• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

70 PEMANFAATAN SOFTWARE CABRI GEOMETRY DENGAN PENDEKATAN

INDUKTIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

Abdul Rosyid

STKIP Muhammadiyah Kuningan adromath_dosen@upmk.ac.id

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis siswa SMP yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Group Design yaitu desain kelompok pembanding pretes/postes. Dalam penelitian ini diambil dua kelas yang homogen dengan perlakuan berbeda. Kelas eksperimen adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Berdasarkan hasil analisis data dan temuan selama penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.

Kata Kunci : Pendekatan Induktif, Cabri Geometry, Kemampuan Representasi Matematis.

A. PENDAHULUAN

Menurut James dan James (Suherman, 2003) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Mengingat objek-objek penelaahan dalam matematika bersifat abstrak dan harus dipelajari sejak anak-anak, maka kegiatan pembelajaran matematika harus direncanakan sesuai dengan kemampuan peserta didik.

Geometri merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika. Namun dalam beberapa tahun terakhir, geometri formal kurang begitu berkembang. Hal ini dapat disebabkan oleh kesulitan siswa dalam membentuk konstruksi nyata yang diperlukan secara akurat, adanya anggapan bahwa untuk melukis bangun geometri memerlukan waktu yang lama, dan kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam proses pembuktian. Sementara itu, melukis memainkan peranan yang penting dalam pembelajaran geometri di sekolah karena lukisan geometri menghubungkan antara ruang fisik dan teori.

(2)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

71 Geometri adalah materi pelajaran matematika yang membutuhkan kemampuan matematis yang cukup baik untuk memahaminya.

Menurut NCTM (Siregar, 2009) kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam mempelajari geometri adalah : 1) kemampuan menganalisis karakter dan sifat dari bentuk geometri baik dua dimensi ataupun tiga dimensi, dan mampu membangun argumen-argumen matematika mengenai hubungan geometri dengan yang lainnya; 2) kemampuan menentukan kedudukan suatu titik dengan lebih spesifik dan gambaran hubungan spasial dengan menggunakan koordinat geometri serta menghubungkannya dengan sistem yang lain; 3) kemampuan aplikasi transformasi dan penggunaannya secara simetris untuk menganalisis situasi matematis; 4) mampu menggunakan visualisasi, penalaran spasial, dan model geometri untuk memecahkan masalah.

Nurhasanah (2010) menyatakan bahwa sesuai karakteristik geometri, proses abstraksi haruslah terintegrasi dengan proses pembelajaran yang berlangsung sehingga harus memperhatikan beberapa aspek seperti, metode pembelajaran, model pembelajaran, bahan ajar, ketersediaan dan penggunaan alat peraga atau keterampilan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Secara teori, pembentukan konsep yang terkait dengan objek-objek geometri dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang proses abstraksi dan sudut pandang teori Van Hiele.

Selain sudut pandang tersebut, dalam pembelajaran geometri perlu diperhatikan pula peranan alat peraga yang berkaitan erat dengan objek geometri yang abstrak. Ketika teori Van Hiele muncul, jenis alat peraga pembelajaran matematika masih sangat terbatas pada benda-benda kongkrit. Namun,seiring perkembangan teknologi saat ini telah berkembang jenis alat peraga baru yang dikenal dengan konsep alat peraga maya. Alat ini memiliki karakteristik benda-benda semi kongkrit dan dapat dimanipulasi langsung oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Contohnya jenis Dynamic Geometry Software (perangkat lunak geometri dinamis). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika khususnya materi geometri, dapat memperoleh hasil yang lebih baik setelah diberikan perlakuan dengan belajar menggunakan software dibandingkan siswa yang belajar tanpa menggunakan software atau cara konvensional. Siregar (2009) dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematik siswa yang belajar geometri dengan Geometer’s Sketchpad (GSP) lebih baik daripada siswa yang belajar geometri tanpa GSP. Muabuai (2009) berdasarkan hasil penelitiannya juga menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan model kooperatif tipe STAD berbantuan program Cabri Geometry II Plus lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran tanpa bantuan program Cabri Geometry II Plus. Dengan demikian penggunaan teknologi berupa software telah dapat meningkatkan kemampuan matematis siswa, sehingga diharapkan dengan penggunaan software dalam pembelajaran geometri juga akan meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa.

(3)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

72 Menurut Jones (Hudiono, 2005) terdapat beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, yaitu: kelancaran dalam membangun suatu konsep dan berpikir matematis; ide-ide yang diberikan guru sangat mempengaruhi pemahaman siswa dalam matematika; untuk memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel dapat dibangun melalui kemampuan representasi matematis. Kemampuan mempresentasikan ide-ide matematika yang mempunyai struktur yang tinggi tersebut dapat dilaksanakan dengan sebuah pendekatan, yaitu pendekatan induktif-deduktif.

Pendekatan induktif-deduktif adalah suatu cara memunculkan ide-ide baik secara lisan atau tulisan. Dahar (1996) mengatakan, para ahli teori deduktif bekerja dari atas ke bawah. Mereka membangun suatu teori yang kelihatannya logis, dengan dasar apriori yang diuji dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan kemudian dari sekumpulan asumsi dikeluarkan hipotesis atau teorema. Para ahli teori induktif bekerja sebaliknya, yaitu dari bawah ke atas. Mereka menyusun sistem-sistem dari hasil penelitian yang telah diuji dan keuntungan teori ini tidak pernah jauh dari pernyataan-pernyataan yang kebenarannya cukup tinggi. Menurut Janvier (1987) dengan suatu pendekatan maka tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien. Pendekatan tersebut dapat diartikan sebagai tolak ukur atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.

Berbagai pembaharuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di negara kita telah dilakukan, mulai dari penyempurnaan kurikulum sampai ke model dan media pengajaran yang mengalami pembaharuan dinamis sebagai upaya untuk membentuk subjek didik yang berkualitas, kreatif dan dapat menghadapi perkembangan zaman. Kehadiran media dalam proses belajar mengajar mempunyai arti yang cukup penting, karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan materi yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Kerumitan materi yang akan disampaikan kepada anak didik dapat disederhanakan dengan bantuan media. Selain itu media dapat mewakili apa yang kurang mampu diucapkan seorang guru melalui kata-kata atau kalimat tertentu.

Peressini dan Knut (Jiang, 2008) menyatakan bahwa ada 5 hal dasar mengapa teknologi dipilih untuk digunakan sebagai alat pedagogis dalam pembelajaran matematika, yaitu:

1. Teknologi dapat digunakan untuk management. 2. Teknologi dapat berperan sebagai alat komunikasi. 3. Teknologi dapat berperan sebagai alat evaluasi.

4. Teknologi dapat digunakan sebagai alat bantu memotivasi.

5. Pemanfaatan teknologi membantu pemahaman algoritma matematik siswa kepada arah yang lebih baik lagi, dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan problem solving.

Saat ini hampir setiap sekola telah mempunyai laboratorium komputer. Komputer-komputer di laboratorium sekolah tersebut pada umumnya hanya digunakan untuk kepentingan administrasi, seperti mengetik surat, mengetik laporan, membuat daftar gaji, dan sebagainya. Masih jarang sekolah yang menggunakan komputer untuk pembelajaran. Kalaupun ada, sebagian besar

(4)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

73 komputer hanya digunakan untuk mata pelajaran komputer itu sendiri (TIK). Mungkin hal ini disebabkan guru bidang studi (termasuk bidang studi Matematika), belum mampu menggunakan program-program komputer tersebut dalam pembelajaran.

Kehadiran media mempunyai peran yang penting dalam proses pembelajaran matematika yang objek kajiannya bersifat abstrak (termasuk materi geometri), terutama media yang dapat mengatasi permasalahan dalam pembelajaran geometri. Dewasa ini media pembelajaran berbasis komputer telah berkembang pesat. Beberapa software untuk pembelajaran geometri telah dikembangkan, antara lain; Cabri Geometry 2D (Cabri I dan Cabri II) dan 3D, Geometer’s Sketchpad, Geogebra, Autograph, Cinderella, Graph, Wingeom dan Geometry Expert.

Patsiomitou (2008) menyatakan bahwa pembelajaran geometri dengan bantuan software geometri misalnya Cabri Geometry ada empat hal yang dapat dicapai siswa, yaitu; (1) siswa dapat membangun kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan software, (2) membangun skema mental melalui konstruksi dengan menggunakan skema, (3) meningkatkan kemampuan reaksi visual melalui kegiatan representasi visual, dan (4) membangun proses pemikiran mengenai geometri berdasarkan teori Van Hiele melalui kombinasi aktifitas representasi visual dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru saat proses belajar berlangsung.

Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini akan mengkaji pengaruh pemanfaatan media komputer dalam pembelajaran matematika di sekolah, yaitu software Cabri Geometry dengan pendekatan induktif untuk meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama.

B. KAJIAN TEORITIS

1. Kemampuan Representasi Matematis

Matematika adalah bahasa dan alat yang sangat membantu dalam mengkomunikasikan ide dengan tepat dan jelas. Diperlukan adanya representasi dalam ide, gagasan, dan konsep matematika. Berkaitan dengan peran representasi dalam upaya mengembangkan dan mengoptimalkan kemampuan matematika siswa, sangat tepat dalam Principle and Standard for School Mathematics (2000) mencantunkan representasi sebagai proses standar kelima setelah problem solving, reasoning, communication, and connection.

Menurut Jones (Hudiono, 2005) terdapat beberapa alasan penting dimasukannya standar representasi sebagai bagian dari proses belajar yaitu: 1. Kelancaran dalam melakukan tranlasi diantara berbagai bentuk representasi

berbeda, merpakan kemampuan mendasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berfikir matematika.

2. Ide-ide matematika yang disajikan guru melalui berbagai representasi akan berpengaruh terhadap pemahaman siswa dalam mempelajari matematika. 3. Siswa membutuhkan latihan dan membangun representasinya sehingga

memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah.

(5)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

74 Menurut NCTM (2000) representasi adalah suatu konfigurasi atau bentuk atau susunan yang berkorespondensi dengan sesuatu yang dapat menggambarkan, mewakili, melambangkan sesuatu. Menurut Jones dan Knuth (Hudiono, 2005) : a model, or alternate form, of a problem situation or aspect of

a problem situation used in finding a solution. For example, problem can be represented by objects, pictures, word, or mathematical symbols. Cai et al.

(Suparlan, 2005) juga menuturkan bahwa representasi merupakan cara yang digunakan seseorang untuk mengkomunikasikan jawaban atau gagasan matematika yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian di atas, representasi matematis dapat diartikan sebagai suatu konfigurasi bentuk maupun susunan yang dapat menggambarkan, mewakili, atau melambangkan gagasan atau situasi matematika dalam cara tertentu. NCTM (dalam Mudzakir, 2006) menuturkan bahwa proses representasi melibatkan penerjemahan masalah atau ide-ide kedalam bentuk baru, pengubahan diagram atau model fisik ke dalam simbol-simbol atau kata-kata, juga dapat digunakan dalam penterjemahan atau penganalisisan masalah verbal untuk membuat masalahnya menjadi jelas.

Dengan demikian, representasi matematis merupakan penggambaran, penterjemahan pengungkapan, penunjukkan kembali, pelambangan atau bahkan pemodelan dari ide, gagasan, konsep matematis, dan hubungan diantaranya yang termuat dalam suatu konfigurasi, konstruksi atau situasi masalah tertentu yang ditampilkan siswa dalam bentuk beragam sebagai upaya memperoleh kejelasan makna, menunjukkan pemahamannya, atau mencari solusi dari masalah yang dihadapinya.

Representasi dapat dibagi dua yaitu representasi internal dan eksternal. Representasi internal dari seseorang sulit diamati secara langsung karena merupakan aktivitas mental dari seseorang di dalam otaknya. Representasi dapat digunakan untuk mengetahui proses internal dari seorang siswa adalah dengan menduga berdasarkan representasi eksternalnya melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, tabel ataupun alat peraga. Namun, dalam belajar matematika representasi tidak terbatas hanya pada representasi fisik saja.

Berfikir tentang ide matematika, diperlukan mempresentasikannya secara internal sehingga memungkinkan fikiran beroperasi. Oleh karena itu, istilah representasi dapat juga dipergunakan apabila menggambarkan proses kognitif untuk sampai pada pemahaman tentang suatu ide dalam matematika. Dalam hal ini, representasi bukan perwujudan eksternal melainkan suatu identitas kognitif. Dalam proses ini, siswa dapat membangun sebuah representasi internal (representasi mental, representasi kognitif, gambaran mental, dan skema). Para ahli teori sering mendeskripsikan aktivitas kognitif yang tercakup di dalam proses pemecahan soal ini sebagai model mental (Kaput, 1988).

Representasi matematis yang merupakan salah satu kompetensi dalam pembelajaran matematika. Representasi atau model dari suatu situasi atau konsep matematika, jika disajikan dalam bentuk yang sudah jadi sesungguhnya dapat dipandang telah mengurangkan atau meniadakan kesempatan bagi siswa berfikir kreatif dan menemukan sejak awal konsep matematika yang terkandung

(6)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

75 dalam suatu situasi masalah. Representasi matematika terhadap situasi dapat muncul dalam berbagai cara, konkrit, benda tiruan atau gambar, seni abstrak (sketsa atau lambang yang dibuat siswa sendiri), serta abstrak yang berbentuk simbol dan rumus (Jozua Sabandar, 2008).

Dengan demikian, representasi dalam pembelajaran matematika di dalam kelas tidak lagi harus terikat pada perubahan satu bentuk ke bentuk lainnya hanya dalam satu arah, tetapi bisa dua arah (bidirectional) atau lebih (multidirectional). Sebagai contoh, selama ini siswa seringkali hanya diminta untuk menentukan penyelesaian (mathematical expression atau equation) dari soal cerita atau situasi masalah (words) yang disajikan guru. Namun dengan representasi, guru dapat meminta siswa untuk mengerjakan hal sebaliknya. Misalnya, dari suatu persamaan (equation), siswa dapat menggunakan representasi kata-kata (words atau written texts) untuk membuat situasi masalah atau soal cerita yang sesuai dengan persamaan tersebut atau menginterprestasikan persamaan tersebut. Dengan interprestasi yang dilakukan, maka siswa secara bersama mendapatkan pengetahuan untuk bisa merepresentasikan permasalahan itu.

2. Pendekatan Induktif-Deduktif

Menurut Suriasumantri (2001), “Induktif merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. ”Contoh : Ayam bertelur, burung merpati bertelur dan burung elang bertelur. Dari kenyataan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa semua jenis unggas bertelur. Selanjutnya menurut Suriasumantri (2001) bahwa penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif. Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus”. Contoh: Semua siswa SD berseragam merah putih, Claraseorang siswa SD, maka Clara berseragam merah putih.

Dewanto (2003) menyatakan bahwa dalam logika ada dua jenis penalaran yang sering dijumpai yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Secara informal, sebuah induksi dapat dikatakan sebagai pendekatan

“bottom-up”, dimulai dari observasi atau pengukuran yang spesifik, kemudian mendeteksi

pola-pola atau aturan-aturan, yang akhirnya mengembangkan kesimpulan atau teori.

Kemudian sebuah deduksi secara informal dapat dikatakan sebagai pendekatan yang “top-down”, dimulai dari mengaitkan teori pada topik yang di minati, menentukan hipotesa yang akan diuji dengan data observasi, dan akhirnya mengkonvermasi (menerima atau menolak) teori yang diberikan. Pada pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif, pada awalnya siswa diberikan masalah dengan harapan dapat menguraikan masalah itu sendiri, mencari bentuk umum atau modelnya (induktif), dan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan model tersebut, apabila model sudah didapat (deduktif).

Pada setiap masalah diikuti dengan beberapa pertanyaan yang dapat menuntun siswa untuk mendapatkan solusinya. Karli (2003) mengatakan bahwa dalam pembelajaran dengan pendekatan induktif-deduktif terdapat empat tahap

(7)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

76 kegiatan, yaitu tahap pendahuluan, tahap eksplorasi, tahap pembentukan konsep, dan tahap penerapan konsep.

2. Program Cabri Geometry

Program Cabri Geometry adalah sebuah program atau software yang diproduksi oleh perusahan Cabrilog Perancis untuk mengajarkan geometri dan trigonometri. Cabri Geometry telah diterjemahkan dalam 17 bahasa. Jika ingin melihat demo yang ada dalam Cabri Geometry dapat dilihat di www.cabrygeometry.com.

Cabri Geometry memungkinkan siswa untuk membangun dan mengeksplorasi objek geometri secara interaktif. Jean-Marie Laborde dan Franck Bellemain mengembangkan Cabri Geomtery di Institut D’Informatique et Mathematiques Appliquees de Grenoble (IMAG), sebuah laboratorium riset di Universite Joseph Fourier di Grenoble (Perancis), bekerjasama dengan Centre National de La Recherche Scientifique (CNRS) dan Texas Instruments. Cabri Geometry menyediakan fasilitas sebagai berikut:

a. menyediakan geometri analitik, transformasi, dan Euclidean yang interaktif b. memungkinkan konstruksi intuitif titik, garis, segitiga, poligon, lingkaran, dan

objek dasar lainnya

c. mentranslasi, mendilatasi dan merotasikan objek

d. menyediakan konstruksi conics yang mudah, termasuk elips dan hiperbola e. menambahkan catatan dan angka (dengan otomatis update)

f. penggunaan koordinat Cartesian dan Polar

g. menyediakan fasilitas untuk menampilkan persamaan objek geometris, termasuk garis, lingkaran, elips, dan titik koordinat.

h. cek properti geometris untuk menguji hipotesis berdasarkan dalil-dalil Euclid. Cabri Geometry dapat digunakan oleh guru maupun siswa secara interaktif untuk pembelajaran geometri. Beberapa hal yang dapat digunakan oleh Cabri Geometry adalah mengkonstruksi gambar sama seperti apa yang bisa dilakukan oleh penggaris, pensil, jangka, dan lain-lain sehingga hasilnya bisa lebih akurat, dapat dimanipulasi dengan mudah hanya dengan mengklik tool yang ada aplikasi, selain itu gambar dapat selalu di update kapan saja. Sistem operasi yang dapat digunakan untuk menggunakan software ini adalah sistem operasi yang berbasis windows, diantaranya windows 98, 98SE, ME 2000, dan XP.

Program Cabri Geometry merupakan program aplikasi interaktif yang saat ini sudah dapat diperoleh dengan mudah yakni dengan mendownload free dari internet. Beberapa versi bahasa Cabri Geometry yang tersedia diantaranya; Inggris, Jerman, Prancis, Spanyol, Belanda, Italia, Portugis, Jepang, Cina, Norwegia dan beberapa bahasa asing lainnya.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian yang digunakan adalah Pretest-Posttest Group

(8)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

77 Design (Fraenkel dan Wallen, 2007) yaitu desain kelompok pembanding pretes/postes. Dalam penelitian ini diambil dua kelas yang homogen dengan perlakuan berbeda. Kelas eksperimen adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Adapun desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Desain Penelitian Treatment Group O X1 O Control Group O X2 O Keterangan : O : Pretes/Postes

X1 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan

program Cabri Geometry.

X2 : Perlakuan pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan

program Cabri Geometry.

Untuk melihat secara lebih mendalam tentang pengaruh pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry terhadap peningkatan kemampuan representasi matematis siswa, maka dalam penelitian ini dilibatkan kategori kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Instrumen tes kemampuan representasi matematis yang digunakan di awal (pretest) dan akhir (posttest) sama karena tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya peningkatan akibat perlakuan akan lebih baik jika diukur dengan alat ukur yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Kuningan semester genap tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri atas 7 kelas (196 orang siswa).

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan ”Purposive Sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2009). Sehingga yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang dipilih dari 7 kelas yang tersedia, yaitu: kelas (VII4) yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas (VII5) yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal ini dipilih khusus kelas VII. Hal ini disebabkan peralihan siswa dari sekolah dasar ke sekolah menengah merupakan peralihan dari tingkat konkrit ke abstrak (Piaget dalam Dahar, 1996). Peneliti mengasumsikan kemampuan representasi matematis siswa masih kurang karena mereka baru beralih dari tingkat kongkret ke abstrak, dan terdapat sejumlah materi geometri yang diperkirakan cocok diajarkan dengan menggunakan program Cabri Geometry.

(9)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

78 D. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian dan Analisa Data

Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah apakah terdapat perbedaan kemampuan representasi matematis siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Pada penelitian ini tes kemampuan representasi matematis dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum pembelajaran dan sesudah pembelajaran Tes ini diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Kelas eksperimen adalah kelas yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan kelas kontrol adalah kelas yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Skor pretes dan skor postes yang dimaksud adalah skor kemampuan representasi matematis siswa pada materi segitiga sebelum dan sesudah memperoleh pembelajaran, sehingga dapat dilihat sejauh mana peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada kedua kelas yang dijadikan sampel penelitian.

Berikut ini adalah sajian statistik deskriptif skor pretes, postes, dan gain ternormalisasi (g). pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2

Deskripsi Statistik Skor Kemampuan Representasi Matematis Tes Skor

Ideal

Kelas Kontrol Kelas eksperimen N 𝑿𝒎𝒊𝒏 𝑿𝒎𝒂𝒌𝒔 𝑿� 𝑺 N 𝑿𝒎𝒊𝒏 𝑿𝒎𝒂𝒌𝒔 𝑿� 𝑺

Pretes

20 25 0 10 5,32 2,66 25 0 10 5,24 2,65

Postes 25 4 16 9,76 2,84 25 8 18 13,12 2,83

Gain 25 0,15 0,60 0,31 0,11 25 0,38 0,80 0,55 0,13

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa rataan hasil pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki perbedaan. Rataan pretes kelas kontrol 0,08 lebih tinggi daripada rataan pretes kelas eksperimen. Namun, untuk mengetahui apakah rataan skor pretes pada kedua kelas tersebut berbeda atau tidak secara signifikan perlu dilakukan uji statistik.

Untuk menguji bahwa skor pretes kemampuan representasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda atau tidak secara signifikan, maka akan dilakukan uji kesamaan rataan skor pretes menggunakan

Compare Mean Independent Samples Test. Sebelum dilakukan uji kesamaan

rataan, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas menggunakan SPSS 21.

Selanjutnya jika data normal dan homogen maka akan digunakan Uji-t sedangkan jika data normal tetapi tidak homogen akan digunakan uji-t’, dan untuk data yang tidak memenuhi syarat normalitas maka akan digunakan uji

(10)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

79 nonparametrik, yaitu Uji-Mann-Whitney. Dari hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov, pada taraf signifikan α = 0,05. Hasil uji normalitas data dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3

Uji Normalitas Skor Pretest Kelas Kolmogorov

-Smirnov Z

Sig. Kesimpulan Ket Kontrol 0,150 0,152 Terima H0 Normal

Eksperimen 0,107 0,200 Terima H0 Normal

Dari tabel 3 diketahui bahwa skor pretes kedua kelas untuk kemampuan representasi matematis secara keseluruhan memperlihatkan nilai signifikansi hasil perhitungan lebih besar dari 0,05. Dengan demikian H0 diterima, artinya

secara signifikan sebaran data skor pretes kemampuan representasi matematis berdistribusi normal. Selanjutnya akan dilakukan uji homogenitas, tujuannya adalah untuk mengetahui variansi populasi data sama atau tidak. Uji ini juga dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis Independent Samples T Test dan

One Way ANOVA. Uji homogenitas dimaksudkan untuk melihat apakah varians

dari skor pretes sama atau tidak. Hasil pengujian homogenitas skor pretes disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4

Uji Homogenitas Skor Pretest

Levene Statistic Fhitung

Asymp.

Sig. Kesimpulan Ket

0,000 0,984 Terima H0 Homogen

Dari tabel 4 di atas, dapat disimpulkan bahwa rataan skor pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen. Hasil analisis terhadap skor pretes menunjukkan bahwa kedua kelas mempunyai data yang berdistribusi normal dan varians yang homogen. Sehingga untuk pengujian kesamaan rataan skor pretes menggunakan uji statistik parametrik, yaitu Uji-t. hasil uji kesamaan dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :

Tabel 5

Uji Kesamaan Rata-rata Skor Pretest thitun

g

Asymp. Sig.

(2-tailed) Kesimpulan Ket

0,1

07 0,984 Terima H0 Tidak ada perbedaan

Sesuai dengan kriteria pengjian H0, maka berdasarkan hasil perhitungan

pada tabel 5 ai atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis nol diterima. Artinya, rataan skor pretes kemampuan representasi matematis pada kedua kelas tidak

(11)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

80 berbeda secara signifikan. Selanjutnya, untuk melihat peningkatan kemampuan representasi matematis yang dicapai oleh siswa digunakan data gain ternormalisasi. Gain ternormalisasi merupakan gambaran peningkatan kemampuan representasi matematis siswa baik pada pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry atau pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry. Untuk menguji normalitas gain dari kemampuan representasi matematis digunakan uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi 0,05. Rangkuman hasil perhitungan uji normalitas gain disajikan pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6

Uji Normalitas Gain Kemampuan Representasi Matematis Kelas

Kolmogorov-Smirnov

Sig. Kesimpulan Ket Kontrol 0,188 0,023 Tolak H0 Tidak

Normal Eksperimen 0,136 0,200 Terima H0 Normal

Dari tabel 6 terlihat bahwa nilai signifikansi gain kemampuan representasi untuk kelas eksperimen lebih dari 0,05, artinya nilai gain untuk aspek kemampuan representasi matematis kelas eksperimen berdistribusi normal. Tetapi nilai signifikansi hitung untuk gain kemampuan representasi pada kelas kontrol kurang dari 0,05 sehingga gain kelas kontrol tidak berdistribusi normal. Akibatnya, untuk uji perbedaan gain ternormalisasi kemampuan representasi akan digunakan uji statistik nonparametrik, yaitu uji Mann-Whitney untuk dua sampel independen.

Karena data gain kemampuan representasi tidak memenuhi syarat normalitas, maka untuk pengujian selanjutnya akan digunakan uji Mann-Whitney. Hasil perhitungan dari output SPSS seperti ditunjukkan pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7

Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Mann-Whitney Asymp Sig.

(2-tailed)

Kesimpulan Ket 50,000 0,000 Tolak H0 Tidak Perbedaan

Berdasarkan hasil pada tabel 7 terlihat bahwa nilai signifikansi hitung kurang dari taraf signifikansi yang ditetapkan sehingga H0 di tolak. Artinya, terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry dan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program Cabri Geometry.

(12)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

81 2. Pembahasan

Pada penelitian ini, kemampuan yang diukur hanya kemampuan representasi matematis. Menurut Hiebert & Carpenter (Hudiono : 2005) kemampuan representasi matematis penting diajarkan disekolah karena pemahaman, penalaran dan komunikasi dalam matematika memerlukan representasi yang berupa; simbol tertulis, diagram (gambar), tabel, ataupun benda/objek. Meningkatkan kemampuan representasi matematis dalam pembelajaran matematika, secara tidak langsung akan dapat meningkatkan beberapa kemampuan matematis lain khususnya pemahaman. Hal ini sejalan dengan pendapat Jones (Hudiono: 2005) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan perlunya kemampuan representasi, yaitu: kelancaran dalam membangun suatu konsep dan berpikir matematis; ide-ide yang diberikan guru sangat mempengaruhi pemahaman siswa dalam matematika; untuk memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang kuat dan fleksibel dapat dibangun melalui kemampuan representasi matematis.

Penggunaan representasi yang tepat dan memadai mempunyai sumbangan yang sangat besar bagi terbentuknya pemahaman konsep. Tepat dalam arti cukup kuantitasnya untuk memungkinkan siswa menemukan keterkaitan, baik antar representasi maupun dalam satu jenis representasi. Hal ini terlihat pada kegiatan siswa saat mengerjakan LKS. Siswa dapat menyajikan suatu ide/gagasan yang ditemukan dari hasil eksplorasi menggunakan representasi verbal dan ekspresi/simbol matematis.

Pembelajaran matematika untuk kelas eksperimen selama penelitian dilaksanakan di laboratorium komputer sekolah. Antusiasme siswa pada pembelajaran menggunakan program CG sudah terlihat dari awal memasuki laboratorium komputer sekolah. Siswa berlarian mencari posisi tempat duduk yang strategis, memilih komputer yang dapat dijalankan dengan baik, beberapa yang lain saling berebutan tempat duduk dikarenakan dari 25 unit komputer yang ada di laboratorium hanya 21 yang dapat dioperasikan dan sisanya masih dalam tahap perbaikan. Kondisi ini menyebabkan 4 orang siswa harus berbagi tempat duduk dengan 4 temannya yang lain.

Langkah kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen secara umum sama dengan kelas kontrol, hanya saja di kelas eksperimen kegiatan siswa pada tahap eksplorasi dilakukan dengan bantuan program CG. Pertanyaan-pertanyaan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dibahas oleh guru secara klasikal di depan ruang dan siswa secara keseluruhan cukup memperhatikan layar. Siswa dapat secara bersamaan dengan guru melakukan petunjuk eksplorasi dengan bantuan layar proyektor sehingga penggunaan waktu tetap terkontrol.

Penggunaan waktu yang efisien di kelas eksperimen memungkinkan para siswa yang telah menyelesaikan tugasnya menyelesaikan LKS melakukan eksplorasi lebih lanjut tentang apa yang terpikir olehnya selama pengerjaan LKS. Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa pada kelas eksperimen jelas terlihat dari penggunaan software CG itu sendiri. Jika pada kelas kontrol siswa melakukan eksplorasi pada gambar yang telah disediakan guru pada LKS, maka pada kelas eksperimen sebagian besar gambar geometri yang diperlukan

(13)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

82 untuk pengisian LKS dikonstruksi oleh siswa sendiri. Kelebihan pembelajaran menggunakan teknologi salah satunya, yaitu waktu telah memungkinkan siswa melakukan konstruksi terhadap hal-hal yang terpikirkan olehnya tanpa harus malu dan takut salah. Sifat komputer yang tidak jenuh juga menjadikan siswa dapat melakukan konstruksi berulang-ulang pada gambar yang diinginkan.

Dari uji statistik inferensial diketahui bahwa rataan skor pretes kelas kontrol dan kelas eksperimen tidak berbeda signifikan. Rataan skor pretes kemampuan representasi matematis siswa pada kedua kelas sangat rendah. Rataan skor pretes kelas kontrol 5,32, sedangkan kelas eksperimen 5,24. Rendahnya rataan yang diperoleh tersebut sangat beralasan, karena siswa belum mendapatkan pembelajaran tentang materi yang diujikan pada pretes. Setelah siswa pada kedua kelas diberi perlakuan, yaitu pembelajaran dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan pembelajaran dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG, ternyata terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi yang signifikan pada kedua kelas khususnya kelas eksperimen. Hal ini karena program CG bermanfaat dalam menunjang kelancaran proses pembelajaran. Gambar-gambar bangun datar yang dibuat pada jendela CG dapat ditarik dan dieksplorasi sesuai keinginan sehingga membantu siswa dalam memahami sifat-sifat dari suatu bangun datar berdasarkan ukuran panjang sisi dan besar sudutnya.

Program CG juga dapat digunakan siswa untuk membuat animasi dari bangun datar yang telah digambarkan, melakukan rekonstruksi ulang langkah-langkah pengerjaannya, sehingga melatih siswa untuk membayangkan, mengkonstruksi dan merepresentasikan model geometri yang digambarkan. Hal ini, sesuai dengan hasil penelitian Jiang (2007) bahwa penggunaan dynamic geometry software dalam pembelajaran matematika sangat efisien untuk mengkonstruksi representasi visual siswa yang akurat ke situasi model dunia nyata, serta sangat efektif meningkatkan pembelajaran matematika di sekolah. Selain media dan pendekatan pembelajaran, kemampuan awal matematis siswa juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan representasi. Siswa yang berada pada kemampuan awal matematis level tinggi, peningkatan kemampuan representasinya lebih baik daripada siswa level sedang dan level rendah.

Peningkatan kemampuan representasi matematis siswa yang berada pada level sedang lebih baik dibandingkan dengan level rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum dilakukannya pembelajaran, guru harus mengidentifikasi kemampuan awal matematis siswa, sehingga guru dapat memberikan perlakuan khusus pada siswa level rendah maupun sedang agar hasil belajarnya lebih baik atau minimal sama dengan siswa level tinggi. Pembelajaran geometri dengan program CG sangat tepat diterapkan untuk membantu siswa level sedang maupun level rendah dalam meningkatkan kemampuan representasi matematisnya. Namun, untuk siswa level tinggi, peningkatannya tidak signifikan dibandingkan pembelajaran dengan pendekatan induktif. Artinya, siswa yang kemampuan awal matematisnya tinggi, tanpa

(14)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

83 menggunakan program CG sudah baik peningkatan kemampuan representasinya.

Di kelas kontrol, selama proses pembelajaran siswa pada level tinggi tidak kesulitan untuk memahami materi geometri yang diajarkan. Siswa level tinggi terlihat aktif mengerjakan soal-soal kemampuan representasi. Hal ini berbeda dengan siswa level sedang maupun level rendah. Sesuai dengan pendapat Dahar, et al. (2011), bahwa siswa yang memiliki kemampuan awal yang lebih baik, dapat menguasai konsep-konsep baru dengan lebih baik. Oleh sebab itu, peran guru harus lebih aktif dalam membimbing dan memberikan perhatian khusus pada siswa level sedang dan level rendah, misalnya dengan membimbing setiap siswa

E. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perbedaan peningkatan hasil belajar siswa terhadap kemampuan representasi matematis, antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program Cabri Geometry (CG) dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif berbantuan program CG dan siswa yang memperoleh pembelajaran geometri dengan pendekatan induktif tanpa bantuan program CG.

F. DAFTAR PUSTAKA

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Dahar, Et Al. (2011). Prior Achievement is the Indicator of the use of School ResourceInputs and the Best Predictor of Academic Achievement in Punjab (Pakistan). Euro Journals. (10), 179-187.

Dewanto, S.P. (2003). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

melalui Pembelajaran dengan Menggunakan Pendekatan Induktif-Deduktif. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fraenkel, J.R., dan Wallen, N.E. (2007). How to Design and Evaluate Research

in Education Sixth Edition. New York: McGraw Hill.

Hudiono, B. (2005). Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa. Disertasi SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan

Janvier, C. (1987). Conceptions and Representation: The Circle as an Example. In Janvier (Ed). Problem of Representation in The Teaching and Learning

of Mathematics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Jiang, Z. (2007). The Dynamic Geometry Software as an Effective Learning and

Teaching Tool. The Electronic Journal of Mathematics and Technology.

Kaput, J. J dan Goldin, G. A. (2004). A Join Perspective on the Idea of

Representation in Learning and Doing Mathematics. [Online]. Tersedia

(15)

Jurnal Matematika Ilmiah STKIP Muhammadiyah Kuningan Vol. 2 No.1 Mei 2016

84 Muabuai, Y. (2009). Pembelajaran Geometri melalui Model Kooperatif Tipe

STAD Berbasis Program Cabri Geometry II Plus dalam upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP. Tesis SPs

UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Mudzakkir HS. (2006). Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write Untuk

Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik Beragam Siswa SMP. Tesis SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Nurhasanah, F. (2010). Abstraksi Siswa SMP dalam Belajar Geometri melalui

Penerapan Model Van Hiele dan Geometer’s Sketchpad (Junior High School Students’ Abstraction in Learning Geometry Through Van Hiele’s Model and Geometer’s Sketchpad). Tesis SPS UPI Bandung:

Tidak Diterbitkan.

NCTM (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: Virginia.

Siregar, N. (2009). Studi Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa

Madrasah Tsanawiyah Kelas yang belajar geometri Berbantuan Geometer’s Sketchpad dengan Siswa yang Belajar tanpa Geometer’s Sketchpad. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Sugiyono. (2009). Statistik Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta. Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA Suparlan. (2005). Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat

Suriasumantri, J.S. (2001). Filsafat Ilmu Sebagai Pengantar Populer. Jakarta Pustaka Sinar Harapan.

Referensi

Dokumen terkait

Salvatore (1997:412) mengemukakan teori ekonomi kesejahteraan secara mikro, yaitu teori ekonomi kesejahteraan mempelajari berbagai kondisi cara penyelesaian dari

Fungsi utama dari layer distribusi adalah menyediakan routing, filtering, dan akses WAN, dan untuk menentukan bagaimana paket dapat mengakses inti, jika diperlukan.. Lapisan

Dari penampang rekaman seismik dapat diketahui adanya alur sungai purba yang berada di permukaan dasar laut dan pada sekuen Kuarter (ditutupi oleh sedimen).. Pola alur

Akan tetapi hal tersebut tidak sepenuhnya mempengaruhi intensitas fluoresensi yang dihasilkan oleh suatu senyawa karena beberapa senyawa yang memiliki gugus amin

Perubahan tingkat imbal hasil berkisar antara 1 - 4 bps dimana Surat Utang Negara dengan tenor 1 - 6 tahun yang cenderung mengalami penurunan, sementara itu

ditampilkan oleh LED 7 segmen. Pada pengecekan isi ROM ini penampil yang berjumlah 6 digit akan menampilkan alamat pada 4 digit sebelah kiri dan data 2 digit paling kanan. Amati

Optimasi proses spray drying ini ditujukan untuk mendapatkan serbuk antosianin ubi ungu dengan kadar air rendah, absorbansi tinggi dan kadar antosianin yang tinggi