PRODUKSI PAKAN HIJAUAN HASIL PENJARANGAN
TANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASCAERUPSI MERAPI
SETELAH DIREHABILITASI DENGAN LEGUMINOSA
MERAMBAT
(Production of Forage from Thinning Corn Plant by Legume in
Rehabilitated Postmerapi Eruption Area)
Supriadi, Suhardjo M, Prasetyiono C Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
Jl. Stadion Maguwuharjo No. 22 Karangsari, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta supri.yadi20@yahoo.co.id
ABSTRACT
An assessment was carried out to obtain forage feed from thinning of corn cultivation on area of post Merapi eruption. The area was previously grown herbaceous legumes before corn. The study was conducted in Kopeng, Kepuharjo village, Cangkringan district, Sleman Regency. Three farmer’s lands were used in this study, total area was 5000 m2. The assessment was done in two steps; first step was by planting legumes (May-September 2011) and 5 herbaceous legumes were used, i.e. Komak (Lablab purpureus), Koro pedang (Canavalia ensiformis), Kacang tanah (Arachis hypogea), koro benguk (Mukuna spp), Kerandang (Canavalia virosa); second step was grown corn after legumes (October-December 2011) and the treatments were NPK fertilization (low level), NPK (moderate level)+organic fertilizer, NPK (high level)+organic fertilizer+dolomite. The production of forage from thinning corn plant was 22,116.70 kg/ha when rehabilitated by Mukuna (Mucuna sp) and at high doses fertilization, followed by Komak (Lablab purpureus, L sweet) with moderate level of fertilizer, which was 17,349.75 kg/ha. The highest carrying capacity was also achieved when rehabilitated by Mukuna, which was 1.9 AU/year followed by Komak which was 1.5 AU/year.
Key Words: Rehabilitation, Merapi Eruption, Legume, Corn, Feed
ABSTRAK
Pengkajian dilaksanakan dengan tujuan untuk mendapatkan pakan ternak dari hasil penjarangan tanaman jagung pada lahan pascaerupsi Gunung Merapi yang telah direhabilitasi oleh tanaman leguminosa merambat di Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Pengkajian dilakukan pada lahan petani luas 5.000 m2. Pengkajian dibagi dalam dua tahap, yaitu: tahap pertama teknik rehabilitasi lahan secara vegetatif (Mei-September 2011) dan tahap kedua budidaya tanaman jagung pada lahan yang telah direhabilitasi (Oktober-Desember 2011). Tahap pertama adalah penanaman 5 jenis tanaman leguminosa merambat, yaitu Komak (Lablab purpureus, L sweet), Koro pedang (Canavalia ensiformis), Kacang tanah (Arachis hypogea), Mukuna/Koro benguk (Mucuna sp), dan Kerandang (Canavalia virosa). Tahap kedua adalah penanaman jagung yang ditanam pada lahan yang telah direhabilitasi dengan tanaman leguminosa merambat dengan 3 taraf pemupukan yaitu rendah (NPK), sedang (NPK+organik), dan tinggi (NPK+organik+dolomit). Hasil hijauan yang diperoleh dari penjarangan tanaman jagung tertinggi dicapai pada lahan dengan tanaman rehabilitasi Mukuna (Mucuna sp) pada pemupukan dosis tinggi yaitu mencapai 22.116,70 kg/ha, yang kedua pada lahan yang telah direhabilitasi dengan leguminosa Komak (Lablab purpureus, L sweet) dengan dosis pupuk sedang yaitu mencapai 17.349,75 kg/ha. Daya tampung ternak tertinggi dicapai pada lahan yang direhabilitasi tanaman leguminosa Mukuna yaitu sebanyak 1,9 UT/tahun, dan kedua pada lahan yang direhabilitasi leguminosa Komak dengan daya tampung ternak sebanyak 1,5 UT/tahun.
PENDAHULUAN
Lahan kering yang terkena erupsi letusan Gunung Merapi, merupakan lahan kritis yang hilang kehidupan biologinya karena semua terbakar oleh awan panas. Bahan yang diendapakan (piroklastik) dipermukaan tanah merupakan mineral primer yang muda (baru) jadi belum terjadi pelapukan, belum terjadi mineralisasi sehingga belum tersedia bagi pertumbuhan dan bahkan banyak menyebabkan terjadinya erosi tanah, penurunan produktivitas tanah/lahan, serta kerusakan lingkungan semakin besar.
Wilayah lereng merapi banyak terdapat ternak sapi, baik sapi perah maupun sapi potong, tanaman pakan ternak (kebun rumput), tanaman pangan berupa jagung, umbi-umbian, pisang, tanaman kopi dan tanaman perkebunan lainnya serta tanaman kehutanan, pada saat terjadi erupsi Merapi banyak kebun-kebun dan tanaman-tanaman tersebut yang tertutupi oleh abu, sebagian mati dan sebagian lagi rusak.
Untuk menjaga eksistensi usaha pertanian tanaman jagung di lahan kering khususnya di lahan pasca erupsi Gunung Merapi, BPTP Yogyakarta telah melakukan usaha rehabilitasi untuk penanganan lahan tersebut dengan menanami tanaman jagung pola rapat secara monokultur. Model teknologi ini ditujukan untuk mendapatkan fungsi ganda/dwifungsi yaitu mendapatkan hijauan pakan dari penjarangan tanaman dan mendapatkan jagung pipilan kering sebagai pangan.
Kendala utama peningkatan produksi jagung nasional, adalah faktor modal, dan teknologi pasca panen. Ada dua pola budi daya jagung di Indonesia. Pertama jagung lahan kering, yang dibudidayakan pada musim penghujan. Kedua jagung di lahan sawah yang dibudidayakan pada musim kemarau. Panen jagung lahan kering selalu terjadi pada puncak musim penghujan, hingga kadar air jagung pipilan sangat tinggi (lebih dari 17%). Jagung pipilan kualitas baik, harus berkadar air di bawah 13%. Kadar air pada jagung yang ditanam di lahan sawah, kadangkala masih di atas 17% meskipun panen jagung di lahan sawah, selalu terjadi pada puncak musim kemarau (Anonimus 2012). Jerami jagung merupakan hasil ikutan tanaman jagung
protein 5,56%, serat kasar 33,58%, lemak kasar 1,25; abu 7,28 dan BETN 52,32%. (Budimulya 2012).
Berdasarkan hal-hal tersebut dan untuk mewujudkan sistem usahatani dengan produktivitas optimal perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang saling terkait satu sama lainnya dengan memanfaatkan waktu dan ruang semaksimal mungkin seperti penananam jagung monokultur dengan jarak tanam yang rapat kemudian dilakukan penjarangan agar mendapatkan pakan ternak dan biji jagung. Syamsu et al. (2003) mengatakan bahwa sumber limbah pertanian diperoleh dari komoditi tanaman pangan, dan ketersediaanya dipengaruhi oleh pola tanam dan luas areal panen dari tanaman pangan.
MATERI DAN METODE
Pengkajian dilakukan di Dusun Kopeng, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Wilayah ini masuk kedalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) II sebagai daerah yang terkena erupsi Gunung Merapi. Pengkajian dimulai dengan penanaman legum merambat yang dilakukan pada Bulan Mei-September 2011, kemudian dilanjutkan dengan penanaman jagung, dilakukan pada Bulan Oktober-Desember 2011. Jenis leguminosa yang ditanaman adalah (1) Koro Benguk (Mucuna sp), (2) Komak (Lablab purpureus, L sweet), (3) Kacang kerandang (Canavalia virosa), (4) Koro Pedang (Canavalia ensiformis) dan (5) Kacang tanah (Arachis hypogea).
Selanjutnya lahan yang telah direhabilitasi dengan leguminosa ditanami jagung dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, 1 biji/lubang. Ukuran plot petak yang digunakan antara 200-300 m2. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap. Sebagai anak petak adalah pemupukan jagung yang terdiri atas 3 taraf, yaitu pemupukan NPK (input rendah), pemupukan NPK + organik (input sedang), dan NPK + organik + dolomit (input tinggi). Dosis pupuk per hektar yang digunakan untuk pemupukan NPK adalah 300 kg Urea + 250 kg NPK 15-15-15, untuk pemupukan organik adalah 5 ton/ha dan untuk
Penjarangan tanaman jagung dilakukan 60 hari setelah tanaman (HST) dengan cara penjarangan 2 baris kearah vertikal dan 1 baris kearah horizontal sehingga jarak tanam pada tanaman yang tersisa menjadi 40 x 60 cm yang akan ditujukan untuk memproduksi jagung pipilan.
Data yang dikumpulkan meliputi sifat fisik dan kimia tanah sebelum dan sesudah perlakuan rehabiltasi serta pertumbuhan dan produksi tanaman jagung sebagai pakan ternak. Data agronomis yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of Variance/ANOVA) dan bila pengujian beda nyata pengaruh antar perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Duncant multiple range test pada taraf 5% (DMRT 5%).
HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik dan kimia tanah
Rehabilitasi lahan pasca erupsi dilakukan melalui penanaman tanaman leguminosa dan pemupukan dengan pupuk organik. Hasil analisis sampel tanah sebelum dan sesudah dilakukan rehabilitasi pada lahan yang terkena erupsi Gunung Merapi menunjukan hasil berikut Tabel 1.
Status pH tanah rata-rata sebelum direhabilitasi adalah 5. Hal ini disebabkan tanah tertutup oleh abu vulkanik dan pasir yang mempunyai kandungan sulfur, sehingga menyebabkan tanah menjadi masam. Kandungan C-organik tanah rendah dengan rata-rata 1,43%, kandungan P juga rendah dengan rata-rata 19,4 ppm dan K termasuk dalam kategori sangat rendah 0,05 me/100 g. Rendahnya kandungan K tersebut disebabkan unsur K dapat terlindi pada tanah. Keseluruhan hasil analisa tanah sebelum tanam menunjukkan bahwa tanah termasuk dalam kategori kurang subur sehingga diperlukan upaya perbaikan kesuburan tanah. Salah satu upaya memperbaiki kesuburan tanah adalah dengan menanam tanaman legum. Setelah lahan direhabilitasi, dilakukan pengambilan sampel tanah dan analisa untuk mengetahui perubahannya Tabel 2.
Hasil analisis setelah lahan direhabilitasi menunjukkan bahwa pH masih tetap rendah yaitu 4,75. Kandungan C-organik pada lahan yang tidak diberi pupuk kandang termasuk rendah (1,38%), sedangkan yang diberi pupuk kandang menunjukkan lebih tinggi (2%). Kandungan P menunjukkan rendah baik dengan pupuk kandang (8,2 ppm) maupun tanpa pupuk kandang (9,45 ppm). Pada kandungan P tersedia, dengan pupuk kandang dan tanpa pupuk kandang menunjukkan rendah
Tabel 1. Hasil analisa kimia tanah sebelum perlakuan rehabilitasi lahan
Perlakuan pH H2O C-org. (%) N-total (%) N-NH4 (ppm) P2O5 (ppm) K tersedia (me/100g) KTK (me/100g) Mucuna tanpa PK 4,97 1,53 0,16 286,33 31,33 0,04 4,82 Kerandang tanpa PK 4,99 1,16 0,12 264 29,33 0,08 3,44 Komak tanpa PK 4,89 1,44 0,14 301,33 18,33 0,05 4,47 Kacang tanah tanpa PK 5,11 1,71 0,15 306 13,33 0,03 5,11 Koro pedang tanpa PK 4,67 1,33 0,13 283,67 12,33 0,04 3,24
Mucuna PK 4,84 1,61 0,15 305,67 23,67 0,09 4,79
Kerandang PK 4,8 1,45 0,13 246,33 20 0,08 3,96
Komak PK 4,86 1,76 0,2 373,67 12,33 0,04 4,54
Kacang tanah PK 4,72 1,48 0,16 323 18 0,03 3,99
Koro pedang PK 4,7 1,27 0,09 239,33 19 0,07 4,19
Tabel 2. Hasil analisa tanah setelah perlakuan rehabilitasi lahan Perlakuan HpH 2O C-org. (%) N-total (%) N-NH4 (ppm) P2O5 (ppm) K tersedia (me/100g) KTK (me/100g) Mucuna tanpa PK 4,89 1,22 0,11 194,67 9,67 0,04 3,75 Kerandang tanpa PK 4,73 1,48 0,13 238 8 0,08 4,01 Komak tanpa PK 4,82 1,56 0,11 240,33 9,67 0,12 3,2 Kacang tanah tanpa PK 4,86 1,24 0,1 307,33 9,67 0,05 3,69 Koro pedang tanpa PK 4,51 1,42 0,14 258,67 10 0,04 3,97
Mucuna PK 4,55 1,73 0,17 314 7,67 0,04 5,68
Kerandang PK 4,53 1,97 0,17 383,33 4,67 0,04 5,57
Komak PK 4,42 1,63 0,14 334 9 0,04 5,02
Kacang tanah PK 4,24 2,43 0,2 396,67 9 0,05 5,41
Koro pedang PK 4,31 1,63 0,15 257 10,67 0,09 2,55
PK = Pupuk Kandang 5 t/ha
dengan persentase 0,08 dan 0,06%. Secara keseluruhan tanaman leguminosa dengan pupuk kandang dapat meningkatkan C-organik tanah di lahan pasca erupsi Merapi, terutama pada tanaman kacang tanah mempunyai kandungan C-organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang lain. Keragaan tanaman jagung
Pertumbuhan tanaman jagung umur 112 HST pada lahan yang direhabilitasi tanaman leguminosa jenis komak, koro pedang, kacang tanah, dan kerandang antara perlakuan yang dipupuk dengan pupuk kandang dan tanpa pupuk kandang tidak nampak beda nyata. Pada lahan setelah direhabilitasi tanaman jenis mucuna dengan pupuk kandang pertumbuhan tanaman jagung lebih baik.
Produksi hijauan pakan ternak hasil penjarangan tanaman jagung memiliki variasi yang sangat beragam, produksi hijauan pakan ternak terendah terjadi pada lahan yang direhabilitasi legum kacang tanah dengan dosis pupuk tinggi yaitu sebanyak 1237,70 kg/ha, dan hijauan pakan ternak tertinggi dicapai pada lahan yang direhabilitasi leguminosa Mukuna dengan dosis pupuk tinggi (22.116,70 kg/ha). Hasil ini mendekati dengan hasil penelitian
Supriadi et al. (2010) di lahan sawah Gunungkidul yang mencapai 22,5 ton/ha.
Tanaman jagung yang dapat dijadikan pakan ternak ruminansia yaitu dari hijauannya sedangkan bijinya di manfaatkan untuk pangan. Daya tampung ternak dari hijauan jagung (tebon) dihitung berdasarkan bobot kering. Secara teoritis seekor ternak dapat mengkonsumsi bahan kering sebanyak 2-3% dari bobot badannya. Satu Unit Ternak (UT) seberat 350 kg dapat mengkonsumsi bahan kering sebanyak 7-10,5 kg. Berdasarkan perhitungan bahan kering tanaman jagung mengandung 22% bahan kering (Supriadi, Muwarti 2009) maka daya tampung ternak pada penanaman jagung dilahan pasca erupsi yang telah direhabilitasi dengan tanaman legum adalah sebagai berukut.
Berdasarkan produksi bahan kering, maka semakin banyak hasil bahan kering yang diproduksi akan semakin besar atau semakin banyak ternak yang dapat ditampung. Daya tampung ternak pada lahan erupsi Merapi yang direhabilitasi tanaman Mukuna dengan pemupukan dosis tinggi dapat menampung ternak sebanyak 1,9 unit ternak setiap tahunnya dan yang kedua adalah pada lahan yang direhabilitasi dengan tanaman Komak yaitu dapat menampung 1,5 UT/th baik pada pemupukan dosis tinggi maupun dosis sedang.
Tabel 3. Keragaan pertumbuhan tanaman jagung
Jenis tanaman
rehabilitasi Perlakuan pemupukan
Tanaman jagung Tinggi tanaman
(112 HST/cm)
Hijauan pakan ternak penjarangan (60 HST/kg)
Komak Pupuk dosis rendah 208ab 15120,55ab
Pupuk dosis sedang 231,4a 17349,75b
Pupuk dosis tinggi 207,7ab 16879,14b
Koro pedang Pupuk dosis rendah 172,7 bc 5825,90cd
Pupuk dosis sedang 139,2c 8905,85bc
Pupuk dosis tinggi 187,6b 10679,90c
Kacang tanah Pupuk dosis rendah 189,5b 7343,40d
Pupuk dosis sedang 204,6ab 10332,70c
Pupuk dosis tinggi 177,8b 1237, 20e
Mukuna/ Koro benguk
Pupuk dosis rendah 204,9ab 8920,60bc
Pupuk dosis sedang 178,4b 15817,90ab
Pupuk dosis tinggi 201,8ab 22116,70a
Kerandang Pupuk dosis rendah 189b 4683,80ed
Pupuk dosis sedang 188b 7082,80cd
Pupuk dosis tinggi 185,4b 9462,90bc
Dosis rendah = pemupukan NPK
Dosis sedang = pemupukan NPK + organik Dosis tinggi = NPK + organik + dolomit
Pemupukan NPK adalah 300 kg Urea + 250 kg NPK 15-15-15, untuk pemupukan organik adalah 5 ton/ha Penjarangan dilakukan umur 60 hari
Tabel 4. Produksi hijuauan pakan tanaman jagung dan daya tampung ternak Jenis tanaman
rehabilitasi
Perlakuan Jumlah hijauan pakan ternak (t/ha)
Bahan kering (t/ha)
Daya tampung (UT/th)
Komak Pupuk dosis rendah 15.120 3326,40 1,3
Pupuk dosis sedang 17.349 3816,78 1,5
Pupuk dosis tinggi 16.879 3713,38 1,5
Koro pedang Pupuk dosis rendah 5.825 1281,50 0,5
Pupuk dosis sedang 8.905 1959,10 0,8
Pupuk dosis tinggi 10.680 2349,60 0,9
Kacang tanah Pupuk dosis rendah 7.343 1615,46 0,6
Pupuk dosis sedang 10.333 2273,26 0,9
Pupuk dosis tinggi 1.237 272,14 0,1
Mukuna/ Koro benguk
Pupuk dosis rendah 8.921 1962,62 0,8
Pupuk dosis sedang 15.818 3479,96 1,4
Pupuk dosis tinggi 22.117 4865,74 1,9
Kerandang Pupuk dosis rendah 4.684 1030,48 0,4
Pupuk dosis sedang 7.083 1558,26 0,6
Pupuk dosis tinggi 9.463 2081,86 0,8
Dosis rendah = pemupukan NPK
Dosis sedang = pemupukan NPK + organik Dosis tinggi = NPK + organik + dolomit
Pemupukan NPK adalah 300 kg Urea + 250 kg NPK 15-15-15, untuk pemupukan organik adalah 5 ton/ha UT = Unit ternak (350 kg bobot badan hidup)
KESIMPULAN
Sifat keasaman (pH) pada lahan pasca erupsi Gunung Merapi baik sebelum direhabilitasi dengan tanaman leguminosa merambat maupun setelah direhabilitasi tidak menunjukan adanya perubahan masih tetap berkisar antara 4,7-5. Tinggi tanaman jagung tidak menunjukan perbedaan nyata, namun pada hasil hijauan pakan ternak menunjukan hasil yang nyata dimana lahan yang direhabilitasi dengan leguminosa Mukuna/Koro benguk (Mucuna sp) dapat mencapai produksi hijauan pakan ternak sebanyak 22.117 kg/ha, dengan kapasitas tampung ternak sebanyak 1,9 unit ternak per tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus 2012. Pedoman teknis integrasi ternak sapi dengan tanaman, Direktorat Jendral Peternakan, 2010. http://sekarmadjapahit. wordpress.com/2011/12/22/integrasi-ternak-sapi-dengan-tanaman-pangan/. akses 14/10 2012.
Budimulya. 2012. Teknologi pembuatan silase jagung untuk pakan sapi potong. http://www.total-fm.co.id/index.php/the-news/ 639-teknologi-pembuatan-silase-jagung-untuk -pakan-sapi-potong. Akses 14/10 2012. Supriadi, Murwati. 2009. Model penyediaan hijauan
pakan ternak melalui penanaman jagung pola rapat di lahan kering. Prosiding Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Pemberdayaan masyarakat melalui usaha peternakan berbasis sumberdaya lokal dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional bekelanjutan. Universitas Diponegoro. Semarang.
Supriadi, Widyayanti S. 2010. Produksi tanaman jagung pada beberapa pola penjarangan untuk pakan ternak di lahankering Gunungkidul. Diseminarkan di Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. 17-18 Maret 2010. Syamsu JA, Sofyan LA, Mudikdjo K, Said EG,
2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia, Wartazoa. 10:20-26.