BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejarah adalah suatu peristiwa masa lampau yang mengalami
perubahan, dimana peristiwa tersebut mempunyai hubungan dengan masa
sekarang dan untuk akan datang. Dalam hal ini manusia adalah sebagai pelaku
sejarah dan sekaligus perekonstruksi. Manusia adalah faktor yang sangat
dominan. Karena tanpa manusia, sejarah takkan pernah terungkap. Namun
manusia dalam merekonstruksikan peristiwa sejarah tersebut, selalu
dipegaruhi oleh pemikirannya, karena tanpa melalui proses pemikiran maka
peristiwa sejarah tersebut tidak akan diwariskan kepada generasi yang akan
datang.1 Museum sebagai lembaga yang tidak mencari keuntungan, diabdikan
untuk kepentingan masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum,
yang mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan
memamerkan bukti-bukti bendawi manusia dan lingkunangannya untuk tujuan
studi, penelitian dan kesenangan.2
     Â
1 Louis Gottschalk, Understanding Of History, Mengerti Sejarah, (Terj.) Nugroho Notosusanto, UI Press, Jakarta. 1981, hlm. 2.
Secara etimologi, kata “museum” berasal dari bahasa Yunani kuno,
“museion”, yang artinya "kuil” untuk melakukan pemujaan terhadap 9 Dewi
Muze.3 Kesembilan dewi tersebut (Calliope, Clio, Erato, Euterpe, Thalia,
Melpomene, Polyhimnia, Terpsichor, dan Urama) merupakan putri-putri dari
Dewa Zeus dan Mnemosyne4 yaitu dewa tertinggi dalam pantheon5 Yunani
kuno. Mereka dipuja dalam suatu acara ritual untuk melengkapi pengabdian
masyarakat pada Zeus dalam mitologi klasik, Muse adalah dewi-dewi
literature (puisi), musik, tarian, dan semua yang berkaitan dengan keindahan,
pengetahuan, dan ilmu pengetahuan.
Museum berdasarkan definisi yang diberikan International Council of
Museums (ICOM)6, museum adalah sebuah lembaga (badan) yang tetap, tidak
mencari keuntungan, melayani masyarakat, perkembangan terbuka untuk
umum, yang memperoleh, merawat, meneliti, dan menyajikan, untuk
kepentingan studi (pendidikan), kesenagan, barang-barang atau benda
pembuktian material manusia dan lingkungannya.7
     Â
3 Muze merupakan kelompok Dewi Yunani yang melambangkan seni. 4 Mnemosyne Istri dari Dewa Zeus dalam Mitologi Yunani.
5 Pentheon adalah sebuah bangunan yang dikonstruksikan pada tahun 27 SM sebagai kuil berbentuk bulat di pusat kota Roma. Pembangunan kuil ini diselesaikan pada masa pemerintahan Kaisar Hadrian (118 SM-28 M) pada tahun 126 M. Hadrian membangun kuil ini untuk penyembahan terhadap dewa-dewa Romawi. Nama Pantheon berasal dari bahasa Yunani yang berarti Rumah Semua Dewa. Kuil ini digunakan sebagai gereja dari tahun 609 sampai 1885 dan kemudian menjadi gereja dan tempat pemakaman bagi pahlawan nasional Italia.
6 ICOM merupakan sebuah badan yang menaungi tentang permuseumuan di dunia dibawah organisasi UNESCO.
Di Eropa pengertian Museum telah dikenal sekitar abad VI-XII
Masehi, terutama dikalangan kaum bangsawan, ilmuwan, seniman dan
orang-orang terkemuka. Pada saat itu benda-benda yang dianggap memiliki
keunikan dan keanehan mereka pajang dalam sebuah lemari khusus yang
disebut “Cabinet Coriousty” atau lemari benda aneh. Selanjutnya benda-benda
tersebut diperlihatkan kepada rekan-rekannya, pendek kata hanya sebagai
prestise semata. Kendati begitu, kegiatan ilmiah yang melatar belakangi dan
kelak menjadi dasar pertumbuhan museum-museum besar di Eropa.
Kenyataan ini terjawab seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di
Eropa sekitar abad XVIII Masehi, dimana para ilmuwan selain
mengumpulkan dan memamerkan koleksi juga mulai melakukan penelitian
terhadap benda budaya tinggalan masa lalu, sehingga benda tersebut mampu
bercerita. Hal ini yang mendorong diperlakukannya sebuah bangunan khusus
untuk menghimpun atau menyimpan benda-benda tersebut yang selanjutnya
disebut museum dalam arti sesungguhnya.8
Pengertian museum dipertegas dengan peraturan pemerintah No. 19
tahun 1995 tentang pemeliharaan dan pemaanfaatan benda cagar budaya di
museum, sebagai berikut:
“Museum adalah sebuah lembaga tempat penyimpanan, perawatan
pengamanan dan pemanfaatan benda bukti materil hasil budaya manusia serta
     Â
alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian
kebudayaan bangsa”.9
Sebagai bangsa yang mempunyai warisan budaya yang sangat kaya
bangsa Indonesia sejak awal pernyataan kemerdekaannya telah mencanangkan
pentingnya pembinaan dan pengembangan kebudayaan. Hal ini diatur dalam
kekuatan hukum tertinggi Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan dua
hal yaitu pembinaan warisan budaya itu satu pihak dan mengembangkan atau
memanfaatkannya lain pihak. Kedua amanat yang sangat ideal tersebut dalam
prakteknya menjadi tanggungjawab lembaga permuseuman. Usaha untuk
meningkatkan pemahaman, penghayatan atau apresiasi warga masyarakat
terhadap nilai-nilai budaya kelompok etnis yang ada di museum dalam rangka
pembinaan nilai-nilai budaya bangsa dilakukan melalui berbagai wadah dan
lembaga pembinaan, diantaranya dengan mendirikan museum-museum
didaerah-daerah.
Dalam sejarahnya, museum mengalami perubahan dalam arti fungsi
museumnya. Dari fungsi awal sebagai gudang barang, tempat disimpan benda
warisan budaya yang bernilai luhur meluas fungsinya pada pemeliharaan,
pengawetan, penyajian atau pameran. Selanjutnya museum diperluas lagi
fungsinya sebagai pengetahuan pendidikan dalam rangka untuk kepentingan
     Â
umum. Namun demikian, walaupun terjadi perubahan dan perluasan fungsi
museum, hakekat pengertian museum tidaklah berubah. Ciri ilmiah dan
kesenian, serta bersenang-senang tetap menjiwai arti musuem sampai saat ini.
Berikut fungsi museum secara hanafiah, yaitu:
a. Media pewarisan nilai budaya
b. Sarana pendidikan
c. Pusat inspirasi
d. Pusat informasi
e. Media pengenalan budaya antar suku dan bangsa.10
Perkembangan suatu museum tidaklah terlepas dari tugas dan fungsi
pokok museum. Baik dari segi peranan museum. peranan museum dapat
dilihat dari segi pendidikan dan pengajaran yang diberikan kepada setiap
pengunjung sangat perlu.11Â Peranan museum dilihat dari segi pedidikan
tersebut memberikan suatu petunjuk tentang perkembangan secara umum
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari manusia. Gambaran perkembangan
museum dan permuseuman dapat dibuat iktisar singkatnya yaitu :Â
a. Museum sebagai tempat kumpulan barang aneh.
     Â
10 Moh. Amir Sutaarga, Studi Museologi, Proyek Pembinaan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1990/1991, hlm. 63.
b. Museum pernah digunakan sebagai istilah kumpulan pengetahuan
dalam bentuk karya tulis pada zaman ensiklopedis.
c. Museum sebagai tempat koleksi realia bagi lembaga atau
perkumpulan ilmiah.
d. Museum dan istana setelah revolusi Prancis dibuka untuk umum
dalam rangka demokratisasi ilmu dan kesenian.
e. Museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, pengarahan
dan pengembangannya oleh pemerintah sebagai sarana pelaksanaan
kebijakan politik di bidang kebudayaan.
Dalam mengoptimalkan alur perkembangan Museum Negeri Propinsi
Sumatera Utara, museum juga melakukan suatu pedoman kebijakan terhadap
pengelolaan museum. Kebijakan tersebut merupakan pengembangan
permuseuman Indonesia berpegang kepada rumusan International Council of
Museums (ICOM) mengenai fungsi museum yaitu:
a. Mengumpulkan dan pengamanan warisan alam dan budaya
b. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
c. Konservasi dan preservasi
d. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum
e. Pengenalan dan penghayatan kesenian
f. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan bangsa
h. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia
i. Pembangkit rasa bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Dari fungsi dan peparan perkembangan di atas menunjukan bahwa
warisan sejarah budaya dan warisan sejarah alam perlu dipelihara dan
diselamatkan dengan demikian dapat dibina nilai-nilai budaya nasional yang
dapat memperkuat kepribadian bangsa, mempertebal harga diri dan
kebanggaan nasional serta memperkokoh kesatuan nasional.12
Sejarah dan perkembangan museum adalah salah satu faktor penting
dalam memperkenalkan cagar budaya nasional khususnya di Sumatera Utara.
hal ini dapat dilihat melalui kunjungan kemuseum yang akan membawa
pengunjungnya kedalam dunia tiga dimensi, yaitu masa lalu, masa sekarang,
dan masa yang akan datang. Museum tempat penyimpanan bendawi yang
dijadikan sebagai suatu lembaga agar masyarakat tampak berbudaya demi
keberlangsungan budaya manusia dimasa yang akan datang.13
Warisan sejarah (benda kepurbakalaan) tersebut sangat berguna bagi
generasi sekarang maupun generasi yang akan datang sebagai identitas
generasi sebelumnya. Setiap generasi yang pernah hidup mempunyai identitas
     Â
12 Amir Sutaarga, Gambaran Perkembangan Museum dan Permuseuman, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Museum, 1997/1998, hlm. 2.
kebudayaan tersendiri yang dapat dibanggakan. Untuk melestarikan
benda-benda purbakala tersebut, Pemerintah Indonesia mendirikan sebuah museum,
untuk menjaga benda–benda purbakala jangan sampai hilang. Benda
purbakala tersebut nantinya akan menjadi media komunikasi antara generasi
sekarang dengan generasi sebelumnya.
Sebagai suatu lembaga, Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara
belum sepenuhnya dipahami oleh sebagian masyarakat. Pada umumnya
Museum diartikan hanya dengan tugasnya melestarikan warisan budaya yang
dipilih untuk menjadi wakil masa lalu dimasa kini dan benda yang telah
dipilih itu tentu tidak akan membiarkan rusak dan dijaga kelestariannya.14
Dari sisi ini dapat dideskripsikan perkembangan Museum Negeri Propinsi
Sumatera Utara menjadi hal yang penting dalam rangka pembinaan terhadap
tugas museum guna menunjang apresiasi masyarakat terhadap kebudayaan
manusia agar tercipta rasa cinta warisan budaya bangsa.
Hubungan antara sejarah dan museum tidak bisa dipisahkan. Museum
sebagai tempat atau gedung yang digunakan sebagai tempat untuk pameran
tetap benda-benda yang patut mendapat perhatian umum, seperti peninggalan
sejarah, seni, dan ilmu tempat menyimpan barang kuno. Sejarah sebagai
pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan kejadian yang benar-benar
terjadi di masa lampau diabadikan dalam bentuk benda dan juga dokumentasi
yang ditempatkan dalam sebuah gedung yang disebut museum.
Penulis tertarik untuk meneliti tentang permuseuman di Indonesia
khususnya di daerah Sumatera Utara karena museum adalah jendela sejarah.
Dalam mengabadikan peninggalan-peninggalan kebudayaan tersebut,
Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara sebagai suatu lembaga yang
melestarikan cagar budaya lokal melakukan berbagai pelestarian terhadap
peninggalan cagar budaya. Uraian tersebut membuat penulis melakukan
menitikfokuskan penulisan terhadap sejarah dan perkembangan baik dari fisik
bangunan, koleksi, pengunjung, perawatan maupun pengelolaan museum.
Museum Negeri Propinsi Sumatera yang merupakan salah satu museum
terbesar di Sumatera Utara dirangkum dalam judul skripsi yaitu “Sejarah dan
Perkembangan Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara (1982–2005)”.
Rentang waktu yang penulis lakukan yaitu pada tahun 1982 karena museum
ini diresmikan tepatnya pada tanggal 19 April 1982 dan penulis membatasi
tahun 2005 karena akan melihat perkembangan pelestarian museum secara
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan alasan mengapa penelitian diperlukan,
dan petunjuk untuk mengarahkan tujuan penelitian.15 Bagian dalam rumusan
masalah ini merupakan upaya untuk menyatakan secara tersurat
pernyataan-pernyataan yang akan dicari jawabannya oleh penulis. Melihat dari latas
belakang diatas maka penulis memberikan batasan-batasan kajian pokok
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara ?
2. Bagaimana Struktural Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara
1982-2005?
3. Bagaimana perkembangan Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara
1982–2005?
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian tentunya memiliki tujuan dan manfaat dari
penelitian yang dilakukannya. Tujuan penelitian ini untuk menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan. Dengan demikian penelitian ini
bertujuan sebagai berikut :
     Â
1. Menjelaskan sejarah berdirinya Museum Negeri Propinsi Sumatera
Utara.
2. Menjelaskan struktural Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara
(1982-2005).
3. Menjelaskan perkembangan Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara
(1982-2005).
Adapun manfaat penelitian ini :
1. Mengenal, menghayati dan menghargai warisan budaya dan selanjutnya
timbul kesadaran untuk mencintai dan melestarikan warisan budaya.
2. Memberikan gambaran dan penjelasan kepada pembaca tentang
perkembangan museum.
3. Mendukung perkembangan Ilmu Sejarah sehingga kedepannya menjadi
penggerak bagi penulis lainnya yang ingin menulis sejarah tentang
museum di Indonesia.
1.4Tinjauan Pustaka
Dalam penyelesaian penulisan Museum Negeri Propinsi Sumatera
Utara 1982-2005 ini, maka penulis menggunakan beberapa literatur yang
dapat mendukung penelitan ini. Tinjauan pustaka yang dilakukan bertujuan
penelitian. Agar pemaparan karya ini lebih objektif, maka selayaknya
menggunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan topik yang dibahas baik
berupa buku-buku yang mendukung pemaparan secara teoritis maupun
paparan fakta-fakta. Penulis menggunakan beberapa buku panduan dasar
dalam penelitian ini, yaitu:
Buku pertama yang dipakai dalam referensi penelitian ini adalah buku
Bambang Sumadio, Permuseuman di Indonesia (1986). Buku ini menjelaskan
berbagai hasil pemikiran di bidang museum dan pengembangan di bidang
permuseuman secara garis besar sebagai landasan dan pedoman
pengembangan Museum Nasional, Museum Umum dan Museum Khusus di
Indonesia. Berbagai kebijakan permuseuman akan dijelaskan didalam buku ini
yang mencakup tentang kebijakan pengembangan Museum Nasional,
Museum Umum dan Museum Khusus dalam bidang-bidang koleksi, fisik,
ketenangan, sarana penunjang dan fungsionalisasi. selain itu didalam buku ini
juga secara singkat membahas tentang keadaan permuseuman di Indonesia
berbagai macam permasalahan-permasalahan umum permuseuman di
Indonesia. Buku ini sangat membantu penulis karena didalamnya juga
terdapat keterangan bagaimana mewujudkan fungsi museum secara optimal
sebagai sarana kultural edukatif, inspiratif dan rekreatif dalam rangka
menunjang usaha pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan
Buku kedua yaitu karangan Bambang Subadio dalam buku “Bunga
Rampai Permuseuman” karya Bamabang Sumadio yang terbit pada tahun
1996. Buku ini berisi terdapat berbagai informasi tentang strategi dasar
kebijaksanaan direktorat permuseuman. Strategi ini menjadi pegangan dalam
pelaksanaan pembinaan teknis permuseuman secara menyeluruh, berdasarkan
tugas dan fungsi permuseuman, serta acuan-acuan kebijaksanaan umum
maupun kebijaksanaan dasar pembangunan kebudayaan dan pendidikan
nasional. Pegangan ini menjadi operasional dengan dilengkapi pedoman
pelaksanaan, petunjuk teknis, serta petunjuk pelaksanaan yang diperlukan.
Buku ini memberikan informasi tentang museum dan masa depan
museum, museum sebagai komunikator dan museum yang memikat
pengunjung. Museum yang memikat dalam Pidato P.H Pott16 menyatakan
dalam pengembangan daya pikat museum bagi pengunjung perlu diperhatikan
apa yang menjadi pengalaman masyarakat dalam kehidupan masa kininya.
Beliau mengatakan juga bahwa museum tidak lagi semata–mata menyajikan
benda-benda, bagaimanapun indahnya benda itu. Pengalaman ini diharap akan
mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan minat terhadap hal-hal
menjadi “mission” suatu museum.17
     Â
16 Guru Besar Museologi di Universitas Leiden, Belanda.
Moh. Amir Sutaarga dalam buku “Seminar pengelolaan dan
Pendayagunaan Museum di Indonesia” yang diterbitkan pada tahun 1977 oleh
Proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum. Referensi ini merupakan
kumpulan dari hasil seminar tersebut yang berisi antara lain tulisan tentang
sistem permuseuman di Indonesia. Dari buku ini menjelaskan bahwa museum
terbagi menjadi tiga tipe museum yaitu museum umum, khusus dan
pendidikan. Buku ini menyebutkan bahwa sistem permuseuman di Indonesia
dewasa ini berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 45 Tahun
1974 serta keputusan surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
no.079/0/Tahun 1975, dengan adanya Direktorat Museum, maka terdapat dua
unsur: Pembina dan unsur objek pembinaan.
Moh. Amir Sutarga dalam buku “Studi Museologia”, 1990. Buku ini
berisi tentang museum sebagai alat komunikasi antar budaya. Pengarang
menuliskan hubungan museum dan koleksi merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Dalam buku ini juga dipaparkan bahwa museum
berkomunikasi dengan cara menggunakan pameran tetapi untuk
mempermudah mengkomunikasikan benda–benda koleksi dengan pengunjung
maka diberi label atau kartu penjelasan. Dari buku ini penulis mengetahui
tentang peranan museum dalam dunia pendidikan, topik mengenai museum
dalam pendidikan sangat actual karena kedua komponen sosial budaya
Museum juga disebutkan sebagai suatu lembaga pendidikan non–formal
dalam mendidik masyarakat luas mengembangkan pengetahuan dirinya.
Buku seantujutnya yang penulis gunakan yaitu skripsi Anggiat Sinaga
(2007) sebagai tinjauan pustaka. Dalam skripsinya beliau yaitu “Peranan
Museum Negeri Provinsi Sumatera Utara (1954–1985)”. Dalam penjelasan
Skripsi Anggiat Sinaga tersebut, dijelaskan bahwa Museum Negeri Propinsi
Sumatera Utara adalah suatu lembaga yang berperan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat baik dibidang rekreasi, konservasi, benteng budaya
bangsa, sarana pendidikan, pusat informasi yang berfokus pada
manfaat/peranan Museum Negeri Propinsi Sumatera Utara (1954-1985).
Bergerak dari tulisan skripsi tersebut penulis memiliki informasi untuk
memilih topik penulisan skripsi dibidang sejarah dan perkembangan museum,
dengan judul skripsi Sejarah dan Perkembangan Museum Negeri Propinsi
Sumatera Utara (1982-2005). Dalam penulisan skripsi ini, penulis
menitikfokuskan pada perkembangan Museum Negeri Propinsi Sumatera
Utara.
1.5Metode Penelitian
Untuk menghasilkan suatu tulisan sejarah maka penulis memerlukan
metode atau teknik pengumpulan data sampai ke tahap penulisan. Oleh karena
interpretasi, dan historiografi.18 Tahap yang dilakukan dalam melakukan
penelitian sejarah antara lain:
Heuristik merupakan tahap awal yang dilakukan penulis untuk
mencari sumber yang relevan terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam
tahap heuristik sumber data penulis dapatkan melalui dua cara, yaitu studi
lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research). Data hasil
studi lapangan penulis peroleh melalui wawancara dengan berbagai informan
yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian lapangan, penulis
menggunakan metode wawancara yang terstruktur dan terbuka.19
Langkah kedua ialah melakukan kritiksumber (verifikasi). tahap ini
sumber-sumber relevan yang diperoleh diverifikasi kembali untuk mengetahui
keabsahannya.20 Penulis dalam melakukan filterisasi fakta atau menyeleksi
sumber-sumber melalui pendekatan intern dan ekstern. Dalam pendekatan
intern yang menelaah dan memverifikasikan kebenaran isi atau fakta sumber
baik yang bersifat tulisan (buku, artikel, laporan dan arsip) maupun lisan
(wawancara). Kritik ekstern yang dilakukan dengan cara memverifikasi untuk
menentukan keaslian sumber (otentisitas) baik sumber tulisan maupun lisan.
Hal ini dilaksanakan agar penulis dapat menghasilkan suatu tulisan yang
     Â
18 Louis Gooschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1992) hlm. 79.
19 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: Logus Wacana Ilmu, 1999, hlm. 56.
benar-benar objektif yang tentunya dari data-data yang terjaga
keobjektifannya. Jadi dengan penulisan sejarah itu akan dapat ditentukan
mutu penelitian dan penulisan sejarah itu sendiri.21
Tahapan ketiga adalah intepretasi yang merupakan tahap untuk
menafsirkan fakta lalu membandingkannya untuk diceritakan kembali. Pada
tahapan ini subjektivitas penulis harus dihilangkan paling tidak dikurangi agar
analisis menjadi lebih akurat. Sehingga fakta sejarah yang didapat bersifat
objektif.
Tahapan terakhir yaitu heurustik merupakan kegiatan terakhir dari
penelitian sejarah adalah merangkaikan fakta berikut maknanya secara
kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi tulisan sejarah sebagai kisah.
Kedua sifat uraian itu harus benar-benar tampak, karena kedua hal itu
merupakan bagian dari ciri karya sejarah ilmiah, sekaligus ciri sejarah sebagai
ilmuMetode yang dipakai dalam penulisan ini adalah deskripsi-analitis
pemaparan rangkaian peristiwa.
     Â