbuhan dan untuk memenuhi kebutuhan pokok sapi perah FH dan untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar, berikut data perbandingan pakan hijauan dan kosentrat di ketinggian tempat yang berbeda

(17)

7

Tabel 3. Perbandinagan Komposisi Ransum Lokasi Ransum Formulasi

Ransum (%) Kandungan Nutrien (%) BK Total KA Abu LK PK SK Balitnak Konsentrat 10.00 8.78 1.22 0.75 0.54 1.62 0.98 Ciawi Ampas Tahu 10.00 1.81 8.19 0.36 0.65 1.67 1.85 Jerami Jagung 40.00 10.26 7.43 3.50 0.51 2.89 11.20 Rumput Gajah 40.00 5.79 8.55 5.44 0.74 4.66 6.60 Total 100.00 26.64 25.40 10.05 2.44 10.85 20.63 Rataan 25.00 6.66 6.35 2.63 0.61 2.71 5.16 BPT-SP Konsentrat 10.26 8.62 1.64 1.31 0.65 1.33 1.59 HMT Ampas Bir 4.27 1.08 3.20 0.13 0.37 1.05 0.66 Cikole Jerami Jagung 42.74 7.25 3.55 6.54 0.71 4.61 11.91 Rumput Gajah 42.74 10.96 3.18 3.74 0.54 3.09 11.97 Total 100.00 27.91 11.56 11.72 2.27 10.08 26.13 Rataan 25.00 6.98 2.89 2.93 0.57 2.52 6.53

Keterangan : BK, bahan kering; KA, kadar air; LK, lemak kasar; SK, serat kasar

Hasil perhitungan yang didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara dataran sedang dan dataran tinggi dalam pemberian pakan hijauan dan konsentrat, BK total di Balitnak Ciawi 26.64, sedangkan di BPT-SP HMT Cikole 27.91. Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan konsentrat, karena adanya variasi kandungan gizi dan variasi harga pakan maka porsi hijauan lebih besar daripada konsentrat.

Hasil perhitungan didapatkan data total protein kasar dari kedua ransum masing-masing di Balitnak Ciawi 10.85% di BPT-SP HMT Cikole 10.08%. Menurut SNI 2009 Protein kasar untuk sapi perah minimal 16%, masing-masing dari kedua ransum protein kasar nya masih kurang. Protein pakan berperan untuk pembentukan enzim laktosa sintase yang digunakan dalam pembentukan laktososa susu. Santosa et al. (2009) menyatakan bahwa meningkatnya produksi susu disebabkan oleh sifat laktosa yang mengikat air sehingga semakin banyak laktosa yang disintesis maka semakin meningkat jumlah produksi susu. Pakan hijauan mengandung serat yang berfungsi untuk meningkatkan produksi kualitas susu. Menurut Hermawan et al. (2003) kualitas dan kuantitas susu dipengaruhi pakan sapi perah yaitu konsentrat dan hijauan. Perbandingan pemberian pakan hijauan dan kosentrat di dataran sedang dan dataran tinggi tidak terlalu berpengaruh terhadap perbedaan jumlah produksi susu antara dataran sedang dan dataran tinggi karena pemberian pakan yg tidak jauh berbeda.

(18)

8

Penampilan Produksi Susu Ternak Sapi Perah FH

Produksi ternak di daerah dataran sedang dan dataran tinggi menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada kedua ketinggian dataran tersebut. Rata-rata produksi susu per bulan di dua ketinggian tempat yang berbeda tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan produksi susu ternak sapi perah FH Bulan Laktasi Produksi Susu (L ekor-1)

Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole

1 11.95±3.20 13.66±2.05 2 12.79±1.41 13.63±2.54 3 11.21±1.08 17.00±0.85 4 10.12±1.21a 15.68±1.50b 5 Rata-rata 9.35±0.90a 11.10±1.56 10.70±5.23b 14.14±2.39

Keterangan: angka disertai huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata (P<0.05)

Hasil dari produksi susu perbulan bisa dilihat pada Tabel 4 terlihat rataan produksi susu pada dataran sedang dan di dataran tinggi. Puncak produksi terjadi pada bulan laktasi 3 dengan nilai sebesar 17 L. Pada Tabel 4 dataran tinggi produksi susunya lebih besar dari pada dataran rendah. Perbedaan produksi susu di dataran sedang dan dataran tinggi, bisa terjadi karena faktor lingkungan, hasil Uji T menunjukan rataan Suhu, kelembaban dan THI atau interaksi suhu dan kelembaban menunjukan perbedaan nyata, sehingga berpengaruh pada produksi susu. Produksi susu di dataran tinggi lebih banyak daripada di dataran sedang, karena keadaan lingkungan yang lebih nyaman di dataran tinggi daripada dataran sedang.

Gambar 1. Rataan produksi susu ternak sapi perah FH

Produksi susu sapi perah mempunyai kurva yang biasa disebut dengan Kurva produksi. Kurva produksi menujukan penampilan produksi susu sapi perah,

11.95 12.79 11.21 10.12 9.35 13.66 13.63 17 15.68 10.7 0 10 20 30 1 2 3 4 5 P ro d u ks i Su su (L ) Bulan Laktasi

Produksi Susu Sapi FH Periode Laktasi 2

(19)

9 kurva produksi mempunyai pola pada bulan pertama rendah selanjutnya naik dan mencapai puncak produksi kemudian berangsur-angsur turun. Kurva rataan produksi pada Gambar 1 menunjukan produksi susu di dataran tinggi Cikole menujukan produksi susu yang lebih banyak. Sapi perah yang dipelihara dengan baik akan menghasilkan produksi susu yang maksimum pada minggu ketiga hingga keenam setelah beranak, setelah itu produksi susu harian berangsur-angsur akan turun. Penurunan produksi susu selama akhir bulan keempat setelah beranak akan lebih cepat dari bulan-bulan sebelumnya (Molento 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Produksi susu sapi perah FH di dataran sedang dan dataran tinggi menunjukan perbedaan nyata. Perbedaan lingkungan yang diberikan berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah FH. Suhu, kelembaban dan THI menunjukan perbedaan nyata antara dataran sedang dan dataran tinggi, sehingga berpengaruh terhadap tingkat cekaman sapi perah FH. Tingkat cekaman panas sapi perah FH berkorelasi dengan produksi susu sapi perah FH.

Saran

Memelihara sapi perah FH di dataran sedang agar memodifikasi lingkungan dan manajemen pemeliharaan agar sapi perah FH tetap dalam kondisi nyaman sehingga berproduksi maksimal di peternakan rakyat maupun di Balitnak Ciawi dan Cikole.

DAFTAR PUSTAKA

Banunaek RI. 2014. Pendekatan analisis “swof” dalam manajemen pemeliharaan sapi program bantuan sapi bibit pada topografi yang berbeda di Kabupaten Timor Tengah Selatan-NTT. [Skripsi]. Denpasar (ID): Universitas Warmadewa

BMKG] Badan Meteorologi Kimatologi dan Geofisika. 2015. Format Pelayanan Informasi Klimatologi Informasi Iklim Bulanan. Bandung (ID): BMKG [BMKG] Badan Meteorologi Kimatologi dan Geofisika. 2015. Format Pelayanan

Informasi Klimatologi Informasi Iklim Bulanan. Bogor (ID): BMKG

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Jawa Barat dalam Angka. Bandung (ID): BPS [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3148.1. Tentang Ransum Sapi

Perah. Jakarta (ID): BSN

[Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan. 1983. Laporan pertemuan pelaksanaan uji coba faktor-faktor penentu dan perencanaan tata penyuluhan subsektor peternakan. Jakarta (ID):Ditjennak

Bayong. 2004. Klimatologi. Bandung (ID): Penerbit ITB

Berman A. 2005. Estimates of heat stress relief needs for holstein dairy cows. J Anim Sci. 83:1377-1384.

(20)

10 Ernawati. 2000. Laporan hasil gelar teknologi manajemen usaha pemeliharaan

sapi perah rakyat. Ungaran (ID): BPTP Ungaran

Epaphras A, Karimuribo, ED and Msellem, SN. 2009. Effect of season and parity on lactation of Crossbred Ayrshire cows reared under coastal tropical climate in Tanzania www.Irrd.org/Irrd16/6/epap16042.htm. [Tanggal Akses 27 Mei 2016].

Esmay ML, Dixon JE. 1986. Enviromental Control for Agricultural Building. Connecticut (US): AVI Publishing Company Inc

Hermawan, Heri S, Rochadi T, B Kuswanto. 2003. Perbaikan metode pemerahan dan mutu konsentrat dalam upaya peningkatan produksi susu sapi perah. Bandung (ID): Laporan Hasil Pengkajian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. Kadzere CT, Murphy MR, Silanikove N and Maltz E. 2002. Heat stress in

lactating dairy cows. A review Livest Prod Sci. 77: 59-91

Molento C. 2008. Typical lactation curve. Dept. Animal Science

URL:http://Animsci.AgrEnv.McGill.CA/involute/involute.htm. Tanggal

akses 27 Mei 2016.

Nardone A, Ronchy B, Lacatera N, Ranieri MS, Bernabucci U. 2010. Effect of climatic change on animal production and sustainability of livestock system. Livest Sci. 130:57-69.

Neil B. 2008. Tips for keeping dairy cows cool. Regional Extension Educator Dairy. Minnesota (US): University of Minnesota Extension Service.

Phillip JCJ. 2001. Principles of Cattle Production. Wallingford (UK): CABI Publishing

Prihatin OD. 2008. performa reproduksi sapi friesian holstein betina di peternakan rakyat KPSBU dan BPPT-SP Cikole Lembang. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Purwanto BP, Fujita M, Nishibiro M, Yamamoto S. 1993. Proceeding VII World Conference on Animal Production. Edmonton Alberta Cananda. Vol. 2: 427-428.

Santoso K, A., K. Dwiyanto, T. Toharmat. 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Jakarta (ID) : LIPI Press

Siregar SB. 2001. Peningkatan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi melalui perbaikan pakan dan frekuensi pemberiannya. JITV. 6(2):76-82. Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.

Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

Syarief, MZ, Sumoprastowo CDA. 1985. Ternak Perah. Jakarta (ID): CV Yasaguna.

Walpole RE. 1995. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Umum Yousef MK. 1987. Principles of Bioclimatology and Adaptation. Johnson

(21)

11

LAMPIRAN

Lampiran 1 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek pembibitan dan reproduksi

No Faktor Penentu Alternatif Jawaban

Nilai Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole 1 Bangsa Sapi yang dipelihara FH murni impor 4 4 4 FH murni lokal 3 Peranakan FH 2 Persilangan 1 Lain-lain 0 4 4

2 Cara seleksi Produksi susu 4

Silsilah 3

Kesehatan 2 Bentuk luar 1 Tidak diseleksi 0 3 Cara kawin IB dari

BIB/Dinas 4 4 4 IB dari koperasi 3 Alam pejantan unggul 2 Alam pejantan tidak unggul 1 Tidak dikawinkan 0 4 Pengetahuan birahi Sangat paham 4 4 4 Paham 3 Kurang paham 2 Tidak paham 1 Tidak tahu 0 5 Umur beranak 21-30 bulan 4

31-36 bulan 3 3 3

36-42 bulan 2 >42 bulan 1

(22)

12 Tidak tahu 0 6 Dikawinkan setelah beranak 40-60 hari 4 61-90 hari 3 3 <60 hari 2 >90 hari 1 1 Tidak dikawinkan lagi 0 7 Calving interval 12 bulan 4 13-18 bulan 3 19-24 bulan 2 2 <12 bulan 1 >24 bulan 0 0 28 20 24 71.42% 85.71%

Lampiran 2 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek manajemen pakan dan air minum

No Faktor penentu Alternatif jawaban

Nilai Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole 1 Cara pemberian HMT Setelah diperah 4 4 4 Sebelum diperah 3 Saat diperah 2 Tidak tentu 1 Tidak diberi 0 2 Jumlah pemberian HMT Sesuai kebutuhan 4 Cukup 3 3 3 Berlebihan 2 Kurang 1 Tidak diberi 0 3 Frekuensi pemberian HMT 2x/hari tepat waktu 4 4 4 2x/hari tidak tepat waktu 3 Satu kali 2 Tidak teratur 1 Tidak diberi 0 4 Cara Setelah 4 4

(23)

13 pemberian konsentrat diperah Sebelum diperah 3 3 Saat diperah 2 Tidak tentu 1 Tidak diberi 0 5 Jumlah pemberian konsentrat Sesuai kebutuhan 4 Cukup 3 3 3 Berlebihan 2 Kurang 1 Tidak diberi 0 6 Frekuensi pemberian konsentrat 2x/hari tepat waktu 4 4 2x/hari tidak tepat waktu 3 3 Satu kali 2 Tidak teratur 1 Tidak diberi 0 7 Air minum Tersedia ad

libitum 4 4 4 3x/hari 3 2x/hari 2 1x/hari 1 Tidak diberi 0 28 24 26 85.71% 92.86%

Lampiran 3 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek pengelolaan No Faktor penentu Alternatif

jawaban

Nilai Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole 1 Membersihkan sapi 2x/hari sebelum diperah 4 4 2x/hari setelah diperah 3 1x/hari 2 2 Jarang 1 Tidak dibersihan 0 2 Cara membersihkan sapi Semua disiram dan dibersihkan 4 4 4 Semua disiram 3

(24)

14 saja Bagian sekitar ambing saja 2 Bagian ambing saja 1 Tidak dibersihan 0 3 Membersihkan kandang 2x/hari sebelum diperah 4 4 4 2x/hari setelah diperah 3 Jarang 2 Tidak dibersihan 1 Tidak dibersihan 0 4 Cara pemerahan

Benar dan baik 4 4

Benar namun kurang baik 3 3 Baik namun kurang benar 2 Kurang benar dan kurang baik 1 Salah 0 5 Penangan pasca panen

Benar dan baik 4 4

Benar namun kurang baik 3 3 Baik namun kurang benar 2 Kurang benar dan kurang baik 1 Salah 0 6 Pemeliharaan pedet dan dara

Benar dan baik 4 4 4

Benar namun kurang baik 3 Baik namun kurang benar 2 Kurang benar dan kurang baik 1 Salah 0 7 Pengeringan 2 bulan 4 4 4

(25)

15 sapi laktasi sebelum

beranak 11/2 bulan sebelum beranak 3 1 bulan sebelum beranak 2 <1 bulan sebelum beranak 1 Tidak di keringkan 0 8 Pencatatan usaha

Ada, baik dan lengkap 4 4 Ada, lengkap dan kurang baik 3 3

Ada, baik dan kurang lengkap 2 Ada dan kurang keduanya 1 Tidak ada 0 9 Manajemen kotoran Menjadi biogas 4 4 4 Menjadi pupuk 3 Dibuang ke kebun 2 Dibuang kesungai 1 Menumpuk limbah 0 36 32 35 88.89% 97.22%

Lampiran 4 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek kandang dan peralatan No Faktor penentu Alternatif

jawaban

Nilai Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole 1 Tata letak kandang Tersendiri >10 m dari rumah 4 4 4 Tersendiri 5-9 m dari rumah 3 Tersendiri 0-4 m dari rumah 2 Menyatu 1

(26)

16 dengan rumah Tidak ada kandang 0 2 Konstruksi kandang Baik dan memenuhi syarat 4 4 4 Kurang baik, memenuhi syarat 3 Baik, kurang memenuhi syarat 2 Kurang keduanya 1 Tidak baik dan tidak memenuhi syarat 0 3 Drainase kandang Baik dan memenuhi syarat 4 4 Kurang baik, memenuhi syarat 3 3 Baik, kurang memenuhi syarat 2 Kurang keduanya 1 Tidak baik dan tidak memenuhi syarat 0 4 Tempat kotoran Baik dan memenuhi syarat 4 Kurang baik, memenuhi syarat 3 3 3 Baik, kurang memenuhi syarat 2 Kurang keduanya 1 Tidak baik dan tidak

memenuhi syarat

(27)

17 5 Peralatan kandang Lengkap dan memenuhi syarat 4 4 4 Tidak lengkap, memenuhi syarat 3 Lengkap, tidak memenuhi syarat 2 Tidak Keduanya 1 Tidak ada 0 6 Peralatan susu Lengkap dan

memenuhi syarat 4 4 4 Tidak lengkap, memenuhi syarat 3 Lengkap, tidak memenuhi syarat 2 Tidak Keduanya 1 Tidak ada 0 24 22 23 91.67% 95.83%

Lampiran 5 Faktor penentu ternak sapi perah dari aspek kesehatan ternak No Faktor penentu Alternatif

jawaban

Nilai Balitnak Ciawi BPT-SP HMT Cikole 1 Pengetahuan penyakit Sangat baik 4 Baik 3 Cukup 2 Kurang baik 1 Tidak baik 0 2 Pencegahan penyakit (vaksinasi) Sangat teratur 4 Teratur 3 Cukup teratur 2 Kurang teratur 1 Tidak dilakukan 0 3 Pengobatan penyakit Dilakukan benar jasa keswan 4

(28)

18 Dilakukan benar sendiri 3 Dilakukan cukup benar 2 Dilakukan kurang benar 1 Tidak dilakukan 0 12 10 11 83.33% 91.67%

(29)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1993 di Desa Godog, Lamongan, Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak M. Ridlwan dan Ibu Mukholifah. Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 2000 di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah 1 Godog dan diselesaikan pada tahun 2006. Pendidikan lanjutan menengah pertama di Sekolah Menengah Pertama Muhammadiyah 8 Godog pada tahun 2006 dan diselesaikan pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan di Madrasah Aliyah Maskumambang, Dukun, Gresik pada tahun 2009 dan selesai pada tahun 2012.

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2012 melalui jalur undangan dan diterima di departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa (UKM) Tenis meja Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjadi anggota Divisi Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor periode 2013/2014, penulis juga aktif di Lembaga Dakwah Fakultas Peternakan FAMM Al-An’an sebagagai ketua Divisi Fundrising pada periode 2013/2014 dan menjadi anggota Divisi Rohaniawan Islam pada peroide 2014/2015. Penulis pernah menjadi anggota di South East Asia Animal Sicence Student Networking (SEAASSNet) pada periode 2013-2015. Penulis pernah menjadi Ketua Umum Organsasi Mahasiswa Daerah, Forum Mahasiswa Lamongan, Institut Pertanian Bogor periode 2014/2015, menjadi Ketua Umum Himpunan Siswa dan Mahasiswa Godog (HISMAG) dan menjadi Komandan Tingkat (KOMTI) Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor Angkatan 49. Kepanitian yang pernah diikuti oleh penulis yaitu Festival Ayam Pelung Nasional tahun 2013, Dekan Cup tahun 2014, Festival Campus tahun 2014.

Prestasi yang dicapai penulis yaitu Juara 3 Tenis Meja Olimpiade Mahasiswa IPB tahun 2014, sebagai finalis Lomba Karya Ilmiah di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2015, sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun 2015, Juara 1Tenis Meja Dekan CUP Fapet IPB tahun 2016 dan sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Unggas Komersial pada tahun 2016.

Gambar

Tabel 2. Suhu, kelembaban dan nilai THI pada ketinggian tempat yang berbeda
Tabel 3. Perbandinagan Komposisi Ransum  Lokasi  Ransum  Formulasi

Referensi

Dokumen terkait

Diki Rosiandi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dari hasil penelitian menunjukan bahwa

untuk antena adalah yang memiliki konstanta dielektrik yangpaling rendah dari rentang tersebut karena akan menghasilkan efisiensi yang lebih baik, bandwidth yang lebar serta

Studi Evaluasi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (Ppkab) Sebagai Kawasan Pariwisata Edukasi ( Edutourism ).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dengan penambahan serat ijuk ke dalam adukan beton diharapkan dapat menambah kuat tarik belah beton yang optimum, serta beton yang dihasilkan lebih

dengan: I usahatani (Rp) TR total penerimaan (Rp) TCe total biaya ekspisit (Rp) Untuk mengetahui tujuan yang ketiga yaitu perbedaan pendapatan sistem pengolahan bahan

Mereka menari dengan lemah gemulai, sangat indah. Para tamu undangan terpukau melihatnya. Yang bertanggung jawab untuk iringan adalah Mantri Karawitan yang juga Lurah Kadipaten,

Sedangkan pengertian analisis laporan keuangan menurut Harahap (2006: 190) adalah sebagai berikut: “analisis laporan keuangan yaitu menguraikan pos-pos laporan

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penerimaan diri dari Jersild (1963) dimana penerimaan diri adalah derajat dimana individu memiliki kesadaran