KERAGAMAN PLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS TAMBAK DI
KAWASAN PERTAMBAKAN KABUPATEN GRESIK, PROVINSI JAWA TIMUR
Andi Marsambuana Pirzan dan Utojo
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: litkanta@indosat.net.id ABSTRAK
Nilai keragaman plankton yang tinggi merupakan media budidaya yang baik bagi udang vaname dan ikan bandeng, baik secara monokultur maupun polikultur yang mengarah kepada peningkatan produktivitas tambak. Oleh karena itu, dilakukan penelitian yang bertujuan menelaah keragaman plankton dan hubungannya dengan produktivitas tambak. Penelitian dilakukan di kawasan pertambakan yang sedang dalam operasional untuk udang vaname dan windu serta ikan bandeng di Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur dengan melakukan wawancara terhadap responden untuk mendapatkan data primer produktivitas tambak melalui pengajuan kuisioner, sedangkan data teknis diperoleh dengan pengukuran langsung di lapangan dan pengambilan contoh plankton, dan air untuk dianalisis di laboratorium. Sebagai peubah bebas adalah keragaman plankton, sedangkan peubah tidak bebas adalah produktivitas tambak. Pemilihan model regresi “terbaik” didasarkan pada metode kuadrat terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: produktivitas untuk komoditas udang vaname pada kisaran 133,3-600,0 kg/ha dengan rata-rata 357,57 kg/ ha; ikan bandeng pada kisaran 250,0-2.500,0 kg/ha dengan rata-rata 768,18 kg/ha dan produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng pada kisaran 600,0-3.000,0 kg/ha dengan rata-rata 1.308,30 kg/ha. Model dan estimasi produktivitas dalam hubungannya dengan keragaman plankton di tambak bahwa komoditas udang vaname, ikan bandeng, dan polikultur udang vaname dengan ikan bandeng, masing-masing ditunjukkan dengan persamaan kuadratik. Kelimpahan plankton pada kisaran 73,0-530,0 ind./L dengan rata-rata 254,91 ind./L dan jumlah genus plankton pada kisaran 4,0-7,0 genera dengan rata-rata 5,8 genera. Keragaman plankton pada kisaran 1,18-1,55 dengan rata-rata 1,39; keseragaman plankton pada kisaran 0,60-0,96 dengan rata 0,82 dan dominansi plankton pada kisaran 0,20-0,39 dengan rata-rata 0,28. Berdasarkan nilai indeks biologi plankton rata-rata-rata-rata (keragaman, keseragaman, dan dominansi), maka perairan ini termasuk stabil moderat, genus plankton merata dan tidak terdapat genus plankton yang mendominasi genus lainnya. Peubah kualitas air yang berpengaruh secara signifikan terhadap produktivitas tambak adalah suhu, pH, padatan tersuspensi total (PTT)/total suspended solid (TSS), nitrat, fosfat, dan bahan organik total (BOT).
KATA KUNCI: plankton, keragaman, produktivitas, tambak, Kabupaten Gresik
PENDAHULUAN
Saat ini komoditas perikanan yang umum dibudidayakan di tambak di Indonesia adalah udang windu (Penaeus monodon), udang vaname (Litopenaeus vannamei), ikan bandeng (Chanos chanos), dan rumput laut (Gracilaria verrucosa), tetapi di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik komoditas yang umum dibudidayakan adalah udang windu dan vaname serta ikan bandeng, baik secara monokultur maupun polikultur. Luas pertambakan payau di Kabupaten Gresik mencapai 17.833,02 ha dengan produksi total 14.957,576 ton (Dinas Perikanan, Kelautan, dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2009). Produksi tambak air payau mengalami penurunan dari 21.571,88 ton di tahun 2008 menjadi 14,957,59 ton di tahun 2009, disebabkan masih terjadinya kematian saat udang berumur 1-2 bulan, sehingga pembudidaya cenderung beralih ke budidaya udang vaname yang dianggap lebih menguntungkan. Produktivitas tambak payau di Kabupaten Gresik masih rendah yaitu 838,76 kg/ha/tahun. Penyebab utamanya adalah penataan jaringan irigasi yang belum memadai, sehinga penggantian sulit dilakukan bahkan tidak dilakukan selama berlangsungnya proses budidaya yang dapat berpengaruh terhadap penurunan keragaman hayati, termasuk penurunan keragaman plankton yang berdampak pada penurunan produktivitas tambak. Di samping itu, penggunaan pupuk dan pembasmi hama tidak
dilakukan secara seimbang, padat penebaran tidak disesuaikan dengan daya dukung lahan dan sistem budidaya yang diterapkan tidak tepat, sehingga kualitas air lingkungan tambak berada dalam kisaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan plankton sebagai pakan alami dan organisme yang dibudidayakan. Ekosistem dengan keragaman rendah adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki keragaman tinggi (Boyd, 1999).
Pengelolaan tambak umumnya dilakukan secara tradisional, sehingga produksi yang dicapai masih relatif rendah. Produksi tersebut masih berpeluang besar untuk ditingkatkan melalui penerapan sistem budidaya yang tepat. Pengelolaan dengan cara tradisional mengandalkan plankton (fitoplankton dan zooplankton) sebagai pakan alami ikan dan udang. Plankton khususnya fitoplaknkton selain sebagai penyedia sumber nutrea untuk ikan dan udang, juga sangat penting dalam menjaga kualitas air dan keseimbangan lingkungan (kestabilan) serta dapat membuang senyawa-senyawa dalam air yang dapat menimbulkan racun terhadap ikan dan udang yang dibudidayakan (Pirzan & Pong-Masak, 2007). Lingkungan tambak yang stabil ditandai dengan keragaman plankton tinggi, jumlah individu setiap spesies tinggi dan merata, serta kualitas air lingkungan tambak berada dalam kisaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisme budidaya, termasuk di dalamnya plankton sebagai pakan alami, sehingga produktivitas tambak tinggi dan lestari. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menelaah keragaman plankton dan hubungannya dengan produktivitas tambak di kawasan pertambakan payau Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur. Sebanyak 47 stasiun pengamatan ditetapkan posisinya dengan GPS (Global Positioning System) dan sebarannya dapat dilihat pada Gambar 1.
Di setiap stasiun, contoh plankton dan air diambil pada tambak yang sedang dalam masa pemeliharaan udang vaname dan windu serta ikan bandeng, baik secara monokultur maupun polikultur. Plankton dikoleksi dengan menyaring air sebanyak 50 L menjadi 30 mL menggunakan
Gambar 1. Lokasi penelitian di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Jawa Timur
plankton net No. 25, kemudian diawetkan dengan larutan Lugol 1%. Identifikasi jenis plankton dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop yang berpedoman pada Newel & Newel (1977), Yamaji (1976) dan Botes (2003) serta kelimpahannya menggunakan Sedgwick Rafter Counting Cell (APHA, 1998). Untuk mengetahui kestabilan perairan, maka dilakukan analisis kuantitatif indeks biologi plankton meliputi perhitungan keragaman, keseragaman, dan dominansi dari Shannon-Wiener (Odum, 1971; Basmi, 2000) dengan formula sebagai berikut.
Indeks keragaman jenis:
dimana:
H’ = Indeks keragaman jenis ni = Jumlah individu taksa ke-i N = Jumlah total individu
Pi = ni/N = Proporsi spesies ke-i
Indeks keseragaman :
dimana:
E = Indeks keseragaman jenis H’ = Indeks keragaman jenis
H’ maks = Indeks keragaman maksimum
Indeks dominansi:
D = (Pi)2 dimana:
D = Indeks dominansi ni = Jumlah individu taksa ke-i N = Jumlah total individu Pi = ni/N = Proporsi spesies ke-i
Metode penelitian yang diaplikasikan adalah metode survai, termasuk untuk mendapatkan data primer produktivitas yang dilakukan melalui kuisioner. Peubah kualitas air ditentukan dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan dan pengambilan contoh air untuk dianalisis di laboratorium. Kualitas air yang dianalisis meliputi: suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH, padatan tersuspensi total (PTT)/total suspended solid (TSS), turbiditas, nitrat, amonia, nitrit, fosfat, dan bahan organik total (BOT) berdasarkan Hadryadi et al. (1992) dan APHA (1998) (Tabel 1). Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum (minimum, maksimum, rata-rata, dan simpangan baku) dari kelimpahan, jumlah genus dan indeks biologi (keragaman, keseragaman, dan dominansi) plankton, serta kualitas lingkungan perairan.
Sebagai peubah bebas dalam penelitian ini adalah keragaman plankton sedangkan peubah tidak bebas, yaitu produktivitas komoditas udang vaname, ikan bandeng, dan polikultur udang vaname dengan ikan bandeng. Untuk menghitung besarnya pengaruh keragaman plankton terhadap produktivitas tambak digunakan nilai R square (koefisien determinasi). Data dianalisis dengan bantuan program Statical Product Service Solution (SPSS) 15,0 (SPSS,2006).
HASIL DAN BAHASAN Keragaman Plankton
Kelimpahan plankton dalam penelitian ini pada kisaran 73,0-530,0 mg/L dengan rata-rata 254,91 ind/L (Tabel 2). Kelimpahan plankton tersebut, kisarannya lebih sempit bila dibandingkan dengan
N
ni
Pi
Pi
ln
Pi
H'
maksH'
H'
E
kelimpahan plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Luwu Timur tetapi rata-ratanya relatif sama, masing-masing: berkisar dari 60-1.110 ind./L dengan rata-rata 252,5 ind./L (Pirzan & Mustafa, 2008) dan 50-810 ind./L dengan rata-rata 245 ind./L (Pirzan & Mustafa, 2010). Perbedaan tersebut, karena di kawasan pertambakan Kabupaten Luwu Utara dan Luwu Timur indeks dominansinya relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi penelitian kemungkinan adanya genus yang mendominasi genus lainnya. Kelimpahan plankton pada penelitian ini jauh lebih sempit bila dibandingkan dengan Kabupaten Pangkep dan Maros, masing-masing 41,0-60.093,0 dengan rata-rata 5.738,7 ind./L (Pirzan & Utojo, 2011) dan 27,0-9.830,0 dengan rata-rata 5.791,1 ind./L (Pirzan et al., 2011). Pengamatan di kedua lokasi disebutkan terakhir terungkap bahwa plankton dari genus Oscillatoria memiliki kelimpahan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan genus lainnya untuk sebagian besar stasiun pengamatan, karena genus ini tahan terhadap kualitas lingkungan perairan yang rendah dan genus ini termasuk indikator pencemar perairan mulai dari tingkat cemaran moderat sampai dengan cemaran ekstrim (Anggoro, 1988).
Jumlah genus yang ditemukan dalam penelitian ini berkisar 4-7 genera dengan rata-rata 5,8 genera (Tabel 2) relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan di Sinjai, yaitu pada kisaran 2-8
Tabel 1. Peubah kualitas air yang diamati di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Peubah Alat/metode Analisis laboratorium/
lapangan Fisika
Suhu (oC) DO meter Lapangan
Kimia
Oksigen terlarut (mg/L) Oksigen meter Lapangan
Salinitas (ppt) Hand refractometer Lapangan
pH pH meter Lapangan
Padatan tersuspensi total (mg/L) Gravimetri Lapangan
Turbiditas (NTU) Turbidimeter Lapangan
NO3 (mg/L) Reduksi Cd Laboratorium
NH3 (mg/L) Fenat Laboratorium
NO2 (mg/L) Spektrofotometer Laboratorium
PO4 (mg/L) Asam askorbik Laboratorium
Bahan organik total (BOT) (mg/L) Titrimetri Laboratorium
Biologi
Plankton (fitoplankton dan zooplankton) Plankton net, mikroskop Laboratorium
Tabel 2. Kelimpahan, jumlah genus, keseragaman dan dominansi plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Peubah Minimal Maksimal Rataan Standar deviasi
Kelimpahan (ind./L) 73,0 530,0 254,91 136.465
Jumlah genus 4,0 7,0 5,8 1.079
Keragaman (H’) 1,18 1,55 1,39 0,1572 Keseragaman (E) 0,60 0,96 0,82 0,1200 Dominansi (D) 0,20 0,39 0,28 0,0670
genera (Pirzan et al., 2003), di Lakawali Luwu Timur, yaitu pada kisaran 4-8 genera (Pirzan et al., 2006) dan kawasan pertambakan Kabupaten Bone pada kisaran 2-8 genera (Pirzan & Utojo, 2010), selanjutnya jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan di Bulukumba, Jeneponto, Maros, Pinrang, dan Takalar dengan kisaran 8-14 genera dan jumlah genus lebih merata pada lima lokasi yang disebutkan terakhir (Pirzan & Pong-Masak, 2007). Demikian juga bila dibandingkan dengan tambak tanah sulfat masam di Luwu Utara memperlihatkan jumlah genus tinggi, yaitu berkisar 2-17 genera (Pirzan & Mustafa, 2008). Hal tersebut karena lokasi penelitian tidak memiliki jaringan irigasi yang memadai untuk pengairan tambak, sebagian besar hanya menggunakan sumur bor atau memanfaatkan air hujan (tada hujan), dengan demikian tidak ada aliran plankton secara kontinu ke lokasi penelitian. Indeks keragaman pada penelitian ini berkisar 1,18-1,55 dengan rata-rata 1,39 ditampilkan pada Tabel 2, berarti secara rata-rata komunitas plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik termasuk kondisi stabil moderat. Indeks keragaman rata-rata relatif sama dengan di tambak tanah sulfat masam Kabupaten Luwu Utara, yaitu pada kisaran 0,45-2,5 dengan rata-rata 1,45 (Pirzan & Mustafa, 2008) dan relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan tambak di Kabupaten Luwu Timur, yaitu pada kisaran 0,42-1,86 dengan rata-rata 1,14 (Pirzan & Mustafa, 2010). Berdasarkan nilai keragaman ketiga perairan termasuk perairan stabil moderat, namun perbedaan kondisi lingkungan perairan misalnya salinitas, di lokasi penelitian mengarah kepada tawar dengan kisaran 0,14-7,36 ppt dan rata-rata 1,80 ppt sedangkan di tambak Luwu Utara dan Luwu Timur mengarah ke payau, masing-masing dengan kisaran 3,68-27,18 ppt dan rata-rata 16,43 ppt (Pirzan & Mustafa, 2008) dan kisaran 0,92-30,65 ppt dan rata 15,46 ppt (Pirzan & Mustafa, 2010). Keragaman plankton rata-rata di lokasi penelitian jauh lebih tinggi (baik), bila dibandingkan dengan keragaman plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Pangkep dengan kisaran 0,0497-1,2216 dan rata-rata 0,8239 (Pirzan & Utojo, 2011) dan Maros pada kisaran 0,1550-1,8086 dengan rata-rata 0,8977 (Pirzan et al., 2011). Kedua lokasi disebutkan terakhir termasuk perairan tidak stabil, karena terjadi gangguan faktor lingkungan. Menurut Basmi (2000), bila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, bila nilai H’ berkisar dari 1-3, maka stabilitas komunitas biota adalah moderat dan bila H’ > 3, berarti stabilitas komunitas biota bersangkutan berada dalam kondisi prima. Demikian juga dengan keragaman plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Bone lebih rendah bila dibandingkan dengan lokasi penelitian dengan kisaran 0,10-1,87 dan rata-rata 0,87 (Pirzan & Utojo, 2010) karena salinitas dan suhu tinggi, masing-masing berkisar dari 37-83 ppt dan dari 31°C-37°C.
Indeks keseragaman pada penelitian ini berkisar dari 0,60-0,96 dengan rata-rata 0,82 (Tabel 2) genus merata atau perbedaannya tidak menyolok (Basmi, 2000). Keseragaman rata-rata yang diperoleh dalam penelitian ini, relatif sama dengan keseragaman rata-rata di kawasan pertambakan Kabupaten Bone pada kisaran 0,09-1,0 dengan rata-rata 0,87 (Pirzan & Utojo, 2010). Menurut Ali (1994), bila nilai E > 0,75 maka termasuk nilai keseragaman tinggi atau baik, sedangkan bila nilai E < 0,75 maka nilai keseragaman rendah. Penelitian ini, keseragaman rata-rata lebih tinggi bila dibandingkan dengan kawasan pertambakan di Kabupaten Pangkep dan Maros, masing-masing dengan nilai keseragaman pada kisaran 0,0340-0,8714 dan rata-rata 0,5903 (Pirzan & Utojo, 2011) dan kisaran 0,1410-1,1076 dengan rata-rata 0,7025 (Pirzan et al., 2011) keberadaan genus tidak merata akhirnya lingkungan perairan tidak stabil.
Indeks dominansi pada penelitian ini berkisar 0,20-0,39 dengan rata-rata 0,28 tertera pada Tabel 2, berarti dalam struktur komunitas plankton di perairan ini tidak terdapat genus yang mendominasi genus lainnya. Nilai tersebut jauh lebih rendah (baik) bila dibandingkan dengan di kawasan pertambakan Kabupaten Pangkep dan Maros, masing-masing pada kisaran 0,3976-0,9842 dengan rata-rata 0,5800 (Pirzan & Utojo, 2011) dan pada kisaran 0,1287-1,0775 dengan rata-rata 0,5072 (Pirzan et al., 2011). Menurut Basmi (2000), nilai dominansi mendekati angka satu berarti di dalam struktur komunitas biota yang diamati terdapat genus yang secara ekstrim mendominasi genus lainnya sebaliknya bila nilai dominansi mendekati angka nol berarti di dalam struktur komunitas biota yang diamati tidak terdapat genus yang mendominasi genus lainnya. Indeks dominansi pada penelitian ini, baik nilai kisaran maupun nilai rata-ratanya di bawah nilai 0,50 atau lebih mengarah kepada angka nol (mendekati angka nol) berarti di dalam struktur komunitas biota yang diamati tidak terdapat genus yang mendominasi genus lainnya. Tingginya nilai dominansi di kawasan
pertambakan Kabupaten Pangkep dan Maros ditunjukkan dengan tingginya kelimpahan plankton untuk genus tertentu di sebagian besar stasiun pengamatan. Di Kabupaten Pangkep dengan kelimpahan berkisar dari 41,0-60.903,0 ind./L dan rata-rata 5.738,7 ind./L (Pirzan & Utojo, 2011) dan di Kabupaten Maros pada kisaran 27,0-9.830,0 ind./L dengan rata-rata 5.791,1 ind./L (Pirzan et al., 2011), hal ini menunjukkan adanya genus tertentu secara ekstrim mendominasi genus lainnya. Pengamatan di lapangan mengungkapkan bahwa plankton dari genus Oscillatoria memiliki jumlah genus jauh lebih tinggi daripada genus lainnya pada sebagian besar stasiun pengamatan, karena genus ini tahan terhadap kisaran salinitas yang lebar seperti ditemukan di tambak bandeng dan garam di Kabupaten Jeneponto (Utojo & Pirzan, 2009). Untuk meningkatkan produktivitas tambak, yaitu dengan memperbaiki dan membangunan jaringan irigasi, Penggunaan pupuk, kapur, dan pembasmi hama yang seimbang, padat penebaran disesuaikan dengan daya dukung lahan serta memperbaiki sistem budidaya. Faktor utama yang mempengaruhi perubahan jumlah organisme, keragaman, dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami, pencemaran kimiawi, dan perubahan iklim (Widodo, 1997).
Produktivitas
Upaya perbaikan lingkungan tambak untuk mengembalikan posisi produksi tambak yang berlanjut dengan memanfaatkan kemampuan alami yang dibentuk oleh keragaman hayati. Perbaikan lingkungan secara artifisial akan berbiaya dan berisiko tinggi, konsep secara alami merupakan alternatif terbaik. Komponen biotik maupun abiotik di kawasan tambak memiliki fungsi tersendiri yang saling berkaitan satu sama lainnya dan membentuk kemampuan yang kuat mempertahankan kemantapan kesuburan ekosistem tambak. Hasil perhitungan nilai indeks keragaman plankton dan analisis data produktivitas tambak di Kabupaten Gresik, masing-masing ditampilkan pada Tabel 2 dan 3.
Produktivitas udang vaname berkisar 133,30-600,0 kg/ha dengan rata-rata 357,57 kg/ha (Tabel 3). Keragaman plankton memberi kontribusi dengan nilai (P = 0,641; R2 = 0,119) terhadap
produktivitas udang vaname dengan model regresi “terbaik” dalam hubungan antara keragaman plankton dan produktivitas udang vaname sebagai berikut:
Y = 1.442,0X – 1.434,0X + 443,112X2 dimana:
Y = Produktivitas udang vaname (kg/ha) X = Keragaman plankton
Besarnya pengaruh keragaman plankton terhadap produktivitas komoditas udang vaname ditunjukkan oleh nilai R square (koefisen diterminasi), yaitu sebesar 0,119 atau sama dengan 11,9%. Dengan kata lain, besarnya pengaruh tersebut adalah 11,9% berarti bahwa besarnya produktivitas komoditas udang vaname yang dapat dijelaskan oleh keragaman plankton adalah sebesar 11,9% dan sisanya, yaitu 88,1% harus dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya yang berasal dari luar model regresi ini.
Dari Gambar 2 memperlihatkan bahwa produksi udang vaname diperoleh dari tambak dengan indeks keragaman e” 1,0 yaitu perairan tergolong stabil moderat. Menurut Basmi (2000), bila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, bila nilai H’ berkisar dari 1–3, maka stabilitas komunitas biota adalah moderat dan bila H’ > 3, berarti stabilitas komunitas biota bersangkutan
Tabel 3. Produktivitas udang vaname, ikan bandeng dan polikultur udang vaname dengan ikan bandeng di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Peubah Minimal Maksimal Rataan Standar deviasi
Udang vaname 133,30 600,0 357,57 160,1025 Ikan Bandeng 250,00 2.500 768,18 630,9804 Udang vaname dan ikan bandeng 600,00 3.000 1.308,3 744,4934
berada dalam kondisi prima. Penelitian ini dengan indeks keragaman plankton pada kisaran 1,18-1,55 dan rata 1,39 dengan produksi udang vaname pada kisaran 133,30-600,0 kg/ha dan rata-rata 357,57 kg/ha perlu ditingkatkan, namun produksi yang dicapai dalam penelitian ini masih relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan di kawasan petambakan Kabupaten Pangkep dengan nilai indeks keragaman plankton pada kisaran 0,497-1,2216 dan rata-rata 0,8239 dengan produksi udang windu pada kisaran 20,0-500,0 kg/ha dan rata-rata 122,37 kg/ha (Pirzan & Utojo, 2011). Perbedaan tersebut karena benih udang vaname masih kategori SPF, dapat ditebar dengan kepadatan lebih tinggi per hektarnya, dan memiliki sintasan dan produksi yang tinggi (Anonim, 2003; Poernomo, 2004), oleh karena itu, pembudidaya di Kabupaten Gresik cenderung beralih ke budidaya udang vaname yang dianggap lebih menguntungkan. Tambak yang disurvai berada pada hamparan yang relatif luas dengan faktor lingkungan yang bervariasi menyebabkan variasi nilai keragaman plankton juga bervariasi, yaitu 1,18-1,55 yang akan berpengaruh terhadap produktivitas tambak. Hal ini sesuai dengan penelitian Pirzan & Pong-Masak (2007), bahwa produktivitas pada stasiun di lima kabupaten mengikuti pola tingkat keragaman fitoplankton di mana Kabupaten Maros, Pinrang, dan Takalar memiliki produktivitas relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan Kabupaten Bulukumba dan Jeneponto.
Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan ekonomis yang mudah dibudidayakan dan termasuk plankton feeder. Produktivitas komoditas ikan bandeng berkisar 250,0-2.500,0 kg/ha dengan rata-rata 768,18 kg/ha ditampilkan pada Tabel 2. Keragaman plankton memberi kontribusi yang signifikan (P = 0,434; R2 = 0,188) terhadap produktivitas komoditas ikan bandeng dengan model regresi
“terbaik” dalam hubungan antara keragaman plankton dan produktivitas komoditas ikan bandeng adalah model kuadratik (Gambar 3) dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 1.0880,0 -1.4200,0X + 4.861,0X2 di mana:
Y = Produktivitas ikan bandeng (kg/ha) X = Keragaman plankton
Besarnya pengaruh keragaman plankton terhadap produktivitas komoditas ikan bandeng ditunjukkan oleh nilai R square (koefisen diterminasi), yaitu sebesar 0,188 atau sama dengan 18,8%. Dengan kata lain, besarnya pengaruh tersebut adalah 18,8% berarti bahwa besarnya produktivitas komoditas udang vaname yang dapat dijelaskan oleh keragaman plankton adalah sebesar 18,8% dan sisanya, yaitu 81,2% harus dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya yang berasal dari luar model regresi ini.
Gambar 2. Hubungan antara keragaman plankton dan produktivitas udang vaname di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Dari Gambar 3 memperlihatkan bahwa produksi ikan bandeng diperoleh dari tambak dengan indeks keragaman e” 1,0 yaitu perairan tergolong stabil moderat. Penelitian ini dengan indeks keragaman plankton berkisar 1,18-1,55 dengan rata-rata 1,39 dan produksi bandeng berkisar 250,0-2.500,0 kg/ha dengan rata-rata 768,18 kg/ha. Produksi rata-rata yang dicapai dalam penelitian ini relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan di kawasan petambakan Kabupaten Pangkep dengan nilai indeks keragaman plankton pada kisaran 0,497-1,2216 dan rata-rata 0,8239 dengan produksi ikan bandeng pada kisaran 150,0-3611,11 kg/ha dan rata-rata 954,45 kg/ha (Pirzan & Utojo, 2011). Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan salinitas, pada penelitian ini salinitas lebih rendah dengan kisaran 0,14-7,36 ppt dan rata-rata 1,80 ppt sedangkan di kawasan pertambakan Kabupaten Pangkep dengan kisaran 2,16-44,50 ppt dan rata-rata 15,60 ppt. Pertumbuhan ikan bandeng lebih cepat di air payau bila dibandingkan dengan di air yang mengarah ke tawar. Menurut Poernomo (1988), kisaran salinitas untuk tambak ikan bandeng adalah 15-25 ppt.
Nilai koefisen diterminasi komoditas ikan bandeng lebih besar daripada komoditas udang vaname karena ikan bandeng adalah pemakan klekap yang komponen utamanya berasal dari plankton yang mati dan mengendap di dasar. Dalam penelitian ini ditemukan sebanyak 32 genera plankton yang terdiri atas 21 genera fitoplankton dan dan 11 genera zooplankton (Tabel 4), lebih rendah bila dibandingkan dengan pengamatan klekap Pirzan & Suharyanto (2007), terdapat 47 genera terdiri atas 32 genera fitoplankton tercakup ke dalam kelompok Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceare, dan zooplankton terdiri atas 15 genera tercakup ke dalam kelompok Ciliata, Crustaceae, Rotatoria, dan Sarcodina. Perbedaan tersebut karena pengambilan sampel pada
Gambar 3. Hubungan antara keragaman plankton dan produktivitas ikan bandeng di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Tabel 4. Komposisi plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Plankton Genus
Fitoplankton
Anabaena, Anabaenopsis, Arthrospira, Biddulphia, Chaetoceros, Closteridinium, Closteriopsis, Cyclotella, Gyrosigma, Melosira, Navicula, Nitzschia, Oscillatoria, Pediastrum, Pleurosigma, Prorocentrum, Rhizosolenia, Scenedesmus, Skelotonema, Spirulina, Thallasionema
Zooplankton Acartia, Apocyclops, Brachionus, Centropysis, Cletocamptus, Copepoda (naupli),
penelitian ini hanya dilakukan sebanyak satu kali sedangkan penelitian Pirzan & Suharyanto (2007), pengambilan sampel dilakukan sebanyak empat kali.
Udang dan ikan bandeng adalah komoditas perikanan budidaya pantai yang dapat dipolikulturkan di tambak (Ranoemihardjo et al., 1979; Eldani & Primavera, 1981; Chen, 1979), seperti telah dilakukan oleh pembudidaya tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Mustafa & Ratnawati, 2007). Konsep dasar dari polikultur adalah jika dua atau lebih spesies ikan yang cocok dipelihara secara bersama-sama akan meningkatkan produktivitas (Shang, 1986). Sistem polikultur dapat meningkatkan produksi per unit areal bila diusahakan dengan kombinasi penebaran yang tepat. Selain itu, dapat memanfaatkan lahan secara optimal, dapat mengurangi biaya produksi dan risiko gagal panen bila dibandingkan dengan sistem monokultur. Produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng berkisar 600,0-3.000,0 kg/ha dengan rata-rata 1.308,30 kg/ha (Tabel 2). Besarnya pengaruh keragaman plankton terhadap produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng ditunjukkan oleh nilai R square (koefisen diterminasi), yaitu sebesar 0,079 atau sama dengan 7,9%. Dengan kata lain, besarnya pengaruh tersebut adalah 7,9% berarti bahwa besarnya produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng yang dapat dijelaskan oleh keragaman plankton adalah sebesar 7,9% dan sisanya, yaitu 92,1% harus dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lainnya yang berasal dari luar model regresi ini. Keragaman memberi kontribusi yang signifikan (P = 0,749; R2 = 0,079) terhadap
produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng dengan model regresi “terbaik” adalah model kuadratik (Gambar 4) dengan persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 5.687,0 -7.717,0 X + 3.171,0 X2 di mana:
Y = Produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng (kg/ha) X = Keragaman plankton
Dari Gambar 4 memperlihatkan bahwa produksi polikultur udang vaname dengan ikan bandeng diperoleh dari tambak dengan indeks keragaman > 1,0 yaitu perairan tergolong stabil moderat, sesuai Basmi (2000), bila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, bila nilai H’ berkisar dari 1-3, maka stabilitas komunitas biota adalah moderat dan bila H’ > 3, berarti stabilitas komunitas biota bersangkutan berada dalam kondisi prima. Penelitian ini dengan indeks keragaman plankton pada kisaran 1,18-1,55 dan rata-rata 1,39 dengan produksi polikultur udang vaname dengan ikan
Gambar 4. Hubungan antara keragaman plankton dan produktivitas polikultur udang vaname dengan ikan bandeng di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
bandeng pada kisaran 600,0-3.000,0 kg/ha dan rata-rata 1.308.30 kg/ha. Produksi rata-rata yang dicapai dalam penelitian ini relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan di kawasan petambakan Kabupaten Pangkep dengan nilai indeks keragaman plankton pada kisaran 0,497-1,2216 dan rata-rata 0,8239 dengan produksi polikultur udang windu dengan ikan bandeng pada kisaran 200,0-3.888,89 kg/ha dan rata-rata 1.076,78 kg/ha (Pirzan & Utojo, 2011). Perbedaan tersebut disebabkan oleh produksi udang vaname pada penelitian ini lebih tinggi daripada udang windu yang dipolikultur dengan ikan bandeng di kawasan pertambakan Kabupaten Pangkep.
Kualitas Air
Peubah kualitas air sebagai kunci utama pendukung kehidupan di perairan seperti: suhu, salinitas, oksigen terlarut dan pH, sedangkan pendukung kehidupan lainnya, yaitu: TSS, turbiditas, NO3, NH3, NO2, PO4, dan BOT ditampilkan pada Tabel 5.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: produktivitas komoditas udang vaname pada kisaran 133,30-600,0 kg/ha dengan rata-rata 357,57 kg/ha; ikan bandeng pada kisaran 250,0-2.500,0 kg/ha dengan rata-rata 768,18 kg/ha dan polikultur udang vaname dengan ikan bandeng pada kisaran 600,0-3.000,30 kg/ha dengan rata-rata 1.308,30 kg/ha. Model dan estimasi produktivitas dalam hubungannya dengan keragaman plankton di tambak bahwa untuk komoditas udang vaname, ikan bandeng, dan polikultur udang vaname dengan ikan bandeng, masing-masing ditunjukkan dengan persamaan kuadratik.
Keragaman plankton pada kisaran 1,18-1,155 dengan rata-rata 1,39; keseragaman plankton pada kisaran 0,60-0,96 dengan rata-rata 0,82 dan dominansi plankton pada kisaran 0,20-0,39 dengan rata-rata 0,28 serta kelimpahan plankton pada kisaran 73,0-530,0 ind./L dengan rata-rata 254,91 ind./L dan jumlah genus plankton pada kisaran 4,0-7,0 genera dengan rata-rata 5,8 genera. Berdasarkan nilai indeks biologi plankton rata-rata (keragaman, keseragaman, dan dominansi), maka perairan ini termasuk stabil moderat, genus plankton merata dan tidak terdapat genus plankton yang mendominasi genus lainnya.
Peubah kualitas air yang berpengaruh positif terhadap produktivitas tambak adalah nitrat dan fosfat, sedangkan peubah kualitas air yang berpengaruh negatif terhadap produktivitas tambak adalah suhu, pH, TSS, dan BOT.
Tabel 5. Peubah kualitas air di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
Peubah Minimal Maksimal Rata-rata Standar deviasi
Suhu (oC) 30,31 33,50 31,71 1,1238
Oksigen terlarut (mg/L) 6,98 7,51 7,30 0,1720
Salinitas (ppt) 0,14 7,36 1,80 2,5227
pH 8,37 9,79 9,08 0,4210
Padatan tersuspensi total (mg/L) 15,0 147,0 62,57 43,1932 Turbiditas (NTU) 0,85 86,20 35,15 25,2515
NO3 (mg/L) 0,1200 1,7224 0,3286 0,4112
NH3 (mg/L) 0,5752 2,3965 1,4806 0,6020
NO2 (mg/L) 0,0133 0,0530 0,0240 0,0115
PO4 (mg/L) 0,0300 0,9954 0,2196 0,2675
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada Saudara Hakim atas bantuannya dalam pengambilan contoh air di lapangan dan Sutrisyani, Andi Sahrijanna, dan Sitti Rohani atas bantuannya dalam analisis air di laboratorium serta Irmayani atas bantuannya dalam analisis plankton.
DAFTAR ACUAN
Ali, I.M. 1994. Struktur Komunitas Ikan dan Aspek Biologi Ikan-ikan Dominan di Danau Sidenreng, Sulawesi
Selatan. Tesis. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor, 130 hlm.
Anggoro, S. 1988. Analisis tropik-saprobik (Trosap) untuk menilai kelayakan lokasi budidaya laut.
Workshop Budidaya Laut. Universitas Diponegoro. Jepara, hlm. 66-90.
Anonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternatif budidaya udang saat ini. PT Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group) Surabaya, 16 hlm.
APHA (American Public Health Association). 1998. Standard Methods for Examination of Water and
Wastewater. Twentieth edition. APHA-AWWA-WEF, Washington, D.C., p. 10-2—10-18.
Basmi, H.J. 2000. Planktonologi: Plankton sebagai Indikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 60 hlm.
Botes, L. 2003. Phytoplankton Identification Catalogue. Globallast Monograph Series No. 7. Programme
Coordination Unit Global Ballast Water Mangement Programme International Marine Organization.
London, 77 pp.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University. Alabama USA, 482 pp. Chen, T.P. 1976. Culture of Gracilaria. In Aquaculture Practices in Taiwan. Page Bros., London, p.
145-149.
Dinas Perikanan, Kelautan, dan Peternakan Kabupaten Gresik. 2009. Laporan Tahunan. Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Gresik. Gresik, 77 hlm.
Eldani, A. & Primavera, J.H. 1981. Effect of different stcking combination of grwth, production and survival rate of milkfish (Chanos chanos Forskal) and prawn (Penaeus monodon Fabricius) in polyculture in brackishwater pond. Aquaculture, 23: 59-72.
Haryadi, S., Suryodiptro, I.N.N., & Widigdo, B. 1992. Limnologi. Penuntun Praktikum dan Metoda Analisa Air. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 57 hlm.
Mustafa, A. & Ratnawati, E. 2007. Faktor-faktor Dominan Mempengaruhi Produktivitas Tambak di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. J. Ris. Akuakultur.
Newel, G.E. & Newel, R.C. 1977. Marine Plankton. Hutchintson, London, 244 pp.
Odum, E.P. 1971. Fundamental Ecology 3rd. W.B. Sanders Company, Phildelphia, 574 pp.
Pirzan, A.M. & Mustafa, A. 2008. Peubah kualitas air yang berpengaruh terhadap plankton di tambak tanah sulfat masam Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. J. Ris. Akuakultur, 3(3): 263-374. Pirzan, A.M. & Mustafa, A. 2010. Peubah kualitas air yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton
di tambak tanah sulfat masam Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Dalam Jumanto, Saksono, H., Probusunu, N., Widaningroem, R., Suadi, dan Istiqomah, I. (Eds.). Prosiding Seminar Nasional
Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2010. Jilid II: Manajemen Sumberdaya
Perikanan. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta, hlm. 1-9.
Pirzan, A.M., Gunarto, & Utojo. 2003. Plankton diversity and relationship with phosphate in brackishwater pond of South Sulawesi. International Seminar on Marine and Fisheries. Agency for Marine and Fishries Research. Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Jakarta, p. 51-57.
Pirzan, A.M., Gunarto, & Utojo. 2006. Kelayakan dan kestabilan tambak dan sungai berdasarkan indikator biodiversitas plankton di Lakawali, Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Torani, 16(3): 153-161.
Pirzan, A.M. & Pong-Masak, P.R. 2007. Hubungan produktivitas tambak dengan keragaman fitoplankton di Sulawesi Selatan. J. Ris. Akuakultur, 2(2): 211-220.
Pirzan, A.M. & Suharyanto. 2007. Keragaman benthos pada budi daya rajungan (Portunus pelagicus) di tambak. Laporan Penelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Pantai, Maros, 9 hlm.
Pirzan, A.M. & Utojo. 2010. Keragaman plankton dan kondisi lingkungan perairan kawasan pertambakan Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam Syamsuddin, S., Yulianti, H., Sihaputar, Saifurridjal, Basith, A., Nurbani, S.Z., Suharto, Siregar, A.N., Rahardjo, S., Hadi, R.S., & Sanova, B.V. (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2010. Melindungi Nelayan dan Sumber Daya
Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta, hlm. 8-15.
Pirzan, A.M. & Utojo. 2011. Hubungan antara kelimpahan plankton peubah kualitas air di kawasan pertambakan Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros, 14 hlm.
Pirzan, A.M., Utojo, & Mustafa, A. 2011. Variabel kualitas air yang berpengaruh terhadap keragaman plankton di kawasan pertambakan Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 12 hlm.
Poernomo, A. 2004. Teknologi Probiotik untuk Mengatasi Permasalahan Tambak Udang dan Lingkungan Budidaya. Makalah disampaikan pada Simposium Nasional Pengembangan Ilmu dan Inovasi dalam
Budidaya. Semarang, 27-29 Januari. 2004, 24 hlm.
Poernomo, A. 1988. Faktor lingkungan dominan pada budidaya udang intensif. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta, 61 hlm.
Ranoemihardjo, B.S., Kahar, A., & Lopez, J.V. 1979. Result of polyculture of milkfish and shrimp at the Karanganyar provincial demonstration ponds. Bullettin of Brackishwater Aquaculture Development
Center, 5(1&2): 334-350.
Shang, Y.C. 1986. Pond production system: stocking practices in pond fish culture. In Lannan, J.E., Smitherman, R.O., & Tchobanoglous, G. (Eds.). Principle and Practices of Pond Aquaculture. Oregon State University Press. Corvallis, Oregon, p. 85-96.
SPSS (Statistical Product and Service Solution). 2006. SPSS 15.0 Brief Guide. SPSS Inc., Chicago, 217 pp.
Utojo & Pirzan, A.M. 2009. Kondidisi plankton di tambak bandeng dan garam Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Dalam Jumanto, Dwiyitno, Chasanah, Heruwati, E.S., Irianto, H.E., Saksono, H., Iwan Yusuf, B.L., Basmal, J., Murniyati, Murwantoko, Probusunu, N., Rosmawaty, P., Rustadi, & Ustadi (Eds.). Prosiding Seminar Nasional Tahun VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2009. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm. 1-8. Widodo, J. 1997. Biodiversitas sumberdaya perikanan laut peranannya dalam pengelolaan terpadu wilayah pantai dalam Mallawa, A., Syam, R., Naamin, N., Nurhakim, S., Kartamihardja, E.S., Poernomo, A., & Rachmansyah (Eds.). Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II. Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997, hlm. 12-36-141.
Lampiran. Ringkasan model dan estimasi peubah dari peubah bebas keragaman plankton dalam hubungannya dengan produktivitas udang vaname, ikan bandeng dan polikultur udang vaname dengan ikan bandeng di kawasan pertambakan Kabupaten Gresik Provinsi Jawa Timur
The independent variable is keragaman
R2 F P
Constant
b1 b2Udang vaname Kuadratik 0,12 0,47 0,64 1.442,00 -1.442,00 443,112 Ikan bandeng Kuadratik 0,19 0,93 0,43 10.880,00 -14.200,00 4.861,00 Udang vaname + Ikan bandeng Kuadratik 0,18 0,75 0,51 3.203,00 -2.669,00 726,107
Ringkasan model Perkiraan peubah
Peubah tidak bebas Persamaan
Model summary dan parameter estimates
R
square
F
df1 df2 Sig.
Constant
b1
b2
Quadratic
.119
.474 2
7 .641 1,44E+03 -1,43E+03 443.112
Equation
Ringkasan model
Parameter Estimates
Dependent Variable:Vaname
The independent variable is keragaman
Model summary dan parameter estimates
R
square
F
df1 df2 Sig.
Constant
b1
b2
Quadratic
.188
.928 2
8 .434 1,09E+04 -1,42E+04 4,86E+03
Equation
Ringkasan model
Parameter estimates
Dependent variable:bandeng
The independent variable is keragaman