1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rinosinusitis merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling dikhawatirkan karena berhubungan dengan biaya pengobatan dan dampak negatif pada saluran napas. Etiologi rinosinusitis kronis (RSK) belum diketahui secara pasti. Telah diyakini penyebab utama RSK
dengan dan tanpa polip ialah infeksi bakteri sehingga penggunaan antibiotik merupakan pilihan terapi utama. Kejadian rinosinusitis di amerika diperkirakan 14% dari populasi. Telah diperkirakan juga menurut
Canadian National Health Survey dari tahun 1996 – 1997 terdapat
kejadian 5 % rinosinusitis dari keseluruhan penyakit di Canada. Di Korea, pernah dilakukan penelitian kunjungan pasien dari umur 12 tahun keatas dan dijumpai RSK sebanyak 6,95%. Hastan, et al., dalam publikasinya di Global Allergy and Asthma Network of Excellence European multicenter
didapatkan RSK pada pasien berumur 15 sampai 75 tahun di Eropa sebanyak 48% populasi (Manning, 2005; Sakano & Wilma, 2015).
Multazar (2008) mendapatkan 296 penderita RSK yang berobat ke divisi Rinologi RSUP. H. Adam Malik Medan. Pasien RSK dengan usia lebih dari 18 tahun didapatkan sebanyak 261 (88,18%) orang sedangkan pasien RSK yang berusia kurang dari 18 tahun didapatkan sebanyak 35 orang (11,82%) (Multazar et al, 2012).
Antibiotik bermanfaat bagi kehidupan manusia, sejak abad ke – 17
pengobatan ini ditujukan untuk mengatasi infeksi. Antibiotik yang merupakan bahan kimia yang berasal dari bakteri dan jamur bertujuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri tetapi pemakaian antibiotik terus - menerus meningkat sehingga menimbulkan suatu masalah. Salah satunya adalah resisten bakteri terhadap berbagai
2
jenis antibiotik. Akibatnya pemberian antbiotik tidak efisien bahkan yang lebih buruk tidak ada lagi antibiotik yang dapat digunakan untuk eradikasi bakteri sehingga infeksi bakteri semakin parah dan mengancam jiwa. Kombinasi pemberian antibiotik berspektrum luas serta kombinasinya merupakan salah satu faktor penyebab perubahan pola bakteri dan resistensi terhadap antibiotik tersebut (Sudigdoadi, 2015)
Di Iran, meskipun pencegahan untuk terjadi resistensi antibiotik sudah dilakukan tetapi masih tetap terjadi peningkatan resistensi. Antibiotik merupakan pengobatan utama untuk penyakit infeksi yang disebabkan bakteri salah satunya RSK. Inflamasi pada sinus paranasal
bisa diakibatkan infeksi dan noninfeksi. Sulit untuk mengevaluasi efektifitas pengobatan antibiotik pada RSK. Hal ini disebabkan karena terbatasnya data pendukung dalam penggunaan antibiotik pada RSK (Farahani et al, 2014, Fokkens et al, 2005). Penelitian di Iran mengenai bakteri aerob dari meatus media dan orofaring mendapatkan bahwa bakteri terbanyak adalah Streptococcus alfa (15,4%), diikuti
Staphylococcus koagulase negatif (16,4%), Branhamella catarrhalis
(13,2%) S.aureus (19,1%), Klebsiella pneumonia (16,4%) dan
B.catarrhalis (15,6%). Antibiotik yang paling resisten adalah penicillin
(Hashemi et al, 2004; Farahani et al, 2014). Menurut Gani (2013) kuman penyebab rinosinusitis kronis terbanyak di sinus maksilla adalah
Steptococcus viridians (100%) dan sensitifitas antibiotik pada kuman
aerob gram (+) adalah Vancomisin (Gani, 2013).
Kurnia (2002) seperti yang dikutip oleh Firman (2011) menggambarkan bahwa pola kuman pada penelitian di Departemen THT RSUP H. Adam Malik tahun 2002, dijumpai kuman aerob pada penderita rinosinusitis maksila kronis yaitu Streptococcus pneumoniae sebesar 45% dan
Pseudomonas sp 20%. Sedangkan Firman (2011) menunjukkan hasil
bahwa pada tahun 2009 - 2010 didapati kuman aerob terbanyak pada uji
3
kultur kuman penderita rinosinusitis maksila kronis adalah Streptococcus
viridans sebanyak 17 penderita atau 36,2% dan kuman yang terendah
didapati pada uji kultur kuman adalah Staphylococcus saprophyticus dan
Providencia rettgeri, masing-masing satu penderita atau 2,1%. Amikacin
merupakan antibiotik yang sensitif (Firman et al, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, kejadian RSK sangat banyak dijumpai.
Data mengenai tingkat resistensi bakteri pada penderita RSK di RSUP Haji Adam Malik Medan dan RS. Haji Medan belum ada maka perlu dilakukan penelitian mengenai pola bakteri dan sensitifitasnya pada penderita RSK yang dalam penelitian ini difokuskan pada sinusitis maksila.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian. Bagaimana pola bakteri dan sensitifitasnya terhadap antibiotik pada penderita RSK di sinus maksilla di RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. Haji Medan.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pola bakteri aerob dan anaerob dan sensitifitasnya terhadap antibiotik pada penderita RSK di sinus maksila di RSUP.H Adam Malik Medan dan RS. Haji Medan.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip berdasarkan kelompok umur.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip berdasarkan jenis kelamin
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronis
4
dengan dan tanpa polip berdasarkan keluhan utama
4. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip berdasarkan jenis bakteri
5. Untuk mengetahui distribusi frekuensi antibiotik yang sensitif pada uji sensitifitas bakteri penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Meningkatkan derajat kesembuhan bagi pasien dengan penanganan terapi pengobatan yang tepat sasaran dan tepat guna.
2. Menambah informasi dan pengetahuan bagi peneliti dan tenaga medis khususnya ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok dan bedah kepala, leher.