BADAN KETAHANAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN KETAHANAN PANGAN
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas izinNya Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 selesai disusun sesuai yang direncanakan. Laporan Kinerja ini disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban Kepala Badan Ketahanan Pangan kepada Menteri Pertanian atas pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015.
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah merupakan alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi dan transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Selain itu, laporan kinerja ini merupakan alat kendali dan alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi. Semua indikator sasaran yang ditargetkan dapat dicapai bahkan melebihi target yang ditetapkan, kecuali jumlah petugas pengawas keamanan pangan hanya mencapai 97,65 persen. Capaian kinerja tersebut merupakan dampak dari pelaksanaan program dan kegiatan tahun 2015 yang telah dilaksanakan Badan Ketahanan Pangan Pusat dan daerah, serta pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga ke tingkat lapang, baik institusi Pemerintah, Swasta, maupun Petani.
Dalam penyusunan laporan ini tentunya masih banyak kekurangan maupun kesalahan, sehingga kami berharap adanya saran, kritik dan masukan yang konstruktif guna menyempurnakan penyusunan laporan di waktu mendatang. Terima kasih kami sampaikan kepada berbagai pihak atas bantuannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta, Februari 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 disusun sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan dan kinerja yang dicapai oleh Badan Ketahanan Pangan selama tahun 2015. Dalam mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian melaksanakan tugas pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang ketahanan pangan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP), BKP juga ditetapkan secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian. DKP yang dibentuk diarahkan untuk memperkuat koordinasi peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu.
Berdasarkan Rencana Strategis Badan Ketahanan Pangan 2015 – 2019, Visi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian : ” Terwujudnya ketahanan pangan melalui penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal berlandaskan kedaulatan pangan dan kemandirian pangan”. Untuk mencapai visi
tersebut, maka disusun misi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian: (1) Meningkatkan ketersediaan pangan yang beragam berbasis sumber daya local; (2) Memantapkan penanganan kerawanan pangan; (3) Meningkatkan keterjangkauan pangan masyarakat untuk pangan pokok (4) Mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat berbasis sumber daya, kelembagaan dan budaya local; (5) Mewujudkan keamanan pangan segar.
Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) Tahun 2015 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan dicapai pada tahun 2015 sebagai berikut : (1) Skor PPH Ketersediaan sebesar 87,52; (2) Penurunan jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1 persen; (3) Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen sebesar diatas atau sama dengan HPP; (4) Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen sebesar dibawah 5 persen; (5) Konsumsi Energi sebesar 2.004 Kkal/Kap/hr; (6) Konsumsi protein sebesar 56,1 gram/kap/hr; (7) Skor PPH Konsumsi sebesar 56,1 gram/kap/hr; (8) Jumlah pengawas keamanan pangan segar yang tersertifikasi sebesar 81 org/thn.
Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya, serta dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan capaian indikator kinerja, keberhasilan yang telah dicapai sesuai dengan target bahkan melebihi target atau diatas 100 persen (sangat berhasil), kecuali jumlah petugas keamanan pangan yang tersertifikasi sebesar 97,65 persen (berhasil). Belum tercapainya target tersebut karena petugas keamanan pangan yang dilatih banyak yang tidak lulus.
rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan secara umum, sehingga menurunnya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga pangan daripada masalah ketersediaan; (2) konsumsi beras per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung meningkat; (3) teknologi pengolahan pangan lokal masih rendah; (4) kampanye dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) beras sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang murah; (6) kualitas konsumsi pangan masih rendah, kurang beragam dan masih didominasi pangan sumber karbohidrat; (7) terdapatnya konsep makan “belum makan kalau belum makan nasi” yang salah dalam masyarakat; (8) pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi, jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) bencana alam dan perubahan iklim yang sangat ekstrim.
Terkait dengan berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam kinerja pembangunan ketahanan pangan tahun 2015, maka dalam upaya peningkatan kinerja Badan Ketahanan Pangan ke depan diperlukan berbagai perbaikan dan inovasi antara lain: 1) Meningkatkan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan dalam upaya perwujudan ketahanan pangan; 2) Meningkatkan peranan eksekutif dan legislatif dalam penentuan kebijakan ketahanan pangan wilayah, serta peningkatan pemahaman daerah dalam pembangunan ketahanan pangan; 3) Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM Aparat khususnya dalam pengembangan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan; 4) Mensinkronkan kebijakan pembangunan ketahanan pangan pusat dan daerah melalui berbagai upaya pemberdayaan masyarakat; 5) Mengembangkan sistem kordinasi dan pembinaan dalam pemupukan cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat yang bersifat pokok sesuai pola pangan setempat, guna mengantisipasi terjadinya kasus rawan pangan kronis dan transien, serta mendukung stabilisasi harga pangan pokok; 6) Meningkatkan sosialisasi, advokasi, dan pembinaan bagi daerah dalam mengimplementasikan berbagai peraturan dan pedoman ketahanan pangan yang disusun di pusat.
Dalam mencapai target capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan perlu dukungan dari instansi lain baik lintas sektor maupun lingkup Kementerian Pertanian. Dukungan tersebut adalah : (1) peningkatan produksi tanaman khusus tanaman pangan selain padi; (2) peningkatan produksi dan budidaya hortikultura dan bimbingan teknis budi daya untuk kelompok wanita dalam pemanfaatan pekarangan; (3) pengembangan produk olahan sebagai bahan pangan pilihan pengganti beras dan terigu; (4) pelatihan bagi aparat, kelompok melalui penyuluh pertanian, serta penyuluhan di pedesaan; (5) teknologi tepat guna dalam optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan; serta (6) penyediaan benih unggul dan bersertifikat baik benih tanaman pangan dan hortikultura.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Ringkasan Eksekutif ... ii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel... vi
Daftar Grafik... viii
Daftar Lampiran... ix
Daftar Gambar... x
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Maksud dan Tujuan... 4
C. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi... 5
BAB II : PERENCANAAN KINERJA………... 7
A. Rencana Strategis…... 7
B. Perjanjian Kinerja…... 12
BAB III : AKUNTABILITAS KINERJA... 16
A. Capaian Kinerja Organisasi………... 16
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran... 18
C. Realisasi Anggaran……... 66
D. Dukungan Instansi Lain…... 70
BAB IV : PENUTUP... 71
A. Simpulan Umum... 71
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran BKP pada Renstra BKP
2015 – 2017... 7
Tabel 2 Target Indikator Kinerja P5rogram (IKP) BKP 2015 - 2019 ... 9
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan BKP Tahun 2015 - 2019 ... 10
Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015 Badan Ketahanan Pangan Awal ... 12
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015 Badan Ketahanan Pangan Sebelum Refocussing ... 13
Tabel 6. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015 Badan Ketahanan Pangan Sesudah Refocusing... 14
Tabel 7. Keselarasan Indikator Kinerja Renstra dengan Penetapan Kinerja.. 15
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 ... 17
Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein Serta Skor PPH.. 19
Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2011 – 2015 ... 22
Tabel 11. Angka Rawan Pangan Tahun 2011 Triwulan I 2015... 23
Tabel 12. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Desa/Kawasan
Mandiri Pangan Tahun 2011 – 2015 ... 26
Tabel 13. Perkembangan Harga GKP Tingkat Petani Tahun 2014 – 2015 ... 27
Tabel 14. Harga Gabah di Tingkat Produsen Tahun 2011 – 2015 ... ... 28
Tabel 15. Perkembangan Harga Beras Dalam Negeri Tingkat Grosis
2014 – 2015 ... 29
Tabel 16. Perkembangan Harga Beras Kualitas IR di PIBC Tahun
2014 – 2015 ... 30
Tabel 17. Perkembangan Harga Pangan Strategis Periode Oktober 2014 -
Tabel 18. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Tahun 2014 – 2015 ... 34
Tabel 19. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Periode 2010 – 2015... 34
Tabel 20. Perkembangan Bansos LDPM Tahap Penumbuhan, Perkembangan, Kemandirian, dan Pasca Mandiri Tahun 2010 – 2015... 35
Tabel 21. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012. Tingkat Gapoktan LDPM ... 36
Tabel 22. Data Perkembangan Cadangan Pangan Masyarakat Tahun 2015.. 39
Tabel 23. Realisasi dan Sisa Stok CBPD Tahun 2015...
..
42Tabel 24. Sasaran TTI tahun 2015 – 2019...
..
46Tabel 25. Progres Kegiatan Toko Tani Indonesia...
..
46Tabel 26. Perkembangan Target Konsumsi Energi tahun 2011 - 2015...
..
47Tabel 27. Perkembangan Target Konsumsi Protein tahun 2011 – 2015...
..
49Tabel 28. Perkembangan Skor PPH 2011 – 2015...
..
50Tabel 29. Perkembangan Pegawai Negeri Sipil Badan Ketahanan Pangan Tahun 2014–2015...
..
62Tabel 30. Komponen Indeks Penerapan Nilai-nilai Budaya Kkerja (IPNBK)...
..
...
63Tabel 31. Alokasi Anggaran Per Kegiatan Tahun 2015...
..
66Tabel 32. Alokasi Realisasi Anggaran Lingkup BKP pada TA. 2014 Setelah Refocusing...
..
67Tabel 33. Realisasi Penyerapan Anggaran BKP Pusat dan Daerah per Jenis Belanja pada TA. 2015...
..
67DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Kerawanan Pangan Berdasarkan Nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Tahun 2010-2014... 21
Grafik 2. Jumlah Realisasi dan Sisa Stok Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi
sampai bulan Oktober 2014... 36
Grafik 3. Data Pengembangan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi
Tahun 2014... 37
Grafik 4. Perbandingan Anggaran Kurang Efektif per Tahun dan per Kegiatan. 39
Grafik 5. Perbandingan Anggaran Kurang Efektif pada Kegiatan BKP……….... 40
Grafik 6. Perbandingan Anggaran Kurang Efisien per Tahun dan per Kegiatan. 40
Grafik 7. Perbandingan Anggaran Kurang Efisien per Kegiatan 2010 – 2014.... 41
Grafik 8. Perbandingan Anggaran Kurang Tertib per Tahun dan per Kegiatan.. 41
Grafik 9. Perbandingan Anggaran Kurang Tertib per Kegiatan 2010 –2014….. 42
Grafik 10. Perbandingan Tuntutan Ganti Rugi per Tahun dan per Kegiatan…... 42
Grafik 11. Perbandingan Tuntutan Ganti Rugi per Kegiatan 2010 –2014……... 43
Grafik 12. Hasil Pengujian Pangan segar yang TMS dari Residu Pestisida…... 48
Grafik 13. Realisasi Anggaran Dibandingkan dengan Renstra dan Pagu
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sruktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan ………... 61
Lampiran 2. Indikator Sasaran Program Renstra Tahun 2010 –2014 Awal……... 62
Lampiran 3. Indikator Sasaran Program Renstra Tahun 2010 –2014 Revisi.…... 63
Lampiran 4. Perkembangan Konsumsi Per Kelompok Pangan 2009 - 2014... 64
Lampiran 5. Perkembangan Konsumsi Per Komoditas Tingkat Nasional
Tahun 2010 - 2014……….….. 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kriteria Penerima Gapoktan...………... 44
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu program Kementerian Pertanian yang sedang digalakkan adalah
mewujudkan kedaulatan pangan, melalui program utama yaitu Swasembada
Pangan yang didukung oleh program lainnya. Untuk menuju kedaulatan pangan,
ketahanan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan
bangsa karena pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap manusia.Selain
itu, ketahanan pangan juga merupakan salah satu pilar ketahanan nasional suatu
bangsa, dan menunjukkan eksistensi kedaulatan bangsa. Terkait dengan hal
tersebut, ketahanan pangan tidak akan dapat terwujud dengan hanya melibatkan
satu komponen bangsa, tapi harus melibatkan seluruh komponen bangsa, baik
pemerintah maupun masyarakat, harus bersama-sama membangun ketahanan
pangan secara sinergi. Hal inilah yang kemudian dijabarkan dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang merumuskan ketahanan pangan sebagai “kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, halal, merata, dan terjangkau” dan ketahanan pangan merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Undang-undang tentang Pangan tersebut kemudian dijabarkan dalam berbagai Peraturan Pemerintah untuk
diimplementasikan dalam keputusan Pimpinan Pemerintah.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Pangan tersebut, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 memprioritaskan
peningkatan kedaulatan pangan sebagai salah satu sub agenda prioritas untuk
mewujudkan agenda pembangunan nasional yakni kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dalam rangka
meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan tersebut, maka kebijakan
umum dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan pada: (1) pemantapan ketahanan
(2) stabilisasi harga pangan; (3) perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi
masyarakat; (4) mitigasi gangguan terhadap ketahanan pangan; dan (5)
peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan.
Dalam rangka pemantapan ketahanan pangan, pada tahun 2015-2019
Kementerian Pertanian fokus pada peningkatan produksi pangan pokok strategis
yaitu: padi, jagung, kedelai, gula (tebu) dan daging sapi-kerbau serta komoditas
pertanian lainnya, untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri.
Pemantapan ketahanan pangan tersebut, berlandaskan kemandirian dan
kedaulatan pangan yang didukung oleh subsistem ketersediaan, distribusi dan
konsumsi pangan yang terintegrasi.
Dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang mantap dan berkesinambungan,
ada 3 (tiga) komponen pokok yang harus diperhatikan: (1) Ketersediaan pangan
yang cukup dan merata; (2) Keterjangkauan pangan yang efektif dan efisien; serta
(3) Konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman dan halal.Ketiga
komponen tersebut perlu diwujudkan sampai tingkat rumah tangga, dengan: (1)
Memanfaatkan potensi sumberdaya lokal yang beragam untuk peningkatan
ketersediaan pangan dengan teknologi spesifik lokasi dan ramah lingkungan; (2)
Mendorong masyarakat untuk mau dan mampu mengkonsumsi pangan yang
beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk kesehatan; (3) Mengembangkan
perdagangan pangan regional dan antar daerah, sehingga menjamin pasokan
pangan ke seluruh wilayah dan terjangkau oleh masyarakat dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); (4) Memanfaatkan pasar pangan
internasional secara bijaksana bagi pemenuhan konsumen yang beragam; serta
(5) Memberikan jaminan bagi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan
dalam mengakses pangan yang bersifat pokok.
Upaya memantapkan ketahanan pangan yang dilandasi kemandirian pangan,
masih menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan baik yang berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.Permasalahan tersebut antara lain: (1)
Pendapatan masyarakat masih rendah dibandingkan harga kebutuhan pangan
per kapita cenderung turun, tetapi konsumsi gandum (terigu) cenderung
meningkat; (3) Teknologi pengolahan pangan lokal masih kurang; (4) Kampanye
dan promosi penganekaragaman konsumsi pangan masih kurang; (5) Beras
sebagai komoditas superior ketersediaannya masih terjamin dengan harga yang
murah; (6)Kualitas konsumsi pangan masih rendah, kurang beragam dan masih
didominasi pangan sumber karbohidrat, serta masih rendahnya konsumsi protein
hewani, umbi-umbian, aneka kacang, serta sayur dan buah; (7) Masih
berkembangnya konsep makan“belum makan kalau belum makan nasi”; (8)
Pemanfaatan dan produksi sumber-sumber pangan lokal seperti aneka umbi,
jagung, dan sagu masih rendah; dan (9) Bencana alam dan perubahan iklim yang
sangat ekstrim.(10) Konversi lahan pertanian yang terus berlanjut; (11) Perluasan
lahan pertanian di luar Jawa masih terkendala kualitas tanah maupun kepemilikan
lahan di luar jawa; (12) Perubahan iklim dan cuaca yang mempengaruhi produksi
pangan; serta (13) Agribisnis pangan yang belum optimal sangat mempengaruhi
tingkat kesejahteraan petani. Sementara itu, situasi ekonomi dan perdagangan
bebas di dunia internasional, berpengaruh cukup kuat terhadap ketahanan
pangan di dalam negeri, terutama harga dan pasokan pangan yang begitu
dinamis mempengaruhi ketersediaan pangan di dalam negeri.
Untuk mengatasi permasalahan dan mewujudkan ketahanan pangan tersebut,
Badan Ketahanan Pangan (BKP) sebagai salah satu unit kerja Eselon I yang
memiliki tugas yaitu: "Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi
di bidang pemantapan ketahanan pangan",telah menjabarkan berbagai program dan kegiatan pembangunan ketahanan pangan.
Guna mengetahui kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan
ketahanan pangan tersebut selama tahun 2015, disusunlah Laporan Kinerja
Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015.Penyusunan Laporan Kinerja tersebut
didasarkan pada : (1) UU no 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara; (2)
Peraturan Presiden No 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah; (3)Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999;(4) Peraturan
Pemerintah;(5) Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; (5) Peraturan
Menteri Pertanian nomor 135 tahun 2013 tentang Pedoman Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) Kementerian Pertanian Tahun 2013; dan (6)
Permenpan Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Review Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah.
B. Maksud dan Tujuan
Laporan Kinerja tahun 2015 disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban kinerja
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian kepada Menteri Pertanian
selaku pimpinan tertinggi Kementerian Pertanian.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk : (1) Mengetahui sejauhmana kinerja
Badan Ketahanan Pangan tahun 2015; (2) Memenuhi kewajiban Badan Ketahanan
Pangan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selama tahun 2015; dan (3)
Sebagai salah satu bahan penyusunan laporan kinerja Kementerian Pertanian.
C. Tugas Fungsi dan Struktur Organisasi
Tugas BKP berdasarkan Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 yaitu:
"Melaksanakan pengkajian, pengembangan, dan koordinasi di bidang pemantapan ketahanan pangan".Dalam melaksanakan tugasnya, BKP menyelenggarakan fungsi:
1. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan,
dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan
penanggulangan kerawanan pangan;
2. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan,
3. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan,
dan pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan;
4. Pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan,
dan pengawasan keamanan pangan segar; serta
5. Pelaksanaan administrasi Badan Ketahanan Pangan.
Tugas BKP meliputi kegiatan di bidang: penyediaan pangan, distribusi pangan,
cadangan pangan, penganekaragaman pangan, serta pencegahan dan
penanggulangan masalah pangan dan gizi. Dalam melaksanakan tugas
sehari-hari, BKP didukung oleh empat Eselon II dengan struktur organisasi, yaitu:
1. Sekretariat Badan, mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan
administratif kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Badan Ketahanan
Pangan.
2. Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan,
pemantauan, dan pemantapan ketersediaan pangan, serta pencegahan dan
penanggulangan kerawanan pangan.
3. Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan, mempunyai tugas melaksanakan
pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan, pengembangan, pemantauan,
dan pemantapan distribusi pangan.
4. Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, mempunyai
tugas melaksanakan pengkajian, penyiapan perumusan kebijakan,
pengembangan, pemantauan, dan pemantapan konsumsi dan keamanan
pangan.
Bagan struktur organisasi BKP berdasarkan Permentan Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 sebagaimana pada Lampiran 1.
Mengingat luasnya substansi dan banyaknya pelaku yang berperan dalam
sinergis dan terarah antar institusi dan komponen masyarakat serta koordinasi
program dan kegiatan berbagai subsektor dan sektor. Guna mewujudkan sinergi
dan harmonisasi kebijakan dan program, serta memperkuat koordinasi
peningkatan ketahanan pangan antar sektor, antar wilayah, dan antar waktu,
dibentuk Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang bertugas merumuskan kebijakan
serta melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam mewujudkan ketahanan
pangan nasional melalui Keppres Nomor 132 Tahun 2001 yang disempurnakan
dengan Perpres Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan (DKP),
menetapkan BKP secara ex-officio sebagai Sekretariat DKP yang diketuai oleh
Presiden dan Ketua Harian oleh Menteri Pertanian.
BKP selaku Sekretariat DKP memfasilitasi pelaksanaan tugas Menteri Pertanian
selaku Ketua Harian DKP dalam membantu Presiden RI untuk: (1) Merumuskan
kebijakan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; dan (2)
Melaksanakan evaluasi dan pengendalian dalam rangka mewujudkan ketahanan
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. Rencana Strategis
Penyusunan Laporan Kinerja Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015 adalah
Renstra Badan Ketahanan Pangan (BKP) Tahun 2015 – 2019 yang memuat visi,
misi, tujuan, sasaran serta program BKP. Visi, misi, tujuan, dan sasaran tersebut
pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran BKP pada Renstra BKP 2015 - 2019
VISI MISI TUJUAN SASARAN
Untuk pencapaian sasaran strategis di atas, BKP melaksanakan “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat” dengan indikator kinerja program adalah sebagai berikut:
1. Tercapainya kualitas ketersediaan pangan dengan indicator skor Pola
Pangan Harapan (PPH) ketersediaan;
2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan setiap tahun;
3. Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
diatas atau sama dengan HPP;
4. Stabilnya harga pangan pokok (beras) di tingkat konsumen dengan
Coefficient of Variation;
5. Meningkatnya keragaman konsumsi pangan masyarakat sesuai angka
kecukupan gizi (AKG);
6. Meningkatnya pemanfaatan pangan atau konsumsi pangan dan gizi untuk
hidup sehat, aktif dan produktif dengan terpenuhinya konsumsi sesuai AKG;
7. Meningkatnya konsumsi pangan yang sehat dan aman dengan indikator skor
Pola Pangan Harapan (PPH) konsumsi;
8. Tercapainya keamanan pangan segar dengan indicator jumlah pengawas
keamanan pangan yang tersertifikasi.
Target kinerja “Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat” Badan Ketahanan Pangan tahun 2015-2019,adalah:
1. Tercapainya kualitas ketersediaan pangan sehingga mencapai skor Pola
Pangan Harapan (PPH) ketersediaan sebesar 96,32 pada tahun 2019;
2. Menurunnya jumlah penduduk rawan pangan sebesar 1% setiap tahun;
3. Stabilnya harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
diatas atau sama dengan HPP;
4. Stabilnya harga pangan pokok (beras) di tingkat konsumen dengan
Coefficient of Variation maksimum 5%;
5. Meningkatnya keragaman konsumsi pangan masyarakat sesuai angka
6. Meningkatnya pemanfaatan pangan atau konsumsi pangan dan gizi untuk
hidup sehat, aktif dan produktif dengan terpenuhinya konsumsi sesuai AKG;
7. Meningkatnya konsumsi pangan yang sehat dan aman sehingga mencapai
skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 92,5 pada tahun 2019;
8. Tercapainya keamanan pangan segar dengan kandungan cemaran biologis,
kimia, dan fisik pada pangan segar (dibawah ambang batas).
Tabel 2. Target Indikator Kinerja Program (IKP) BKP Tahun 2015 – 2019
No. Rincian IKP 2015 2016 2017 2018 2019
3. Stabilnya harga pangan (Gabah/Beras) ditingkat produsen
≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP ≥ HPP
4. Stabilnya harga pangan (Beras) di tingkat konsumen 8 Keamanan Pangan Segar
(Uji Lab) *)
Keterangan : *) Keamanan pangan dilihat dari kandungan cemaran biologis, kimia dan fisik Sumber : Badan Ketahanan Pangan
Target kinerja kegiatan adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai
oleh Badan Ketahanan Pangan dalam periode 2015-2019 yang berupa output.
Dalam pelaksanaan implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, diperlukan
dukungan kebijakan, antara lain : (i) Peningkatan dukungan penelitian dan
pengembangan pangan; (ii) Peningkatan kerjasama internasional; (iii) Peningkatan
pemberdayaan dan peranserta masyarakat; (iv) Penguatan kelembagaan dan
koordinasi ketahanan pangan; serta (v) Dorongan terciptanya kebijakan makro
ekonomi dan perdagangan yang kondusif bagi ketahanan pangan.
Program dan kegiatan pemantapan ketahanan pangan lingkup Badan Ketahanan
Pangan 2015-2019 yang dibiayai APBN, adalah kegiatan prioritas nasional.
Kebutuhan anggaran Badan Ketahanan Pangan tahun 2015 adalah sebesar Rp
632,39 milyar sedangkan kebutuhan anggaran tahun 2019 sebesar Rp 713,71
milyar. Kebutuhan anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan kajian, analisis
dan perumusan kebijakan ketahanan pangan serta model pengembangan
pemberdayaan ketahanan pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat terutama di lokasi rentan ketahanan pangan.
Rencana pendanaan tahunan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3. Pendanaan APBN Kegiatan BKPTahun 2015-2019
Sumber: BKP, Kementan
Program yang dilaksanakan adalah Program Peningkatan Diversifikasi dan
Ketahanan Pangan Masyarakat. Sasaran (outcome) yang hendak dicapai dalam program tersebut adalah meningkatnya ketahanan pangan melalui pengembangan
No Kegiatan ALOKASI (Milyar Rupiah)
2015 2016 2017 2018 2019
1814 Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan
105,04 92,38 95,81 117,86 121,08
1815 Pengembangan ketersediaan dan penanganan rawan pangan
111,61 73,82 110,80 108,04 109,13
1816 Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
130,04 154,72 258,22 254,55 269,10
1817 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan
285,70 310,36 334,78 351,52 214.39
ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan keamanan pangan segar serta
terkoordinasinya kebijakan ketahanan pangan. Program tersebut dilaksanakan
melalui 4 (empat) kegiatan utama yaitu :
1. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan, sasaran
yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kemampuan kelembagaan
distribusi dan cadangan pangan serta stabilitas harga pangan.
2. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan, sasaran
yang hendak dicapai yaitu meningkatnya kualitas analisis ketersediaan dan
akses pangan, serta penanganan rawan pangan.
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Peningkatan
Keamanan Pangan Segar, sasaran yang hendak dicapai yaitu meningkatnya
penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan segar.
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya Badan Ketahanan Pangan,
dengansasaran yang ingin dicapai adalahterwujudnya pelayanan
administrasi dan manajemen terhadap penyelenggaran ketahanan pangan.
Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: (a) Pengelolaan gaji, honorarium, dan
tunjangan, untuk meningkatkan kinerja pegawai dalam melaksanakan
berbagai kegiatan; (b) Penyelenggaraan Operasional dan Pemeliharaan
Perkantoran, untuk menunjang pelaksanaan kegiatan ketahanan pangan;
dan (c) Pelayanan Publik atau Birokrasi, yang diarahkan untuk mendukung
perencanaan, pemantauan, evaluasi, dan kerjasama dalam
penyelenggaraan ketahanan pangan. Namun demikian, kegiatan ini tidak
dicantumkan dalam laporan ini karena kegiatan tersebut merupakan
kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap instansi, sehingga dianggap tidak
B. Perjanjian Kinerja
Sebagai tindaklanjut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi No. 53 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Perjanjian
Kinerja dan Pelaporan dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah, Badan Ketahanan Pangan telah menyusun Perjanjian Kinerja (PK)
Tahun 2015 sebagai acuan tolok ukur evaluasi akuntabilitas kinerja yang akan
dicapai pada tahun 2015, sebagai berikut :
Tabel 4. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015Badan Ketahanan Pangan Awal
NO SASARAN PROGRAM
INDIKATOR TARGET
1. Meningkatnya ketahanan
pangan melalui
ketersediaan, distribusi,
konsumsi, dan keamanan
pangan segar di tingkat
2. Harga gabah kering panen (GKP) di
tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
3. Koefisien variasi pangan (beras) di
tingkat konsumen (CV)
< 5%
4. Konsumsi Energi (Kkal/Kap/Th) 2.004
5. Konsumsi protein (Gram/kap/hr ) 56,1
6. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Konsumsi
84,1
Kegiatan Anggaran
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan
Rp 101.609.250.000,-
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas Harga Pangan Rp 102.113.810.000,-
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan
Rp 112.321.030.000,-
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Badan Ketahanan Pangan.
Tabel 5. Perjanjian Kinerja (PK) Tahun 2015 Badan Ketahanan Pangan Sebelum Refocusing
Kegiatan Anggaran
1. Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan
Rawan Pangan
Rp 101.609.250.000,-
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan Stabilitas
Harga Pangan
Rp 102.113.810.000,-
3. Pengembangan Penganekaragaman Konsumsi
dan Keamanan Pangan
Rp 112.321.030.000,-
4. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada
Badan Ketahanan Pangan.
Rp 266.340.810.000,-
Dengan adanya APBN Perubahan Tahun 2015 dan Refocusing Kegiatan Tahun
2015 pada bulan Maret 2015, maka Perjanjian Kinerja (PK) BKP Tahun 2015
direvisi dengan adanya tambahan anggaran Rp. 52,87 milyar dan tambahan
indikator kinerja program berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan
Renstra BKP Tahun 2015-2019. Revisi PK BKP Tahun 2015 adalah sebagai
berikut:
NO SASARAN PROGRAM INDIKATOR TARGET
1. Terwujudnya
1. Skor PPH Ketersediaan 87,52
2. Penurunan jumlah penduduk rawan pangan
1%
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat konsumen (Cv)
< 5%
5. Konsumsi Energi 2.004 Kkal/Kap/hr 6. Konsumsi protein 56,1 gram/kap/hr
7. Skor PPH Konsumsi 84,1
8 Jumlah pengawas keamanan pangan segar yang
tersertifikasi
Tabel 6. Perjanjian Kinerja Tahun 2015 Badan Ketahanan Pangan Setelah Refocusing
Kegiatan Anggaran
1. Pengembangan Ketersediaan dan
Penanganan Rawan Pangan
Rp 111.609.248.000,-
2. Pengembangan Sistem Distribusi dan
Stabilitas Harga Pangan
Rp 107.265.009.000,-
3. Pengembangan Penganekaragaman
Konsumsi dan Keamanan Pangan
Rp 132.894.730.000,-
4. Dukungan Manajemen dan Teknis
Lainnya pada Badan Ketahanan
Pangan.
Rp 283.489.614.000,-
Penetapan Kinerja sudah selaras dengan Renstra Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2015 – 2019, seperti pada tabel 7 berikut ini :
NO SASARAN
PROGRAM INDIKATOR TARGET
1. Terwujudnya
1. Skor PPH Ketersediaan 87,52 2. Penurunan jumlah
penduduk rawan pangan
1%
3. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP
4. Koefisien variasi pangan (beras) di tingkat
konsumen (Cv)
< 5%
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Kriteria keberhasilan pencapaian kinerja dalam akuntabilitas kinerja dalam laporan ini diindikasikan dengan nilai pencapaian sebagai berikut:
1. Sangat berhasil : jika capaian kinerja>100% 2. Berhasil : 80-100%
3. Cukup Berhasil : 60-79% 4. Tidak Berhasil : <60%
Berdasarkan Indikator Kinerja Utama Badan Ketahanan Pangan Kementerian
Pertanian pada tahun 2015, sasaran Program Peningkatan Diversifikasi dan
Ketahanan Pangan Masyarakat BKP, yaitu meningkatnya ketahanan
panganmelalui pengembangan ketersediaan, distribusi,konsumsi dan keamanan
pangan,dengan sasaran kegiatan utama yaitu: (1) Meningkatnya pemantapan
penganekaragaman konsumsi pangan dan keamanan pangan; (2) Meningkatnya
pemantapan distribusi dan harga pangan; (3) Meningkatnya pemantapan
ketersediaan pangan dan penanganan rawan pangan; (4) Meningkatnya
manajemen dan pelayanan administrasi dan keuangan secara efektif dan efisien
dalam mendukung pengembangan dan koordinasi kebijakan ketahanan pangan.
Masing-masing sasaran tersebut selanjutnya diukur dengan menggunakan
indikator kinerja.Pengukuran tingkat capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan
Tahun 2015 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja
sasaran dengan realisasinya.
Keberhasilan Badan Ketahanan Pangan dalam menjalankan Program Peningkatan
Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat diukur berdasarkan pencapaian
outcome. Pengukuran tersebut dilakukan mengingat outcome merupakan hasil
dari berfungsinya output yang telah dilaksanakan unit kerja Eselon II yaitu Pusat
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, serta Sekretariat
Badan Ketahanan Pangan. Pengukuran capaian kinerja Badan Ketahanan Pangan
tersebut dilaksanakan secara triwulanan dan tahunan, sedangkan pengukuran
realisasi keuangan dan fisik output kegiatan dipantau secara bulanan dan
triwulanan melalui Laporan Sistem Monitoring Evaluasi (Simonev) dan PMK
249/2011 secara online, Laporan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
(SPAN), Laporan Kegiatan Utama dan Strategis, serta Laporan Penetapan Kinerja
(PK) dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Badan Ketahanan Pangan.
Pengukuran kinerja didasarkan pada indikator kinerja yang terstandarisasi agar
mampu menghasilkan hasil evaluasi kinerja yang relevan dan reliabel sebagai
bahan pertimbangan perencanaan selanjutnya. Hasil pengukuran menjadi dasar
untuk menyimpulkan kemajuan kinerja, mengambil tindakan dalam rangka
mencapai target kinerja yang ditetapkan dan menyesuaikan strategi untuk
mencapai tujuan dan sasaran
Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut dapat
dilihat dalam tabel 8 berikut ini :
Tabel 8. Pencapaian Sasaran Badan Ketahanan Pangan Tahun 2015
Sumber data : Data Susenas yang diolah BKP Kementerian Pertanian.
NO SASARAN
PROGRAM INDIKATOR TARGET REALISASI % CAPAIAN
1. Terwujudnya
1. Skor PPH Ketersediaan 87,52 89,69 Sangat Berhasil = 102,48 % 2. Penurunan jumlah
penduduk rawan pangan
1% - 5 % Turun 5 % (Sangat Berhasil 500 %) 3. Harga gabah kering panen
(GKP) di tingkat produsen (Rp/Kg)
≥ HPP 4.563 HPP : Rp. 3.700 (Sangat Berhasil =
123 %) 4. Koefisien variasi pangan
Dari tabel diatas dapat diketahui, bahwa capaian kinerja Perjanjian Kinerja Tahun
2015 adalah : dari 8 indikator, yang mencapai nilai pencapaian diatas 100 persen
(Sangat Berhasil)sebanyak 7 indikator, sedangkannilai pencapaian 80 – 100
persen (Berhasil) sebanyak 1 indikator yaitu jumlah pengawas keamanan pangan
segar yang tersertifikasi, yaitu sebesar 97,53 persen.
B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja Sasaran.
Analisis dan evaluasi capaian kinerja diperoleh dari hasil pengukuran kinerja
kegiatan yang mendukung tercapainya sasaran. Beberapa sasaran dapat
dilaksanakan melalui beberapa kegiatan yang saling terkait untuk mencapai
sasaran tersebut. Hasil analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2015 Badan
Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Skor PPH Ketersediaan
Ketersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan bagi masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara
berkelanjutan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan
meningkatkan kuantitas serta kualitas konsumsi pangan, diperlukan target
pencapaian angka ketersediaan pangan per kapita per tahun sesuai dengan
angka kecukupan gizinya. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)
VIII tahun 2004 merekomendasikan kriteria ketersediaan pangan ditetapkan
minimal 2200 kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 57 gram/kapita/hari
untuk protein.
Ketersediaan energi selama kurun waktu 2011-2015 sudah jauh di atas
rekomendasi WNPG VIII dengan rata–rata 3.808 kkal/kapita/hari.
Ketersediaan energi tersebut mengalami peningkatan rata-rata 1,09 persen
per tahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan energi selama periode
pada periode 2011-2012 karena adanya peningkatan produksi beberapa
komoditas pangan.
Seperti halnya ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada periode
2011-2015 juga sudah melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG
VIII dengan ketersediaan protein rata-rata 91,50 gram/kapita/hari.
Ketersediaan protein tersebut mengalami peningkatan rata-rata 0,31 persen
per tahun. Kecenderungan peningkatan ketersediaan protein selama periode
ini disebabkan peningkatan ketersediaan protein yang cukup besar pada
periode 2012-2014 karena adanya peningkatan produksi beberapa komoditas
pangan sumber protein.
Kondisi tersebut di atas menunjukkan bahwa ketersediaan energi dan protein
secara umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan maupun untuk diekspor. Jika
dilihat dari sumbangan energi dan proteinnya, kelompok pangan nabati
memberikan porsi sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar
dibandingkan kelompok pangan hewani. Secara nasional, ketersediaan energi
dan protein per kapita per tahun dapat dilihat pada Tabel 9 di bawah ini.
Tabel 9. Perkembangan Ketersediaan Energi dan Protein serta Skor PPH Ketersediaan 2010–2014
Tahun Energi (Kalori/Hari) Protein (Gram/Hari) Ketersediaan Skor PPH Total Nabati Hewani Total Nabati Hewani
2011 3.646 3.485 161 93,13 75,10 18,03 66,74 2012 3.896 3.707 188 88,99 73,19 15,79 73,43 2013 3.867 3.586 280 89,55 71,82 17,73 69,37 2014* 3.830 3.539 291 91,65 73,34 18,31 63,95 2015** 3.800 3.510 290 94,17 75,94 18,23 59,32 Pertumb. (%) 1,09 0,24 17,37 0,32 0,31 0,67 (2,64) Rata-rata 3.808 3.565 242 91,50 73,88 17,62 66,56 Keterangan:
- NBM 2014 Sementara, 2015Perkiraan
Grafik 1. Ketersediaan Energi Tahun 2011 – 2015
Grafik 3. Skor PPH Ketersediaan Pangan Tahun 2011 – 2015
Tingkat ketersediaan pangan selain dilihat dari kecukupan gizinya, baik energi
dan protein, juga dinilai dari sisi keberagaman ketersediaan gizi berdasarkan
Pola Pangan Harapan (PPH). PPH tingkat ketersediaan dihitung berdasarkan
ketersediaan energi Neraca Bahan Makanan (NBM). Keberagaman
ketersediaan pangan akan mendukung pencapaian keberagaman konsumsi
pangan sehingga dapat dicapai sasaran konsumsi pangan yang diharapkan.
Perkembangan skor PPH tingkat ketersediaan berdasarkan Neraca Bahan
Makanan tahun 2011 – 2015menunjukkan skor rata-rata 87,97 dengan
kecenderungan meningkat rata-rata 3,30 persen per tahun. Skor PPH tingkat
ketersediaan dari NBM tahun 2011 adalah 81,27, tahun 2012 adalah 83,50,
tahun 2013 adalah 90,85, tahun 2014 adalah 91,84 dan tahun 2015 adalah
92,38. Untuk mencapai keberagaman ketersediaan pangan yang ideal dan
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) tingkat ketersediaan yang dianjurkan,
maka yang perlu ditingkatkan lagi selama tahun 2011-2015 adalah
ketersediaan kelompok pangan hewani serta sayuran dan buah.
2. Penurunan Penduduk Rawan Pangan
Kemiskinan dan kerawanan pangan merupakan masalah yang berkaitan
perkembangan penduduk rawan pangan ditunjukkan dengan Angka Rawan
Pangan yang merupakan gambaran situasi tingkat aksesibilitas pangan
masyarakat dicerminkan dari tingkat kecukupan gizi masyarakat, yang diukur
dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). Data dasar yang digunakan untuk
mengukur tingkat kerawanan pangan adalah data hasil Susenas (Survei
Sosial Ekonomi Nasional) yang dilaksanakan oleh BPS dimana angka
kecukupan konsumsi kalori penduduk Indonesia per kapita per hari
berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 adalah
2000 kkal. Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG)
suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi
kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan jumlah
penduduk pada golongan pengeluaran tertentu. Angka rawan pangan sejak
tahun 2010–2014 Triwulan I ditunjukkan pada Tabel 10 dan 11 serta Grafik 4
berikut ini.
Tabel 10. Angka Rawan Pangan Tahun 2011-2015.
Tahun
41.704.729 17,30 78.434.302 32.53 120.994.688 50.18
2012
47.842.490 19,52 80.832.494 32.97 116.463.438 47.51
2013
46.399.355 18,68 84.091.618 33.85 117.956.185 47.48
2014 TW I
43.739.341 17,40 84.823.188 33.74 122.825.321 48.86
2015 TW I
33.030.182 12,96 72.813.600 28,57 149.052.869 58,48
Grafik 4. Penurusan Penduduk Rawan Pangan
Tabel 11. Angka Rawan Pangan Tahun 2011 Triwulan I - 2015 Triwulan I.
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 (T.I)
Berdasarkan perkembangan angka rawan pangan pada tabel dan grafik diatas
yang merupakan angka gabungan yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh
sampel data susenas pada tahun tersebut, terlihat bahwa penduduk rawan
pangan mengalami perkembangan yang fluktuatif sejak tahun 2010 - 2014
Triwulan I. Persentase angka sangat rawan pangan pada tahun 2010 sekitar
35,71 juta atau 15,34 persen.pada tahun 2011 bertambah menjadi 4170 juta atau
17,30 persen. dan pada tahun 2012 bertambah menjadi 47,82 juta atau 19,52
persen; pada tahun 2013 turun menjadi 46,39 juta atau 18,68 persen; tahun
2014 triwulan I turun lagi menjadi 43,73 juta atau 17,40 persen; dan tahun 2015
triwulan I turun lagi menjadi 33,03 juta atau 12,96 persen.
Berdasarkan kajian Badan Ketahanan Pangan dengan BPS tahun 2014 dan
ditindaklanjuti tahun 2015, dengan fluktuatifnya jumlah penduduk rawan pangan
dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Jumlah penduduk rawan pangan paling tinggi yaitu penduduk yang berada
pada kuantil pertama tergolong dalam penduduk relatif miskin. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pada kelompok penduduk relative miskin, kejadian
rawan pangannya lebih tinggi dibandingkan penduduk pada kelompok tidak
miskin. Diharapkan kebijakan pemerintah difokuskan pada penduduk
kelompok relatif miskin
2. Apabila dilihat dari golongan pengeluaran, maka dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi golongan pengeluaran penduduk, maka angka rawan
pangan pada golongan tersebut semakin kecil.
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang merupakan pengukuran
pendapatan daerah diduga mempunyai pengaruh terhadap kerawanan
pangan suatu wilayah. Hasil kajian menunjukkan adanya hubungan antara
PDRB dengan angka rawan pangan meskipun hubungan tersebut kecil dan
negative, artinya semakin tinggi PDRB maka kerawanan pangan di wilayah
4. Karakteristik rumah tangga rawan pangan yang meliputi persentase wanita
usia subur yang buta huruf, persentase kepala rumah tangga menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan, dan jumlah anggota rumah tangga
menyebutkan bahwa: semakin tinggi persentase wanita usia subur yang
buta huruf, persentase kepala rumah tangga dengan pendidikan tertinggi
tamat SD/sederajat dan persentase rumah tangga dengan jumlah anggota
rumah tangga lebih maka persentase rumah tangga rawan pangan
menunjukkan jumlah yang lebih besar.
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam mendukung
penurunan rawan pangan adalah kegiatan Pengembangan Desa/Kawasan
Mandiri Pangan dan Penanganan Daerah Rawan Pangan. Kegiatan penanganan
daerah rawan pangan lebih difokuskan pada pencegahan dini daerah rawan
melalui optimalisasi kegiatan FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas/Peta
Ketahanan dan Kerentanan Pangan) dan SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan
dan Gizi) yang dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan informasi tentang
kantong-kantong kerawanan pangan tingkat wilayah.
FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator yang
sifatnya statis dan perubahannya jangka panjang periodepengambilan data
setiap 2-3 tahun. Untuk memperkuat analisis FSVA dilakukan sistem
pemantauan dan deteksi dini dalam mengantisipasi kejadian kerawanan pangan
secara berjenjang dan dilakukan secara periodik (bulanan) dan terus menerus.
SKPG merupakan serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian kerawanan
pangan dan gizi melalui pengumpulan.pemrosesan.penyimpanan.analisis.dan
penyebaran informasi situasi pangan dan gizi bulanan dan tahunan. Data
bulanan dan tahunan tersebut menginformasikan tentang 3 (tiga) indikator utama
yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk
menginformasikan situasi pangan dan gizi di suatu daerah. Kegiatan SKPG
kurang berjalan sesuai dengan target. karena (i) Daerah tidak optimal dalam
mutasi aparat sehingga petugas sering berganti; (iii) Tidak optimalnya peran Tim
Pokja SKPG; dan (iv) Kurangnya kesadaran aparat terkait pentingnya kegiatan
pemantauan pangan dan gizi melalui SKPG.
Dalam rangka pengurangan kemiskinan dan rawan pangan, salah satu kegiatan
yang dilaksanakan BKP adalah Pengembangan Desa dan Kawasan Mandiri
Pangan. Selain kegiatan pendampingan masyarakat oleh tenaga pendamping
juga dialokasikan dana bansos yang digunakan dalam rangka pengembangan
ekonomi rumah tangga. Pada tahun 2014 disediakan dana bansos
Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan sebanyak Rp. 20,00 Milyar,
sedangkan pada tahun 2015 dana bansos sebanyak Rp. 19,20 Milyar.
Penurunan tersebut disebabkan pengurangan sasaran Kawasan Mandiri
Pangan.
Tabel 12. Perkembangan Dana Bansos dan Realisasi Desa/Kawasan Mandiri Pangan.Tahun 2011 –2015.
Tahun 2011 2012 2013* 2014* 2015*
Rata-rata/tahun Bansos
(juta) 126.730 169.630 21.800 20.000
19.200
38.826
RTM (KK) 331.375 369.750 109 107 192 75.258
Sumber : Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Keterangan : *) Kawasan Mandiri Pangan
Sasaran kegiatan Desa dan Kawasan Mapan adalah rumah tangga miskin di
desa rawan pangan. Pada tahun 2014, kegiatan Desa Mandiri Pangan
dikembangkan dalam 2 (dua) model, yaitu (1) Kegiatan Desa Mapan Reguler
yang merupakan kelanjutan pembinaan dari desa yang sudah ada, dan (2)
Kegiatan Kawasan Mandiri Pangan di 107 kawasan dengan jumlah desa
rata-rata 3 desa per kawasan. Realisasi pelaksanaan Kawasan Mandiri Pangan tahun
tidak mencapai 100 % atau sebesar 98.16 %,karena ada 2 (dua) kawasan yang
tidak terbentuk karena tidak sesuai dengan CPCL atau Pedoman Umum
Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan yaitu di Kabupaten Rote Ndao yaitu
Pada tahun 2015, kegiatan Desa Mandiri Pangan tetap dikembangkan dalam 2
(dua) model, yaitu (1) Kegiatan Desa mapan Reguler yang merupakan
kelanjutan pembinaan dari desa yang sudah ada, dan (2) Kegiatan Kawasan
Mandiri Pangan di 192 kawasan dengan jumlah desa rata-rata 3 desa per
kawasan. Realisasi pelaksanaan Kawasan Mandiri Pangan sebanyak 191
kawasan atau 99.47 %, karena ada 1(satu) kawasan yang tidak terlaksana
karena perpindahan lokasi sasaran pada pertengahan tahun 2015 yaitu
Kabupaten Lebak ke Kabupaten Pandeglang. Selain itu permasalahan umum
lainnya adalah : mutasi pejabat/pegawai, pemekaran wilayah kecamatan dan
desa, serta kondisi alam, pendamping tinggal diluar desa binaan, tidak ada
mekanisme tertulis untuk pinjaman dana, penggunaan dana tanpa bukti,
pinjaman tidak dicatat, serta pengembalian dana pinjaman tidak tertib.
Beberapa usaha yang sudah dijalankan Kawasan Mandiri Pangan adalah
pengadaan saprodi, dagang hasil bumi, simpan pinjam, pembuatan produk
turunan pertanian, penggemukan ternak dan masih banyak lagi usaha yang
bertujuan sebagai sumber pendapatan anggota kelompok. Sumber penghasilan
ini dipergunakan sebagai sumber untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan
peningkatan kesejahteraan keluarga.
3. Stabilnya Harga Gabah Kering Panen (GKP) di Tingkat Produsen
Stabilitas pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan
kinerja subsistem distribusi pangan. Stabilnya harga pangan sangat dipengaruhi
beberapa aspek antara lain kemampuan memproduksi bahan pangan, kelancaran
arus distribusi pangan dan pengaturan impor pangan, misalnya beras dan kedelai.
Ketidakstabilan harga pangan dapat memicu tingginya harga pangan di dalam
negeri sehingga aksesibilitas masyarakat terhadap pangan secara ekonomi akan
menurun yang pada akhirnya dapat meningkatkan angka kerawanan
pangan.Berikut perkembangan rata-rata harga pangan nasional per komoditi tahun
Tabel 13. Perkembangan Harga GKP Tingkat Petani Tahun 2014– 2015.
Tahun Harga di Tk Petani (Rp/kg)
% Perubahan thd
HPP CV
Insiden di Bawah HPP (%)
2014 4.301 30.3 5.95 1.6
2015 4.694 8.39 6.81 0
Sumber: BPS
Pola perkembangan harga GKP di petani selama tahun 2014 – 2015 (s.d Oktober)
memiliki pola yang hampir sama setiap tahunnya. Rata-rata harga GKP tahun 2014
sebesar Rp.4.301/kg, sedangkan hingga bulan Juli tahun 2015 sebesar Rp.
4.694/kg atau 8,39 persen diatas HPP (HPP = Rp. 3.700/kg). Data harga gabah
kering panen (GKG) diambil dari data harga di 22 provinsi sentra produksi padi
(panel harga pangan BKP). Berdasarkan data panel harga pangan BKP, TW II
(April-Juni 2015), rata-rata harga GKP tingkat petani mencapai Rp. 4.050/kg atau
8,39% diatas HPP (Rp. 3.700) sampai dengan bulan maret 2015 (TW I), harga GKP
tingkat petani mencapai Rp. 4.224/kg atau 14,17% diatas HPP (Rp. 3.700).
Perkembangan harga gabah sejak tahun 2011 hingga tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Harga Gabah di Tingkat Produsen tahun 2011 – 2015
(Rp/Kg)
Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des
2011 3.88 3.31 3.018 3.194 3.286 3.365 3.590 3.732 3.760 3.920 3.929 4.082 3.589 9,59 0,67
2012 4.41 4.040 3.616 3.724 3.833 3.835 3.866 3.832 3.897 3.935 4.038 4.123 3.929 5,24 0,51
2013 4.33 4.27 3.783 3.669 3.803 3.918 3.899 3.966 3.966 4.068 4.165 4.229 4.005 5,22 0,14
2014 4.41 4.42 4.135 3.936 4.130 4.214 4.098 4.170 4.283 4.365 4.535 4.911 4.301 5,92 1,06
2015 5.03 4.92 4.500 4.107 4.428 4.442 4.444 4.595 4.765 4.905 5.070 5.118 4.694 6,81 0,28
Bulan
Tahun Rerata CV Pert/
Grafik 5. Perkembangan Harga Gabah di Tingkat Petani/Produsen
4. Koefisien Variasi Harga Pangan (Beras) di Tingkat Konsumen
Pola perkembangan harga beras medium di tingkat grosir dari tahun 2014 –
2015memiliki pola yang berbeda dari harga beras premium. Pola perkembangan
harga tahun 2014 dan 2015 cenderung sama yaitu cenderung stabil
(cv<5%).Sementara itu, tren perkembangan harga beras medium dari tahun
ketahun memiliki tren yang sama dengan beras premium yaitu harga cenderung
naik dari tahun ketahun hal ini dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Perkembangan Harga Beras Dalam Negeri Tk. Grosir 2014 –2015.
Tahun Beras (Rp/Kg) Koefesien Variasi (CV)(%)
Premium Medium Premium Medium
2014 11.958 8.243 2.62 3.38
2015 13.359 9.002 1.39 5.2
Sumber : PIBC diolah BKP
Perkembangan harga beras luar negeri (Thai 5%) selama periode 2014 – 2015
(s.d Juli) cenderung lebih stabil dibandingkan dengan harga beras dalam negeri
2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 5500
(Rp/Kg)
(beras medium).Tren perkembangan harga beras dalam negeri mulai awal tahun
2014 hingga Juli 2015 memiliki tren naik dan harga beras selalu lebih tinggi
dibanding harga beras luar negeri, dengan rata-rata harga beras dalam negeri
selama tahun 2014 –Juli 2015 sebesar Rp 7.843/kg atau 19.85% diatas harga
beras luar negeri (Thai 5%).
Perkembangan harga beras kualitas IR (IR I. IR II. IR III) di tingkat grosir dari
tahun 2014 – 2015 semakin stabil. Demikian juga perkembangan harga beras
kualitas IR pada tahun 2014 dan 2015 cenderung lebih stabil (cv< 5%) jika
dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2010 (Cv > 5%). Sementara itu, tren
perkembangan harga beras kualitas IR (IR I. IR II. IR III) dari tahun - ketahun
memiliki tren yang sama yaitu harga cenderung naik dari tahun ketahun.
Tabel 16. Perkembangan Harga Beras Kualitas IR di PIBC Tahun 2014 – 2015.
Tahun
Harga (Rp/Kg) Koefesien Variasi (CV)(%) IR-64 I IR-64 II IR-64 III IR-64 I IR-64 II IR-64 III
2014 8.882 8.187 7.621 2.3 3.8 4.4
2015 9.660 9.002 8.445 3.36 5.20 6.46
Sumber: PIBC.diolah BKP
Berdasarkan data panel harga pangan BKP. periode TW II (Mei-Juni 2015),
koefisien variasi harga beras medium ditingkat konsumen (eceran) sebesar
1.08% dibandingkan dengan periode TW I. CV harga beras TW II relatif turun
dari 2.64% menjadi 1.08%. Selain itu perkembangan harga pangan startegis
Tabel 17. Perkembangan Harga Pangan Strategis Periode Oktober 2014 – Oktober 2015
Bulan Beras Umum
Beras
Termurah Jagung Kedelai
Cabe
Sumber: BPS. Kecuali Jagung dari Kemendag
Dalam mendukung stabilisasi harga tersebut, Badan Ketahanan Pangan telah
melaksanakan kegiatan Penguatan LDPM,Pengembangan Lumbung Pangan
Masyarakat, dan Toko Tani Indonesia (TTI).
a. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM).
Mengacu kepada dokumen Perjanjian Kinerja Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan Tahun 2015 (revisi), target kelembagaan distribusi pangan masyarakat yang diberdayakan (tahap penumbuhan, pengembangan dan kemandirian) pada Tahun 2015 adalah sebanyak 358 Gapoktan. Jumlah tersebut terdiri dari 203 Gapoktan Tahap Penumbuhan, 38 Gapoktan Tahap Pengembangan dan 117 Gapoktan Tahap Kemandirian. Meskipun untuk Gapoktan Tahap Kemandirian sudah tidak menerima bantuan dana bansos, tetapi masih dilakukan pembinaan yang didanai APBN.
Realisasi pemberdayaan Gapoktan selaku lembaga distribusi pangan pada tahun 2015 adalah 341 Gapoktan atau mencapai 95,25 persen dari target 358 Gapoktan. Jika ditinjau per tahapnya, realisasi Tahap Penumbuhan Gapoktan adalah 203 Gapoktan atau 100 persen dari target, realisasi pemberdayaan untuk Tahap Pengembangan adalah 36 Gapoktan atau 94,74 persen dari target 38 Gapoktan, dan untuk Tahap Kemandirian terealisasi 102 Gapoktan atau 87,18 persen dari target 117 Gapoktan.
Gapoktan yang ditumbuhkan pada tahun 2015 atau Tahap Penumbuhan, seluruhnya sudah mencairkan dana Bansos yang dialokasikan senilai Rp 150 juta. Sesuai pedoman kegiatan, dana bansos tersebut digunakan untuk pembangunan/rehabilitasi gudang, modal pembelian gabah/jagung bagi kegiatan distribusi pangan dan penyediaan cadangan pangan. Realisasi dana bansos Penguatan LDPM Tahap Penumbuhan mencapai 100 persen, yaitu tersalur kepada 203 Gapoktan.
Gapoktan Tahap Pengembangan yang ditargetkan sejumlah 38 Gapoktan. Realisasi pencairan dana Bansos untuk tahap pengembangan tersalur sebanyak 36 Gapoktan atau 94,74 persen. Provinsi yang tidak mencapai 100 persen dalam pencairan dana bansos Tahap Pengembangan adalah Provinsi Sumatera Barat sebanyak 2 Gapoktan.
Berdasarkan Pedoman Kegiatan Penguatan LDPM 2015, setiap Gapoktan pelaksana kegiatan Penguatan LDPM pada tahun kedua akan dinilai kelayakan dan kesiapannya oleh Tim Pembina Provinsi untuk melaksanakan Tahap Pengembangan dan menerima dana bansos tahap pengembangan. Sebanyak 2 (dua) Gapoktan tahap pengembangan di Sumatera Barat yang tidak terealisasi pencairan dana bansosnya tersebut dinilai belum memenuhi seluruh kriteria yang dipersyaratkan, yaitu:
a. Gapoktan belum memenuhi 2 kali putaran modal hingga verifikasi dilaksanakan. Perputaran modal ini antara lain sebagai tolak ukur kinerja Gapoktan dalam menyerap gabah dan beras yang diproduksi anggotanya.
b. Kinerja Gapoktan tidak maksimal dalam menjalankan pengembangan usaha dan dalam mencari peluang kemitraan pemasaran sehingga menghadapi hambatan untuk meningkatkan volume pemasaran berasnya. Dua Gapoktan tersebut selanjutnya dibina kembali oleh Tim Pembina Provinsi dan Tim Teknis Kabupaten sehingga pada tahun selanjutnya dapat kembali dinilai kelayakannya dan dipertimbangkan kembali untuk mendapatkan dana bansos Tahap Pengembangan.
Sebaran Gapoktan dan jumlah Bansos yang dialokasikan dan pencairan dana Bansos untuk kegiatan Penguatan-LDPM Tahun 2015 dapat dilihat secara rinci pada lampiran 5.
Dibandingkan dengan realisasi pemberdayaan Gapoktan Penguatan LDPM pada tahun sebelumnya (Tahun 2014), realisasi pencairan dana Bansos Tahun 2015 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Total realisasi pemberdayaan Gapoktan pada Tahun 2014 adalah 90,32 persen, sedang pada tahun 2015 meningkat menjadi 99,17 persen, seperti terlihat pada
Tabel 18.
2015 disebabkan pemberdayaan Gapoktan selaku lembaga distribusi pangan dipandang penting dalam upaya stabilisasi harga pangan di tingkat produsen.
Tabel 18. Perkembangan Sasaran Penguatan LDPM Tahun 2014-2015 Tahapan Tahun 2014 Tahun 2015
Target Realisasi % Target Realisasi %
Penumbuhan 38 38 100 203 203 100
Pengembangan 117 102 87,12 38 36 94,7
Total 155 140 90,32 241 239 99,17
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Perkembangan pelaksanaan kegiatan Penguatan LDPM dan keberhasilan yang telah dicapai pada periode tahun 2010-2015 pelaksanaan kegiatan Penguatan-LDPM seperti disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Perkembangan Sasaran Penguatan-LDPM Periode 2011-2015
Tahapan
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 Total
Penumbuhan 235 281 75 38 203 1.036
Pengembangan 237 235 281 117 38 1.453
Kemandirian 512 220 224 210 102 1.283
Jumlah 984 736 580 365 358
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Keterangan:Badan Ketahanan Pangan tidak lagi mendukung pendanaan APBN untuk pembinaan tahap Pasca Kemandirian, selanjutnya dibina oleh provinsi dan kabupatan/kota melalui APBD
tahapan tahun ketiga rata-rata 100 persen telah masuk pada tahap kemandirian dan masih dilakukan pendampingan oleh pendamping gapoktan, dan pembinaan, pengawalan, pengawasan oleh aparat kabupaten dan propinsi.
Pada Tahap Pengembangan ada peningkatan realisasi pencairan bansos LDPM disebabkan adanya bansos luncuran untuk tahun berikutnya, sehingga realisasinya melebihan dari target tahap penumbuhan tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2013 pencairan bansos LDPM penumbuhan sebanyak 75 gapoktan, dan pada tahun 2014 target pencairan bansos tahap pengembangan sebesar 117 gapoktan karena adanya gapoktan luncuran tahun sebelumnya dari tahap penumbuhan yang telah dibina dan dapat memenuhi persayaratan masuk tahap pengembangan sebanyak 43 gapoktan.
Perkembangan target dan realisasi bansos LDPM tahap penumbuhan, pengembangan, kemandirian, selama tahun 2010-2015 terlihat pada tabel 20 dibawah ini.
Tabel 20. Perkembangan Bansos LDPM Tahap Penumbuhan, Pengembangan, Kemandirian, dan Pasca Mandiri Tahun 2010-2015
Tahun
Target (Gapoktan) Realisasi (Gapoktan) Persentase (%) Tahap
Th. 2011 : 33 Gapoktan Tahap Pengembangan luncuran dari tahun 2010 (204+33=237). Th. 2012 : 17 Gapoktan Tahap Pengembangan kembali ke kas negara.
Th. 2013 : 1 Gapoktan Tahap Penumbuhan kembali ke kas negara, 56 Gapoktan Tahap Pengembangan ada penghematan dan 15 gapoktan tidak lulus tahap
pengembangan dan kembali ke kas negar
Tahap Penumbuhan (Tahun I) pada tahun 2015 dilaksanakan di 25 (dua puluh lima) provinsi dengan mempersiapkan dan/atau menumbuhkan 203 (dua ratus tiga) Gapoktan, Tahap Pengembangan (Tahun II) di 8 (delapan) provinsi untuk mengembangkan 38 (tiga puluh delapan) Gapoktan, dan Tahap Kemandirian (Tahun III) di 15 (lima belas) provinsi untuk memberdayakan 102 (seratus dua) Gapoktan Tahap Penumbuhan tahun 2013 dan luncuran dari Gapoktan tahun 2012.
Berdasarkan Kajian Evaluasi Dampak Penguatan LDPM Tahun 2013 dapat
disimpulkan jika dukungan pemerintah dalam bentuk Bansos
Penguatan-LDPM terbukti dapat menjaga stabilitas harga pangan ditingkat petani
sebagaimana ditampilkan pada tabel dibawah ini. Harga GKP pada
Gapoktan pelaksana Penguatan-LDPM juga relatif lebih stabil dibandingkan
dengan harga GKP petani pada umumnya yang ditunjukkan dari nilai CV
yang jauh lebih rendah dari nilai CV harga GKP petani umumnya.
Tabel 21. Perbandingan Tingkat Harga dan Fluktuasi Harga GKP Tahun 2012 Tingkat Gapoktan LDPM.
Uraian Harga Rata-Rata (Rp/Kg) CV (%)
GKP Gapoktan LDPM 3.695,50 3,00
GKP Petani 3.371,83 7,76
Sumber : Pusat Distribusi dan Cadangan Pangan
Ket.: HPP GKP tahun 2013 adalah Rp 3.700.- di tk petani (Berdasarkan Inpres No 3/2013)
Dampak kegiatan Penguatan-LDPM juga terlihat dari peningkatan peran
Gapoktan dalam pengelolaan cadangan pangan, yang meningkatkan
kemudahan petani (anggota) dalam mengakses pangan pada saat terjadi
kelangkaan pangan. Berpengaruh positif dalam membangun perspektif
anggota Gapoktan dalam pengembangan agribisnis. Keberadaan saldo
akhir ini merupakan indikator utama bahwa Gapoktan peserta Penguatan
LDPM sampai saat ini masih berjalan dengan baik.Dapat memberikan
pekerjaan kepada ibu-ibu rumah tangga dan laki-laki. Dari kegiatan yang
diinisiasi Badan Ketahanan Pangan melalui penguatan – LDPM, ternyata