• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daya Serap Pohon Mangrove Avicennia Marina Terhadap Logam Berat Timbal (Pb) di Kawasan Mangrove Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai Sumatera Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daya Serap Pohon Mangrove Avicennia Marina Terhadap Logam Berat Timbal (Pb) di Kawasan Mangrove Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai Sumatera Utara Chapter III V"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

WaktudanTempatPenelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 sampai bulan Maret

2017, di Kawasan Mangrove Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan, Kabupaten

Serdang Bedagai, Sumatera Utara yang terletak pada titik koordinat 03°35'29.2" - 03°35'24.46" LU dan 99°5'28.29" - 99°5'39.09" BT (Gambar 2). Penelitian dilakukan pada tiga stasiun pengamatan. Penelitian dilakukan dengan

pengambilan substrat serta pengukuran parameter air pada masing-masing stasiun.

Analisislogamberatdilakukan di BalaiRisetdanStandarisasiIndustri, Medan,

Sumatera Utara.

(2)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakanadalahGPS, timbangananalitik, pH meter, thermometer,

refraktometer, kertasWhatmannomor 42,bukuidentifikasi mangrove (Noor dkk.,

1999), labu Erlenmeyer, alatpemotong, parang, alattulis, kamera digital,

botolaquades, pita ukur, mortal danpastle, tanur (furmace), krusporselin,

gelasukur, hot plate, spektrofotometriserapan atom, wadah sampel, labutakar,

gelas beaker, oven, corong, pipet tetes, pengadukkaca, bola hisap, pipet volume.

Bahan yang digunakanadalah akar, batang, dandaunA. marina,

sampelsedimendan sampel air, larutanstandar Pb, larutan HNO3 pekat, aquades,

aluminium foil, plastik sampel.

Deskripsi Area

Penelitiandilakukan di Kawasan Hutan Mangrove Terpadu Kampung

Nipah Desa Sei Nagalawan Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai,

Sumatera Utara. Padalokasiiniterdapatekosistem mangrove yang telah mengalami

kerusakan akibat dari pemanfaatan secara berlebihan seperti pertambakan,

pembuatan jembatan dan aktivitas wisata yang lainnya. Pada lokasi ini dibagi

menjadi tiga stasiun.

1. Stasiun I

Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3°35'413" LU dan 99°5'28" BT. Lokasi ini merupakan bagian dari wilayah pantai yang sedang mengalami

kerusakan akibat banyaknya aktivitas manusia seperti pertambakan, perkapalan,

pertanian dan proyek perbaikan untuk pemasangan pipa dari laut ke darat agar air

laut dapat mengalir ke ekosistem mangrove. Gambar lokasi dapat dilihat pada

(3)

Gambar 3. Lokasi Penelitian Stasiun I

2. Stasiun II

Stasiunini terletak pada titikkoordinat3°35'464" LU dan 99°5'587" BT. Stasiun ini merupakan kawasan yang banyak dikunjungi oleh wisatawan sehingga

banyak ditemukan kerusakan akibat adanya buangan sampah, jalan lintas kapal

kecil milik nelayan untuk mengangkut wisatawan, serta bengkel untuk perbaikan

kapal nelayan tersebut. Gambar lokasi dapat dilihat pada Gambar 4.

(4)

3. Stasiun III

Stasiunini terletak pada titikkoordinat3°35'501" LU dan 99°55'473" BT. Stasiun ini berada di muara sungai. Pada stasiun ini airnya sudah tercemar yang

ditandai dengan warna air yang hitam kecoklatan akibat banyaknya nelayan yang

melabuhkan kapalnya, tempat perbengkelan kapal nelayan dan melakukan

penangkapan di daerah ini. Gambar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Lokasi Penelitian Stasiun III

Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel

Pengambilansampeldilakukansaatkondisisurutdengan

objekpenelitianadalahtumbuhan mangrove (A. marina)

denganmetodetransektegaklurusgarispantai yang dipilihsecaraacak

(random).Pengambilansampel mangrove dilakukanberdasarkanUlqodry (2001),

yaitu sampel yang diambil adalah pada bagian akar, batang, dan daun muda serta

daun tua yang terkenapasangsurut air laut (± 1,3 cm),

darijalurtransektersebutdiambil 3

(5)

50 meter. Pengambilansampel air dilakukan pada saat pasang dan

surut.Pengambilansedimendilakukanpadakedalaman ± 30 cm. Pengukuran

parameter fisika dan kimia yang dilakukan yaitu suhu, pH (potential of hydrogen),

salinitas dan DO yang dilakukan secara insitu.

Preparasi Sampel Akar, Kulit Batang, Daun dan Sedimen

Sampel akar, kulit batang dan daun digabungkan dari setiap stasiun lalu

dihomogenkan untukpreparasi. Selanjutnya, kulitbatang dan daun

sampeldipotongkecilsebelumdihaluskan, sedangkanuntuksedimen,

sampeldapatlangsungdihaluskan. Setelahitusampeldikeringkandalam oven

padasuhu 105ºC sampaikadarairnyakonstan.

Setelahsampel mangrove dansedimen di homogenkan

kemudiandilakukanpengarangandiatashot plate

sampaimenjadiarang.Untukmempercepatterjadinya proses

pengaranganditeteskansedikitlarutan HNO3. Sampel yang

telahmenjadiarangkemudiandimasukkankedalamtanurpadasuhu 700ºC

sampaimenjadiabu.Setelahselesai proses pengabuansampelkulitbatang dan daun

dilarutkandenganmenambahkan 10 ml larutan HNO3pekat.

Hasilpencampuranlarutantersebutdigerusdidalamwadahkrusporselindandis

aringmenggunakankertassaringWhatman ukuran 42.Larutan yang

diperolehsiapuntukdianalisdenganmenggunakan alat AAS (Atomic Absorption

(6)

Preparasi Sampel Air

Sampel air lautdisaringmenggunakankertassaringkemudiandiukur 100 ml.

Setelahitusampel air lautditambahkan 10 ml larutan HNO3pekat. Sampel

dipanaskandalam labu Erlenmeyer diatashot plate

sampaivolumenyaberkurangmenjadi 35 ml, kemudiandiendapkan.Larutan yang

telahdiendapkankemudiandisaringfasaairnyadengankertassaringWhatmanukuran

42.Larutan yang diperolehsiapuntukdianalisisdenganmenggunakanalatAtomic

Absorption Spectroscopy (AAS).

Pembuatan Larutan Standar Pb

Larutan induk Pb yang memilikikonsentrasi 1000 ppm diambilsebanyak

10 ml laludimasukkankedalamlabuukur 100 ml. Kemudianditambahkan aquades,

sehinggalarutan yang diperolehadalahsebanyak 100 ppm. Dari larutan 100 ppm

diambilsebanyak 10 ml laludimasukkankedalamlabuukur 100 ml

denganmenambahkan aquadessampaidiperolehlarutandengankonsentrasi 10 ppm.

Untukmendapatkankonsentrasilarutanstandardiambilsebanyak 2 ml, 4 ml,

6 ml, 8 ml, dan 10 ml darilarutan 10 ppm

lalumasing-masingdimasukkankedalamlabuukur 100 ml danditambahkan aquades.

PrinsipKerja AAS

Alat AAS diaturterlebihdahulusesuaidenganinstruksipadaalattersebut,

kemudiandikalibrasikandengankurvastandardari logam Pb dengankonsentrasi 0;

0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm.

(7)

Analisis Data

Konsentrasi Sebenarnya

Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat yang sebenarnya pada akar,

kulit batang, akar pohon mangrove A. marina, dengan menggunakan rumus:

Konsentrasi sebenarnya = K AAS

K.AAS : Konsentrasi yang tertera pada alat AAS (mg/kg)

K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya (mg/L)

Volume Pelarut : Volume pelarut (L)

Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian (L)

Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji (mg)

FaktorBiokonsentrasi (BCF)

FaktorBiokonsentrasidapatdilihatsebagaisuatu proses kesetimbangan yang

melibatkanpengambilansuatusenyawaantara biota denganlingkungandisekitarnya.

Faktorbiokonsentrasiadalahangka banding antarakonsentrasimahlukhidupatau

biota (Cb) dengankonsentrasi lingkungan (Cm) (Connell

1995).Untukmelihatperbandingantingkat faktor

biokonsentrasilogamberatpadadaundanakarpohonA. marina dengansedimen,

digunakan rumus:

(8)

BCF : FaktorBiokonsentrasi

Cb : Konsentrasi di dalam biota

Cm : Konsentrasi di dalam media (sedimen)

DimanaIndeksFaktorBiokonsentrasi (Van Esch 1977 in Suprapti 2008) :

BCF < 100 = Sifat akumulatifrendah

100 – 1000 = Sifat akumulatifsedang

BCF > 1000 = Sifatakumulatiftinggi

AnalisisDeskriptif

Data yang

diperolehdaripengukurandianalisissecaradeskriptifsesuaidenganbakumutulingkung

an yang terdapatdalamKepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untukkualitas air.

Sedangkanbakumutulogamberatdalamlumpuratausedimen di Indonesia

belumditetapkan, sehinggasebagaiacuannyadigunakanbakumutu yang

dikeluarkanoleh IADC/CEDA (1997) mengenaikandunganlogamberat yang dapat

di toleransi.

Analisis Kualitas Air Tabel 1. Kualitas Air

Faktor Alat Waktu

Fisika

Suhu Termometer Insitu

Salinitas Refraktometer Insitu

Kimia

DO DOmeter Insitu

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Lingkungan Perairan

Parameter kualitas air yang diperoleh dari hasil pengukuran secara insitu

menunjukan hasil yang berbeda antar setiap stasiun. Suhu dan salinitas yang

tertinggi terdapat pada stasiun 2. Sedangkan pH tertinggi terdapat pada stasiun 3.

Hasil pengukuran Salinitas menunjukkan pada kisaran 20-23 ppt, Suhu berada

pada kisaran 29OC-31OC, dan pH berada pada kisaran <8. Hasil analisis rata-rata kondisi lingkungan perairan dari setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata Kondisi Lingkungan Perairan pada Ketiga Stasiun.

Stasiun Baku Mutu

Kandungan Logam Berat Pb pada Akar, Kulit Batang dan Daun A.marina Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan, rata-rata daya serap

yang terkandung pada akar, kulit batang, daun berada pada kisaran <0,005-0,06

mg/kg. Rata-rata kandungan logam berat Pb pada akar, kulit batang, dan daun

mangrove A. marina disajikan pada Tabel 3.

(10)

Kandungan Logam Berat Pd pada Air dan Sedimen

Hasil uji logam berat Pb yang dilakukan pada air dan sedimen

menunjukkan hasil yang berbeda pada setiap stasiun. Kandungan logam berat

pada air lebih rendah dibandingkan logam berat pada sedimen. Kandungan logam

berat Pb tertinggi pada air terdapat pada stasiun 3 sedangkan pada sedimen

terdapat pada stasiun 1. Kandungan logam berat Pb pada air dan sedimen dapat

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Kandungan Logam Berat pada Air dan Sedimen Pb (mg/kg)

Hasil perhitungan faktor biokonsentrasi (BCF) yang telah dilakukan

berada pada kisaran 1-3. Perhitungan faktor biokonsentrasi yaitu, kandungan

logam berat pada seluruh jaringan tubuh tumbuhan mangrove dibag dengan

konsentrasi logam berat Pb pada air. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF) dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Faktor Biokonsentrasi (BCF)

(11)

Pembahasan

Kondisi Lingkungan Perairan

Hasil pengukuran kualitas air pada saat pengambilan sampel di stasiun I

diperoleh suhu air rata-rata yaitu 29,51OC, di stasiun II yaitu 30,8OC dan stasiun III adalah 30,3OC. Suhu pada stasiun II lebih tinggi dari pada stasiun I dan stasiun III, disebabkan karena adanya intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam

perairan pada stasiun II. Pada stasiun II juga memiliki pohon mangrove yang

masih sedikit, sehingga perairan di stasiun tersebut tidak ada pohon yang

menghalangi sinar matahari secara langsung ke perairannya. Berdasarkan hasil

pengukuran suhu air dari setiap stasiun menunjukkan kondisi perairan di setiap

stasiun masih tergolong baik. Menurut Yudiati dkk (2009) menyatakan bahwa

intensitas cahaya matahari mempunyai korelasi positif dengan suhu di perairan.

Intensitas cahaya matahari yang tinggi akan menyebabkan suhu di perairan

menjadi tinggi. Kementerian Lingkungan Hidup (2004) menetapkan kisaran suhu

yang baik untuk wilayah mangrove adalah 28-32OC.

Hasil pengukuran salinitas yang dilakukan pada setiap stasiun,

menunjukan salinitas rata-rata pada stasiun I sebesar 22,68 ppt, pada stasiun II

sebesar 22,8 ppt dan stasiun III sebesar 20,8 ppt. Salinitas pada stasiun II lebih

tinggi daripada stasiun I dan stasiun III. Hal ini dikarenakan pada stasiun II

menerima pasokan air laut yang lebih besar daripada air tawar sehingga

menyebabkan tingkat salinitas tinggi. Stasiun I dan stasiun II berdekatan langsung

dengan perairan laut. Sedangkan stasiun III memiliki salinitas yang rendah

disebabkan lebih banyaknya pasokan air tawar daripada air laut yang masuk ke

(12)

muara sungai atau aliran air sungai sehingga berpengaruh terhadap rendahnya

tingkat salinitasnya. Hal ini sesuai dengan Nybakken (1988) yang menyatakan

bahwa air laut yang berada dekat daratan masih memiliki pengaruh dari air darat

sehingga menyebabkan salinitas di daerah ini kecil. Sebaliknya, salinitas di

perairan laut lepas memiliki sedikit pengaruh dari darat, sehingga salinitasnya pun

besar.

Nilai salinitas merupakan faktor yang dapat menyebabkan rendahnya

konsentrasi logam berat dalam perairan dan sebaliknya. Menurut Mukhtasor

(2007), nilai salinitas perairan dapat mempengaruhi faktor konsntrasi logam berat

yyang mencemari lingkungan perairan.

Hasil pengukuran pH air pada setiap stasiun menunjukan bahwa stasiun III

memiliki nilai pH tertinggi dengan rata-rata 7,3 daripada stasiun I dengan rata-rata

7,1 dan stasiun II sebesar 7,06. Kondisi pH dari setiap stasiun adalah netral. Dan

baik untuk wilayah mangrove di setiap stasiun tersebut. Apabila kondisi pH pada

saat pengukuran bersifat asam (kisaran <7) maupun basa (kisaran >8,5), maka

akan membahayakan kelangsungan hidup organisme di perairan, karena akan

mengganggu proses metabolisme dan respirasi. Derajat keasaman (pH) wilayah

mangrove menurut Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 adalah

7-8,5 dimana masih mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya.

Kandungan Logam Berat Pb pada Akar A. marina

Hasil pengukuran pada setiap stasiun diperoleh kandungan logam berat

tertinggi pada akar terdapat pada stasiun II yaitu 0,05 mg/kg. Pada stasiun I dan

(13)

Kandungan logam berat pada stasiun II tertinggi disebabkan karena pada

stasiun tersebut lebih memiliki kegiatan yang menyebabkan tingginya logam berat

pada stasiun tersebut, seperti alur pelayaran nelayan, memarkirkan serta mencuci

kapal, wisata oleh pengunjung, buangan limbah dari bengkel di sekitar, serta

proses pertambakan oleh petani ikan. Limbah tersebut dibuang ke dalam badan

perairan lalu diserap oleh akar, yang seterusnya akan ditransfer ke jaringan

tumbuhan yang lainnya. Selain menyerap logam berat dari sedimen, akar juga

menyerap logam berat dari kolom air. Menurut Handayani (2006), logam berat

yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan akan ditransfer ke seluruh organ tumbuhan

dan akan mengalami berbagai proses sebagai respon tumbuhan untuk

menanggulangi materi toksis di dalam tubuhnya, serta menyerap logam berat dari

kolom air maupun substrat.

Kandungan Logam Berat Pb pada Kulit Batang A. marina

Hasil pengukuran logam berat Pb pada kulit batang tertinggi terdapat pada

stasiun III yaitu dengan hasil rata-rata 0,06 mg/kg. Sedangkan pada stasiun I dan

II mengandung hasil rata-rata masing-masing yaitu <0,005 mg/kg.

Perbedaan diameter pohon mangrove menyebabkan perbedaan kandungan

logam berat Pb pada setiap stasiun. Semakin besar diameter batang, maka semakin

besar pula kandungan logam berat yang terdapat pada batang pohon mangrove,

yang dimana semakin besar batang pohon maka semakin tua pula pohon

mangrove tersebut. Maka dengan begitu senyawa logam berat Pb yang terdapat

pada kulit batang diangkut secara translokasi dan terlokalisasi dengan sangat

(14)

Supriyantini dan Soenardjo (2015) bahwa logam berat Pb merupakan logam berat

yang mempunyai daya translokasi yang rendah mulai dari akar sampai ke organ

tumbuhan lainnya.

Kandungan Logam Berat Pb pada Daun A. marina

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan, kandungan logam berat

pada daun tertinggi terdapat pada stasiun III yaitu dengan hasil rata-rata 0,005

mg/kg. Sedangkan hasil rata-rata terendah terdapat pada stasiun I dan II yaitu

masing-masing <0,005 mg/kg.

Perbedaan nilai kandungan logam berat pada daun disebabkan adanya

perbedaan daun tua dan daun muda. Daun tua terdapat pada pangkal, dengan

ukuran daun yang besar dan tebal serta warna daun hijau tua, sedangkan daun

muda terdapat pada pucuk ukran kecil dan tipis. Daun tua lebih banyak

mengandung logam berat karena lebih lama menyerap logam di perairan. Lalu

daun muda dan daun tua digabungkan. Menurut Arisandy dkk (2012), bahwa

banyaknya akumulasi logam berat Pb pada bagian daun tua lebih banyak

dibandingkan dengan daun muda. Soemirat (2003) menyatakan bahwa daun yang

muda lebih sulit mengabsorbsi daripada daun tua.

Akumulasi kandungan logam berat Pb pada daun melalui proses

penyerapan dari sedimen dan penyerapan dari atmosfir melalui stomata. Hal ini

sesuai dengan Heriyanto dan Subiandono (2011) bahwa daun mangrove menyerap

logam berat baik dari sedimen melalui akar, maupun dari deposisi atmosfer dan

(15)

Kandungan Logam Berat Pb pada Air dan Sedimen

Hasil pengukuran yang dilakukan, kandungan logam berat pada air

tertinggi pada stasiun III yaitu dengan rata-rata 0,06 mg/L, dan terendah terdapat

pada stasiun I yaitu <0,005 mg/L. Sedangkan pada sedimen, kandungan logam

berat tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 5,75 mg/L dan terendah pada

stasiun III yaitu sebesar 4,79 mg/L.

Kandungan logam berat pada air di stasiun III lebih tinggi disebabkan

karena lokasi stasiun III lebih memiliki kegiatan yang menyebabkan tingginya

logam berat pada stasiun tersebut, seperti alur pelayaran nelayan, memarkirkan

serta mencuci kapal, wisata oleh pengunjung, buangan limbah dari bengkel di

sekitar, serta proses pertambakan oleh petani ikan dan di sekitar stasiun terdapat

proses pengerukan oleh beko, yang mana buangan minyak dari pembersihan beko

tersebut langsung terbuang ke badan perairan. Logam berat timbal bersifat

tersuspensi dan terlarut. Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa di perairan,

timbal ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup

rendah sehingga kadar timbal dalam air relatif sedikit. Bahan bakar yang

mengandung timbal juga memberikan kontribusi yang berarti bagi keberadaan

timbale dalam air. Timbal bersumber dari buangan limbah industri, limbah rumah

tangga, alur pelayaran kapal, buangan sisa minyak bakar, pertanian, dan buangan

lainnya.

Dari hasil yang didapatkan, logam berat Pb yang terdapat pada air di

perairan Desa Sei Nagalawan telah melebihi ambang batas, dimana baku mutu

logam berat Pb untuk air laut adalah 0,008 ppm (KEPMEN LH No.51 Tahun

(16)

untuk menggangkut wisatawan yang berkunjung ke daerah mangrove tersebut,

serta proses bongkar muat kapal nelayan di daerah ini.

Kandungan logam berat Pb pada sedimen dari ketiga stasiun di perairan

Desa Sei Nagalawan dengan rata-rata 5,26 mg/kg. Menurut IADC/CEDA (1997),

dalam penentuan kadar logam berat yang masih dapat ditoleransi untuk logam

berat Pb sebesar 1000 mg/kg, Sehingga dari hasil uji sampel sedimen dari ketiga

stasiun menunjukkan bahwa kondisi kandungan logam berat pada sedimen masih

dapat ditoleransi.

Kandungan logam berat Pb pada sedimen disebabkan karena pengendapan

dari sisa buangan limbah perbengkelan kapal, alur lintas perkapalan, pertanian,

pertambakan serta pembuangan sisa minyak dari beko yang melakukan

pengerukan di stasiun tersebut. Kandungan logam berat pada sedimen lebih besar

daripada air. Hal ini sesuai dengan Hutagalung (1991) yang menyatakan bahwa

logam berat Pb pada air lebih rendah daripada sedimen. Hal ini dikarenakan

logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan

mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen,

sehingga konsentrasi logam berat pada sedimen lebih tinggi disbanding dalam air.

Faktor Biokonsentrasi (BCF)

Faktor biokonsentrasi (BCF) adalah suatu konsentrasi bahan kimia yang

diserap oleh organisme secara langsung dari air dibagi konsentrasi bahan kimia di

dalam air (kg/L). untuk mendapatkan nilai konsentrasi A.marina, maka kandungan

logam berat Pb dari akar, kulit batang dan daun dibagi dengan konsentrasi logam

berat Pb pada air. Faktor biokonsentrasi (BCF) dihitung untuk mengetahui

(17)

Hasil perhitungan nilai konsentrasi pohon mangrove di Desa Sei

Nagalawan dapat disimpulkan bahwa pada stasiun I nilai BCF logam berat Pb

sebesar 3 ppm, pada stasiun II nilai BCF logam berat Pb sebesar 1,5 ppm dan

pada stasiun III nilai BCF sebesar 1,2 ppm. Dengan begitu, kandungan logam

berat pada mangrove A. marina di perairan tersebut masih dapat dikatakan rendah

dan dapat ditoleransi. Menurut Van Esch (1977) dalam Suprapti (2008)

menyatakan bahwa BCF < 100 menunjukkan sifat akumulatifrendah, 100-1000

menunjukkan sifat akumulatif sedang dan >1000 menunjukkan sifat akumulatif

tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mangrove A. marina mempunyai

kemampuan dalam penyerapan logam berat Pb secara baik. Hal ini sesuai dengan

penelitian Lase (2016) yang menyatakan bahwa mangrove A. marina mempunyai

dalam mengakumulasi logam ke jaringan tubuhnya. Menurut Hamzah dan

Setiawan (2010), menyatakan bahwa mangrove A. marina mempunyai

kemampuan mengakumulasi logam berat tinggi dibandingkan dengan mangrove

jenis Rhizphora mucronata. Hal ini disebabkan oleh letak A. marina yang berada

pada zona terdepan sehingga mendapatkan masukan bahan pencemaran pertama

secara langsung.

Upaya Pengelolaan

Salah satu sumber pencemaran logam berat di perairan adalah limbah

industri, domestik dan lainnya, yang dimana jika melebihi ambang batas akan

berdampak negatif bagi organisme di perairan tersebut. Salah satu organisme

(18)

membuang limbah domestik, industri, minyak serta limbah bentuk sampah ke

dalam perairan. Hal ini sesuai PP No. 19 Tahun 2001 yang mengatur tentang

pembuangan limbah atau bahan pencemar yang tidak langsung ke dalam badan

perairan, sehingga dapat membantu mengurangi dampak buruk akibat pencemaran

logam berat di lingkungan perairan khususnya pesisir.

Tanaman mangrove adalah tanaman yang mempunyai kemampuan dalam

menyerap pencemaran logam berat tersebut. Sehingga keberadaanya di perairan

dapat mengurangi toksisitas di dalam perairan. Tanaman mangrove juga salah satu

bioindikator dalam penyerapan logam berat di perairan. Sehingga sebaiknya

dilakukan penanaman kembali pohon mangrove ke daerah pesisir tersebut agar

dapat mengurangi pencemaran logam berat tersebut.

Secara umum bahwa usaha pengelolaan daerah mangrove adalah dengan

menjaga kerusakan pohon mangrove, termasuk kerusakan akibat logam berat,

menanam kembali pohon mangrove di sekitar pesisir secara ekologis atau filosofi

(19)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kandungan logam berat Pb pada akar A. marina terdapat pada stasiun II yaitu

sebesar 0,05 mg/kg, sedangkan kandungan Pb pada kulit batang terdapat pada

stasiun III yaitu sebesar 0,06 mg/kg dan pada daun terdapat pada stasiun III

yaitu sebesar 0,008 mg/kg.

2. Kemampuan mangrove A. marina di Desa Sei Nagalawan dalam

mengakumulasi logam berat Pb pada setiap stasiun dikategorikan sangat

rendah dengan nilai BCF sebesar 3 ppm untuk stasiun I, 1,5 ppm untuk stasiun

II dan 1,2 ppm untuk stasiun III.

Saran

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

mangrove A. marina dapat mengakumulasi logam berat di perairan secara baik.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara periodik. Dan disarankan

untuk menjaga kelestarian vegetasi mangrove khususnya A. marina, sehingga

dapat mengurangi toksisitas di perairan, agar tidak membahayakan kelangsungan

Gambar

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Lokasi Penelitian Stasiun I
Gambar 5. Lokasi Penelitian Stasiun III
Tabel 2. Rata-rata Kondisi Lingkungan Perairan pada Ketiga Stasiun.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil menunjukkan bahwa struktur alat tes skrining diskalkulia yang terdiri dari komponen menghitung titik, membandingkan angka, dan memperkirakan angka memiliki

Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh konformitas yang terjadi pada remaja putri di lakukan hanya karena perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau

Kenapa terpuk harus ikut serta dalam pengambilan keputusan di Desa Sukajulu7. Apakah pernah terjadi selisih paham antara terpuk dengan

Tidak terdapat perbedaan yang signi fi kan kadar air tubuh ikan nila yang dipaparkan selama 24 dan 48 jam pada berbagai salinitas dan temperatur medium, yang menunjukkan bahwa

Penggunaan FRP sebagai perkuatan pada tulangan pengekang yang tidak standar (sengkang lingkaran) memberikan peningkatan kapasitas aksial sebesar 58% dari kolom

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan aplikasi Smart Fert dan menguji hasil perhitungan indikator fertilitas dari aplikasi Smart Fert dibandingkan dengan standar

P Perkenalkan nama saya pretty, saya mahasiswi ilmu kesehatan uksw, maksud saya disini untuk melakukan penelitian sebagai tugas akhir saya.. Liat teman-teman pake,

Skala Likert Kepuasan Tamu (Y) tingkat perasaan senang atau kecewa tamu Garuda Citra Hotel Medan setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan