• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rumah dan permukiman sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia tidak akan berhenti menjadi sumber masalah dalam kehidupan manusia. Sejak zaman manusia purba hidup dalam gua-gua sampai saat ini dimana manusia hidup dalam gedung-gedung pencakar langit ataupun rumah-rumah susun, permasalahan selalu muncul dan cenderung semakin kompleks. Keberadaan rumah selain sebagai tempat berlindung, juga merupakan privasi dan jatidiri/identitas penghuninya. Tuntutan kebutuhan manusia yang tidak pernah terpuaskan inilah yang menjadi salah satu sebab munculnya masalah-masalah baru dalam proses pengadaan rumah. Rumah sebagai bangunan fisik, dipandang dari segi kegunaan memiliki arti sebagai tempat perlindungan yang mempunyai dinding dan atap, baik tetap ataupun sementara yang digunakan untuk tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal (BPS, 1980 dalam Lukisari, 2006).

Seiring dengan kemajuan zaman, kebutuhan rumah yang lengkap baik dari fasilitas maupun aksesbilitas semakin dibutuhkan manusia. Indonesia sebagai negara berkembang berpenduduk kurang lebih 230 juta tentu saja memiliki kebutuhan rumah yang sangat besar. Kebutuhan rumah mengalami peningkatan pula seiring pertambahan jumlah penduduk. Hasil survey BPS pada tahun 2010 menunjukkan tingkat kebutuhan rumah di Indonesia mencapai 8 juta unit, belum termasuk kebutuhan rumah akibat pertambahan jumlah penduduk yang mencapai 800.000 – 900.000 unit per tahun. Jumlah ini tidak sebanding dengan pembangunan perumahan pada tahun 2010 yang hanya mencapai 10.000 unit.

Turner (1976 dalam Lukisari, 2006) menyebutkan ada tiga pihak yang dalam pembangunan perumahan yaitu pemerintah (public service), swasta (private service), dan masyarakat (comunity sector). Pemerintah sebagai pihak yang berwenang mengatur kebijakan pembangunan termasuk sektor perumahan seharusnya mampu berperan sebagai penghasil (provider) sekaligus sebagai pemberi bantuan atau dorongan. Selain itu pemerintah juga harus mampu mengkoordinasikan pembangunan perumahan yang dilakukan oleh swasta atau masyarakat, melalui peraturan-peraturan, sehingga pembangunan lebih terarah.

(2)

2

Namun kenyataannya, pada saat ini pembangunan perumahan lebih banyak dilakukan oleh pengembang swasta dan masyarakat. Pembangunan oleh masyarakat biasanya dilakukan secara pribadi pada lahan sendiri sehingga sering mengabaikan fasilitas umum penunjang perumahan, sedangkan pengembang swasta lebih menitikberatkan pada keuntungan sehingga perumahan yang dibangun kadang tidak memenuhi standar rumah huni dan tidak memperhatikan kondisi lingkungan. Untuk mewadahi pengembang swasta di Indonesia dibentuklah Persatuan Pengusaha Real Estate Indonesia (REI), agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat antar pengembang swasta dan sebagai jembatan komunikasi antara pengembang swasta dengan pemerintah.

Daerah yang sering dijadikan sasaran pengembang swasta sebagai tempat pembangunan perumahan baru adalah kawasan pinggiran kota (sub urban), dikarenakan lahan yang tersedia masih luas, harga lahan yang relatif lebih rendah daripada kawasan dalam kota, aksesibilitas yang cukup baik, serta kondisi sosial kemasyarakatan yang cenderung lebih bersahabat. Banyaknya pembangunan perumahan baru yang tidak terencana dengan baik sering menimbulkan berbagai masalah, baik masalah lingkungan ataupun sosial. Permasalahan lingkungan terutama diakibatkan oleh perubahan penggunaan lahan, biasanya dari lahan pertanian menjadi lahan terbangun, sehingga menyebabkan turunnya produktifitas pangan di daerah tersebut. Sedangkan masalah sosial lebih diakibatkan oleh proses adaptasi dan akulturasi yang tidak lancar antara warga sekitar dengan penghuni baru perumahan.

Kecamatan Banguntapan merupakan wilayah Kabupaten Bantul yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta. Sebagai wilayah yang memiliki interaksi langsung dengan Kota Yogyakarta, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul, Kecamatan Banguntapan dimasukkan dalam Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) II bersama Kecamatan Sewon dan Kasihan, yang arahan utama pembangunannya untuk pengembangan kawasan permukiman dan pelayanan yang berorientasi perkotaan. Dengan luas wilayah 28,48 km2 dan jumlah penduduk 120.123 jiwa, Kecamatan Banguntapan merupakan wilayah terpadat di Kabupaten Bantul (BPS Kabupaten Bantul, 2010). Dengan aksesibilitas yang baik dan kondisi fisik dan sosial yang mendukung, tidak heran jika Kecamatan Banguntapan menjadi salah satu wilayah yang mengalami pertumbuhan perumahan baru relatif tinggi.

(3)

3

Pembangunan perumahan yang tidak terancana pada akhirnya akan menjadi masalah di kemudian hari. Oleh karena itu dalam proses pemilihan letak untuk pembangunan perumahan perlu mempertimbangkan kondisi lahan, serta kesesuaian dengan tata ruang yang telah dibuat pemerintah, yang diwujudkan dengan evaluasi lahan. Pada dasarnya, evaluasi lahan merupakan proses pendugaan kemampuan lahan untuk berbagai penggunaan lahan, sehingga dalam prosesnya perlu mempertimbangkan beberapa kemungkinan penggunaan serta faktor pembatas lahan yang nantinya dapat digunankan sebagai dasar penilaian apakah lahan tersebut memiliki potensi atau kemampuan yang dapat mendukung keberadaan penggunaan lahan di atasnya. Dalam hal ini, digunakan untuk pendugaan apakah lahan tersebut cocok digunakan untuk pembangunan perumahan atau tidak.

Tekhnik penginderaan jauh dapat diterapkan dalam penentuan letak perumahan karena menyediakan informasi yang lengkap, akurat, dan cepat dengan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya (Sutanto, 1992). Informasi yang dimaksudkan adalah data fisik lahan yang akan digunakan sebagai masukan dalam proses evaluasi kesesuaian lahan untuk penentuan letak perumahan. Semakin lengkap dan akurat informasi fisik lahan yang diekstraksi dari hasil penginderaan jauh, maka akan semakin akurat pula hasil evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan. Citra Quickbird adalah salah satu hasil penginderaan jauh sistem satelit mutakhir yang memiliki resolusi spasial dan temporal yang tinggi, sehingga sangat baik digunakan sebagai sumber data untuk meyajikan informasi fisik lahan yang dibutuhkan.

Kemampuan teknik penginderaan jauh untuk penentuan letak perumahan dapat juga dipermudah dengan adanya suatu basis sistem informasi yang cocok untuk analisis masalah keruangan yang disebut Sistem Informasi Geografis (SIG). SIG merupakan sarana pengolah data berbasis digital yang cepat, mampu menampung data dalam jumlah banyak, mudah memperbaharui dan memanggil kembali serta menyajikannya dalam format yang baik sesuai dengan kebutuhan.

(4)

4

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan wilayah dan pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi akan menyebabkan tekanan kepada lahan semakin besar, terutama sebagai pemenuhan tempat tinggal dan sarana beraktifitas. Luas lahan yang statis pada akhirnya tidak akan mampu mengimbangi jumlah penduduk yang cenderung bertambah, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari non permukiman menjadi permukiman untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Kecamatan Banguntapan merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bantul yang mengalami perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman dan tempat usaha yang paling besar. Salah satu faktor yang mendorong perubahan penggunaan lahan tersebut adalah maraknya pembangunan perumahan baru yang dilakukan pengembang swasta, baik yang masuk dalam anggota REI ataupun pengembang yang bersifat perorangan. Pembangunan perumahan baru di Kecamatan Banguntapan dalam kurun waktu 1995-2013 tercatat sebanyak 62 perumahan, salah satu yang terbanyak dibandingkan kecamatan di Kabupaten Bantul lainnya.

Tabel 1.1. Perumahan yang Dibangun di Kecamatan Banguntapan No Nama Perumahan

1 Asana Mutiara 3 2 Baturetno Permai 3 Bona Topaz Residence 4 Bumi Citra Asri 5 Bumi Citra Lestari 6 Bumi Raya Indah 7 Citra Pesona Mandiri 8 Dalem Giri Permai 9 Dalem Kotagede Asri 10 Graha Mulya

11 Grahatama Permai 2 12 Griya Abimana 1 13 Griya Abimana 2 14 Griya Amartha 15 Griya Gilang Asri

16 Griya Harmoni Pratama II 17 Griya Harmoni Pratama IV 18 Griya Mahakam Permai

(5)

5 19 Griya Mutiara 20 Griya Romansa 21 Griya Taman Karinda 22 Griya Tamanan Asri 23 Griya Wirokerten Pratama 24 Janti Buana Asri

25 Janti Graha Yasa 26 Janti Residence 27 Jogja Elegance 28 Mutiara Tamanan

29 Permata Garden Regency

30 Perum Bumi Mandiri Wirokerten 31 Perum Griya Kunden Astini 32 Perum Griya Wirokerten Indah 33 Perum Pemda Propinsi

34 Perum Pesona Banguntapan Hijau I 35 Perum Pesona Banguntapan Hijau IV 36 Perumahan Azzafira

37 Perumahan Banguntapan Asri 38 Perumahan Graha Banguntapan 39 Perumahan Griya Mulya Sari 40 Perumahan Pesona Tamanan Asri 41 Perumahan Puri Wirokerten Asri 42 Perumahan Tiara Mas 1

43 Pesanggrahan Wirokerten 44 Pesona Alam

45 Pondok Indah Banguntapan 46 Pondok Permai Banguntapan 47 Pondok Permai Blok O 48 Potorono Residence 49 Puri Maheswari 50 Puri Sakinah 51 Puri Sakinah 2 52 Puri Tamanan Indah 53 Purimas Tamansari 54 Purimas Tamansari 2 55 Samara Regency

56 Taman Hijau Residence 57 The Green Leaves 58 Tiara Mas Blok O

(6)

6 60 Villa Cemara

61 Villa Harmony Banguntapan 62 Wiyoro The Residence Sumber: Survei lapangan (2013

)

Pesatnya pertumbuhan perumahan baru di Kecamatan Banguntapan didorong oleh aksesibilitas yang baik, terutama dengan keberadaan Jalan Lingkar Selatan yang melewati Kecamatan Banguntapan dan Terminal Induk Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudahan transportasi akan menyebabkan konsumen lebih berminat membeli unit perumahan di Kecamatan Banguntapan, selain harga rumah yang relatif lebih murah dibandingkan perumahan di dalam Kota Yogyakarta. Pertumbuhan perumahan baru dipercepat pula oleh munculnya pengembang perorangan yang memiliki modal terbatas. Hal ini mengakibatkan terjadinya pembangunan perumahan baru pada lahan sempit dan tidak terencana dengan baik, sehingga menimbulkan masalah terutama ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan perumahan

Studi mengenai penentuan lokasi perumahan di kawasan pinggiran kota perlu dilakukan, mengingat selama ini pembangunan perumahan baru yang telah ada di kawasan tersebut cenderung dilakukan tak terencana, terutama berkaitan dengan lingkungan dan keruangannya. Penentuan lokasi perumahan sebaiknya dilakukan dengan komperhensif dengan mempertimbangkan faktor kesesuaian lahan secara fisik dan aksesibilitas, sehingga pengembang dapat menentukan lokasi perumahan yang menguntungkan secara ekonomi namun tidak pula mengesampingkan lingkungan dan tata ruang yang telah dibuat pemerintah.

Salah satu teknik untuk penentuan lokasi perumahan yang efektif dan efisien tetepi belum banyak digunakan adalah dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh. Penelitian ini menggunakan citra Qiuckbird sebagai masukan data utama karena memiliki resolusi spasial dan temporal yang baik. Citra Quickbird memiliki resolusi spasial mencapai 0,6 m (pankromatik) dan 2,4 m (multispektral), sehingga mempunyai gambaran piktorial yang baik dan sangat mungkin diterapkan untuk kajian keruangan skala detail. Selain itu Citra Quickbird relatif mudah didapatkan dan dapat diunduh gratis melalui aplikasi Google Earth. Dalam penentuan lokasi perumahan, citra Quickbird akan

(7)

7

digunakan sebagai sumber data keruangan, yaitu untuk menentukan kondisi fisik lahan dan aksesibilitas.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa pertanyaan penelitian yang melatarbelakangi penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana kemampuan citra Quickbird untuk menyadap parameter fisik dan aksesibilitas lahan dalam penentuan perumahan di Kecamatan Banguntapan? 2. Bagaimana kesesuaian lahan untuk perumahan di Kecamatan Banguntapan

bersadarkan parameter fisik dan aksesibilitas lahan?

3. Dimana prioritas lokasi yang sesuai untuk pembangunan perumahan di Kecamatan Banguntapan?

Beradasarkan pertanyaan penelitian tersebut, penulis akan melakukan penelitian dengan judul : ”Penggunaan Citra Satelit Quickbird Untuk Penentuan Prioritas Lokasi Perumahan di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul”.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji kemampuan citra Quickbird untuk menyadap parameter fisik dan aksesibilitas dalam penentuan perumahan di Kecamatan Banguntapan.

2. Mengkaji kesesuaian lahan untuk perumahan di Kecamatan Banguntapan berdasarkan parameter fisik dan aksesibilitas.

3. Menyusun rekomendasi prioritas lokasi dalam pembangunan perumahan di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul

1.4. Sasaran Penelitian

1. Peta Penggunaan Lahan, Peta Kelas Kemiringan Lereng, Peta Kerawanan Banjir 2. Peta Jarak Terhadap Jalan Utama, Peta Jarak Terhadap Jaringan Listrik, Peta

Jarak Terhadap Jaringan Air Minum, Peta Jarak Terhadap Fasilitas Umum

3. Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter Fisik Lahan dan Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Parameter Aksesibilitas

(8)

8

1.5. Kegunaan Penelitian

1. Mengembangkan konsep perpaduan penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam penentuan lokasi untuk perumahan.

2. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan dalam pembangunan perumahan dan permukiman.

3. Sebagai bahan pertimbangan pengembang swasta untuk pemilihan lokasi pembangunan perumahan di daerah penelitian.

1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah upaya untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena tersebut. Informasi didapatkan dengan sebuah sistem penginderaan yang terdiri dari berbagai komponen dan interaksi antar komponen (Sutanto, 1994). Gambar 1.1 menunjukkan rangkaian komponen tersebut yang meliputi : 1) sumber tenaga, 2) atmosfer, 3) objek, 4) sensor, serta 5) perolehan data dan penggunaan data.

Gambar 1.1. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994)

Sumber tenaga dapat berupa tenaga alami (matahari) maupun buatan yaitu sinyal radio. Tenaga ini berinteraksi dengan objek di permukaan bumi, kemudian dipantulkan ke sensor. Atmosfer berperan sebagai media penghantar tenaga yang berasal dari matahari dan penyampai sinyal yang ditransmisikan atau dipantulkan oleh objek di

(9)

9

permukaan bumi. Pengaruh atmosfer bersifat selektif terhadap panjang gelombang. Berdasarkan pengaruh ini akan muncul istilah jendela atmosfer, yaitu spektrum elektromagnetik yang dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi.

Setiap kenampakan di permukaan bumi dapat dilacak informasinya karena setiap objek memiliki karateristik spektral tersendiri dalam interaksinya dengan tenaga yang mengenainya, sehingga menimbulkan perbedaan jumlah tenaga yang dipantulkan. Sensor yang terpasang pada wahana berfungsi sebagai alat perekam sistem penginderaan jauh. Setiap sensor memiliki resolusi spektral, yaitu kepekaan sensor terhadap bagian spektrum elektromagnetik tertentu, dan resolusi spasial yang berbeda. Perbedaan kedua hal ini sangat berpengaruh pada kualitas citra penginderaan jauh yang dihasilkan.

Perolehan data dapat dilakukan secara manual maupun digital menggunakan komputer. Penggunaan data merupakan komponen sangat penting dalam penginderaan jauh karena komponen ini menentukan dapat diterima atau tidaknya hasil penginderaan jauh untuk suatu aplikasi. Semakin pesat perkembangan teknologi penginderaan jauh, semakin luas pula aplikasinya karena data penginderaan jauh dapat diandalkan dalam analisis keruangan serta hemat waktu, tenaga, dan biaya. Meskipun demikian penggunaan data penginderaan jauh harus selalu memperhatikan kerincian data terhadap tujuan dan skala penelitian yang dilakukan.

1.6.2. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer dengan kemampuan menangani data spasial meliputi: pemasukan (input), pengelolaan (management), manipulasi dan analisis, dan keluaran (output) (Aronoff, 1989). SIG adalah sistem informasi yang berbasis keruangan (spasial). SIG mampu menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai atribut dalam suatu basis data. Basis data disini diartikan sebagai sekumpulan informasi tentang sesuatu beserta hubungan satu dengan yang lainnya (Aronoff, 1989). Pada tahap selanjutnya, SIG membentuk dan menyimpannya dalam tabel-tabel relasional sekaligus menghubungkan unsur-unsur tersebut beserta atributnya. Dengan demikian atribut-atribut dapat diakses melalui lokasi unsur-unsur peta, dan sebaliknya unsur-unsur peta dapat diakses berdasarkan atributnya

(10)

10

Basis data merupakan kumpulan dari banyak data yang di dalamnya mampu mengakses data dari satu atau banyak data dengan mudah yang memerlukan bermacam-macam struktur atau organisasi (Burrough, 1986). Secara umum basis data terdapat dua data yang berbeda, yaitu data geometrik atau data spasial dan data non-geometrik atau sering disebut sebagai data atribut. Data geometrik disebut sebagai data grafis, memiliki keterangan, lokasi, ukuran dan dimensi yang dapat dipresentasikan ke dalam sistem koordinat.

Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri dari tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memasukkan data, proses manipulasi / analisa data, dan keluaran data. Secara garis besar ketiga komponen dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Masukan Data

Input data pada SIG adalah data dasar yang dipakai sebagai data yang bersifat spasial dimana data ini digunakan sebagai data mentah dalam analisis selanjutnya. Data-data tersebut dapat berupa peta analog, peta digital, peta hasil interpretasi foto udara atau citra satelit sebagai data grafis, serta data tabel sebagai data atribut. Data masukan ini memegang peranan yang sangat penting, karena analisis dan manipulasi data selanjutnya sangat tergantung dari keakuratan data ini.

2. Proses Manipulasi dan Analisis Data

Sistem ini berfungsi untuk membedakan data yang akan diproses dalam SIG dan digunakan untuk merubah format data, memanipulasi data, dan menganalisa data. Pemrosesan data yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan SIG antara lain adalah : pengubahan format data, pengukuran jarak dan luas, tumpangsusun dan sebagainya. Berbagai proses tersebut selalu disesuaikan dengan tujuan serta informasi yang ingin dihasilkan. Pemrosesan data dalam SIG dapat dilakukan baik terhadap data grafis maupun data atributnya. Data grafis yang merupakan data yang berbentuk peta dalam format digital dapat dilakukan berbagai pemrosesan yang diharapkan dapat menghasilkan informasi baru yang digunakan sebagai dasar analisis dalam penelitian, sedangkan pemrosesan data tabuler dilakukan dengan menggunakan dasar perhitungan matematis.

(11)

11 3. Keluaran Data

Keluaran data adalah suatu prosedur penyajian informasi yang dihasilkan oleh SIG dalam bentuk yang sesuai dengan para pengguna (Aronoff,1989). Sistem keluaran berfungsi untuk menayangkan informasi ataupun hasil analisis data geografis secara kualitatif ataupun kuantitatif. Keluaran ini dapat berupa softcopy yang berupa tabel, peta, ataupun arsip elektronik (electronic file), dan dalam bentuk hardcopy yang berupa peta-peta.

1.6.3. Citra Satelit Quickbird

Citra Satelit Quickbird adalah citra satelit dengan resolusi spasial yang tinggi berpotensi untuk aplikasi dalam bidang pemetaan, manajemen sumberdaya, perencanaan kota, telekomunikasi, pertanian dan aplikasi pembangunan lainnya. (http:// www.digitalglobe.com/quickbird.html. Januari 2010).

Satelit Quickbird diluncurkan oleh roket Boeing Delta II di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA pada tanggal 18 Oktober 2002. Satelit ini mempunyai orbit sunsynchronous pada ketinggian 450 km dari permukaan laut dengan sudut inklinasi sebesar 97,20. Satelit Quickbird bergerak melintasi bumi sebanyak 14 kali dalam sehari atau memerlukan 93,4 menit untuk sekali lintasan dengan kecepatan 7 km/detik atau 25.560 km/jam. Dengan orbit ini, satelit akan melintasi equator pada waktu yang tetap yaitu pukul 10.30. Hal ini memungkinkan melakukan perekaman di setiap daerah equator pada siang hari. Dengan kemampuan 11 bit per piksel (2048 gray scale) berarti mempunyai kualitas cita yang lebih baik karena gradasi keabuan mengalami peningkatan 8 kali dibandingkan tipe 8 bit (256 gray scale) yang telah dimiliki sebagian besar citra satelit yang ada saat ini. Resolusi temporalnya citra satelit ini kurang lebih tiga hari, sehingga sangat mudah untuk memperbarui data untuk cakupan daerah seluas 16,5 km x 16,5 km dalam waktu 4 detik. (http://www.digitalglobe.com/quickbird.html.. Januari 2010).

Resolusi spasial Quickbird yang bervariasi ini memungkinkan untuk dilakukan proses fusi (data fusion) untuk mendapatkan citra baru dengan kualitas visual lebih detail. Data digital satelit Quickbird yang dikeluarkan oleh vendor Digital Globe telah terkoreksi secara geometrik, artinya data citra Quickbird mempunyai kedudukan koordinat yang

(12)

12

tepat pada permukaan bumi, sehingga memungkinkan digunakan sebagai data untuk pemetaan.

Tabel 1.2. Karateristik Sensor Satelit Quickbird Tanggal peluncuran 18 Oktober 2001

Awak peluncur Boeing Delta II

Lokasi peluncuran Vandenberg Air Force Base, California, USA

Orbit Altitude 450 Km

Orbit Inclination 97.2º, sun-synchronous

Kecepatan 7.1 Km/second - 25,560 Km/hour Waktu melintas Equator 10:30 a.m. (descending node) Waktu orbit 93.5 minutes

Waktu pengulangan 1-3.5 days depending on Latitude (30º off-nadir)

Lebar sapuan 16.5 Km x 16.5 Km at nadir Metric Accuracy 23-meter horizontal (CE90%) Digitization 11 bits

Resolusi spasial

Pan: 61 cm (nadir) to 72 cm (25º off-nadir) MS: 2.44 m (nadir) to 2.88 m (25º off-nadir) Resolusi spektral Pan: 450 - 900 nm Blue: 450 - 520 nm Green: 520 - 600 nm Red: 630 - 690 nm Near IR 760 - 900 nm

(13)

13

1.6.4 Unsur-Unsur Interpretasi citra

Menurut Estes dan Holz (1984, dalam Sutanto, 1986) menyatakan bahwa kegiatan interpretasi dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu deteksi, klasifikasi, analisa, dan penilaian arti penting dari objek yang dikaji. Sedangkan menurut Sutanto (1986), kegiatan interpretasi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pelaksanaan penyadapan dari foto udara atau citra, bagian kedua adalah penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu. Pengenalan objek dilakukan dengan cara menyidik karakteristik objek yang tergambar dengan memperhatikan kesembilan unsur, yaitu rona / warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, situs, dan asosiasi.

1. Rona / Warna

Rona merupakan tingkat gelap atau cerah relatif objek pada citra/foto. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi objek yang berinteraksi dengan saluran spektrum tampak. Warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.

2. Ukuran

Ukuran ialah atribut objek, antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran objek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus diingat skalanya. 3. Bentuk

Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.

4. Tekstur

Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar dan halus.

(14)

14 5. Pola

Pola ialah hubungan susunan spasial objek. Pengulangan bentuk umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak objek alamiah maupun bangunan, dan akan memberikan suatu pola yang membantu penafsir untuk mengenali suatu objek.

6. Bayangan

Bayangan bersifat menyembunyikan detil yang berada di daerah gelap. Di samping menutup objek atau gejala, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting seperti pengenalan tinggi objek.

7. Situs

Situs bukan merupakan ciri objek secara langsung, tetapi lebih berkaitan dengan lingkungan sekitarnya, atau dengan kata lain merupakan letak relatif objek terhadap objek lainnya.

8. Asosiasi

Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lain, karena adanya keterkaitan maka terlihatlah suatu objek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya objek lain.

1.6.5. Perumahan dan Permukiman

Menurut UU No. 4 Tahun 1992, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan adalah sekelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan hidup. Sedangkan permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Yunus (1987, dalam Lukisari, 2006) menekankan pemaknaan perumahan dan permukiman dari lingkup skala bahasan maupun dari segi skala wilayah. Secara luas

(15)

15

permukiman diartikan sebegai semua bentukan buatan maupun alami dengan segala perlengkapannya, yang diperlukan manusia baik secara individu maupun kelompok, untuk bertempat tinggal sementara maupun menetap, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya. Perumahan dimaknai sebagai kelompok bangunan rumah dengan segala kelengkapannya, yang digunakan manusia sebegai tempat tinggal secara menetap maupun sementara, dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya.

Yunus (2007) menggunakan skala relatif mengenai besar kecilnya ujud permukiman, yaitu skala permukiman mikro, meso dan makro. Skala permukiman makro meliputi sistem kota atau sistem kota-kota dalam wilayah yang relatif luas, pembahasan dapat dilakukan dalam teritori yang luas sampai ke kota-kota secara individual. Dalam skala permukiman meso meliputi bagian tertentu dari kota-kota secara individual yang betul-betul digunakan untuk tempat tinggal penduduk misalnya kampung, blok, komplek perumahan. Kemudian dalam skala permukiman mikro lebih memusatkan perhatiannya pada bangunan-bangunan yang digunakan penduduk untuk tempat tinggal sehari-hari atau rumah-rumah penduduk.

Dalam penelitian ini skala permukiman yang digunakan adalah skala permukiman meso. Permukiman skala meso, sebagai suatu ruang yang dipergunakan oleh manusia untuk bertempat tinggal, terbentuk dari unsur-unsur yang mendukung terciptanya suatu keadaan yang memungkinkan manusia untuk menyelenggarakan kehidupannya. Menurut Yunus (2007) terdapat lima macam unsur pendukung skala permukiman meso, yaitu pertama adalah tempat/kesempatan kerja dengan segala sarana dan prasarananya (working opportunities), kedua adalah jalur transportasi dengan segala sarana dan prasarananya (circulation), ketiga adalah perumahan dengan segala kelengkapan dan fasilitasnya (housing), keempat adalah hiburan/sejenisnya dengan segala sarana dan prasarananya (recreation) dan kelima adalah hal-hal yang tidak termasuk ke dalam empat unsur sebelumnya tetapi mutlak diperlukan dalam kehidupan masyarakat modern (perfecting elements) contohnya fasilitas pendidikan, keagamaan, kesehatan dan jaringan utilitas umum.

(16)

16

1.6.6 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Sitorus (1985) mengemukakan tujuan evaluasi lahan adalah memberikan pengertian tentag hubungan-hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Hasil akhir dari evaluasi lahan adalah kepuasan bagi pengguna lahan yang optimum, baik dalam bentuk usaha pribadi atau untuk keperluan umum.

Menurut FAO, kegiatan utama dalam evaluasi lahan meliputi :

1. Konsultasi pendahuluan yang meliputi penetapan yang jelas tentang tujuan evaluasi, jenis data yang digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, daerah penelitian, serta intensitas dan skala survei.

2. Penjabaran dari jenis penggunaan lahan yang sedang dipertimbangkan dan persyaratan-persayaratan yang diperlukan.

3. Deskripsi peta satuan lahan dan kualitas lahan berdasarkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan lahan tertentu dan pembatas-pembatasnya. 4. Membandingkan jenis penggunaan lahan dengan tipe-tipe lahan yang ada 5. Penyajian hasil evaluasi

1.7. Penelitian Sebelumnya

Dibyosaputro dan Sunarto (1990), melakukan penelitian evaluasi lahan untuk perkembangan permukiman Kota Wates, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman dengan pendekatan geomorfologis. Data parameter geomorfologis didapat dari interpretasi foto udara dan kegiatan lapangan. Parameter geomorfologis yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan permukiman adalah: kemiringan lereng, kerapatan dan kedalaman alur, proses geomorfologis dan material penyususn, dan penggunaan lahan. Metode yang digunakan adalah kuantitatif empiris, dengan memberikan nilai harkat pada setiap parameter geomorfologis dalam setiap satuan lahan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa foto udara dapat digunakan untuk menyadap data parameter geomorfologis lahan yang diperlukan dalam evaluasi

(17)

17

kesesuaian lahan permukiman, dan sebagain besar Kota Wates terletak pada kelas sangat sesuai dan sebagian kecil pada kelas sesuai.

Handoko (2003), melakukan penelitian evaluasi kesesuaian lahan untuk pemilihan lokasi perumahan di sebagian Kabupaten Sleman bagian Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian bertujuan untuk menentukan lokasi pembangunan perumahan berdasarkan aspek fisik dan non fisik lahan. Aspek fisik dan non fisik lahan disadap dari foto udara, cek lapangan, dan data sekunder, yaitu: penggunaan lahan, kemiringan lereng, kerentanan gerak massa batuan, drainase tanah, daya dukung tanah, kedalaman muka air tanah dangkal, jarak dari jalan utama, jarak dari jaringan telepon, dan jarak dari jaringan listrik. Metode yang digunakan adalah kuantitatif empiris dengan pengharkatan tiap-tiap parameter lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar daerah Kabupaten Sleman bagian timur sangat sesuai untuk lokasi pembangunan perumahan.

Mustakim (2003), melakukan penelitian evaluasi kesesuaian lahan untuk penentuan prioritas lokasi perumahan menengah di Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Penelitian bertujuan untuk menentukan prioritas lokasi perumahan dengan parameter fisik lahan, jarak, dan tata ruang kota. Parameter yang digunakan diperoleh dari hasil ekstraksi foto udara, survey lapangan, dan data sekunder. Parameter yang digunakan untuk penilaian adalah: kemiringan lereng, kerawanan banjir, daya dukung tanah, drainase tanah, kedalaman air tanah, kualitas air tanah, jarak dari jalan utama, ketersediaan air minum, jarak dari jaringan listrik, jarak dari jaringan telepon, dan jarak dari fasilitas umum. Metode yang digunakan adalah kuantitatif empiris dengan permberian nilai harkat pada tiap paremeter lahan yang digunakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa foto udara memiliki kemampuan yang baik dalam menyadap paramater-parameter fisik perkotaan, dan Kota Pekalongan sebagian besar sesuai untuk lokasi perumahan menengah.

Lukisari (2006), melakukan penelitian evaluasi kesesuaian lahan di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi lahan untuk penentuan lokasi perumahan dengan pertimbangan kondisi fisik lahan dan aksesibilitas. Data diperoleh dari interpretasi citra Ikonos, survey lapangan, dan data sekunder. Parameter yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan

(18)

18

yaitu: kemiringan lereng, kembang kerut tanah, daya dukung tanah, kedalaman air tanah, kerawanan banjir, jarak dari jalan utama, jarak dari jaringan listrik, jarak dari jaringan telepon, jarak dari jaringan air minum, jarak dari sarana umum, dan jarak dari saluran drainase. Metode yang digunakan kuantitatif empiris dengan pengharkatan parameter fisik dan aksesibilitas lahan. Hasil penelitian menunjukkan citra Ikonos memiliki kemampuan yang sangat baik untuk sumber ekstraksi data parameter lahan untuk studi perumahan, dan penentuan lokasi prioritas perumahan di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Tabel 1.3. Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya

Peneliti Tahun Lokasi Tujuan Metode Hasil Penelitian

Suprapto Dibyosaputro dan Sunarto 1990 Kota Wates, Kabupaten Kulonprogo Evaluasi kesesuaian lahan permukiman dengan pendekatan geomorfologis Interpretasi foto udara, kuantitatif empiris dengan pengharkatan parameter geomorfologi setiap saruan lahan

Peta kelas kesesuaian lahan untuk permukiman Albertus Dwi Handoko 2003 Kabupaten Sleman, DIY Penentuan lokasi pengembangan perumahan berdasarkan aspek fisik dan non fisik

Interpretasi foto udara,

pengharkatan terhadap perameter lahan fisik dan non fisik

Peta kelas kesesuaian lahan untuk lokasi perumahan Mustakim 2003 Kota Pekalongan, Jawa Tengah Penentuan prioritas lokasi perumahan menengah berdasarkan parameter fisik lahan, jarak, dan tata ruang kota Interpretasi foto udara, pengharkatan parameter fisik lahan dan parameter jarak

Peta prioritas lokasi perumahan menengah Bambina Lukisari 2006 Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang Evaluasi kesesuaian lahan dalam penentuan lokasi perumahan dengan pertimbangan kondisi fisik lahan dan aksesibilitas Interpretasi citra Ikonos, pengharkatan perameter fisik lahan dan parameter aksesibilitas

Peta prioritas lokasi perumahan Resta Gunawan 2013 Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul Penentuan prioritas lokasi perumahan berdasarkan parameter fisk dan aksesibilitas lahan Interpretasi citra Quickbird, pengharkatan parameter fisik dan aksesibilitas lahan Hasil yang diharapkan: Peta prioritas lokasi perumahan

(19)

19

1.8. Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat pada akhirnya akan meningkatkan tekanan tekanan pada lahan yang ditempatinya. Hal ini terjadi karena lahan yang tersedia semakin lama semakin tidak mampu menampung jumlah penduduk yang meningkat cepat. Tekanan yang berlebihan pada lahan akan menyebabkan terjadinya masalah lahan, terutama menyangkut perubahan penggunaan lahan akibat peningkatan kebutuhan penduduk terhadap perumahan. Untuk menghindari tekanan yang berlebihan diperlukan perencanaan, baik dalam pengendalian jumlah penduduk maupun dalam pembangunan perumahan. Pembangunan perumahan pada lokasi yang tepat akan menghindari efek buruk dari perubahan penggunaan lahan.

Pemilihan lokasi perumahan memerlukan beberapa masukan untuk bahan pertimbangan agar lokasi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan, baik dari kondisi fisik maupun non fisik. Beberapa pertimbangan yang digunakan untuk penentuan lokasi perumahan adalah kesesuaian lahan berdasarkan aspek fisik dan akesibilitas, pertimbangan penggunaan lahan yang telah ada, dan tata ruang wilayah yang dikaji. Sumber data yang tepat dan akurat diperlukan dalam ekstraksi parameter yang mempengaruhi penilaian kesesuaian lahan untuk lokasi perumahan. Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Quickbird dilengkapi oleh data sekunder maupun data lapangan. Citra Quickbird digunakan untuk menghasilkan informasi keruangan berupa penggunaan lahan, bentuklahan, jarak dari jalan utama dan jarak dari fasilitas umum. Peta Rupa Bumi Indonesia digunakan untuk mengetahui batas administrasi wilayah maupun informasi kelas lereng melalui analisis kontur. Peta-peta tematik digunakan untuk memperoleh informasi jaringan listrik, air minum, dan kerawanan banjir. Sedangkan kegiatan lapangan dilakukan untuk uji interpretasi dengan kondisi sebenarnya.

Proses penentuan lokasi perumahan dilakukan dengan pengharkatan masing-masing parameter lahan secara bertingkat untuk mendapatkan kekesuaian lahan berdasarkan aspek fisik lahan maupun aksesibilitas. Peta rekomendasi akhir prioritas lokasi perumahan didapatkan dari penapisan peta kesesuaian lahan beradasarkan aspek fisik dan aksesibilitas dengan penggunaan lahan yang telah ada saat ini dan luas minimal lahan yang diperbolehkan untuk pembangunan perumahan.

(20)

20

Gambar 1.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Kesesuaian lahan

berdasarkan faktor fisik

Kebutuhan perumahan

Informasi lokasi pembangunan perumahan

Parameter penentu lokasi pembangunan perumahan

Kondisi fisik lahan Kondisi aksesibilitas

Penginderaan jauh untuk menyadap data

Kesesuaian lahan berdasarkan faktor jarak

Pengolahan data dengan Sistem Informasi Geografis

Prioritas lokasi perumahan

(21)

21

1.9. Batasan Istilah

Aksesibilitas adalah kemudahan bergerak dari satu tempat ke tempat lain dalam satu wilayah yang erat sangkut pautnya dengan jarak (Bintarto, 1979)

Bentuklahan adalah bentuk dan sifat dari kenampakan tertentu pada permukaan bumi (Suharsono, 1988)

Citra adalah gambaran rekaman suatu obyek yang dibuahkan dengan cara optik, elektro-optik, optik-mekanik, atau elektronik. Pada umumnya ia digunakan bila radiasi elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan dari suatu obyek tidak langsung direkam pada film (Sutanto,1985)

Evaluasi sumber daya lahan adalah proses untuk menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaan (Sitorus, 1985)

Interpretasi citra adalah kegiatan mengkaji foto udara atau citra satelit dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar pada citra atau foto tersebut (Sutanto, 1994)

Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1985)

Klasifikasi adalah penggolongan obyek-obyek ke dalam kelas-kelas dengan adanya persamaan sifat, atau ada kaitan antar obyek-obyek (Bintarto, 1987)

Klasifikasi kesesuaian lahan adalah penafsiran dan pengelompokan atau proses penilaian dan pengelompokan lahan yang mempunyai tipe khusus dalam kesesuainnya secara mutlak atau relatif untuk suatu jenis tanaman atau penggunaan tertantu (FAO, 1976)

Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, vegetasi, serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976)

Penggunaan lahan adalah segela bentuk campur tangan manusia baik secara permanen maupun secara sekilas terhadap sumberdaya buatan yang secara keseluruahan disebut lahan dengan tujuan mencukupi segala kebutuhan baik material maupun spiritual maupun keduanya (Malingreau, 1981)

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan

(22)

22

tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No.4 Th. 1992)

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempal tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan (UU No.4 Th. 1992)

Prasarana lingkungan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya (UU No.4 Th. 1992)

Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga (UU No.4 Th. 1992)

Sarana lingkungan adalah fasililas penunjang, yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan penqembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya

Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem berbasis komputer dengan kemampuan menangani data spasial meliputi pemasukan / input, pengelolaan (management), manipulasi dan analisis, dan keluaran / output (Aronoff, 1989)

Gambar

Tabel 1.1. Perumahan yang Dibangun di Kecamatan Banguntapan   No  Nama Perumahan
Tabel 1.2. Karateristik Sensor Satelit Quickbird  Tanggal peluncuran  18 Oktober 2001
Tabel 1.3. Perbandingan Dengan Penelitian Sebelumnya

Referensi

Dokumen terkait

X dapat digunakan untuk menentukan struktur kristal memiliki harga d (jarak kisi) dengan intensitas yang karakteristik. Difraktogram padatan hasil sintesis pada penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan gelombang mikro (microwave), pertama daun nilam sebanyak 100 gram ditambahkan pelarut atau steam untuk variabel daun

Maka wajib bagi kita tidak memberi uang imbalan apapun bagi orang yang minta disuap karena dirinya telah mengambil gaji dari baitul mal dan dia harus amanah didalam menjalankan tugas

Advokat merupkan salah satu profesi hukum yang masih banyak polemik keberadaannya, karena masyarakat beranggapan bahwa profesi advokat merupakan profesi untuk membela

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ketepatan shooting menggunakan punggung kaki antara pemain depan dengan pemain tengah pada siswa yang mengikuti

PENAWARAN MATA KULIAH SEMESTER GASAL TAHUN AKADEMIK 2012/2013 JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI. PROGRAM KUALIFIKASI S1 (LULUSAN D2)

Piper sarmentosum Roxb. ex Hunter merupakan salah satu spesies tumbuhan dari famili Piperaceae yang selama ini dikenal sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam

Deskripsi memuat semua penjelasan BMC dengan alur yang sangat mudah dipahami, terdapat tujuan dan target yang jelas dengan menunjukkan rencana keberlanjutan (sustainability)