• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campur Kode Pada Tuturansehari-Hari Masyarakat Di Desa Kedai Durian Delitua (Kajian Sosiolinguistik) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Campur Kode Pada Tuturansehari-Hari Masyarakat Di Desa Kedai Durian Delitua (Kajian Sosiolinguistik) Chapter III V"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian di daerah Desa Kedai Durian Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli Serdang.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu mulai tanggal 20 Mei 2017 sampai 20 Juni 2017

3.2 Data dan Sumber Data

3.2.1 Data

Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data verbal berupatuturan ataupun percakapan (dialog)masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua. Data tersebut diperoleh dari hasil merekam, mencatat, serta pengamatan antara tuturan masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua yang meliputi beberapa tempat yang ada di desa ini seperti pekan, kedai(warung) dan kehidupan masyarakat di tempat tinggalnya. Penggunaan bahasa di Desa ini meliputi bahasa Indonesia, Jawa, dan Melayu yang menimbulkan campur kode dalam percakapan tersebut.

3.2.2 Sumber Data

(2)

sehari-hari mereka, namun masih banyak masyarakat yang menggunakan bahasa daerah mereka seperti bahasa Jawa dan Melayu. Oleh karena itu, masyarakat Desa Kedai Durian ini masih sering terdengar menggunakan campur kode dalam tuturan sehari-hari.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak (pengamatan/observasi), disebut “metode simak” atau “penyimakan” karena memang berupa penyimakan : dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa dalam tuturan di Desa Kedai Durian Delitua. Metode simak dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi (Sudaryanto, 2015:203).

Teknik yang digunakan adalah teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam dan juga teknik catat. Teknik simak libat cakap adalah peneliti sebagai pemerhati yang dengan penuh minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang sedang melakukan proses berdialog. Teknik rekam adalah memperoleh data dengan cara merekam tuturan seseorang yang sedang berdialog menggunakan bahasa lisan yang bersifat spontan. Hal ini dilakukan agar tuturan yang terjadi antara masyarakat bisa bersifat alami, murni, dan tidak sengaj dibuat-buat. Sedangkan Teknik catat adalah Pencatatan pada kartu data yang segera dilakukan dengan klasifikasi.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

(3)

bahasa (organ wicara) yang ke (3), (4), dan (5) alat penentunya bahasa lain atau langue lain, perekam dan pengawet bahasa yaitu tulisan (Sudaryanto, 2015:15).

Metode padan digunakan untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode pada tuturan masyarakat sehari-hari di desa kedai durian delitua. Teknik dasar dari metode padan adalah teknik Pilah Unsur Penentu (PUP), sedangkan alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya. Sesuai dengan jenis penentu yang akan di pilah-pilahkan atau di pisah-pisahkan atau dibagi menjadi berbagai unsur itu maka daya pilah itu dapa disebut “daya pilah referensial”, “daya pilah fonetis artikulatoris”, ”daya pilah translasional”, ”daya pilah ortografis”, dan “daya pilah fragmatis”. Adapun dasar pembagiannya atau dasar pemilahan atau pemisahannya sudah barang tentu disesuaikan dengan sifat atau watak unsur penentu itu masing-masing.

Berikut ini contoh penggunaan campur kode dalam percakapan antar Masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua yang di analisis dengan metode padan.

Campur kode bahasa Indonesia ke bahasa Jawa:

P1 : Dari mana Marni?

P2 (1) : Teko belonjo di pasar pak! ‘dari belanja di pasar pak!’ P3 (2) : Kok isuk tenan belanjanya?

‘kok pagi kali belanjanya?’

P4 (3) : Iya takut rame tenan kalau agak siang pak ‘ Iya takut ramai kali kalau agak siang pak’ P5 : Oh iya memang Mar.

(4)

Data (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase Isuk tenan ‘pagi sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah cempur kode ke dalam (inner code-mixing), karenadalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frase rame tenan ‘ramai sekali’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut.

Jadi, pada kalimat 1,2 dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frase.

3.5 Metode Penyajian Hasil Analisis

(5)

BAB IV

CAMPUR KODE PADA TUTURAN SEHARI-HARI MASYARAKAT DI DESA KEDAI DURIAN DELITUA

Hasil penelitian yang dikemukakan dalam bab IV ini meliputi bentuk tuturan masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua yang menyebabkan terjadinya peristiwa campur kode dan faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode. Penelitian dalam tulisan ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2017 di pasar, di dalam keluarga, dan dalam masyarakat yang ada di Desa Kedai Durian.

Bentuk campur kode dalam tuturan penjual dan pembeli di pasar, di dalam perkawinan yang campuran, dan tempat masyarakat setempat bersosialisasi adalah berupa: 1) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata, 2) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk frasa, dan 3) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata ulang/pengulangan kata.

4.1 Bentuk-bentuk Campur kode

(6)

dan tempat masyarakat setempat bersosialisasi di Desa Kedai Durian hanya berupa: 1) penyisipan unsur-unsur yang berbentuk kata, 2) berbentuk frasa, 3) berbentuk kata ulang/pengulangan kata.

4.1.2 Bentuk Campur Kode Berupa Penyisipan Kata Data I

Konteks : Peristiwa tutur di pasar senin Desa Kedai Durian pada pembelian baju

Penjual :Mari dek masuk aja mau beli apa? Pembeli (1) :Eneng baju gamis buk?

‘ada baju gamis buk?’ Penjual (2) :Akeh, mau warna apa cari?

‘banyak, mau warna apa cari?’ Pembeli : Warna salam ada?

Penjual : Yang ini seratus dua puluh aja dek. Pembeli :Mahal kali, Rp.80000 aja ya buk.

Penjual : Gak bisa dek, tambah lima ribu lagi lah ya dek? Pembeli (3) :Yowes, bungkus ya buk.

‘Yaudah, bungkus ya buk’

Pada kalimat (1) di atas adanya campur kode yang telah menyisip dalam kalimat dimana eneng‘ada’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.

Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana kata akeh ‘banyak’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia tersebut.

Pada kalimat (3) di atas menggunakan campur kode dimana kata yowes ‘yaudah’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia tersebut.

Dari contoh kalimat 1,2, dan 3 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Data 2

Konteks : Tuturan antara tukang cuci dengan tukang masak yang saling menyapa.

(7)

Tukang masak (1) : Dari Omah bu Rika ‘dari rumah bu Rika’ Tukang cuci (2) : Oh arek masak ya?

‘oh mau masak ya?’

Tukang masak (3) : Iya, bu Rika sakit, jadi aku lengmasak ‘iya, bu Rika sakit, jadi aku yang masak’ Tukang cuci : oh iya lah bu.

Pada kalimat (1) di atas menggunakan campur kode omah ‘rumah’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dakam bahasa Indonesia di atas.

Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode arek ‘mau’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam bahasa Indonesia tersebut.

Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode leng ‘yang’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam bahasa Indonesia.

Dari kalimat (1,2 dan 3) di atas menggunakan campur kode ke dala, ( innercode-mixing), karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut.

Data 3

Konteks : Peristiwa tutur di pasar Desa Kedai Durian Delitua pada saat pembelianjilbab

Penjual : Masuk dek mau beli apa? Pembeli : Ini mau beli jilbab bu! Penjual (1) : iki dek?

‘ini dek?’

Pembeli (2) : iya bu, piro harganya? ‘ iya bu, berapa harganya?’ Penjual : Lima belas aja dek

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode yang telah menyisip dalam kalimat dimana

iki‘ini’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.

(8)

Dari contoh kalimat 1 dan 2 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Data 4

Konteks : Perkumpulan antara masyarakat (ibu-ibu) yag sedang bercerita (gosip)

Ibu 1 : itukan anaknya bu Susi yang tinggal di Jakarta bu. Ibu 2 (1) : apa iya bu? Aku lali.

‘apa iya bu? Aku lupa Ibu 1 (2) : iyo bu, aku ingat betul

‘iya bu, aku ingat betul’

Ibu 2 (3) : ah mosok sih bu, tapi koyok e bukan bu. ‘ah masak sih bu, tapi kayaknya bukan bu. Ibu 1 (4) : gak coyo ibu ini lah.

‘gak percaya ibu ini lah’.

Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana lali ‘lupa’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.

Dari kalimat (2) di atas yang menggunakan campur kode iyo ‘iya’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.

Dari kalimat (3) di atas terjadi campur kode yang mana mosok ‘masak’ yang berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (4) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan coyo tenan ‘percaya kali’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Pada kalimat 1,2,3, dan 4 di atas, menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam tiap-tiap kalimat itu menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode.

Data 5

(9)

Ibu (1) : hari ini mamak masak iwak sama ayam sambal.. ‘hari ini mamak masak ikan sama ayam sambal.’ Anak (2) : iy, udah mangan aku tadi mak.

‘oh jadi sambal ayamnya masih banyak lah ya?’ Anak : iya mak

Dari kalimat (1) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan iwak‘ikan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (2) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan mangan‘makan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (3) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan kue‘kamu’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (4) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan iwak‘ikan’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (5) di atas menggunakan campur kode dalam kalimat yang disebabkan dengan akeh‘banyak’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat 1,2,3,4 dan 5 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), krena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dlam bahasa Indonesia sehingg terjadi campur kode pada kalimat-kalimat tersebut.

Data 6

(10)

Roni (1) : Sesok jadi kita main futsalnya Ko? ‘besok jadi kita main futsalnya Ko?’ Eko (2) : Ora Ron.

‘Enggak Ron.’ Roni (3) : Lah omonge jadi?

‘lah katanya jadi?’ Eko (4) : Udah dibatalke Ron.

‘Sudah dibatalkan Ron.

Roni (5) : Oh gak kerungu aku kalau gak jadi. ‘Oh tidak dengar aku kalau tidak jadi.’ Eko :.Ya aku pun baru tau Ron.

Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana sesok ‘besok’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga campur kode pada kalimat (1) di atas.

Dari kalimat (2) di atas menggunakan campur kode dimana ora ‘tidak’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (3) di atas menggunakan campur kode dimana omonge‘katanya’ yang berasal dari bahasa Jawa dengan menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.

Dari kalimat (4) di atas terjadi campur kode dimana batalke ‘batalkan’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat (4) di atas.

Dari kalimat (5) di atas terjadi campur kode dimana kerungu ‘dengar’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadi campur kode pada kalimat (5) di atas.

(11)

Data 7

Konteks : Pak Supri yang sedang menegur tetangganya Mawar.

Supri (1) : Dari mana kueMawar? ‘dari mana kamu Mawar? Mawar (2) : Oh ini teko sekolah pak.

‘oh ini dari sekolah pak’ Supri (3) : Naik opo ke sekolah?

‘naik apa ke sekolah?’ Mawar (4) : Lereng pak.

‘sepeda pak’ Supri (5) : Oh yo yo.

‘oh ya ya’

Mawar (6) : Yaudah aku mule ya pak. ‘yaudah aku pulang ya pak.’ Supri : Iya

Pada kalimat (1) di atas menggunakan campur kode campur kode dimana kue ‘kamu’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.

Pada kalimat (2) di atas mengungkapkan bahwa terjadi campur kode dimana teko

‘datang’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat (3) di atas yang menggunakan campur kode dimana opo ‘apa’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.

Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode pada kalimat tersebut dimana Leren

‘sepeda’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip dalam kalimat bahasa Indoneia tersebut. Pada kalimat (5) di atas yang menggunakan campur kode dimanayo yo‘ya ya’ berasal dari bahasa bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.

Pada kalimat (6) di atas yang menggunakan campur kode dimana mule‘pulang’berasal dari bahasa bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia di atas.

(12)

Data 8

Konteks : suami istri saling berbicara

Suami (1) : dek mengkokita pergi ya? berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.

Dari kalimat (2) di atas menggunakan campur kode dimana nande ‘kemana’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (3) di atas terjadi campur kode dimana kondangan ‘undangan’ yang berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia di atas.

Dari kalimat (4) di atas menggunakan campur kode dimana sopo ‘siapa’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat (5) di atas menggunakan campur kode dimana konco ‘teman’ yang berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Dari kalimat 1,2,3,4, dan 5 di atas, menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam tiap-tiap kalimat tersebut menyisipkan bahasa Jawa ke dalam kalimat bahasa Indonesia.

Data 9

Konteks : Percakapan antara Penjual cabai dan pembeli di Pasar Senin

(13)

Pembeli (2) : Rp.10 wae lah ya kak? ’Rp.10 saja lah ya kak?’

Penjual (3) : Gak iso kak, sudah harga pas itu. ‘Tidak bisa kak, sudah harga pas itu. Pembeli (4) : Ya sudah jukok 1 kilo saja bik. ‘Ya sudah ambil sekilo saja bik.

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana Lombok ‘Cabai’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana Wae ‘saja’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dimana Iso ‘Bisa’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode dimana Jukok ‘Ambil’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat 1,2,3, dan 4 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Data 10

Konteks : percakapan antara masyarakat (ibu-ibu) di kedai (warung)

pembeli : permisi bu. Penjual (1) : Iya bu, cari opo? ‘iya bu, cari apa? Pembeli (2) : Uya e bu.

‘garemnya bu’

(14)

‘oh ini bu’

Pembeli (4) : Ambek gula ne lah bu setengah kilo ‘sama gulanya lah bu setengah kilo’ Penjual (5) : Iki bu, semuanya dua puluh ribu ‘ini bu, semunya dua puluh ribu’ Pembeli : Iya bu.

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dimana opo ‘apa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dimana uya e ‘garam nya berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dimana iki ‘ini’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode dimana ambek ‘sama’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat (5) di atas terjadi campur kode dimana iki ‘ini’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut sehingga terjadicampur kode pada kalimat tersebut.

Pada kalimat 1,2,3,4 dan 5 di atas menggunakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

4.1.2 Bentuk Campur Kode Penyisipan Berupa Frasa

(15)

Data I

Berikut peristiwa campur kode antara penjual dan pembeli yang berbentuk frasa di pasar senin Desa kedai Durian.

Konteks :Peristiwa Tuturan dalam transaksi Jual Beli baju koko antarapenjual dan pembeli.

Pembeli :Buk yang ini berapa?

Penjual : Seratus dua puluh ribu. Pembeli (1) : Lah, larang tenan Buk. ‘lah, ‘mahal sekali’ Buk

Penjual (2) : Ya memang pasnya sakmono Buk ‘ya memang pasnya segitu Buk’ Pembeli (3) : Biarnjokokloro aku Buk

‘biar ngambil dua aku Buk’

Penjual : Yaudah pasnya seratus ribu lah ambil Buk Pembeli : Yaudah aku ambil 2 ya

Data (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasa larang tenan‘mahal sekali’ (berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Data (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasa sakmono‘segitu’ (berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Data (3) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasa jekok loro‘ambil dua’ (berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi satu kalimat yang utuh.

(16)

Data 2

Konteks : peristiwa tuturan dalam jual beli bunga mawar

Pembeli (1) : berapa satu pot kembang mawar merahnya bu? ‘berapa satu pot bunga mawar merahnya bu?’ Penjual : satu pot tiga puluh ribu bu.

Pembeli (2) : larang tenan, kalau dua puluh ribu gak dapat? ‘mahal sekali, kalau dua puluh ribu gak dapat? Penjual (3) : yaudah dua puluh lima ribu lah bu gawe penglarise

‘yaudah dua puluh lima ribu lah bu buat penglarisnya’

Pada kalimat (1) di atas campur kode dalam bentuk frasa kembang mawar ‘bunga mawar’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode tersebut menggunakan campur kode (inner code-mixing), sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi suatu kalimat yang utuh.

Pada kalimat (2) di atas campur kode dalam bentuk frasa larang tenan ‘mahal sekali’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode tersebut menggunakan campur kode (inner code-mixing), sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi suatu kalimat yang utuh.

Pada kalimat (3) di atas campur kode dalam bnetuk frasa gawe penglarise ‘buat penglarisnya’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia. Campur kode tersebut menggunakan campur kode (inner code-mixing), sebab adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia sehingga menjadi suatu kalimat yang utuh.

Jadi, pada kalimat (1,2, dan 3) telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk frasa.

Data 3

Konteks : Peristiwa tutur masyarakat saling menyapa

(17)

P2 (1) : Teko belonjo di pasar pak! ‘dari belanja di pasar pak!’ P3 (2) : Kok isuk tenan belanjanya?

‘kok pagi kali belanjanya?’

P4 (3) : Iya takut rame tenan kalau agak siang pak ‘ Iya takut ramai kali kalau agak siang pak’ P5 (4) : Oh iyo memang Mar.

‘ oh iya memang Mar.

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasaTeko belonjo ‘dari belanja’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut.

Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasaIsuk tenan ‘pagi sekali’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa indonesia di atas. Campur kode yang digunakan adalah cempur kode ke dalam (inner code-mixing), karena dalam kalimat tersebut adanya bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Pada kalimat (3) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasarame tenan ‘ramai sekali’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut.

Pada kalimat (4) di atas terjadi campur kode dalam bentuk frasaiyo ‘iya’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Campur kode ini menggunakan jenis campur kode ke dalan (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa yaitu bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut.

(18)

Data 4

Konteks : percakapan ibu-ibu yang sedang duduk-duduk di depan rumah

Ibu 1 (1) : Ibu-ibu tidak tahu kalau wingi mbengi Bu Yeti kemalingan? ‘Ibu-ibu tidak tahu kalau kemarin malam Bu Yeti kemalingan?’ Ibu 2 (2) : Bu Yeti yang wes rondo itu kan?

‘Bu Yeti yang sudah janda itu kan?’

Ibu 1 (3) : Iya bu tapi dia itu rondo koyo, jadi pantaslah kalau di incar maling ‘Iya bu tapi dia itu janda kaya, jadi pantaslah kalau di incar maling” Ibu 2 : Iya tapi kan kasihan juga bu kalau begitu

Pada kalimat (1) di atas terdapat campur kode dalam bentuk frasa dimana wingi mbengi ‘kemarin malam’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Pada kalimat (2) di atas terdapat campur kode dalam bentuk frasa dimana wes rondo

‘sudah janda’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Pada kalimat (3) di atas terdapat campur kode dalam bentuk frasa dimana rondo koyo ‘janda kaya’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Jadi, pada kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di ata dalam bentuk frasa.

(19)

Campur kode yang berupa penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata ulang pada tuturan antara ibu yang sedang bertanya kepada Dwi anak tetangganya.

4.1.3.1 Kata Ulang Semu

Kata ulang semu adalah kata dasar yang berupa kata ulang.

Konteks : peristiwa tutur pada ibu yang bertanya tentang anaknya kepada Dwi

Ibu (1) : Kemana semua ini bocah-bocah yang disini tadi Dwi? ‘kemana semua ini anak-anak yang disini tadi Dwi?’ Dwi (2) : Mungkin sudah pergi dolan-dolan Bu.

‘mungkin sudah pergi jalan-jalan Bu.’

Ibu (3) : Oh ya mungkin lah, bandel-bandel sekali orang itu. ‘oh ya mungkin lah, bandal-bandal sekali orang itu’ Dwi (4) : Ya jenenge juga bocah-bocah Bu.

‘ya namanya juga anak-anak Bu’ Ibu : Emm, ya sudah makasi ya Dwi.

Pada kalimat (1) di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata

bocah-bocah‘anak-anak’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat di atas lalu menyatu dengan kalimat yang diisipinya. Campur kode pada data (1) ini adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata dalam kalimat bahasa Indonesia.

Pada kalimat (2) di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengualangan kata

dolan‘main-main’ berasal dari bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Campur kode pada data (1) ini merupakan campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata dalam kalimat bahasa Indonesia.

Pada kalimat (3) di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengualangan kata

(20)

(inner code-mixing), sebab kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia sehingga terjadi campur kode pengulangan kata dalam kalimat bahasa Indonesia.

Jadi, pada kalimat 1,2 dan 3 telah terjadi penyisipn bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk pengulangan kata.

4.1.3.2 Kata Ulang Dwilingga

Kata ulang perubahan (Dwilingga) adalah pengulangan kata dasar dengan perubahan. Data 1

Konteks : Pak Anto bertanya kepada anaknya.

Pak Anto (1) : Kenapa kamu Din kok mondar-mandir dari tadi? ‘kenapa kamu Din kok bolak-balik dari tadi?’

Dina (2) : Iya pak lagi nunggu tukang rujak yang enggak teko-teko. ‘iya pak lagi nunggu tukang rujak yang enggak datang-datang.’ Pak Anto : Oh bapak kira ngapain.

Data (1) di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dimana mondar-mandir ‘bolak-balik’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Data (2) di atas terjadi campur kode dalam bentuk pengulangan kata dimana teko-teko

‘datang-datang’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut.

Pada kalimat 1 dan 2 di atas merupakan campur kode dalam bentuk pengulangan kata. Adapun jeni campur kode ini ialah campur kode ke dalam (inner ), karena dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia.

Data 2

Konteks : Percakapan antara Ayu dan Mela.

(21)

Ayu : Mau kemana Mel?

Mela (2) : Nggolek-nggolek baju di Pajak Melati. ‘Nyari-nyari baju di Pajak Melati’

Ayu (3) : Terus bocah-bocah ini cemana? (sambil menunjuk adik-adiknya). ‘Terus anak-anak ini cemana?

Mela : Antar aja sama mamanya.

Ayu : Yaudah ayoklah kita anatar dulu.

Dalam kalimat (1) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata

Dolan-dolan ‘jalan-jalan’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam kalimat (2) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata

nggolek-nggolek ‘nyari-nyari’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam kalimat (3) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata

bocah-bocah ‘anak-anak’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Jadi, kalimat 1,2, dan 3 telah terjadi penyisipan bahasa Jawa pada kalimat-kalimat di atas dalam bentuk pengulangan kata.

4.1.3.3 Kata Ulang Dwipurwa

(22)

Konteks : Seorang ibu yang sedang bercerita.

Ibu (1) : Semalam aku lihat tonggomu di Stasiun Kereta Api. ‘semalam aku lihat tetanggamu di Stasiun Kereta Api.’ Ibu 2 (2) : Tonggo yang mana?

‘tetangga yang mana?’

Ibu : Yang tinggal di sebelah rumahnya bu sari.

Ibu 2 (3) : Oh, bu Tika? Pantasan jam 6 pagi tadi ada Lanangan yang jemput diabu. ‘oh bu Tika? Pantasan jam 6 pagi tadi ada laki-laki yang jemput dia bu.’ Ibu : Kira-kira mau kemana bu Tika ya bu?

Ibu 2 : Tidak tahu bu.

Dalam kalimat (1) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata

Tonggomu ‘tetanggamu’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebb campur kode yang digunakan adalah campu kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam kalimat (2) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata

Tonggo ‘tetangga’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

Dalam kalimat (3) di atas terdapat campur kode dalam bentuk pengulangan kata

Lelaki ‘laiki-laki’ berasal dari bahasa daerah menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas. Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab campur kode yang digunakan adalah campur kode bahasa Jawa yang menyisip ke dalam bahasa Indonesia.

(23)

4.2 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode dalam Peristiwa Tuturan antara Masyarakat

Dalam menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya campur kode pada peristiwa tuturan antar masyarakat di Desa Kedai Durian Delitua baik itu di dalam transaksi jual dan beli, bertutur sapa sampai berberita antar masyarakat, penelian ini menggunakan konsep tutur. Penutur dalam transaksi jual dan beli barang, dalam melakukan campur kode dari kode yang satu ke kode yang lain, pastilah memiliki maksud dan sebab-sebab tertentu. Adapun maksud dan sebab-sebab tersebut adalah:

a. Ingin Menjelaskan Sesuatu/Maksud tertentu

Seseorang yang ingin menjelaskan suatu maksud tertentu dalam percakapan sehari-hari dapat mengakibatkan peristiwa campur kode yang menandai sikap dan hubungan dengan orang lain. Untuk dapat memberikan penjelasan kepada seseorang, perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur agar mempermudah penafsiran suatu bahasa.

Berikut adalah peristiwa tutur yang mengandung campur kode untuk menjelaskan suatu maksud tertentu:

Data 1

Adik : kenapa kakak kok kelihatannya tidak bersemangat kak? Kakak (1) : iya dek, kakak itu nelongso sekali.

‘iya dek, kakak lagi sedih dan susah sekali.

Dalam kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan maksud tertentu dimana nelongso ‘sedih dan susah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.

(24)

menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur. Data 2

Irma : kenapa dengan anak itu bu?

Ibu Ayu (1) : anak itu duwor ati jadi banyak yang tidak suka sama dia Ma, ‘anak itu tinggi hati maksudnya, jadi banyak yang tidak suka Ma.’

Dalam kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan maksud tertentu dimana duwur ati ‘tinggi hati maksudnya orang yang sombong, bangga, dan megah’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.

Jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab dalam kalimat tersebut menggunakan bahasa Jawa menyisip pada bahasa Indonesia tersebut untuk menjelaskan suatu maksud tertentu. Campur kode juga menandai sikap dan hubungan dengan orang lain agar dapat memberikan penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur.

Data 3

Ana : kenapa dipukul anaknya bu? Ibu nisa (1) : iya ini dablek sekali dia Na.

‘iya ini susah di bilangi sekali dia Na.’

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan maksud tertentu dimana dablek ‘susah di bilangi’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.

(25)

penjelasan kepada orang lain perlu dipergunakan bahasa lain dari bahasa dasar yang dipergunakan oleh penutur.

b. Adanya pengaruh pihak kedua

Adanya pengaruh pihak kedua atau lawan tutur yang sama-sama menguasai dua bahasa yang juga dikuasai penutur menyebabkan penutur untuk mencampur dua bahasa yang dikuasainya. Dalam hal ini penutur dan lawan tutur sama-sama mengerti dengan adanya pencampuran dua bahasa.

Ibu Pipit : Bu dina, nanti saya mau ambil pesanan saya ya? Ibu Dina (1) : Iya Bu, ambil lah ojo lali tapi ya uang mukanya.

‘iya Bu, tpi jangan lupa ya uang mukanya.’ Ibu Pipit (2) : Iya Bu, sudah tak siapke kok.

‘iya Bu, sudah sya siapkan kok.’ Ibu Dina : Emm iya Bu

Pada kalimat (1) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjelaskan maksud tertentu dimana ojo lali ‘jangan lupa’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.

Pada contoh (1) di atas jenis campur kode yang digunakan adalah campur kode ke dalam (inner code-mixing), sebab dalam kalimat di atas menggunakan bahasa Jawa yang menyisip pada kalimat bahasa Indonesia tersebut.

c. Ingin Menjalin keakraban

Untuk menjalin keakraban, sangat penting dalam melakukan tuturan pada orang lain, maka penutur (masyarakat) sesekali mencampur kode bahasanya dengan bahasa lain.

Konteks : Peristiwa tuturan penjual jilbab dan pembeli

Pembeli : Yang ini jilbabnya berapa kak? Penjual : Tiga puluh lima dek

(26)

‘mau ambil berapa dek? Pembeli : Satu aja sih kak

Penjual (3) : Yo wes, tiga puluh lah ambil ya dek harga langganan. ‘yaudh, tiga puluh lah ambil ya dek harga langganan.’ Pembeli : Yaudah kak.

Dari kalimat (1) di atas terjadi campur kode untuk menjalin keakraban dimana meneh

‘lagi’ yang berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia tersebut. Pada kalimat (2) di atas terjadi campur kode dengan tujun untuk menjalin keakraban dimana arek jukuk ‘mau ambil’ berasal dari bahasa Jawa menyisip ke dalam kalimat bahasa Indonesia di atas.

(27)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Bentuk-bentuk campur kode di Desa Kedai Durian Delitua terdiri atas 3 yaitu: a. Bentuk campur kode berupa penyisipan kata

b. Bentuk campur kode penyisipan berupa frasa

c. Bentuk campur kode berupa penyisipan pengulangan kata

Bentuk campur kode berupa penyisipan pengulangan kata di desa ini di temukan tiga kata ulang yang sering di pergunakan olah masyarakat yaitu : 1) Kata Ulang Semu, 2) Kata Ulang Dwilingga, dan 3) Kata Ulang Dwipurwa.

Dalam bentuk-bentuk campur kode penyisipan baik penyisipan kata, frasa, dan pengulangan kata, data yang lebih banyak di dapat adalah data pada penyisipan kata karena masyarakat setempat sering mencampurkan bahasa itu menurut penyisipan kata dari pada penyisipan kata lain.

Berdasarkan penelitian di Desa Kedai Durian Delitua ini, peneliti tidak menemukan faktor campur kode menurut teori Chaer, peneliti hanya menemukan beberapa faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode yang terdapat pada tuturan sehari-hari di Desa Kedai Durian Delitua yaitu:

a. Ingin menjelaskan sesuatu/maksud tertentu. b. Adanya pengaruh pihak kedua

(28)

5.2 Saran

Berkenan dengan penelitian bentuk-bentuk campur kode pada tuturan sehari-hari di Desa Kedai Durian Delitua perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan rancangan yang berbeda dan jug data yang berbeda. Hal ini penting dilakukan untuk memperoleh analisis yang lebih lengkap sehingga ditemukan hasil analisis yang bervariasi. Peneliti juga menyarankan kepada para penulis yang ingin menulis agar menggunakan kata-kata dalam bahasa Indonesia yang baik, hal ini penting agar kelestarian bahasa Indonesia dapat terjaga dan berkembang dengan baik.

Dengan demikian diharapkan semoga hasil penelitian ini berguna bagi setiap

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun sebenarnya lebih ekonomis jenis SA-283, namun karena suhu dan tekanan operasi yang digunakan cukup tinggi, sehingga memerlukan tebal plate yang cukup besar, maka tidak

Dalam Perda Nomor 13 Tahun 2009 sebagai peraturan yang mengatur peralihan status badan usaha PD Flobamor menjadi PT dalam Pasal 6 telah mengatur bahwa dalam

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini adalah Asosiasi merek berdasarkan fungsi merek (jaminan, identifikasi personal, identifikasi

konsumenmakanan/minuman dapat mengetahui apakah barang tersebut masih layak dikonsumsi atau tidak hal ini tertera dalam ketentuan Kadaluarsa menurut Undang- Undang Nomor 8 Tahun

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Produk Makanan dan Minuman yang Tidak Berlabel Halal. Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Untuk menentukan apakah uang kertas tersebut asli atau palsu maka ditetapkan sebuah konstanta (up = 12000000 ) nilai dasar kemiripan / matching yang pas dengan uang asli,

Kalau pun terjadi sedikit pergeseran di Baduy Luar, namun Suku Baduy secara keseluruhan masih kuat mempertahankan budaya atau adat istiadat di era digital saat ini, karena

Horizontal shores (also known as joists) range from small units 1,8 m, to large members 9,0 m, used to carry much heavier loads, usually manufactured from wood or