BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
2.1.1. Defenisi dan Karakteristik UKM
Usaha-usaha yang ada di masyarakat dapat dikelompokkan menurut UU no.20 tahun 2008 ini ke dalam usaha mikro, kecil, menengah, dan besar, serta kesemuanya disebut sebagai dunia usaha. Dunia usaha sesuai undang-undang ini diartikan sebagai usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Usaha mikro, kecil dan menengah ini mampu mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, meningkatkan pendapatan rakyat, membuka peluang lapangan pekerjan, dan mengupayakan pengentasan kemiskinan.
Defenisi dan karakteristik dari berbagai usaha dilihat dari kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan sesuai dengan UU No. 20 tahun 2008 (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:21-22) sebagai berikut: 1. Usaha mikro merupakan usaha produktif milik orang perorangan
dan/ atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil penjualan tahunan usaha mikro paling banyak Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
perorangan yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar. Kriteria usaha kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) - Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha kecil memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) - Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
3. Usaha menengah merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian langsung, maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau besar. Jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) – Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus ribu rupiah) – Rp 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah).
Tabel 2.1
Karakteristik Dunia Usaha Sesuai UU No. 20 tahun 2008
Usaha Mikro Rp 50.000.000 (lima puluh juta (lima ratus juta rupiah
Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)
2.1.2. Faktor Yang Mempengaruhi UKM
Menurut Tambunan (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:32) membagi faktor penentu keberhasilan usaha ke dalam faktor Internal dan faktor eksternal:
1. Faktor Internal Terdiri dari: a. Kualitas SDM
b. Penguasaan teknologi c. Struktur organisasi d. Sistem manajemen e. Partispasi
f. Kultur budaya bisnis g. Kekuatan modal
h. Jaringan bisnis dengan pihak luar dan i. Tingkat kewirausahaan
Faktor internal merupakan faktor yang paling mempengaruhi keberhasilan usaha. Tujuan perusahaan akan dapat tercapai apabila perusahaan tersebut dikelola dengan manajemen yang baik. Manajemen yang baik dalam sebuah perusahaan hanya dapat terwujud apabila perusahaan tersebut dipimpin oleh seorang pimpinan yang memiliki kemampuan manajerial.
2. Faktor Eksternal
1) Kebijakan ekonomi 2) Birokrat
3) Politik dan
4) Tingkat demokrasi
b. Faktor non-pemerintah, yakni: 1) Sistem perekonomian
2) Sosiokultur budaya masyarakat
3) Sistem perburuhan dan kondisi perburuhan 4) Kondisi infrastruktur
2.2. Kapabilitas Inovasi
2.2.1. Kapabilitas
Kapabilitas pada dasarnya menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan sumber-sumber dayanya, baik tangible
maupun intangible untuk menghasilkan produk berupa barang atau jasa. Menurut Saparuddin (Adithya, 2013:2) kapabilitas dapat diartikan sebagai kapasitas perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang diintegrasikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kapabilitas baru ada bila sumber-sumber daya itu telah dapat diintegrasikan sesuai tujuannya, untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu, atau sejumlah tugas yang diharapkan. Sehingga dengan demikian kapabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memanfaatkan atau mengeksploitasi sumber-sumber dayanya (Assauri, 2013:54).
Terdapat empat defenisi kapabilitas yang dikemukakan oleh Leonard Barton (Kusuma Sari, 2014:46) yaitu:
1. Dimensi pengetahuan dan keterampilan
2. Pengetahuan dan keterampilan yang paling melekat dengan sistem teknis
3. Proses penciptaan pengetahuan dan control yang dipandu oleh sistem manajerial
Kapabilitas harus diarahkan pada pertumbuhan dan pengembangan. Menurut Assauri (2013:54) terdapat beberapa kapabilitas berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Kapabilitas pemasaran, 2. Kapabilitas manufaktur,
3. Kapabilitas memanaje sumber daya manusia.
Kapabilitas sangat penting dalam membangun keunggulan bersaing, sehingga dengan demikian kapabilitas harus didasarkan pada pengembangan dan dapat melaksanakan kegiatan, serta melakukan pertukaran informasi dan pengetahuan melalui Sumber Daya Manusia (SDM) perusahaan. Dasar atau fondasi yang penting dari kapabilitas adalah terletak pada keunikan dari keterampilan atau skills dan
knowledge dari sumber daya manusia yang ada di perusahaan, serta keahlian fungsional.
2.2.2. Defenisi Inovasi
Inovasi biasanya mengacu pada kata sifat seperti: memperbaharui, mengubah, atau membuat proses maupun produk, serta cara dalam melakukan sesuatu sehingga jadi lebih efektif (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:41). Setiap orang bisa memiliki defenisi inovasi yang berbeda-beda tergantung pada konteks dan sudut pandangnya. Defenisi inovasi menurut beberapa ahli:
dan output, serta dapat memberikan manfaat dalam kehidupan manusia.
2. Menurut Oslo (Dhewanto Wawan, dkk,. 2015:42) berpendapat bahwa inovasi adalah perwujudan atau implementasi dari produk (barang atau jasa) maupun proses baru atau yang mengalami peningkatan secara signifikan, metode pemasaran baru, atau metode praktek bisnis baru bagi suatu organisasi, organisasi di tempat kerja atau hubungan eksternal.
3. Menurut Australian Institute for Commercialization (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:42) inovasi merupakan suatu proses yang dinamis di mana adaptasi diperlukan untuk menghadapi perubahan dalam sumber daya, teknologi atau ekonomi atau bahkan perubahan dalam ekspektasi perusahaan untuk inovasi.
4. Menurut De Meyer dan Grag (Pasaribu, Manerep., 2016:198) yang dimaksud inovasi adalah introduksi dari sebuah new technologi yang berhasil secara ekonomi atau kombinasi baru dari teknologi yang ada untuk menciptakan perubahan drastis dalam hal value atau price relationship yang ditawarkan kepada customer atau user.
sumber daya yang telah ada dengan meningkatkan potensi untuk menciptakan kekayaan.
2.2.3. Klasifikasi Inovasi pada Usaha (The Type)
Oslo Manual (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:46) memaparkan beberapa klasifikasi inovasi pada usaha:
1. Inovasi Produk
Inovasi jenis ini mengarah pada pengenalan barang dan jasa yang baru atau mengalami peningkatan secara signifikan dalam penggunaannya termasuk: spesifikasi teknis, komponen dan bahan, sofware atau karakteristik lain yang tertanam di dalamnya. Peningkatan yang terjadi juga bisa termasuk pengetahuan atau teknologi baru, atau bahkan kombinasi dari pengetahuan dan teknologi yang ada.
2. Inovasi Proses
3. Inovasi Pemasaran
Inovasi pemasaran adalah implementasi dari metode pemasaran baru yang melibatkan perubahan signifikan dalam desain produk atau kemasan, penempatan produk, promosi produk atau harga. Inovasi pemasaran ditujukan untuk menangani kebutuhan pelanggan yang lebih baik, membuka pasar baru, atau baru memposisikan produk perusahaan di pasar, dengan tujuan untuk meningkatkan penjualan perusahaan.
4. Inovasi Organisasi
Inovasi organisasi adalah implementasi dari sebuah metode organisasi baru dalam praktik bisnis perusahaan, organisasi kerja atau hubungan eksternal. Inovasi organisasi dapat dimaksudkan untuk meningkatkan suatu kinerja perusahaan dengan mengurangi biaya administrasi atau biaya transaksi, meningkatkan kepuasan kerja (dan dengan demikian produktivitas tenaga kerja meningkat), mendapatkan akses non-tradable assets (seperti pengetahuan eksternal yang tidak dapat dikodifikasi) atau mengurangi biaya persediaan.
2.2.4. Manfaat Inovasi
Inovasi bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi yang ditunjang oleh sektor usaha kecil dan mikro, seperti berikut dijelaskan Boundless Com (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:55):
2. Terjadinya peningkatan kualitas tenaga kerja (dibandingkan kuantitasnya).
3. Mendorong pemerintah dan institusi lainnya dalam menyediakan infrastruktur yang menunjang usaha.
4. Penggunaan sumber daya yang tersedia dengan lebih efektif.
5. Meningkatkan kinerja maupun keuntungan finansial suatu usaha yang pada akhirnya berimbas kepada kenaikan pendapatan negara. 6. Mendorong lahirnya inovasi-inovasi lainnya yang skalanya lebih
besar (teknik baru, teknologi baru, pengetahuan baru) sehingga dampaknya pun akan lebih besar.
2.2.5. Sumber Inovasi
Menurut Peter F. Drucker (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:63-66) terdapat 7 klasifikasi peluang yang dapat menjadi sumber inovasi, yaitu:
1. The Unexpected – hal yang tidak terduga, yang bisa berarti
keberhasilan yang tak terduga, kegagalan yang tak terduga, bahkan kejadian-kejadian diluar yang tak terduga. Lingkungan bisnis atau usaha yang dinamis mengharuskan anda untuk siap atas apapun yang akan terjadi kelak.
2. Incongruities – ketidaksesuaian antara realitas yang sebenarnya terjadi dengan realitas yang diasumsikan atau “seharusnya terjadi”. Salah satu tempat terbaik atau sumber untuk mencari ketidaksesuaian ialah ada dalam pelanggan/ konsumen anda sendiri.
3. Process Needs – inovasi juga bisa bersumber dari adanya kebutuhan
kurang/ lemah, atau menyediakan link yang hilang. Kebutuhan adalah awal mula dari penemuan.
4. Industry and Market Structure – perubahan yang terjadi pada
struktur industri maupun struktur pasar yang menangkap ketidaksiapan orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Struktur industri dan pasar mungkin menawarkan berbagai kesempatan untuk berbagai jenis layanan baru.
5. Demographics – perubahan yag terjadi dalam ukuran populasi, usia,
komposisi, tingkat pendidikan, pekerjaan status, atau pendapatan. Menggabungkan data demografi dengan segmentasi dan targeting
adalah metode yang tepat dalam memenuhi keinginan target pasar.
6. Changes in Perception – diibaratkan seperti ketika pelanggan
melihat gelas yang berisi air setengahnya, apakah dia melihat gelas tersebut sebagai setengah kosong atau setengah penuh.
7. New Knowledge – pengetahuan baru bukan hanya terobosan secara teknis atau ilmiah saja, tetapi lebih ke penggunan pengetahuan ini untuk menciptakan sebuah produk atau jasa baru yang inovatif. Last but not least, pengetahuan baru telah menghasilkan banyak peluang untuk produk baru.
Menurut Adams, K. (Dhewanto Wawan, dkk., 2015: 66) ada lima elemen penting yang dapat menjadi sumber kreativitas yang jika dikembangkan dapat menjadi inovasi, seperti:
1. Knowledge – pengetahuan: seberapa luas maupun dalam
sumber yang dikemukakan oleh Drucker (1985) tentang pengetahuan baru. Pengetahuan yang dimaksud disini mencakup yang baru atau lama alias sudah dimiliki sebelumnya. Pengetahuan yang dimiliki juga biasanya berhubungan dengan proses pembelajaran yang dialami seseorang.
2. Thingking – kemampuan berpikir dalam menggabungkan beberapa
elemen yang berbeda sehingga bisa menghasilkan ide yang baru juga inovatif.
3. Personal Motivation – motivasi yang dimiliki seseorang ditunjang dengan passion di bidang yang diminati ditambah dengan kepercayaan diri yang dimiliki setiap inovasi yang lahir tentunya memiliki alasan tersendiri bagi penemunya. Semakin dalam alasan yang dimiliki maka biasanya semakin gigih dalam menemukan ide-ide inovatif yang bisa dirubah menjadi inovasi dan tidak akan berhenti untuk melakukan inovasi berikutnya.
4. Environment – lingkungan yang mendukung atau kondusif agar ide bisa dikeluarkan tanpa merasa tertekan, terawasi dan kondisi tidak menyenangkan lainnya. Lingkungan juga merupakan sumber inovasi yang bisa digali lebih dalam karena di dalam lingkungan terdapat berbagai elemen yang saling berinteraksi.
5. An Explicit Decision – keputusan untuk menjadi kreatif maupun
Menurut Small Business (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:68). Terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sebagai sumber inovasi dalam konteks bisnis, yaitu:
1. Karyawan
2. Konsumen/ pelanggan 3. Pesaing
2.2.6. Tahapan Proses Inovasi
Berikut adalah tahapan proses inovasi berdasarkan Baumgartner (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:74):
1. Mulailah dari suatu permasalahan
2. Ubahlah masalah menjadi suatu tantangan
3. Tantanglah rekan untuk memberi solusi yang kreatif
4. Berkolaborasilah dalam menciptakan/ me-regenerate ide-ide 5. Kombinasikan dan evaluasilah ide-ide
6. Kembangkanlah ide-ide 7. Realisasikan ide-ide
2.2.7. Percepatan Inovasi dalam Usaha
Berikut beberapa strategi yang dapat anda coba dalam rangka meningkatkan atau mempercepat inovasi pada usaha kecil dan mikro anda menurut Brooks, S dan Sloanne, P (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:56):
1. Terhubunglah atau buatlah koneksi dengan cara yang baru 2. Tonjolkan eksistensi branding/ merek usaha anda
4. Libatkan pekerja
5. Miliki visi untuk perubahan
6. Lawan ketakutan akan perubahan akan perubahan dan kegagalan 7. Miliki skema saran dinamis
8. Kolaborasi
Menurut (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:33) usaha kecil dan mikro yang inovatif berperan sangat penting terhadap perekonomian Indonesia karena:
1. Memperluas lapangan kerja
2. Memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat 3. Berperan dalam proses pemerataaan dan peningkatan pendapatan
masyarakat
4. Mendorong pertumbuhan ekonomi 5. Mewujudkan stabilitas nasional
2.2.8. Defenisi Kapabilitas Inovasi
Kunci utama dari kesuksesan sebuah produk di pasar adalah
perpetual dan pervasive innovation. Perpetual berarti inovasi yang berlangsung secara terus menerus tanpa batas waktu, sedangkan
Terziovski (Nugroho, Rizki Adithya, dkk., 2013) mengatakan kapabilitas inovasi menyediakan potensi bagi munculnya suatu inovasi yang efektif. Pendapat lain Bell (Nugroho, Rizki Adithya, dkk., 2013)
innovation capabilites merupakan kapabilitas yang diperlukan untuk menciptakan, mengembangkan, dan mengimplementasikan konfigurasi teknologi produk dan proses baru dan mengimplementasikan perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan teknologi yang sudah digunakan.
2.2.9. Faktor-Faktor Penentu Kapabilitas Inovasi
(Siyamtinah, dkk,. 2011:252) menyebutkan ada beberapa faktor pendukung dalam membangun kapabilitas inovasi suatu perusahaan, yaitu:
1. Kapabilitas sumber daya manusia, yaitu kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola organisasi. Sumber daya manusia yang
relative memadai, memiliki pembagian tugas serta kerja yang tepat. Dapat didukung dengan pengadaan pelatihan secara bertahap.
2. Penggunaan teknologi, kemampuan pelaku usaha dalam penggunaan teknologi sebagai sarana pendukunng dalam pengembangan usaha, bahkan menjadi sumber inspirasi dalam melakukan inovasi produk. 3. Interaksi dengan pihak luar, pelaku usaha harus memiliki interaksi
4. Kapabilitas pemasaran, kemampuan perusahaan untuk mengembangkan berbagai aspek yang terkait dengan pemasaran produk, meliputi: jaringan distribusi dan promosi.
5. Riset dan Pengembangan, diyakini sebagai faktor yang berperan besar dalam meningkatkan kemampuan inovasi suatu perusahaan. 6. Kapabilitas produksi dan operasi, yaitu kemampuan suatu organisasi
2.3. Perbaikan Produk
Gustafson dan Johnson (Dhewanto Wawan, dkk,. 2015:131)
mendefenisikan service product sebagai sebuah aktifitas timbal-baik (interaksi) dari orang-ke-orang (person-to-person) antara konsumen dan perusahaan.
2.3.1. Defenisi Produk
Terdapat beberapa defenisi produk yang dikemukakan oleh para pakar, yaitu:
1. (Assauri, 2016:98)
Produk adalah sesuatu yang memberi manfaat bagi yang memiliki atau menggunakannya, yang dapat berupa barang atau jasa, ataupun informasi dan gagasan.
2. (Abdullah dan Francis, 2016:153)
Mendefenisikan produk dalam 2 (dua) pengertian dasar, yaitu: a. Pengertian sempit:
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikomsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup lebih dari sekedar barang berwujud (dapat dideteksi panca indera).
b. Pengertian luas:
kepuasan yang dijual, seperti gunting rambut, penyiapan pajak, dan perbaikan rumah.
3. (Manap, 2016:255)
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan di pasar, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, yang terdiri atas barang jasa, pengalaman, events, orang, tempat, kepemilikan, organisasi, informasi dan ide.
4. (Tjiptono, 2016:176)
Produk mencakup segala sesuatu yang memberikan nilai (value) untuk memuaskan kebutuhan atau kinginan, seperti barang fisik (seperti tas, kacamata, sepeda motor, kulkas, smartphone), jasa (pendidikan, kesehatan, transportasi, restoran, asuransi), event
(konser musik, kompetisi sepak bola), pengalaman (Dunia Fantasi,
Sea World, Legoland), orang atau pribadi (calon wakil rakyat, artis, olahragawan/wati), tempat (negara, kota, obyek wisata), properti (real estate, saham, obligasi), organisasi (partai politik, ikatan alumni, asosiasi profesi, pecinta alam, PBB, Green Peace) informasi (bursa efek, search engines) dan ide (Keluarga Berencana di Indonesia, konsep atau model bisnis). Jadi, produk bisa berupa manfaat tangible maupun intangible yang brpotensi memuaskan pelanggan.
2.3.2. Tingkat Perencanaan Produk
a. Produk inti, yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan: apa yang sebenarnya dibeli oleh pembeli? Produk inti terdiri dari jasa untuk memecahkan masalah atau manfaat inti yang dicari konsumen ketika membeli sebuah produk.
b. Produk aktual, produk aktual mempunyai lima macam karakteristik, yaitu tingkat mutu, sifat, desain, nama merek dan kemasan.
c. Produk tambahan, perencanaan produk harus menyusun produk tambahan di sekitar produk inti dan produk aktual dengan menawarkan servis dan manfaat bagi konsumen.
d. Konsumen cenderung melihat produk sebagai kumpulan manfaat kompleks yang memuaskan kebutuhannya. Dalam pengembangan maupun perbaikan produk, pemasar harus mengidentifikasi inti kebutuhan konsumen yang akan dipuaskan oleh produk yang ditawarkan. Kemudian pemasar harus memikirkan untuk merancang produk aktual dan menentukan produk tambahan agar pemasar dapat memberikan tingkat kepuasan yang maksimal bagi konsumen.
2.3.3. Klasifikasi Produk
Menurut (Abdullah dan Francis, 2016:155-159) dalam mengembangkan strategi pemasaran untuk produk dan jasa, pemasar mengembangkan beberapa klasifikasi produk.
1. Produk Konsumen
mempunyai perbedaan dalam cara konsumen membelinya, oleh karena itu setiap produk berbeda dalam cara pemasarannya.
a. Produk sehari-hari, adalah produk dan jasa konsumen yang pembeliannya sering, seketika, hanya sedikit mebanding-bandingkan, dan usaha membelinya minimal. Biasanya harga poduk rendah dan tempat penjualannya tersebar luas. Contoh: sabun dan permen. Produk sehari-hari dapat dibagi lebih lanjut menjadi;
1) Produk kebutuhan pokok, dibeli konsumen secara teratur, seperti sabun dan makanan pokok.
2) Produk impuls, dibeli konsumen dengan sedikit perencanaan atau usaha untuk mencari. Seperti permen dan majalah yang ditempatkan di sebelah kasir di toko.
3) Produk keadaan darurat, dibeli ketika konsumen sedang membutuhkannya. Contohnya, payung disaat hujan lebat. b. Produk shopping, adalah produk konsumen yang lebih jarang
dibeli, sehingga pelanggan membandingkan dengan cermat kesesuaian, mutu, harga dan gayanya. Contohnya, pakaian dan mobil.
d. Produk yang tidak dicari, yaitu produk konsumen yang keberadaannya tidak diketahui oleh konsumen ataupun kalaupun diketahui biasanya tidak terpikir untuk membelinya. Contohnya, asuransi jiwa dan donor darah.
2. Produk Industri
Produk industri adalah barang yang dibeli untuk diproses lebih lanjut atau untuk dipergunakan dalam menjalankan bisnis. Jadi perbedaan antara produk konsumen dan produk industri didasarkan pada tujuan produk tersebut dibeli.
3. Mutu Produk
Mutu adalah salah satu alat yang penting bagi pemasaran untuk menempatkan posisi. Mutu mempunyai dua dimensi, yaitu tingkat dan konsistensi. Untuk mengembangkan produk, pemasar harus memilih tingkat mutu yang akan mendukung posisi produk di pasar sasaran. Jadi mutu produk merupakan kemampuan produk untuk melaksanakan fungsinya. Termasuk didalamnya keawetan, keandalan, ketepatan, kemudahan dipergunakan dan diperbaiki, serta atribut bernilai yang lain.
4. Sifat-sifat Produk
Suatu produk dapat ditawarkan dengan berbagai sifat. Sebuah
model “polos”, produk tanpa tambahan apapun merupakan titik
5. Rancangan Produk
Rancangan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan dengan gaya. Gaya hanya menguraikan tampilan produk. Gaya mungkin menarik dipandang atau menginspirasi kejemuan. Gaya yang sensasional mungkin menarik perhatian, tetapi tidak selalu membuat produk berkinerja lebih baik. Rancangan yang baik memberikan kontribusi pada kegunaan suatu produk di samping penampilannya. Rancagan yang baik harus memperhatikan, penampilan, produk yang mudah, aman, murah untuk dipergunakan dan di servis, serta sederhana dan ekonomis untuk dibuat dan didistribusikan.
2.3.4 Produk Individual
Menurut (Abdullah dan Francis, 2016:160-163) terdapat keputusan yang berhubungan dengan pengembangan dan pemasaran produk individual:
1. Atribut produk, mengembangkan suatu produk mencakup penetapan manfaat yang akan disampaikan produk. Manfaat ini dikomunikasikan dan disampaikan oleh atribut produk seperti mutu, sifat dan rancangan. Keputusan mengenai atribut ini amat mempengaruhi reaksi konsumen terhadap suatu produk.
pemasaran, merek dapat menyampaikan empat tingkat arti atribut, manfaat, nilai dan kepribadian.
3. Pengemasan, termasuk aktivitas merancang dan membuat wadah atau suatu pembungkus untuk suatu produk. Kemasan biasa mencakup wadah utama dari suatu produk, kemasan sekunder yang akan dibuang ketika produk akan digunakan, dan kemasan pengiriman yang diperlukan untuk menyimpan, mengenali, dan mengirimkan produk.
4. Pembuatan label, label bervariasi dari potongan kertas sederhana yang diikatkan pada produk sampai gambar grafik rumit yang merupakan bagian dari kemasan. Label mempunyai beberapa fungsi, dan penjual harus memutuskan mana yang akan digunakan. Sekurang-kurangnya, label mengidentifikasi produk atau merek. Label dapat menguraikan beberapa hal mengenai produk, siapa yang membuat, dimana dibuat, kapan dibuat, apa isinya, bagaimana sebaiknya digunakan dan bagaimana menggunakannya dengan aman. Akhirnya, label dapat mempromosikan produk dengan gambar menarik.
2.3.5. Inovasi Produk
dapat dilakukan pada barang tangible, namun juga dapat dilakukan pada barang yang intangible (berupa servis atau jasa), atau juga berupa kombinasi dari keduanya. Barang yang tangible biasanya sangat berpengaruh terhadap kehidupan penggunanya.
Kotler dan Amstrong (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:108-109) menyebutkan terdapat tiga atribut yang menempel pada inovasi produk yaitu:
1. Fitur produk
Varian produk dapat dianggap sebagai sebuah sarana atau alat yang kompetitif dan pembeda antara produk yang diciptakan oleh sebuah perusahaan dengan perusahaan pesaingnya. Fitur dari sebuah produk merupakan sebuah modal produk agar dapat bersaing untuk memenangkan perhatian konsumen. Fitur sebuah produk yang dimaksud adalah sesuatu yang unik, istimewa dan kekhasan yang dimiliki produk tersebut sebagai nilai jual tambahan. Karakteristik yang melekat dengan sempurna pada sebuah produk merupakan hasil dari pengembangan dan penyempurnaan secara terus-menerus.
2. Desain dan rancangan produk
memotong biaya produksi, desain juga dapat memberikan keunggulan bersaing.
3. Kualitas produk
Kualitas produk merupakan sebuah tingkatan dari produk yang mampu melakukan fungsi-fungsinya semaksimal mungkin. Fungsi yang dimaksud diantaranya adalah daya tahan produk, kehandalan dan ketelitian dari produk yang dihasilkan. Daya tahan mencerminkan umur ekonomis produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Kehandalan merupakan sebuah konsistensi dari kinerja yang dihasilkan atas produk tersebut di setiap pembeliannya. Dengan kata lain sebuah produk yang berkualitas merupakan produk yang terbebas dari kecatatan, memiliki kesesuaian kinerja dan konsistensi kemampuan yang sesuai dengan fungsinya.
2.3.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Ide dalam Inovasi
Produk
Beberapa aspek yang dapat mempengaruhi ide dalam inovasi produk ialah (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:105):
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi suatu kelompok.
2. Dinamika Lingkungan
2.3.7. Kerangka Pengembangan Inovasi Produk dan Strategi
Produk
Dr. Robert G. Cooper dan Scott Edgett (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:120) menyusun sebuah kerangka pengembangan inovasi produk dan strategi teknologi yang terdiri atas 5 aktivitas utama (Gambar 2.1):
Gambar 2.1
Kerangka Pengembangan Inovasi Produk dan Teknologi Strategi
Sumber: Cooper & Edgett (Dhewanto. et.al., 2015:121)
2.3.8. Siklus Kehidupan Produk
Tabel 2.2
Ciri Tahapan Siklus Kehidupan Usaha Produk
an an
Sumber: Manajemen Pemasaran. Assauri, 2014:291
2.3.9. Kegagalan dalam Inovasi Produk
Sebuah artikel berjudul “Introduction to Innovation” dalam
majalah Forbes dan situs Small Business Tool Kit (Dhewanto Wawan, dkk., 2015:119) menyebutkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegagalan dalam inovasi diantaranya adalah:
1. Menghalangi ide kreatif 2. Sibuk dengan rutinitas 3. Biaya yang mahal
4. Tidak memiliki arah dalam berinovasi
6. Konsumen tidak puas dengan hasil inovasi produk 7. Konsumen menemukan produk yang lebih baik
2.4. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, yaitu pengaruh kapabilitas inovasi terhadap perbaikan produk.
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Sumber: Data
Sumber: diolah penulis, 2016
2.5. Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian berkaitan dengan kapabilitas inovasi dan perbaikan produk, yaitu:
1. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Eko Yanuarto Rahab, Untung Kumorohadi Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal
Soedirman (2012) yang berjudul “Peran Kapabilitas Inovasi
Terhadap Perbaikan Produk Usaha Kecil Menengah (UKM) Dengan Tekanan Lingkungan dan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel
Moderasi (Studi pada UKM di Kabupaten Purbalingga)”. Hasil
penelitian membuktikan (1) Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa kapabilitas inovasi mempunyai pengaruh yang
Variabel Bebas
(X)
Variabel
positif terhadap perbaikan produk UKM, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing UKM dalam menciptakan inovasi mempengaruhi perbaikan produk yang dihasilkannya. (2) Hasil negatif yang didapat dari pengujian yang dilakukan terhadap variabel tekanan lingkungan mengindikasikan bahwa tekanan lingkungan sebagai variabel moderasi tidak mempengaruhi hubungan antara kapabilitas inovasi terhadap perbaikan produk. Hal ini berarti bahwa ketika tekanan lingkungan meningkat belum tentu mempengaruhi kemampuan berinovasi perusahaan yang memacu perbaikan produk yang juga meningkat. (3) Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan dalam memoderasi hubungan kapabilitas inovasi terhadap perbaikan produk. Pengujian menunjukkan hasil yang negatif, artinya ketika ukuran perusahaan meningkat belum tentu mempengaruhi kemampuan berinovasi perusahaan yang memacu perbaikan produk juga meningkat. Jadi, besar-kecilnya suatu ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap UKM di Kabupaten Purbalingga dalam meningkatkan kemampuan berinovasi perusahaan yang akan mendukung terhadap peningkatan kualitas produknya.
2. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rizky Aditya Nugroho,
Edy Wahyudi, dan Sri Wahyuni (2013) yang berjudul “Identifikasi
at /winongan, Pasuruan Region)”. Hasil penelitian membuktikan,
3. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siyamtinah, Heru Sulistyo,
Eny Rahmani (2011) yang berjudul “Model Peningkatan Kinerja
Melalui Kapabilitas Inovasi pada UKM di Semarang”. Penelitian ini
membuktikan, (1) Semakin baik usaha pengelolaan faktor internal yang dimiliki UKM, maka kapabilitas inovasi akan semakin meningkat. (2) Semakin baik usaha pengelolaan faktor eksternal UKM, maka kapabilitas inovasi akan semakin meningkat. (3) Meningkatnya kapabilitas inovasi akan berpengaruh pada meningkatnya kinerja UKM.
4. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sri Hartini (2012) yang
berjudul “Peran Inovasi: Pengembangan Kualitas Produk dan
Kinerja Bisnis”. Penelitian ini membuktikan, inovasi perusahaan
tidak mempengaruhi kinerja perusahaan secara langsung, tetapi berpengaruh signifikan terhadap kualitas produk. Jadi kualitas produk berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan.
5. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Made Virma Permana
(2013) yang berjudul “Peningkatan Kepuasan Pelanggan Melalui
Kualitas Produk dan Kualitas Layanan”. Penelitian ini membuktikan,