BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia selain sandang dan
papan yang sangat dibutuhkan bagi keberlangsungan hidup manusia. Pangan yang
dimaksud dapat berupa makanan atau minuman yang telah diolah maupun mentah
yang dapat di konsumsi oleh manusia. Dengan perkembangan teknologi dan
informasi yang begitu cepat, industri pangan juga berkembang dengan pesat membuat
inovasi kemasan pangan yang menarik. Menurut Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (2008) Pangan yang beredar saat ini praktis tidak lepas dari penggunaan
kemasan dengan berbagai maksud, selain untuk melindungi kualitas pangan juga
dimaksudkan untuk promosi.
Styrofoam atau yang dikenal dengan plastik busa juga sedang marak
digunakan untuk pembungkus makanan terutama untuk makanan cepat saji.
Styrofoam masuk kedalam jenis plastik yang diolah menggunakan campuran bahan
Styrofoam dan polistiren, berwarna putih dan kaku yang sering digunakan sebagai
kotak pembungkus makanan. Tadinya bahan ini dipakai untuk pengaman barang
non-makanan seperti barang-barang elektronik agar tahan benturan ringan, namun saat ini
seringkali dipakai sebagai kotak pembungkus makanan. Kegunaannya yang mudah,
praktis, enak dipandang, murah, anti bocor, tahan terhadap suhu panas dan dingin,
membuat masyarakat lupa pada dampak dan efek terhadap kesehatan manusia serta
dipilih karena mampu mempertahankan pangan yang panas/dingin, tetap nyaman
dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan pangan yang dikemas, ringan,
dan inert terhadap keasaman pangan.
Bahan dasar styrofoam adalah Polistirena Foam suatu jenis plastik yang
sangat ringan, kaku, tembus cahaya dan murah tetapi cepat rapuh. Polistirena foam
dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti butana atau
n-pentana. Polistirena dibuat dari monomer stirena melalui proses polimerisasi.
Polistirena foam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspense pada
tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin
dan menguapkan sisa blowing agent. Polistirena bersifat kaku, transparan, rapuh,
inert secara kimiawi, dan merupakan insulator yang baik. Sedangkan polistirena foam
merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun
dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang
antar butiran yang berisi udara (Info POM, 2008).
Berdasarkan pendapat Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)
Jakarta (2005), mengungkapkan bahwa zat-zat pengawet mayat (formalin) juga
ditemukan pada plastik kemasan makanan dan styrofoam. Pengemas berbahan dasar
resin atau plastik rata-rata mengandung 5 ppm formalin. Formalin pada plastik atau
styrofoam merupakan senyawa-senyawa yang secara inheren terkandung dalam
bahan ini. Zat racun ini akan luruh ke dalam makanan akibat kondisi panas. Oleh
atau styrofoam. Hidangan panas yang akan disajikan ke dalam kemasan styrofoam
sebaiknya didinginkan dahulu dan diberi alas daun, jangan diberi alas yang terbuat
dari plastik.
Hasil kajian Divisi Keamanan Pangan Jepang pada Juli 2001 mengungkapkan
bahwa residu styrofoa m dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat
menyebabkan endokrin disrupter (EDC) suatu penyakit yang terjadi akibat adanya
gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia
karsinogen dalam makanan. Hasil berbagai penelitian yang sudah dilakukan sejak
tahun 1930-an, diketahui bahwa stiren, bahan dasar Styrofoam bersifat mutagenik
(mampu mengubah gen) dan potensial karsinogen. Semakin lama waktu pengemasan
dengan Styrofoam dan semakin tinggi suhu, semakin besar pula migrasi atau
perpindahan bahan-bahan yang bersifat toksik tersebut ke dalam makanan atau
minuman. Apalagi bila makanan atau minuman tersebut banyak mengandung lemak
atau minyak. Toksisitas yang ditimbulkan memang tidak langsung tampak. Sifatnya
akumulatif dan dalam jangka panjang baru timbul akibatnya. Sementara itu CFC
sebagai bahan peniup pada pembuatan styrofoam merupakan gas yang tidak beracun
dan mudah terbakar serta sangat stabil. Begitu stabilnya, gas ini baru bisa terurai
sekitar 65-130 tahun. Gas ini akan melayang di udara mencapai lapisan ozon di
atmosfer dan akan terjadi reaksi serta akan menjebol lapisan pelindung bumi. Apabila
lapisan ozon terkikis akan timbul efek rumah kaca. Bila suhu bumi meningkat, sinar
Dalam industri, styrofoam digunakan sebagai bahan insulasi (kedap). Bahan
ini memang dapat menahan suhu, sehingga benda di dalamnya tetap dingin dan
hangat lebih lama dari pada kertas dan bahan kemasan lainnya. Karena kelebihan
yang dimiliki styrofoam maka banyak pedagang yang menggunakan styrofoam
sebagai wadah untuk tempat makanan atau minuman. Styrofoam bukan merupakan
nama kemasan plastik melainkan nama merek dagang dari perusahaan Dow
Chemical. Oleh pembuatnya styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai
insulator pada bahan konstruksi bangunan, bukan untuk kemasan pangan.
Pernyataan Badan POM tentang keamanan kemasan Styrofoam dalam Warta
POM (2009) Badan POM telah melakukan sampling dan pengujian terhadap 17 jenis
kemasan makanan styrofoam dan hasil pengujian menunjukkan semua kemasan
tersebut memenuhi syarat. Pada umumnya, setiap kemasan makanan dapat dikenali
dari logonya. Setidaknya ada 8 kode jenis plastik yang lazim digunakan untuk
kemasan makanan. Karena itu, Kepala Badan POM menghimbau agar masyarakat
lebih teliti dalam membeli dan menggunakan kemasan plastik untuk makanan.
Sehubungan dengan terbitnya pernyataan Badan POM bahwa kemasan styrofoam
telah memenuhi syarat sehingga menimbulkan anggapan bahwa Badan POM terlalu
cepat memberikan pernyataan bahwa kemasan Styrofoam memenuhi syarat aman di
gunakan. Berdasarkan pendapat YPBB Yayasan Pengembangan Biosains dan
Bioteknologi (2009) terhadap pernyataan Badan POM yang pertama Pernyataan
Styrofoam yang kita temui di pasaran. Perlu diingat bahwa kualitas Styrofoam
tergantung dari produsennya. Yang kedua Pernyataan BPOM sebenarnya bukanlah
kepastian bahwa Styrofoam aman bagi kesehatan. Tepatnya BPOM mengukur kadar
stiren yang terlepas dari kemasan ke makanan dengan metoda tertentu. Kemudian
BPOM mengacu pada standar yaitu 5000 ppm, yang menurut pengakuannya berasal
dari ECFA-FAO/WHO, untuk membuat pernyataan tentang keamanannya. Untuk
hal-hal yang berisiko tinggi, seperti penggunaan styrofoam ini, kita sebaiknya tidak
begitu saja mengandalkan pada pernyataan suatu lembaga. Yang ketiga Belum ada
data ilmiah yang cukup untuk membuktikan bahwa styrofoam aman bagi kesehatan,
karena itu styrofoam tetap memiliki potensi bahaya dalam kadar stiren berapapun.
Yang keempat Kurangnya data ilmiah ini terlebih lagi untuk paparan racun dalam
jumlah sedikit namun dalam waktu yang panjang dan keragaman jenis racun yang
tinggi.
Kemasan pangan digunakan bertujuan untuk melindungi makanan atau
minuman dari unsur-unsur perusak seperti sinar matahari, bakteri, jamur, serangga,
gesekan dan hempasan. Unsur-unsur perusak tersebut dapat merusak makanan atau
minuman menjadi tidak seperti awalnya. Banyak jenis kemasan pangan yang beredar
di pasaran seperti kertas, karton, plastik, logam, gelas, karung dan lain-lain. Dari
banyaknya jenis kemasan pangan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan apabila digunakan, terutama untuk kemasan Styrofoam yang banyak
Penggunaan kemasan Styrofoam saat ini banyak digemari oleh pedagang, di
kota Medan pedagang makanan dan minuman siap saji banyak menggunakan
kemasan Styrofoam untuk pembungkus makanannya, misalnya seperti ayam penyet,
bubur ayam, jenis santapan mie dan lain-lain. Sebelum berpindah menggunakan
kemasan Styrofoam para pedagang menggunakan daun, kertas nasi, plastik, dan kotak
dari kertas. Bukan bararti semua jenis kemasan tersebut hilang dan tidak digunakan
lagi tetapi pada sebagian pedagang masih ada yang memakainya sebagai kemasan
pengganti selain Styrofoam.
Konsumen akan memebeli produk yang sesuai kebutuhannya, seleranya, dan
daya belinya. Konsumen tentu akan memilih produk yang bermutu lebih baik dan
harga yang lebih murah, disampaikan pada Seminar Nasional Pascasarjana UPN
“Veteran” Agribisnis dalam Perspektif Ketahanan Nasional Guna Memenangkan
Persaingan Global (2006).
Perilaku konsumen mempengaruhi jalannya sebuah bisnis, para pedagang
dituntut untuk memahami konsep-konsep dasar ilmu pemasaran dan perilaku
konsumen, yaitu kebutuhan, keinginan, dan permintaan. Dalam buku Tatik Suryani
(2008) yang mengutip pendapat Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) pemahaman
terhadap perilaku konsumen mencakup pemahaman terhadap tindakan yang langsung
dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk
dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan
adalah studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam
penerimaan, penggunaan dan pembelian, dan penentuan barang, jasa, dan ide.
Posisi tawar dalam ekonomi adalah negosiasi, kapasitas satu pihak untuk
mendominasi yang lain kerena pengaruhnya, kakuatan, ukuran, atau status, atau
melalui kombinasi dan taktik persuasi yang berbeda (Sukirno, 2002). Pemahaman
yang mendalam mengenai konsumen akan memungkinkan pemasar (pedagang) dapat
mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli apa yang ditawarkan
oleh pemasar. Konsumen berhak melakukan posisi tawar dengan meminta
pembungkus makanan yang menggunakan Styrofoam diganti dengan kemasan jenis
lain yang aman untuk pembungkus makanan. Faktor ketidakpedulian konsumen
membuat pedagang menjadi tidak khawatir untuk menggunakan kemasan Styrofoam.
Walaupun pedagang dan konsumen mengetahui bahaya dari Styrofoam.
Jelas bahwa pada kasus ini konsumen diminta untuk lebih kritis apabila ingin
membeli makanan atau minuman yang menggunakan Styrofoam. Pengetahuan dan
sikap yang baik dari konsumen dapat menggambarkan tindakan yang baik dalam
melakukan posisi tawar dengan negosiasi untuk tidak menerima kemasan Styrofoam
dan tidak memberikan kontribusi terhadap penggunaan kemasan Styrofoam sebagai
wadah makanan, karena konsumen juga terlibat dalam hal mempengaruhi pedagang
untuk tetap menggunakan Styrofoam. Jika konsumen pengetahuan dan sikapnya baik
tentang bahaya dari kemasan Styrofoam seharusnya tindakan konsumen yang
makanan atau jika pedagang tidak memiliki kemasan jenis lain selain Styrofoam
konsumen semestinya berani mengambil tindakan untuk tidak menerima makanan
yang dikemas dengan Styrofoam. Prinsip dari pedagang ialah memberikan pelayanan
yang terbaik untuk konsumen, jika konsumen sudah berani untuk tidak menerima
makanan dengan kemasan Styrofoam kemungkinan pedagang tidak akan
menggunakan kemasan Styrofoam sebagai wadah kemasan makanannya. Selain itu
adanya regulasi dari pemerintah untuk mengawasi dalam hal kemasan pangan yang
beredar di masyarakat perlu terus ditingkatkan agar masyarakat merasa terlindungi.
Peneliti melakukan observasi awal pada pedagang makanan di Amaliun Food
Court, pedagang mengatakan bahwa pernah ada konsumen yang melakukan negosiasi
atau posisi tawar terhadap kemasan yang diterimanya. Biasanya kemasan Styrofoam
digunakan pada pembeli yang ingin dibungkus makanannya, Styrofoam sebelum
diletak makanan dialasi dengan kertas nasi yang sudah dibentuk ukuran Styrofoam,
pedagang menggunakan kertas nasi karena susah mencari alas daun pisang. Alasan
pedagang menggunakan Styrofoam lebih praktis dan mudah apabila pembeli sudah
ramai. Pendapat dari konsumen yang membeli makanan dengan kemasan Styrofoam
adalah konsumen menerima kemasan Styrofoam walaupun konsumen mengetahui
bahaya dari kemasan Styrofoam, konsumen beralasan bahwa malas ingin menukar
dengan kemasan lain dan tidak pernah terjadi kasus keracunan kalau menggunakan
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti gambaran
pengetahuan dan sikap konsumen dengan posisi tawar tentang penggunaan kemasan
Styrofoam sebagai wadah makanan di Amaliun Food Court Medan.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran pengetahuan,
sikap dan posisi tawar konsumen saat menerima kemasan Styrofoam sebagai wadah
makanan.
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap konsumen dengan tindakan
posisi tawar terhadap penggunaan kemasan Styrofoam sebagai wadah makanan.
1.4Manfaat Penelitian
1. Memberikan masukan kepada masyarakat sebagai konsumen yang sering
membeli makanan menggunakan kemasan Styrofoam tentang bahaya dari
kemasan Styrofoam.
2. Memberikan masukan kepada BPOM sebagai perwakilan dari pemerintah
yang bertugas untuk mengawasi peredaran kemasan pangan berbahaya.
3. Sebagai masukan kepada para penjual makanan yang masih menggunakan
kemasan Styrofoam dapat mensiasati menggunakan daun pisang agar